Anda di halaman 1dari 4

Kultur Sel

LTM 3 Bioreaktor

Nama : Bagas Zaki Muhammad Tanggal : 18 April 2017

NPM :1506728163 Paraf Asisten :

Kelompok :8

I. Outline
Biokatalis dalam Bioreaktor
Desain reaktor untuk kestabilan suhu

II. Pembahasan
1. Peran Biokatalis dan Kondisi Lingkungan dalam Bioreaktor
Ada dua komponen penting dalam bioproses, yaitu biokatalis (berupa
enzim atau sel makhluk hidup) dan kondisi lingkungan. Untuk
berlangsungnya setiap reaksi metabolisme sel dibutuhkan enzim
spesifik yang bertindak sebagai biokatalis. Bahan penyusun utama
biokatalis berupa protein, yang dapat berfungsi pada lingkungan yang
sesuai. Lingkungan optimal dapat dicapai dengan menempatkan
biokatalis dalam wahana yang disebut bioreaktor. Bioreaktor
memberikan lingkungan fisik sehingga sel/biokatalis dapat melakukan
interaksi dengan lingkungan dan nutrisi yang dimasukkan ke dalamnya.
Bioreaktor sebagai wahana bioproses memegang peranan penting untuk
mendayagunakan reaksi-reaksi biokimiawi yang dilakukan oleh enzim
atau sel (mikroba, tanaman, dan hewan).
O2 merupakan faktor dasar yang menentukan pertumbuhan dan
aktivitas proses pada sel aerobik. Biasanya diukur menggunakan
parameter laju perpindahan oksigen (OTR: Oxygen Transfer Rate).
Apabila senyawa dalam substrat tidak mengandung oksigen (misal
parafin), maka kebutuhan oksigen akan menjadi lebih besar.
Suhu lingkungan mempengaruhi reaksi biokatalisis. Biokatalis
mempunyai suhu optimal yang spesifik. Dengan demikian laju
pertumbuhan sel dan pembentukan produk hasil reaksi biokatalisis
umumnya tergantung pada suhu. Pada bioreaktor, suhu dikendalikan
dengan mekanisme tertentu agar bioproses berlangsung optimal. Panas
yang terbentuk biasanya dikendalikan menggunakan air pendingin atau
sel tahan panas (termofilik).
Aktivitas biokatalis dipengaruhi pH. Kecepatan reaksi enzimatis
(biokatalisis) dan laju pertumbuhan terbaik pada pH optimal. Tingkat
konsentrasi ion H+ atau pH yang sesuai menjamin berlangsungnya
bioproses secara optimal. Walaupun kadang-kadang pH media serendah
mungkin digunakan untuk mengurangi gangguan karena adanya
kontaminasi oleh makhluk hidup yang lain (kontaminan).
2. Desain reaktor untuk kestabilan suhu
Bioreaktor pada umumnya dilengkapi dengan sensor remote yang terletak di dalam
medium untuk mengontrol suhu. Sensor suhu yang terdapat pada bioreaktor biasanya
sudah terpasang dalam sistem bioreaktor tersebut dan dilengkapi dengan kotak pengaturan
(control box) dan layar digital (digital monitor). Dua jenis sensor yang paling umum
digunakan untuk mengukur suhu medium kultur dalam bioreaktor adalah sensor jenis
probe dan termokopel.

Gambar 1. Probe pengukur suhu ukuran 4 mm


(Sumber: medorex e.K., 2005)

Probe pengukur suhu pada umumnya berukuran tipis dan panjang serta memiliki
spesifikasi tertentu. Beberapa contoh spesifikasi probe pada gambar 2 antara lain: dapat
diautoklaf hingga 130 C; jangkauan pengukuran dari 20 C hingga 180 C; bagian
elektroda terbuat dari stainless steel; sensitivitas pengukuran tinggi; waktu respon singkat;
serta penggunaan pada bioreaktor kecil berdiameter kecil. Pada umumnya probe yang
digunakan berasal dari golongan RTD (Resistive Temperature Detector). Contoh sensor
suhu dari golongan RTD adalah Pt/100 yang merupakan salah satu jenis sensor suhu yang
terkenal dengan keakurasiannya. RTD mengukur suhu larutan berdasarkan perubahan
hambatan pada konduktor logam. Selain probe, termokopel juga biasanya digunakan untuk
mengukur suhu dalam sistem bioproses. Termokopel lebih murah dalam harga
dibandingkan probe RTD tetapi pengukuran temperatur yang dihasilkan tidak seakurat dan
sestabil probe RTD.
Pada penggunaan yang ditujukan untuk kontrol suhu, sinyal yang berasal dari detektor
pertama-tama diamplifikasi, dilinearisasi, dan kemudian ditransmisikan ke sebuah
controller, dimana sinyal tersebut dibandingkan dengan nilai set-point. Kontrol suhu
bioreaktor sering sekali diperoleh dengan mengatur suhu atau laju alir air dalam sebuah
jaket air eksternal atau dalam pemanas internal atau kumparan pendingin. Perbedaan
temperatur antara fluida penukar kalor dan medium kultur akan mengubah laju
perpindahan kalor antar keduanya.

Merancang Sistem Penukar Kalor pada Bioreaktor


Kebutuhan perpindahan kalor pada bioreaktor cukup bervariasi. Fermentor anaerobik
dan reaktor kultur sel secara khusus memiliki laju produksi kalor yang sangat kecil,
sementara itu fermentor aerobik dapat memiliki laju produksi kalor yang cukup tinggi.
Laju produksi kalor kalor pada umumnya berhubungan dengan laju konsumsi oksigen.
Perkiraan yang umum adalah sekitar 460.000 kJ/mol oksigen terkonsumsi atau sekitar 110
kkal/mol. Nilai tengah OUR (Oxygen Uptake Rate) pada umumnya sebesar 200 mmol/L-h
sebanding dengan laju produksi kalor sebesar 22 kkal/L-h. Kalor yang dihasilkan oleh
pengadukan dan daya ekspansi udara harus ditambahkan serta kalor air yang menguap
bersamaan dengan aliran udara harus menjadi faktor pengurang (karena pada umumnya
diasumsikan bahwa gas memasuki bioreaktor dalam keadaan kering dan meninggalkan
bioreaktor dalam keadaan jenuh dengan air). Meskipun beban panas dalam kasus
bioreaktor lebih rendah dibandingkan banyak reaksi kimia lainnya, penghilangan kalor ini
menjadi lebih rumit disebabkan oleh suhu operasi menengah, khususnya di antara 30 C
dan 40 C pada fermentor aerobik. Oleh sebab itu, menara air pendingin dengan suhu 30 C
biasanya tidak memadai, sehingga biasanya air yang didinginkan sering digunakan.

Tabel 1. Metode pemanasan dan pendinginan bioreaktor


Jenis Perlengkapan Bioreaktor Skala Laboratorium Bioreaktor Skala Produksi
Perlengkapan Pemanas elektrik Uap panas yang diproduksi dari
pemanas boiler
Perlengkapan Air keran Air dingin yang diproduksi dari
pendingin Bak air dingin menara pendingin atau zat
pendingin seperti amonia
Sumber: Kavitha, R. Unit II Fermentor (http://www.srmuniv.ac.in)

Pada sebagian besar laboratorium dalam pengkulturan sel tanaman,


suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25C (kisaran suhu 17-
32C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit
lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27C (kisaran suhu 24-
32C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan
umumnya adalah 4-8C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25C siang
dan 20C malam, atau 28C siang dan 24C malam. Meskipun hampir
semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun
kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya
berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu
optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan
eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan
tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.
Aktivitas metabolik sel-sel dalam bioreaktor membangun sejumlah besar kalor dalam
fermentor. Kalor ini harus dibuang untuk menghindari peningkatan temperatur.
Kebanyakan proses fermentasi berlangsung pada suhu 30 C - 37 C; dalam operasi skala
besar, air pendingin digunakan untuk menjaga temperatur tetap konstan dalam kisaran 1
C. Fermentor skala kecil memiliki kebutuhan perpindahan kalor yang berbeda, karena
rasio luas permukaan eksternal terhadap volume jauh lebih besar dan rugi kalor melalui
dinding fermentor menjadi lebih signifikan. Unit fermentor skala laboratorium sering
sekali membutuhkan pemanasan dibandingkan pendinginan. Peralatan yang digunakan
sebagai penukar kalor dalam bioreaktor biasanya merupakan salah satu dari gambar 3.

Gambar 2. Konfigurasi perpindahan kalor pada bioreaktor: (a) jacketed vessel;(b) external coil; (c) internal helical
coil; (d) internal helical coil; (e) external heat exchanger (Sumber: Doran P, 1995)

Daftar Pustaka

Wijayani, Ari; dkk. 2012. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit


Kanisius

Sutrian, Yayan. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan Tentang Sel


& Jaringan. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai