Anda di halaman 1dari 20

EVALUASI DAN PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

Disusun oleh :

Astaria Sekar Setiarum (088114144)

Agaha Ratri prasetyo (088114145)

Dini Kristanti (088114146)

Wenny Daniaty (088114147)

Johanna Maria Phinansia (088114148)

Siska Desilia (088114150)

L. Evi Rahmawati (088114151)

Ana Puspita Dewi (088114153)

LABORATORIUM FTS-SSL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


2010BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada saat ini telah banyak bermunculan produk-produk kosmetika
dengan berbagai macam bentuk sediaan. Bentuk bentuk sediaan
kosmetika yang telah banyak beredar di pasaran antara lain cream wajah,
scrub, gel, powder, lipstick, lulur, lotion, sabun transparan dan sebagainya.
Bentuk sediaan yang cukup menarik adalah sabun transparan karena
pembuatan sabun transparan ini dapat menggali kreatifitas yang lebih luas
selain kemampuan dalam bidang formulasi pembuatan sabun transparan
tersebut. Kreatifitas yang dapat ditonjolkan adalah dalam bentuk kreasi
bentuk sediaan dan kombinasi bahan yang dapat meningkatkan sisi
penerimaan dari konsumen.
Memang untuk jenis sabun transparan pada saat ini telah banyak
dibuat dan beredar di pasaran, bahkan telah ada produk souvenir dengan
menggunakan sabun transparan ini. Akan tetapi kombinasi langsung yang
berasal dari bahan alam yang memiliki fungsi khusus dan kaya manfaat
masih perlu dikembangkan. Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
akan produk sediaan kosmetik yang aman dan efektif menjadikan inspirasi
untuk dapat menghasilkan sediaan yang aman, nyaman, dan praktis untuk
digunakan serta ekonomis.
Oleh karena itulah digunakan kombinasi formula sediaan sabun
transparan ini dengan menggunakan bahan alam. Bahan alam ini memiliki
manfaat yang tinggi terhadap kesehatan tubuh, banyak tersedia di alam
dalam jumlah yang melimpah, dan relative lebih ekonomis.
Salah satu bahan yang menarik untuk dicoba dikombinasikan dalam
formula bahan alam adalah lavender. Lavender memiliki bunga berwarna
ungu yang sangat menarik dan aromanya yang khas dan wangi sangat cocok
untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun transparan ini. Telah ada
penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dari bunga
lavender ini. Salah satunya, bunga Lavender sering digunakan sebagai
penangkal nyamuk, karena aroma nya yang wangi tapi tidak disukai oleh
nyamuk. Aroma Lavender ini juga sering digunakan sebagai aromaterapi.
Oleh karena itu, pada project ini kami akan memanfaatkan Lavender
ini pada formula sabun transparan khususnya dalam fungsi sabun antiseptic.
Sesuai dengan jenisnya di dalam sabun ini juga terkandung alcohol.
Diharapkan dengan penambahan Lavender ini akan diperoleh sabun
antiseptic dengan wangi aromaterapi, sekaligus juga dapat mengusir
nyamuk. Diharapkan nantinya pembuatan sabun transparan aroma lavender
ini dapat dijadikan gagasan baru produk kosmetika yang multifungsional.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara pembuatan sabun transparan dengan
penambahan lavender sebagai fragrance oil?
Bagaimana cara evaluasi pembuatan sabun transparan?

C. Tujuan praktikum
Untuk mengetahui cara pembuatan sabun transparan dengan
penambahan lavender sebagai fragrance oil
Untuk mengetahui evaluasi cara pembuatan sabun transparan

D. Manfaat
Manfaat teoritis
Dengan adanya percobaan ini diharapkan dapat diketahui
bagaimana cara pembuatan sabun transparan dengan
penambahan lavender sebagai fragrance oil
Manfaat praktis
Dengan adanya percobaan ini diharapkan para mahasiswa dapat
mengetahui sabun transparan lavender selain sebagai fragrance
oil juga dapat digunakan sebagai anti nyamuk yang dapat
diaplikasikan ke masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam
lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
mengandung bebrapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Kemungkinan
sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun lalu. Pembuatan sabun
oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan sabun
dilupakan orang dalam Zaman Kegelapan (Dark ages), namun ditemukan kembali
selama Renaissance. Penggunaan sabun mulai meluas pada abad ke-18. Dewasa
ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada zaman dahulu.
Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan lindi (Natrium hidroksida)
dan karenanya terhidrolisis menjadi gliserol dan garan natrium dari asam lemak.
Dahulu digunakan ubi kayu yang mengandung basa (seperti kalium hidroksida)
sebagai ganti lindi (lye=larutan alkali) (Fessenden, 1986).

Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan
pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan
senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk
menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik.
Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya
natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna (Anonim,
2009).

Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun
padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan
dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium
hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium
hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga
mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan
sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji
katun (Anonim, 2009).

Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan sebagai berikut:

Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi


trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin.
Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :

C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk


utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga
memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan
alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki
struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air,
tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam
bentuk ion (Anonim, 2009).

Sekali penyabunan tersebut telah lengkap, lapisan air yang mengandung


gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan
sebagai pelembab dalam tembakau, industry farmasi dan kosmetik. (sifat
melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan-hidrogen
dengan air dan mencegah penguapan air tersebut). Sabunnya dimurnikan dengan
mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl, dan
gliserol. Zat tambahan (additive) seperti batu apung, zat warna dan parfum
kemudian ditambahkan. Sabun padat itu lalu dilelehkan dan dituang ke dalam suatu
cetakan (Fessenden, 1986).
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ujung ion. Bagian hdrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-
zat non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena
adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidak benar-
benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena
membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai
hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ion menghadap ke air
(Fessenden, 1986).
Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-
polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang
tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul
dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antar tetes-tetes sabun-minyak,
maka minyak tersebut tidak dapat saling bergabung namun tetap tersuspensi
(Fessenden, 1986).
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut dengan surfaktan
(Surface active agent), yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air. Molekul surfaktan apa saja mengandung suatu ujung hidrofobik (satu
rantai hidrokarbon atau lebih) dan suatu ujung hidrofilik (biasanya, namun tidak
harus ionic). Porsi hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12
atom karbon atau lebih agar efekif (Fessenden, 1986).
Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai annionik, kationik, atau netral,
tergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya
adalah surfaktan anionic, benzalkanium klorida (N-benzil ammonium kuartener
klorida) yang bersifat anti bakteri merupakan contoh surfaktan kationik. Surfaktan
netral mengandung suatu gugus non-ion seperti suatu karbohidrat yang dapat
berikatan-hidrogen dengan air (Fessenden, 1986).
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-
ikatan hydrogen pada permukaan. Mereka melakukan hal ini dengan menaruh
kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofiliknya
terentang menjauhi permukaan air. Kekurangan utama dari sabun adalah bahwa
mereka mengendap dalam air sadah (air yang mengandung Ca 2+, Mg2+, Fe3+, dan
sebagainya) dan meninggalkan suatu residu (Fessenden, 1986).

2. Sabun transparan
Sabun batangan dikategorikan sebagai transparan apabila memungkinkan
seseorang untuk membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan
ketebalan inch (Gordon, 1979;Tokosh&Baig, 1995). Sabun dapat menjadi
transparan karena cahaya yang melewati sabun tersebut diteruskan dan
dihamburkan. Berbeda dengan sabun opaque, dimana cahaya yang melewatinya
dihamburkan oleh bahan-bahan berbeda yang ada di dalamnya, maka sabun
transparan mengurangi cahaya yang dihamburkan dengan menyesuaikan indeks
refraktiif atau memperkecil ukuran partikel dari fase dispers (Hill&Moaddel, 2004).
Sabun transparan secara khas dibuat dengan mencampurkan 50% sabun
dengan 50% solvent. Biasanya solvent yang sering digunakan dapat mengandung
gliserin, etil alkohol, sukrosa dan atau rosin. Larutan sabun yang panas harus terlihat
transparan, tidak menampakkan keberadaan solid atau fase solid dari sabun
ataupun lainnya. Jika tidak campuran tidak akan memberikan hasil yang transparan
ketika didinginkan (Hill&Moaddel, 2004).
Menurut Dumas dan Helmond(1995), pendinginan secara cepat akan
menaikkan transparansi dari sabun yang telah dituang ke dalam cetakan. Masih
menurut penelitian ini, pendiaman selama beberapa minggu akan membuat sabun
menjadi tetap karena dalam proses pendiaman ini terjadi penguapan alkohol dan
atau air dari sediaan yang dibuat.
3. Minyak/Lemak

Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester


dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair
pada temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Anonim,
2009).

Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.


Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki
asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak
dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit,
sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit
terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan
linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada
keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki
ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang
tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek
dan mudah meleleh pada temperatur tinggi (Anonim, 2009).

Jenis-jenis Minyak atau Lemak


Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus
dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk
(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan
sabun di antaranya :

1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan
saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam
pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak
terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada
tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan
nama grease.
2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai
pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa
sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan
zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak
kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus
dicampur dengan bahan lainnya.

4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering
digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat
dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak
kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari
biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip
dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa.
Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam
lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak
yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut
aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah
stearin.
7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan
untuk membuat sabun transparan.

9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak
zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari
minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun
yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering
dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.

(Anonim, 2009).
4. Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal
dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak
digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak)
(Anonim, 2009).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa


tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang
dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan
kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan
sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.
Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan
tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu (Anonim, 2009).

5. Bahan Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan


sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai
sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan aditif termasuk dalam bahan
pendukung yang ditambahkan ke dalam sabun dengan bertujuan untuk
mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum
(Anonim, 2009).

Fragrance atau pewangi merupakan bahan tambahan yang paling penting


dalam produk pembersih terutama sabun. Fragrance dipergunakan untuk menutupi
bau yang tidak enak dari sediaan. Fragrance akan mempengaruhi proses
pembuatan secara keseluruhan. Hal ini akan lebih nampak pada sabun transparan
dimana kejernihan dan bentuk yang tetap merupakan titik kritis (George, 2004).
Jumlah fragrance pada sabun batangan berkisar 0,3 % (pada kulit sensitive)
dan 1,5 % (untuk menutupi bau)(Ghaim dan Volz, 2001).
Fragrance merupakan aditif yang memiliki efek pada misel. Bentuk misel
diketahui dipengaruhi oleh 3 hal yaitu volume yang ditempati oleh gugus hidrofob
pada inti misel, panjang gugus hidrofob didekat inti misel dan area yang ditempati
oleh gugus hidrofil pada permukaan misel. Senyawa organic dapt mempengaruhi
misel dengan dua cara yaitu senyawa berada di dalam misel dan senyawa
mengubah interaksi antara solvent dan misel fragrance dapat melakukan kedua hal
tersebut karena memiliki range polaritas. Polaritas fragrance dapat digambarkan
dengan parameter solubilitas. Parameter solubilitas ini dinyatakan dalam suatu
bilangan dimana semakin tinggi bilangan tersebut maka senyawa tersebut lebih
cenderung bersifat polar. Konstituen penyusun fragrance akan berpartisi pada
darerah yang berbeda dengan misel. Hal inidapat menyebabkan perubahan pada
misel sehingga memilki kemungkinan mengubah sifat fisis dari system surfaktan
seperti viskositas dan kemampuan pembusaan (Herman, 2005).

6. Uji Evaluasi
Uji sifat fisis
1. Sifat fisis
Sifat fisis dipengaruhi oleh jumlah dan jenis aditif yang ditambahkan pada
formula produk jadi. Sifat fisis yang penting diperhatikan untuk sabun adalah
warna, bau, kemampuan pembusaan, kekerasan, ketahanan pecah
(resisten) (George, 2004).
2. Kekerasan sabun
Kekerasan sabun merupakan ukuran mekanis yang menggambarkan
seberapa tahan/kuat sabun batangan terhadap tekanan fisik. Sabun yang
terlalu lunak akan sukar untuk ditekan tanpa menimbulkan kerusakna yang
berarti (Ghaim & Volz, 2001).
Gliserin merupakan humektan yang umum dipakai pada formulasi sabun
batangan. Gliserin sendiri telah dihasilkan pada proses saponifikasi. Terlalu
banyak gliserin dalam formula dapat mengakibatkan sabun yang dihasilkan
menjadi lebih lunak (Ghaim & Volz, 2001).
Uji kekerasan dapat dilakukan dengan memotong sabun dalam ukuran
tertentu dan ditekan dengan jari selama 10 detik. Respon terhadap tekanan
jari diukur dan dicatat (Edoga, 2009).
Kekerasan sabun juga dapat diukur dengan menggunakan penetrometer
yang akan menembus sabun dnegan ujungnya yang lancip. Kemampuan
untuk menembus dinyatakan dalam ton/inch2 (Jehn-Dellaport, 2006).
3. Kemampuan membentuk busa
Busa dihasilkan ketika udara atau gas lain berada di bawah permukaan
cairan yang memungkinkan gas atau udara tersebut dilingkupi oleh lapisan
(film) cairan. Surfaktan dapat membantu menurunkan tegangan antar muka
udara atau gas lain dnegan cairan sehingga busa lebih mudah terbentuk
(Rosen, 1987).
Sabun yang banyak diminati ialah sabun yang menghasilkan busa dalam
jumlah banyak dan tahan lama (Ghaim & Volz, 2001).
Uji untuk kemampuan membuat busa dapat dilakukan dnegan menimbang
2,95 gram sabun kemudian diserbukkan dan dilarutkan dalam 800 mL air
destilasi. 500 mL dari larutan ini diaduk dengan stirrer magnetic selama 2
menit dan diukur berat busanya (Edoga, 2009).
Menurut Nelson (2009) uji ini dapat dilakukan dnegan mengambil sejumlah
kecil sabun (seukuran kacang polong) dan ditambah 3mL air destilasi
kemudian digojog selama 15 detik, setelah penggojogan tinggi busa yang
dihasilkan diukur. Sumber lain menuliskan bahwa uji ini dilakukan dnegan
membuat larutan sabun 1%. Untuk melarutkan sabun bias dibantu dnegan
pemanasan. Larutan ini kemudian diambil 2mL dan ditambahkan air destilasi
dengan jumlah air yang sama dan digojog selama beberapa waktu.
Kemudian tingi busa yang terbentuk diukur (Anonim, 2009).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa 100
ml, NaOH Farmasetis secukupnya, asam stearat, alkohol 70% 80 ml, gliserin
secukupnya, TEA, parfum secukupnya, pewarna secukupnya, aquades.

B. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (bekker glass,
pipet tetes, pipet volume, gelas ukur, cawan porselin, batang pengaduk, gelas arloji)
waterbath, kompor listrik, stirer, timbangan, cetakan sabun, alat pemotong sabun
dan kemasan.

C. Tata Cara Penelitian


1. Formulasi Sabun
Formula sabun transparan
Asam Stearat 7 g
Minyak kelapa 10 g
Minyak jarak 10 g
NaOH 30% 18 g
Etanol 15 g
Gliserin 13 g
Gula 7,5 g
Asam sitrat 3 g
Betain 5 g
Air 4,5 g
(Hambali,et al, 2006)
Dalam penelitian dilakukan modifikasi formula sehingga diperoleh formula :

Minyak kelapa 100 ml

NaOH Farmasetis secukupnya

Asam stearat 7 g

Alkohol 70% 80 ml

Gliserin 13 g

Lavender

TEA secukupnya

Parfum secukupnya

Pewarna secukupnya

Aquades 50 ml

Cara Pembuatan

1. Minyak kelapa sebanyak 100 ml dituangkan ke dalam wadah lalu


dipanaskan.

2. NaOH secukupnya ditambah 50 ml air

3. (1) dan (2) dicampurkan lalu diaduk rata pada suhu yang tetap stabil.
Lakukan selama 15 menit.

4. Asam stearat dilelehkan dengan wadah tertutup.


5. (3) dan (4) diaduk rata hingga homogen

6. (5) dan alkohol diaduk rata

7. (6) dan TEA diaduk rata

8. (7) dan Gliserin diaduk rata dengan tetap dipanaskan selama sekitar 5 menit,
setelah jernih diangkat dan didiamkan sampai agak dingin.

9. (8) dan pewarna secukupnya

10.(9) dan Parfum secukupnya

11.Tuangkan ke dalam cetakan, diamkan semalam, sabun akan mengeras


dengan sendirinya

12.Angkat dari cetakan atau dengan membalikkan cetakan, sabun akan


terlepas dan siap dikemas

Catatan:

Hasil sabun PH sekitar 9 ( Standar PH 8-10) atau untuk menurunkan PH


dengan menambahkan asam stearat, tektur sabun halus, busanya banyak,
tingkat kekerasannya standar seperti sabun pada umumnya.

Untuk cetakan sabun kita bisa menggunakan cetakannya agar-agar atau kita
membuat cetakan sendiri ataupun pesan cetakan sabun pada yang ahlinya
dengan cetakan yang unik.

2. Uji sifat fisis sabun

a. Uji kekerasan sabun


Sabun dipotong dengan ketebalan 1,0 cm x 1,0 cm x 1.0 cm. sabun
diletakkan pada tablet hardness tester dan kenop alat diputar sampai ujung
alat menembus sabun. Kekutan sabun dinyatakan dalak kg. uji ini dilakukan
2x24 jam, 2 minggu dan 4 minggu setelah pembuatan. Replikasi dilakukan
seba Kekutan sabun dinyatakan dalak kg. uji ini dilakukan 2x24 jam, 2
minggu dan 4 minggu setelah pembuatan. Replikasi dilakukan sebanyak 7
kali.
b. Uji Kemampuan Membentuk Busa
1 g sabun ditimbang dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest. Jika perlu,
campuran ini bias dipanaskan untuk membantu kelarutan. Larutan sabun ini
diuji pH nya menggunakan indicator pH universal.
Sebanyak 3 ml aquadest dimasukkan dalam tabung berskala dan
ditambahkan 3 ml larutan sabun yang telah dibuat. Vortex campuran tersebut
selama 15 detik dan amati tinggi busa yang terbentuk. Tinggi busa yang
terbentuk dinyatakan dalam ml.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.L., 1995, soap making, http://journeytoforever.org/farm_library/soap.pdf


diakses tanggal 22 September 2010
Anonim, 2009, Preparation and Propertie of soap experiment 6,
http://myeb.brooklyn.liu.edu/lawrenceche4x/e6.sapon.pdf diakses pada
tanggal 15 Oktober 2010
Anonim, 2009, http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/,
diakses pada tanggal 15 Oktober 2010

Armando, R, 2009, Memproduksi 15 minyak atsiri berkualitas, penebar swadaya,


Jakarta
Dumas, E., dan Helmond, J., 1995, Procces for Making Transparent Soap, United
States Patent
Ertel, K, 2006, Personal Cleansing products : properties and use, in Draelos, Z.D.
and Thaman, L. A.(Eds), Cosmetic Formulation of skin care product,35-59,
Taylor and Francis, New York
Fessenden, 1986, Kimia Organik Jilid 2, 407-412, Erlangga, Jakarta
Friedman, M., 2004, Chemistry, Formulation and performance of syndets and combo
bars , spitz, L,. (Eds), SODEOPEC soap, detergent, oleochemical and
personal care product, 147-188,press, USA.
George, E.D., 2004, Formulatiom of toilet, combo and synthetic clensing bars, in
spitz, L. (Eds) SODEOPEC soap, detergent, oleochemical and personal care
product, 96-113,AOCS Press, USA
Ghaim, JB. And Volz E.D, 2001, skin cleansing bars in barel, A, paye, M and
Maibach, H (Eds), Handbook of cosmetic science and technology, 485-497,
marcell decker inc , newyork
Gordon, R. A, 1978, Solid Transparent Cleanser, United States Patent
Tokosh, R, and Baig M, A., 1995, Transparent Soap Formulation and
Methods of making same, United States patent
Herman, S.J., 2005, Application II : fregnance, in Rowe, D.J (Eds), Chemistry and
technology of flavors and fregnacne, 305-315, Blackwell publishing Ltd, USA
Hill, M, and Moaddel, T., 2004, Soap Structure and Phase Behavior, in Spitz, L, Eds,
SODEOPEC: soap, detergent, oleochemical and personal care product, 73-
95, AOCS press, USA
Surtiningsih Tini, 2006, Virgin Coconut Oil (VCO),
http://kimia.fmipa.unair.ac.id/kuliah/kuw/hand_out/ VCO.pdf diakses tanggal
12 oktober 2007
Timoti, H., 2005, Aplikasi Teknologi Membran pada pembuatan virgin coconut oil, PT.
Nawapanca Adhi Cipta

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Uji Teratogenik
    Laporan Uji Teratogenik
    Dokumen18 halaman
    Laporan Uji Teratogenik
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Daftar Sarana Apotek Provinsi Bengkulu
    Daftar Sarana Apotek Provinsi Bengkulu
    Dokumen18 halaman
    Daftar Sarana Apotek Provinsi Bengkulu
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Nina Resume
    Nina Resume
    Dokumen6 halaman
    Nina Resume
    VeChrist PharmacistoLshop
    0% (1)
  • CV Nina
    CV Nina
    Dokumen1 halaman
    CV Nina
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • AA
    AA
    Dokumen4 halaman
    AA
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • TAMBAKAYA 80 Juta
    TAMBAKAYA 80 Juta
    Dokumen23 halaman
    TAMBAKAYA 80 Juta
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Daun Kepel
    Daun Kepel
    Dokumen8 halaman
    Daun Kepel
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Anne 2
    Anne 2
    Dokumen10 halaman
    Anne 2
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Biofarmasetika RPKPS-2012
    Biofarmasetika RPKPS-2012
    Dokumen3 halaman
    Biofarmasetika RPKPS-2012
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Binal Prakt B - M
    Binal Prakt B - M
    Dokumen25 halaman
    Binal Prakt B - M
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat
  • Pembuatan Kurva Baku Pmbahasan
    Pembuatan Kurva Baku Pmbahasan
    Dokumen3 halaman
    Pembuatan Kurva Baku Pmbahasan
    VeChrist PharmacistoLshop
    Belum ada peringkat