Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SISTEM ENDOKRIN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STRUMA

Dosen Pembimbing: Alik Septian M, S.Kep, Ns. M.Kep

Disusun Oleh kelompok 3 :

1. Adinda Vici P (151001002) 8. Mahda Fanindha W (151001022)

2. Dimas Angger I (151001010) 9. Makfiatul Abadiyah (151001023)

3. Eva Febriani Safitri (151001011) 10. Mufid Asadullah (151001027)

4. Fadhila Khusma Aziz (151001012) 11. M Amang Handaris (151001028)

5. Faridatul Umroh (151001014) 12. Shinta Lukita K P (151001039)

6. Hasri Provitasari 13. Usha Meilasari (151001042)


(151001019)
14. Yuyun Siti Nur Janah (151001047)
7. Irma Maulinda D (151001021)
15.

16. SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


17. PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
18. S1 KEPERAWATAN/2A
19. TAHUN AJARAN 2016/2017
20.
21. KATA PENGANTAR
22.
23. Rasa syukur saya sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini saya membahas ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STRUMA.

24. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alik
Septian M, S.Kep, Ns. M.Kep.

25. Harapan kami dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang memberikan bantuan serta dukungan dalam penyusunan makalah ini.
26.

27.

28.

29. Jombang, 15April 2017

30.

31. Penyusun

32.
33. DAFTAR ISI
34.
35. JUDUL
36. KATA PENGANTAR
37. DAFTAR ISI
38. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
39. BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3
40. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
41.
42. BAB IV PENUTUP
43. DAFTAR PUSTAKA
44.
45.
46. BAB I
47. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
48. Kesehatan masyarakat perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lingkungan, perilaku, akses pelayanan kesehatan dan kependudukan
(Efendi & Makhfudi,2010). Gaya hidup masyarakat perkotaan saat ini, yang sering
mengkonsumsi pola makan yang kurang sehat dan kurangnya olahraga. Dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat perkotaan itu sendiri. Keadaan ini memicu
berbagai jenis penyakit yang diderita oleh masyarakat perkotaan. Salah satunya
adalah, pembengkakan pada leher atau biasa disebut struma nodusa atau gondok.
Penyebab struma antara lain terpaparnya oleh goitrogen, pencemaran lingkungan,
gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada area kepala dan leher.

49. Goiter pembesaran kelenjar tiroid atau gondok adalah, salah satu cara
mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsur yodium dalam makanan dan
minuman. Keadaan ini, dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Goiter endemik, sering terdapat di daerahdaerah yang air minumya kurang
mengandung yodium. Di Indonesia, banyak terdapat di daerah pegunungan, namun
ada juga yang ditemukan di dataran rendah ditepi pantai, seperti Minangkabau, Dairi,
Jawa, Bali dan Sulawesi.

50.
1.2 Rumusan Masalah
51.
52.
1.3 Tujuan
53.
54.
55.
56. BAB II
57. PEMBAHASAN
58.
59. 2.1 Definisi

60. Struma adalah pembesaran tiroid menyeluruh atau sebagian (Martin Von
Planta 2002).
61. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul. Maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. (Afiatma tjokronegoro dkk 1996).
62. Struma nodusa tanpa disertai hipertiroidisme disebut struma nodosa
non-toksik (Afiatma tjokronegoro dkk 1996). Dan (Arif Mansjoeri 1999).
63. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga
mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan
disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi
serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher
yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

64.
65. 2.2 Etiologi

66. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
67. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
68.

69.

70. 2.3 Klasifikasi


71. 1) Berdasarkan fisiologisnya :
72. a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
73. b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
74. c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
75. 2) Berdasarkan klinisnya :
76. a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
77. Difusa : endemik goiter, gravida
78. Nodusa : neoplasma
79. b. Toksik (hipertiroid)
80. Difusa : grave, tirotoksikosis primer
81. Nodusa : tirotoksikosis skunder
82. 3) Berdasarkan morfologinya :
83. a. Struma Hyperplastica Diffusa
84. Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut
ataupun relatif).Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi
selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine
kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang
cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga
terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat.
Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali
(diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam
struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
85. b. Struma Colloides Diffusa
86. Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive
akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi,
kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi,
kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel
distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.
87. c. Struma Nodular
88. Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan
sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat
kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari
hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi,
dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah
hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga
pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
89. Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi,
golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan
folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang
mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/mengecil)
90.
91. 2.4 Manifestasi Klinis
92. Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul
hangat, dan nodul panas.
Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
93. Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang
dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan
pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan
ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun,
1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam
nodul (Noer, 1996).
94. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan
terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994). Kadang-kadang penderita datang
dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah
metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya
sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala
yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
95.
96.
97. 2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
98. Pemeriksaan kadar TSH, T3 serum, T4 serum, Tiroksin bebas.

99. Nilai normal :


100. T4 serum : 4.9 12.0 g/dL
101. Tiroksin bebas: 0.5 2.8 g/dL
102. T3 serum : 115 - 190 g/dL
103. TSH serum: 0.5 4 g/dL
2. Pemeriksaan sidik tiroid
104. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini
pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid
dibedakan 3 bentuk:
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
105. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa
bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
Kista
Adenoma
Kemungkinan karsinoma
Tiroiditis
4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
106. Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).
107. Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif
palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli
sitologi.
5. Termografi
108. Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan
khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas
apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9 o C dan dingin apabila <0,9o C.
Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
6. Petanda Tumor
109. Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata
323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
110.
111. 2.6 Penatalaksanaan
112. a) Konservatif/medikamentosa
113. a. Indikasi :
114. Usia tua
115. Pasien sangat awal
116. Rekurensi pasca bedah
117. Pada persiapan operasi
118. Struma residif
119. Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
120. b. Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
121. c. Struma toksik :
122. Bed rest
123. PTU 100-200 mg (propilthiouracil)
124. Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan
prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah
produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
125.
126. Lugol 5 10 tetes
127. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan
mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-
21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh
karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan
kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
128. Iodium (I131)
129.
130. b) Radioterapi
131. Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi
dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien
pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien
dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil
dan anak-anak.
132.
133. c) Operatif
134. a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
135. b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
136. c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
137. d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
138. e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
139. f. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v.
jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus
serta kelenjar ludah submandibularis.
140.
141. 2.7 Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif
( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi
rapuh, keropos dan mudah patah.
142.
143.
144.
145.
146.
147.

148.
149.
150. BAB III
151. ASUHAN KEPERAWATAN
152.

153. Ny N masuk RSUD Jombang tanggal 3 April 2017 mengeluh ada benjolan di
leher sejak satu bulan yang lalu. Benjolan tersebut mulai membesar dengan diameter 5cm.
Merasa tidak nyaman ketika di buat makan dan minum, nyeri di bagian leher. Setelah di
lakukan biopsi ternyata CA Tyroid. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan hasil TD: 160/90
mmHg, Suhu: 370C, Nadi: 80x/menit, RR: 20x/menit, skala nyeri: 6

3.1 PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN:
154. Nama : Ny. M
155. Umur : 55 Tahun
156. Jenis Kelamin : Perempuan
157. Suku/Bangsa : Jawa
158. Agama : Islam
159. Pekerjaan : IRT
160. Pendidikan : SD
161. Alamat : Wringin Pitu Mojowarno Jombang
Kel. Wringin pitu
162. No. Reg : 33-17-31
163. Tgl. MRS : 03-04-2017 (Jam 2.43)
164. Diagnosis medis : CA Tyroid (Strauma)
165. Tgl Pengkajian: 3 April 2017
166.
B. PENANGGUNG JAWAB PASIEN
167. Nama : Maisaroh
168. Pekerjaan : Swasta
169. Alamat : Wringin pitu mojowarno
170.
C. KELUHAN UTAMA
171. Pasien mengeluh nyeri di sekitar leher
172.
173.
174.
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
175. Pasien mengeluh ada benjolan di leher sejak satu bulan yang lalu.
Benjolan tersebut mulai membesar dengan diameter 5cm. Merasa tidak nyaman
ketika di buat makan dan minum, nyeri di bagian leher. Setelah di lakukan biopsi
ternyata CA Tyroid.

176.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
177. Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit kanker sebelumnya
178.
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
179. Suami pasien mempunyai penyakit hipertensi
180.
G. RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN
181.Tempat tinggal pasien bersih dan sehat
182.
4.1. PEMERIKSAAN FISIK
183. Suhu : 370C
184. Nadi : 80 x/menit
185. TD : 160/90 mmHg
186. RR : 20 x/menit
187. Skala nyeri : 6
188.
4.2. PEMERIKSAAN PERSISTEM
A. System Pernafasan
189. Anamnesa : tidak mengeluh sesak
190. Hidung
191. Inspeksi : tidak ada cupping hidung
192. Palpasai : tidak ada nyeri tekan
193. Mulut
194. Inspeksi : mukosa bibir (-), alat bantu nafas (-)
195. Area dada
196. Inspeksi : simetris
197. Palpasi : nyeri tekan (-)
198. Auskultasi : vesikuler
199.
B. System Cardiovaskular dan Limfe
200. Anamnesa : pasien tidak mengeluh nyeri dada
201. Wajah
202. Inspeksi : konjungtiva normal, pucat (-)
203. Leher
204. Inspeksi : bendungan vena jugularis (-)
205. Palpasi : nyari tekan (-)
206. Dada
207. Inspeksi : bentuk dada simetris
208. Palpasi : nyeri tekan (-)
209. Perkusi : pekak
210. Auskultasi : reguler
211. Ekstremitas atas
212. Inspeksi : sianosis (-)
213. Palpasi : CRT <2
214. Ektremitas bawah
215. Inspeksi : edema (-)
216. Palpasi : akral hangat
217.
C. Persyarafan
1 Uji Nervus 1 olfaktorius (pembau) : normal
2 Uji Nervus II Opticus (penglihatan) : baik
3 Uji Nervus III oculomotorius : normal
4 Uji Nervus IV toklearis : normal
5 Uji Nervus V trigeminus : normal
6 Uji Nervus VI abdusen : normal
7 Uji Nervus VII facialis : normal
8 Uji Nervus VIII additorius/akustikus : normal
9 Uji Nervus IX glosoparingeal : normal
10 Uji Nervus X vagus : normal
11 Uji Nervus XI aksesorius : normal
12 Uji Nervus hypoglossal : normal
218.
219.
D. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
220. Anamnesa : anoreksia
221. Mulut
222. Inspeksi : sianosis (-), stomatitis (-)
223. Palpasi : nyeri tekan (-)
224. Abdomen
225. Inspeksi : luka (-)
226. Kuadran I : nyeri tekan (-)
227. Kuadran II : nyeri tekan (-)
228. Kuadran III : nyeri tekan (-)
229. Kuadran IV : nyeri tekan (-)
230.
E. System Muskuluskeletal dan Integument
231. Anamnesa : ada benjolan pada maxilla, massa + diameter 10-12 cm, padat
keras
232. Wajah
233. Inspeksi : pucat (-), sianosis (-)
234. Palpasi : tidak simetris
235. Warna kulit : sawo matang
236. Kekuatan otot :
237. 4 4
238. 4 4
239.
F. System Endokrin dan Eksokrin
240. Anamnesa : nutrisi normal
241. Kepala
242. Inspeksi : benjolan di maxilla kanan
243. Leher
244. Inspeksi : pembesaran kelenjar tyroid (-)
245. Palpasi : pembesaran kelenjar tyroid (-), nyeri tekan (-)
246. Ekstrimitas bawah : edema (-)
247.
G. System Reproduksi
248. Anamnesa : Haid normal dan lancar
249.
H. Persepsi Sensori
250. Anamnesa : pasien tidak mengeluh nyeri mata
251.
252.
4.3. Diagnosa Keperawatan
253. NS
.
255. Nyeri Akut
DIAGNO
256. Domain : 12 kenyamanan
SIS : 257. Kelas : 1 kenyamanan fisik
254. (N
ANDA-I)
259. Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
258. D
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (international
EFINITI
Association for study of pain) ; awitan yasng tibaq-tiba atau
ON:
lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi astau diprediksi
Bukti nyeri dengan menggunakan standart daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya ( misal., neonatal infan
pain scale, pain assement checklist for senior with limited a bility to
communicate)
Diaforesis
Dilatasi pupil
Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringitis)
Fokis menyempit (mis., persepsi waktu, proses berfikir, interaksi
dengan orang)
260. D Fokus pada diri sendiri
EFINING Keluhan tentang intensitas menggunakan standart skala nyeri (mis.,

CHARA skala Wong-Baker FACES, skala analong visiual, scala penilaian

CTERIS numerik)
Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis., anggota
TICS
keluarga, pemberi asuhan)
Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merenggek, menangis,
waspda)
Perilaku distraksi
Perubahan pada parameter fisiologis (mis, tekanan darah ,. Frekuensi
jantung, frekuensi pernafasan , saturasi oksigen , dan end-tidal
karbondioksida [CO2])
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan selera makan
Putus asa
Sikap melindungi area nyeri
Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma)
261. R Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
ELATED mengangkat berat, prosedur bedah, truma, olahraga berlebihan)
FACTOR Agens cedera kimiawi (mis, luka bakar , kapsaisin, metilen klorida ,
S: agens mustard)
262.
295. 265.264.263.

287. Subjective data entry 289. Objective data entry


Mimisan 290. Suhu : 36,60C
Nyeri maxila 291. Nadi : 22 x/menit
296.
Pusing kepala sebelah kanan
299. Ns. Diagnosis (Specify):
300. Nyeri Akut
Client
OSIS
297. 303. Related to:
304. Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia,
Diagnost
neoplasma)
ic
305.
298.
Stateme
nt:
306.
307.
308.
309.
310.
311.
312.
313.
314.
315.
4.4. INTERVENSI KEPERAWATAN
316. NIC 317. NOC
318. 319. 320. 321. 322.
Intervens Aktifitas Rasional Outcome Indikator
i
323. 325. 1.Lakukan 1. De 334. 337.
Manajem pengkajian nyeri ngan mengetahui Kontrol Nyeri : 1.Menggunakanti
en secara karakteristik nyeri tindakan ndakan
Nyeri komprehensif pasien, maka pribadi untuk pengurangan
: termasuk lokasi, diharapkan dapat mengontrol nyeri tanpa
324. karakteristik, ditentukan secara nyeri analgesik (3)
338.
Penguran durasi, frekuensi, tepat terapi yang 335. Setela
2.Menggunakan
gan kualitas dan akan diberikan. h diberikan
2. Me analgesik yang
atasu faktor presipitasi asuhan
ngetahui reaksi direkomendasik
reduk 326. 2.Observasi keperawatan
nonverbal yang an (3)
si reaksi nonverbal selama ... x
339.
disebabkan oleh
nyeri dari 24 jam
3.Melaporkan
nyeri yang
sampa ketidaknyamanan diharapkan
nyeri yang
dirasakan klien.
i pada 327. 3.Kontrol nyeri pasien
tingka lingkungan yang 3. Unt dapat terkontrol (3)
340.
t dapat uk meningkatkan terkontrol,
kenya mempengaruhi rasa nyaman yang dengan
mana nyeri seperti suhu dapat mengurangi kriteria hasil:
n ruangan, tingkat nyeri Pasien
yang pencahayaan dan pasien. mengetahui
4. Me
dapat kebisingan panjang nyeri
ngurangi faktor
diteri 328. 4.Kurangi yang
presipitasi dapat
ma faktor presipitasi dirasakan
mengurangi Pasien
oleh nyeri
intensitas nyeri menggunakan
pasien 329. 5.Ajarkan
yang dirasakan analgetik
tentang teknik
pasien. untuk
non farmakologi:
5. Me
napas dalam, mengurangi
mandirikan pasien
relaksasi, nyeri
dalam mengontrol Pasien
distraksi.
rasa nyerinya mengatakan
330.
melalui teknik nyeri sudah
331.
kontrol nyeri terkontrol
332.
nonfarmakologi. dengan teknik
333. non
farmakologis
336.

341.
4.5. IMPLEMENTASI

344.
343.
342. Hari 347.
NO 346. TINDAKA
N 345. PARA
DIAGNO N
Tgl/ F
SA
Jam
348. 349. Ny 351. 1. Mengkaji tingkat nyeri : 356.
1. eri akut Senin, 6 penyebab, kualitas, lokasi nyeri
2. Kolaborasi pemberian obat
b.d agens Febr
352. Asering 1500 cc
cedera uari 353. Ceftriaxone 2 x 1 gr
biologis 201 (injeksi)
354. Antrain 3 x 1 gr
(mis., 7,
(injeksi)
infeksi, 15.0
355. Salep Trombopop
iskemia, 0WI 3. Mengobservasi tanda-tanda vital
a.TD: 150/90 mmHg
neoplasma B
b.N : 67 x/menit
) c.RR : 29 x/menit
d.Suhu : 36,2 0C
350.
e.Skala nyeri : 8
357. 358. Ny 360. 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 366.
a.TD : 150/90 mmHg
2. eri akut Selasa,
b.N : 64 x/menit
b.d agens 7 c.RR : 21 x/menit
d.Suhu : 35,60C
cedera Febr
e.Skala nyeri : 5
biologis uari 2. Kolaborasi pemberian obat
361. Asering 1500 cc
(mis., 201
362. Ceftriaxone 2 x 1 gr
infeksi, 7,
(injeksi)
iskemia, 13.0 363. Antrain 3 x 1 gr
neoplasma 0WI (injeksi)
364. Salep Trombopop
) B
3. Mengajarkan teknik relaksasi
359.
nafas dalam dan distraksi
365.
367.

4.6. EVALUASI

368. 369. 370. 371. CATATA 372.


N MASALAH HARI, N PERKEMBANGAN PAR
KEPERA TG A
WATAN/K L,J F
OLABOR A
ASI M
1. 373. Nye 375. 376. S : klien mengatakan nyeri 380.
ri akut b.d Senin, maxilla (skala nyeri 8)
377. O : Observasi
agens 6
TTV
cedera Feb
TD: 150/90 mmHg
biologis rua
b.N : 67 x/menit
(mis., ri c.RR : 29 x/menit
d.Suhu : 36,2 0C
infeksi, 201
e.Skala nyeri : 8
iskemia, 7,
378. A : masalah nyeri
neoplasma) 13.
belum teratasi
30 379. P : lanjutkan
374.
WI intervensi
B 1. Kaji tingkat nyeri dan
skala nyeri
2. Observasi TTV
3. Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi
2. 381. Nye 383. 384. S : klien mengatakan masih 388.
ri akut b.d Selasa, nyeri maxilla (skala nyeri 5)
385. O : Observasi
agens 7
TTV
cedera Feb
a. TD : 150/90 mmHg
biologis rua
b. N : 64 x/menit
(mis., ri c. RR : 21 x/menit
d. Suhu : 35,60C
infeksi, 201
e. Skala nyeri : 5
iskemia, 7,
386. A : masalah sudah
neoplasma) 13.
teratasi sebagian
382.
30 387. P : lanjutkan
WI intervensi
B
389.
390.
391.
392.

393.

394.
395.
396.
397. BAB IV
398. PENUTUP
399.
4.1 Kesimpulam
400.
4.2 Saran
401.
402.
403. DAFTAR PUSTAKA
404.
405.
406.

Anda mungkin juga menyukai