2.1 Konsep
suatu kata merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok kata, yang
atau pokok kata baru. Ramlan (1987 : 56) mengatakan bahwa setiap afiks tentu
berupa satuan terikat, artinya dalam tuturan biasa tidak dapat berdiri sendiri, dan
Chaer (2008: 23) mengatakan morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat
menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk
dalam proses afiksasi. Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada
Jadi, afiks ialah suatu bentuk terikat apabila ditambahkan pada suatu bentuk
lain akan mengubah makna gramatikalnya dan membentuk kata baru. Afiks
disebut juga imbuhan. Misalnya, pada kata menulis, mainan, dan sadarkan
8
berbahasa (language disorder) dipakai sebagai istilah umum yang luas untuk
lainnya yang dialami seorang anak yang berlainan atau menyimpang dari perilaku
Chaer (2009: 148) menjelaskan gangguan berbahasa ini secara garis besar
dapat dibagi dua. Pertama, gangguan akibat faktor medis; dan kedua, akibat
faktor lingkungan sosial. Gangguan akibat faktor medis adalah gangguan baik
akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara, sedangkan
gangguan akibat faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak
tersirat dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan bahasa negara sebagaimana
lisan maupun tulisan. Tuturan bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa yang
percakapan.
bangsa. Bahasa Indonesia bukan hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal
9
balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat
dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya
2.1.4 Autisme
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
auto yang berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan
orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autisme dapat didefinisikan
sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asyik dengan dirinya sendiri (Reber,
Kata autisme mengacu pada gangguan atau kelainan. Autisme pertama kali
diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh seorang psikiatris
sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi
dan berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di
luar dirinya, sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri.
adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial yang terjadi sebelum umur tiga
tahun yaitu, komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau obyek, yang mana
10
mereka memerlukan layanan pedidikan khusus untuk mengembangkan
potensinya.
2.2.1 Afiksasi
(imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks
akhir, dengan melibatkan sufiks atau akhiran, (3) pembubuhan tengah, dengan
melibatkan infiks atau sisipan, dan (4) pembubuhan terbelah dengan melibatkan
macam, yaitu:
a. Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut
dalam pengurus; prefiks {ke-} dalam kedua; prefiks {se-} seperti dalam
11
b. Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut
sufiksasi. Contoh: sufiks {-an}, seperti dalam akhiran dan tuntutan, {-wan}
dan {-wati} seperti dalam wartawan dan wartawati; {-ku}, {-mu} dan {-nya}
c. Infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam proses
yang namanya infiksasi. Contoh: infiks {-el-} dalam kata telunjuk; dan
untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah kanannya,
2.2.2 Neurolinguistik
di hemisfer kiri otak ini adalah Carl Wernicke. Pada tahun 1874 Carl Wernicke
antara afasia yang ditimbulkan oleh kerusakan pada lobus temporal kiri (Medan
Wernicke) dengan afasia yang ditimbulkan oleh kerusakan pada lobus frontal
(depan) kiri (Medan Broca). Medan Wernicke ini dianggap terlibat dalam
12
Pada tahun 1861 Paul Broca memulai pengkajian hubungan afasia dengan
otak. Broca yang pertama kali membuktikan, bahwa afasia berhubungan dengan
ini terjadi di hemisfer kiri otak. Broca membuktikan bahwa terdapat lokalisasi
khusus di hemisfer kiri otak untuk memeroduksi bahasa. Broca mengajukan tiga
hemisfer kiri otak bagian depan; 2) terdapat dominasi hemisfer kiri dalam
Broca dan medan Wernicke dihubungkan oleh sebuah lajur syaraf yang besar
yang dihasilkan oleh para penderita gangguan berbahasa ke dalam empat macam
tipe, yakni substitussion (pertukaran unsur bahasa), distortion (salah urut unsur
kerusakan bahasa. Kerusakan bahasa yang terjadi pada anak autisme itu dapat
juga disebut afasia. Afasia adalah kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan
bicara karena penyakit, cacat, atau cedera pada otak (KBBI, 2008: 13). Dalam
13
Chaer (2009: 156-158) kajian tentang afasia atau afasiologi dalam
dibedakan atas afasia ekspresi atau afasia motorik, yang dulu dikenal sebagai
afasia tipe Broca, dan afasia reseptif atau afasia sensorik yang dulu dikenal
a. Afasia Motorik
afasia motorik dapat terletak pada lapisan permukaan (lesikortikal) daerah Broca.
Atau pada lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) daerah Broca atau juga
di daerah otak antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal). Oleh
karena itu, didapati adanya tiga macam afasia motorik ini, antara lain:
Maka apabila gudang penyimpanan itu musnah, tidak akan ada lagi perkataan
Penderitanya masih mengerti bahasa lisan dan tulisan. Namun, ekspresi verbal
tidak dapat sama sekali; sedangkan ekspresi visual (bahasa tulis dan bahasa
Broca, maka apabila kerusakan terjadi pada bagian bawahnya (subkortikal) semua
14
perkataan masih tersimpan utuh di dalam gudang. Namun, perkataan itu tidak
perkataan itu (gudang Broca) sehingga ekspresi verbal masih mungkin dengan
Selain itu, pengertian bahasa verbal dan visual tidak terganggu, dan ekspresi
langsung antara daerah Broca dan Wernice. Ini berarti, hubungan langsung antara
Jadi, penderitanya dapat mengutarakan perkataan yang singkat dan tepat; tetapi
mengatakan pensil sebagai jawaban atas pertanyaan Barang yang saya pegang ini
namanya apa? Dia tidak mampu mengeluarkan perkataan itu. Namun, mampu
untuk mengeluarkan perkataan,itu ,tu ,tu ,tu ,untuk menulis. Afasia ini disebut
b. Afasia Sensorik
15
terletak di kawasan asosiatif antara daerah visual, daerah sensorik, daerah
menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang didengar (pengertian auditorik)
terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat (pengertian visual) ikut
terganggu. Jadi, penderita afasia sensorik ini kehilangan pengertian bahasa lisan
dan bahasa tulis. Namun, dia masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak
dipahami oleh siapa pun. Curah verbalnya itu terdiri atas kata-kata, ada yang
mirip, ada yang tepat dengan perkataan suatu bahasa; tetapi kebanyakan tidak
Neologisme itu diucapkannya dengan irama, nada, dan melodi yang sesuai
dengan bahasa asing yang ada. Sikap mereka pun wajar-wajar saja, seakan-akan
dia berdialog dalam bahasa yang saling dimengerti. Dia bersikap biasa, tidak
tegang, marah, atau depresif. Sesungguhnya apa yang diucapkannya maupun apa
yang didengarnya (bahasa verbal yang normal), keduanya sama sekali tidak
dipahaminya.
pada awal dan akhir kata, mengindikasikan bahwa anak autisme mengalami
16
gangguan inisiasi (initiation disorder) dan mengalami kesulitan untuk
Indonesia pada Penderita Afasia Broca, menjelaskan bahwa kalimat inti bahasa
Indonesia pada penderita Afasia Broca tidak sempurna karena adanya gangguan
pada saraf medan Broca di hemisfer kiri otak. Skripsinya menggunakan teori
bahwa penderita Afasia Broca mengucapkan kalimat inti dengan hanya pada
bagian yang paling inti dari sebuah kalimat yang memiliki empat pola, yaitu
substitussion (pertukaran unsur bahasa), distortion (salah urut unsur bahasa), dan
omission (pelesapan atau penghilangan unsur bahasa). Pola kalimat dasar yang
mereka ucapkan ada tiga, yaitu P K, P Pel, dan S O. Kalimat dasar yang
17
diucapkan oleh penyandang spektrum autisme berbeda dengan kalimat dasar yang
paling sering digunakan pada anak autistik ringan. Skripsinya menggunakan teori
bahasa Indonesia yang paling banyak dikuasai anak autistik ringan usia 3-15
tahun adalah kosakata kerja keadaan dibandingkan dengan kosakata proses dan
tindakan.
dikaji dalam penelitian ini. Kajian dalam tinjauan pustaka di atas menjadi sumber
referensi bagi peneliti dalam meneliti gangguan berbahasa pada anak autisme,
Akan tetapi penelitian tentang gangguan pembentukan afiks pada anak autisme
berbahasa terjadi pada anak autisme karena adanya kerusakan syaraf otak pada
hemisfer kiri. Oleh karena itu, anak autisme dalam berbagai aspek kebahasaan
18