Anda di halaman 1dari 23

III.

PEMBAHASAN

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu rumah sakit adalah melalui

pelayanan penunjang medik, khususnya dalam pengelolaan linen di rumah sakit.

Linen dirumah sakit dibutuhkan disetiap ruangan. Kebutuhan akan linen disetiap

ruangan ini sangat bervariasi, baik jenis, jumlah dan kondisinya. Pelayana linen

pada hakikatnya adalah tindakan penunjang medik yang dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya dan bertanggung jawab untuk membantu unit-unit lain dirumah

sakit yang membutuhkan linen siap pakai (Depkes RI, 2004).


Instalasi pencucian linen/ londri (;laundry) adalah tempat pencucian linen

yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan

desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja, dan mesin setrika

(Depkes RI, 2004).


Peningkatan mutu pelayanan dapat dilaksanakan melalui pengembangan

sarana dan prasarana rumah sakit, pengadaan peralatan, dan ketenagaan serta

perangkat lainnya, termasuk pengelolaan kebutuhan dan persediaan linen di ruang

rawat inap rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu sistem terpadu terdiri dari

berbagai subsistem yang paling terkait. Subsistem yang bertanggung jawab

terhadap pengelolaan linen adalah bagian laundry, mulai dari perencanaan,

pencucian linen kotor menjadi linen bersih yang dapat membuat pasien nyaman

dan mencegah penyebaran infeksi (Nugraheni dan Mulasari, 2013).


Semua industri sektor usaha formal dan informal diharapkan dapat

menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam menjalankan tugas agar

para pekerja merasa aman dalam bekerja, bebas dari penyakit akibat kerja dan

kecelakaan kerja.

3.1 Potensi Bahaya pada Instalasi Laundry


1.Bahaya mikrobiologi.

Bahaya mikrobiologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, riketsia, parasit dan

jamur. Petugas laundry yang menangani linen kotor senantiasa kontak dengan

bahan dan menghirup udara yang tercemar kuman pathogen. Menurut penelitian

menunjukkan bahwa jumlah total bakteri meningkat 50 kali selama periode waktu

sebelum cucian mulai diproses (Depkes RI, 2004).

Contoh Mikroorganisme

a. Mycobacterium tuberculosis.

Adalah mikroorganisme penyabab tuberculosis dan paling sering menyerang

paru-paru. Penularannya melalui percikan atau dahak penderita.

Pencegahannya:

Meningkatkan pengertian dan kepedulian petugas rumah sakit

terhadap penyakit TBC dan penularannya.

Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruangan

laundry.

Menggunakan alat pelindung diri sesuai SPO.

Melakukan tindakan dekontamoinasi, desinfeksi dan sterilisasi

terhadap bahan dan alat yang digunakan.


Secara tehnis setiap petugas harus melaksanaka tugas pekerjaannya

sesuai SPO (Depkes RI, 2004).

b. Virus hepatitis B.

Selain manifestasi sebagai hepatitis B akut dengan segala komplikasinya,

lebih penting dan berbahaya lagi adalah manifestasi dalam bentuk sebagai

pengidap (carrier) kronik, yang dapat merupakan sumber penularan bagi

lingkungan.Penularan dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya (Depkes

RI, 2004).

Pencegahan:

Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit

terhadap penyakit hepatitis B dan penularannya.

Memberikan vaksinasi kepada petugas.

Menggunakan APD sesuai SPO.

Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi, dan sterilisasi

terhadap bahan dan peralatan yang dipergunakan terutama bila

terkena bahan infeksi.

Secara tehnis setiap petugas harus melaksanakan tugas sesuai SPO.

(Depkes RI, 2004).

c. Virus HIV ( human immunodeficiency virus ).


Penyakit yang ditimbulkannya disebut AIDS ( acquired immunodeficiency

syndrome). Virus HIV menyerang target sel dalam jangka waktu lama. Jarak

waktu masuknya virus kedalam tubuh sampai timbulnya AIDS tergantung pada

daya tahan tubuh seseorang dan gaya hidup sehatnya. HIV dapat hidup di

dalam darah, cairan vagina, cairan sperma, air susu ibu, sekreta dan ekskreta

tubuh. Penularannya melalui darah, jaringan, sekreta, ekskreta tubuh yang

mengandung virus dan kontak langsung dengan kulit yang terluka (Depkes RI,

2004).

Pencegahan:

Linen yang terkontaminasi berat ditempatkan dikantong plastic keras

berisi desinfektan, berlapis ganda, tahan tusukan, kedap air dan

berwarna khusus serta diberi label bahan menular / AIDS selanjutnya

dibakar.

Menggunakan APD sesuai SPO (Depkes RI, 2004).

2. Bahaya bahan kimia.

a. Debu.

Pada instalasi laundry debu dapat berasal dari bahan linen itu sendiri.

Debu linen yang yang sesuai adalah 0,2 milligram/m3.

Efek pada kesehatan : Mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru

dapat terjadi dengan menarik napas sehingga udara yang mengandung debu

masuk kedalam paru-paru.Pada pemajanan yang lama dapat terjadi


pneumoconiosis, dimana partikel debu dijumpai di paru-paru dengan gejala

sukar bernapas.Pneumoconiosis yang disebabkan oleh serat kain / linen /kapas

disebut bissinosis. Gejalanya hampir sama dengan asma yang disebut Monday

chest tightness atau Monday fever, karena gejala terjadi pada hari pertama

kerja setelah libur yaitu senin, sering gejala hilang pada hari kedua dan bila

permaparan berlanjut maka gejala akan semakin berat (Depkes RI, 2004).

Pengendalian :

Pencegahan terhadap sumber.

Diusahakan agar debu tidak keluar dari dumbernya dengan

mengisolasi sumber debu.

Memakai APD sesuai SPO.

Ventilasi yang baik

Dengan alat exhauster (Depkes RI, 2004).

b.Bahaya bahan kimia.

Sebagian besar dari bahaya di instalasi laundry diakibatkan oleh zat kimia

seperti detergen, desinfektan, zat pemutih dll.Tingkat resiko yang diakibatkan

tergantung dari besar, luas dan lama pemajanan. Oleh karena itu sikap berhati-hati

terhadap semua bahan kimia yang dipakai dan potensial masuk ke dalam tubuh

sangat diperlukan. Informasi dari bahan kimia dapat dibaca pada label kemasan

dari produsennya yang lazim disebut MSDS (Depkes RI, 2004).


Penanganan zat kimia di instalasi laundry:

1. Alkali.

Bahaya:

Iritasi mata dan kulit.

Bila terhirup akan mengakibatkan edema paru.

Bila tertelan menyebabkan kerusakan hebat pada selaput lendir.

Pertolongan pertama :

Mata: cuci secepatnya dengan air sebanyak- banyaknya.

Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang

terkontaminasi.

Terhirup: jauhkan dari jangkauan.

Tertelan : cuci mulut, minum air atau susu.

Tindakan pencegahan:

Control teknis, gunakan ventilasi yang cukup.

Pemakaian APD.
Penyimpanan dan pengankatan: simpan ditempat aslinya,

wadah tertutup, dibawah kondisi kering, ventilasi baik,

jauhkan dari asam dan suhu yang ekstrim. (Depkes RI, 2004).

2. Detergen.

Bahaya:

Iritasi mata dan kulit.

Bila terhirup menyebabkan edema paru.

Bila tertelan menyebabkan kerusakan selaput lendir.

Pertolongan pertama :

Mata: cuci secepatnya dengan air yang banyak.

Kulit: cuci dengan air dang anti pakaian yang terkontaminasi.

Terhirup: pindahkan dan jauhkan.

Tertelan: bersihkan bahan kimia dari mulut, minum 1-2 gelas air

atau susu.

Tindakan pencegahan:

Memakai APD.
Penyimpanan dan pengangkutan; simpan ditempat aslinya,

wadah tertutup dibawah kondisi kering, ventilasi yang baik,

jauhkan dari asam dan suhu yang ekstrim (Depkes RI, 2004).

3. Bahaya Fisika.

1. Bising.

Bising dapat diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan

pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran)

maupun secara kualitatif (penyempitan spectrum pendengaran), berkaitan

dengan factor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Di rumah sakit

bising merupakan masalah yang salah satunya berasal dari mesin cuci.Pajanan

bising yang terjadi lama membuat efek kumulatif yang bertingkat dan

menyebabkan gangguan pendengaran berupa noise induce hearing loss

(NIHL).

Pengendalian:

a. Menggunakan mesin atau alat yang kurang bising.

b. Menjauhkan sumber dari pekerja.

c. Mengabsorbsi dan mengurangi pantulan bising secara akustik pada

dinding, langit-langit dan lantai.

d. Menutup sumber bising dengan barrier.

e. Pekerja Menggunakan APD ( ear plug atau ear muff).


f. Ruang isolasi untuk istirahat.

g. Rotasi pekerja untuk periode waktu tertentu antara lingkungan kerja

yang bising dengan yang tidak bising.

h. Pengendalian secara administrative dengan menggunaka jadwal kerja

(Depkes RI, 2004).

2. Cahaya

Pencahayaan di laundry sangat penting karena berhubungan dengan

keselamatan pekerja, peningkatan pencermatan, kesehatan yang lebih baik,

suasana nyaman. Petugas yang terpajan gangguan pencahayaan akan mengeluh

kelelahan mata dan keluhan laian berupa iritasi (konjungtivitis), ketajaman

penglihatan terganggu, akomodasi dan konvergensi terganggu, sakit kepala.

Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan pencahayaan

yang cukup sesuai dengan standart rumah sakit ( minimal 200 lux) (Depkes RI,

2004).

3. Listrik.

Kecelakaan tersengat listrik dapat terjadi pada petugas laundry oleh

karena dukungan pengetahuan listrik yang belum memadai. Pada umumnya

yang terjadi di rumah sakit adalah kejutan listrik microshock dimana listrik

mengalir ke badan petugas melalui system peralatan yang tidak baik.

Efek kesehatan:
Luka bakar di tempat tersengat listrik.

Kaku pada otot ditempat yang tersengat listrik.

Pengendalian:

Pengukuran jaringan atau instalasi listrik.

Pemasangan pengaman atau alat pengamanan sesuai ketentuan.

Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indicator.

Penempatan pekerja sesuai ketrampilan.

Waktu kerja petugas digilir.

Memakai sepatu atau sandal isolasi (Depkes RI, 2004).

4. Panas.

Panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman ( 26-28 derajat celcius)

dengan kelembaban antara 60-70%. Pada instalasi laundry panas yang terjadi

adalah panas lembab.

Efek pada kesehatan:

Heat syncope ( pingsan karena panas).


Heat disorder ( kumpulan gejala yang berhubungan dengan kenaikan

suhu tubuh dan mengakibatkan kekurangan cairan tubuh) seperti:

a. Heat stress atau heat exhaustion: Terasa panas dan tidak nyaman,

tekanan darah menurun menyebabkan gejala pusing dan mual.

b. Heat cramps: Spasme otot yang disebabkan cairan dengan

elektrolit yang rendah, masuk kedalam otot, akibat banyak cairan

tubuh yang keluar melalui keringat sedangkan penggantinya hanya

air minum biasa tanpa elektrolit.

c. Heat stroke: Disebabkan kegagalan bekerja SSP dalam mengatur

pengeluaran keringat, suhu tubuh dapat mencapai 40 derajat celcius.

Pengendalian :

Isolasi peralatan yang menimbulkan panas.

Menyempurnakan ventilasi yang ditempatkan diatas sumber panas

yang bertujuan menarik udara panas keluar ruangan dapat digunakan

kipas angin ruangan.

Menyediakan persediaan air minum yang cukup dan memenuhi

syarat dekat tempat kerja dan kalau perlu disediakan extra salt.

Hindarkan petugas yang harus bekerja dilingkungan panas apabila

berbadan gemuk dan berpenyakit kardiovaskuler. Pengaturan waktu

kerja dan istirahat (Depkes RI, 2004).

5. Getaran.
Getaran atau vibrasi adalah factor fisik yang ditimbulkan oleh subyek

dengan getaran isolasi. Vibrasi yang terjadi dapat local atau seluruh tubuh.

Mesin cuci yang bergetar dapat memajani petugas melalui transmisi atau

penjalaran, baik getaran yang mengenai seluruh tubuh ataupun setempat yang

merambat melalui tangan atau lengan operator.

Efek kesehatan :

pada system peredaran darah dapat terjadi kesemutan,dan parese.

Terhadap system tulang, sendi dan oto dapat terjadi gangguan

osteoarticular yaitu gangguan pada sendi jari tangan.

Terhadap system syaraf dapat terjadi parastesi, menurunnya

sensitifitas, gangguan kemampuan membedakan dan atrofi.

Pengendalian :

Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan

anti vibrasi atau isolator den pemeliharaan mesin yang baik.

Terhadap pekerja tidak ada pelindung khusus hanya dianjurkan

menggunakan sarung tangan untuk menghangatkan tangan dan

perlindungan gangguan vaskuler (Depkes RI, 2004).

6. Ergonomic.
Adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan

pekerjaan mereka. Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah apalagi dalam sikap

paksa dapat menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan kerja, mengurangi

ketelitian, mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien. Hal ini jika terjadi

dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologi.

Gejala penyakit sehubungan dengan alat gerak yaitu persendian, jaringan

otot,saraf atau pembuluh darah ( low back pain ) (Depkes RI, 2004).

Pengendalian:

a. Mengangkat beban berat

Tubuh kita mampu mengangkat beban seberat badan kita sendiri, kira-

kira 50 kg untuk laki-laki dan 40 kg untuk perempuan. Bila barat beban

yang akan diangkat lebih dari setengah dari berat badan si pengangkat, maka

beban harus dibagi menjadi dua. Apabila beban tidak dapat dibagi maka

hendaknya beban diangkat secara beramai-ramai (Depkes RI, 2004).

b. Posisi duduk

Tinggi alas duduk sebaiknya antara 38 sampai 48 cm.

Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak.

Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan petugas.

c. Posisi berdiri

Berdiri lebih baik tidak lebih dari 6 jam.


d. Bahaya psikososial.

Diantara berbagai ancaman bahaya yang timbul akaibat kerja dirumah

sakit, factor psikologis juga memerlukan perhatian antara lain: Stress yaitu

ancaman fisik dan psikologis dari factor lingkungan terhadap kesejahteraan

individu. Stress dapat disebabkan oleh tuntutan pekerjaan dan Hubungan

yang tidak baik dengan atsan, teman sekerja, adanya berita yang tidak

dikehendaki atau gossip, adanya kesulitan keuangan dll.

Pengendalian: menjaga kebugaran jasmani dan adanya kegiatan yang

menimbulkan rasa senang dalam bekerja seperti cara kebersamaan, retret dll

(Depkes RI, 2004).

e. Keselamatan dan kecelakaan kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat

kerja dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-

cara melakukan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga

oleh karena dibelakang peristiwa tersebut tidak terdapat unsure kesengajaan.

Beberapa bahaya potensial terjadinya kecelakaan kerja dilaundry antara lain:

1. Kebakaran

Kebakaran terjadi apabila terdapat tiga unsure secara bersama-sama.Unsure

tersebut adalah zat asam, bahan yang mudah terbakar dan panas.

Penanggulangan:
Adanya system penyimpanan yang baik terhadap bahan yang mudah

tebakar.

Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran dilakukan

secara terus menerus.

Jalur evakuasi.

Perlengkapan pemadam dan penanggulangan kebakaran.

2. Terpeleset atau terjatuh.

Walaupun jarang terjadi tetapi terpeleset atau jatuh dapat mengakibatkan

cidera ringan sampai berat misalnya fraktur, dislokasi, salah urat dan memar.

Penanggulangan:

Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, sol yang rusak atau

memakai tali sepatu yang longgar.

Konstruksi lantai harus rata dan sedapat mungkin dibuat dari bahan

yang tidak licin.

Lantai harus selalu dibersihkan dari kotoran seperti pasir, debu,

minyak yang memudahkan terpeleset.

Lantai yang cacat misalnya banyak lubanh atau permukaannya

miring harus segara diperbaiki.

Persyaratan mesin cuci:


1. Mesin cuci dengan kapsitas besar (diatas 100 kg) yang disarankan memiliki 2

kompartemen (pintu) yang membedakan antara memasukkan linen kotor

dengan hasil pencucian linen bersih. Antara 2 kompartemen dibatasi oleh

partisi yang kedap air. Maksud dari pemisahan tersebut adalah menghindari

kontaminasi dari linen kotor dan linen bersih baik dari lantai ataupun dari

udara.

2. Mesin cuci ukuran sedang dan kecil ( 25- 100kg ) tanpa penyekat seperti pada

mesin besar dapat digunakan dengan memperhatikan batas ruang kotor dan

bersih dengan jelas.

3. Pipa pembuangan limbah cair hasil pencucian ( pemanasan- desinfeksi )

langsung dialirkan ke dalam system pembuangan yang terpendam dalam tanah

menuju IPAL.

4. Peralatan pendukung yang mutlak digunakan untuk menbantu proses

pemanasan desinfeksi:

Pencatat sushu pada mesin.

Thermostat untuk membantu meningkatkan suhu pada mesin.

Glass atau kaca untuk melihat level air.

Flow meter pada inlet air bersih ke mesin cuci untuk mengukur jumlah air

yamg dibutuhkan pada saat pengenceran bahan kimia terutama pada saat

desinfeksi (Depkes RI, 2004).


Semua industri sektor usaha formal dan informal diharapkan dapat

menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam menjalankan tugas agar

para pekerja merasa aman dalam bekerja, bebas dari penyakit akibat kerja dan

kecelakaan kerja. Salah satu penyakit akibat kerja yang dapat muncul sewaktu-

waktu adalah musculoskeletal disorders (MSDs). MSDs merupakan gangguan

fungsi normal otot, tendon, saraf, pembuluh darah, tulang dan ligamen, akibat

perubahan struktur atau sistem musculoskeletal di dalam waktu pendek ataupun

lama akibat posisi atau sikap kerja yang salah (Ulfah N, Harwati S, Nurcahyo PJ,

2014).
Resiko kecelakaan kerja pada instalasi ini dapat timbul beberapa penyakit,

di antaranya : Low Back Pain, Dermatitis kontak, CTS, Combutio dan Vulnus

scissum dan punctum.

Pada instalasi laundry RSU Aminah, setiap petugas melakukan pekerjaan

dapat sekaligus merangkap ke semua unit kerja yang lain. Untuk pembagian tiap

shift, yaitu shift pagi dan siang, masing-masing petugas harus bekerja selama 7

jam dimana hal ini akan menyebabkan faktor resiko beberapa penyakit yang

mungkin terjadi.

Aktivitas petugas lebih banyak berjalan, duduk dan berdiri dalam jangka

waktu yang lama sehingga dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya LBP (

Low back pain). Low Back Pain adalah nyeri punggung bawah yang berasal dari

tulang belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah tersebut. Dengan

demikian Low Back Pain adalah gangguan muskuloskeletal yang pada daerah

punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh

yang kurang baik (Ulfah N dkk., 2014).


Low Back Pain merupakan akibat dari berbagai sebab dimana gangguan

ini paling banyak ditemukan di tempat kerja, terutama pada mereka yang

beraktivitas dengan posisi tubuh yang salah. Menurut data, dalam satu bulan

rata-rata 23% pekerja tidak bekerja dengan benar dan absen kerja selama

delapan hari dikarenakan sakit pinggang (Schaeler A, 2014).

Berdasarkan hasil survei tentang akibat sakit leher dan pinggang,

produktivitas kerja dapat menurun sehingga hanya tinggal 60%. Menurut

penelitian, pekerjaan manual handling dan lifting merupakan penyebab utama

terjadinya cedera tulang belakang (back pain). Di samping itu sekitar 25%

kecelakaan kerja juga terjadi akibat pekerjaan material mannual handling.

Sebelumnya dilaporkan bahwa sekitar 74% cedera tulang belakang disebabkan

oleh aktivitas mengangkat (lifting activities). Sedangkan 50-60% cedera

pinggang disebabkan karena aktivitas mengangkat dan menurunkan material.

Kegiatan mengangkat, membungkuk, memutar dan olahraga ekstrem merupakan

faktor resiko dari LBP (Picavet HSJ, 2003).

Selain itu suatu gerakan yang sama yang dilakukan terus menerus

mengakibatkan otot kaku. Adanya spasme otot ini dapat menimbulkan rasa nyeri

pada otot atau disebut myalgia. Apabila berdiri secara terusmenerus dapat

menyebabkan tekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan

hernia nukleus pulposus (HNP) (Artuso J, 2009).

Penyakit lain yang timbul saat proses pencucian adalah dermatitis. Saat

pencucian menggunakan bahan-bahan yang mengandung zat yang dapat menjadi

alergen ataupun iritan bagi pekerja. Dermatitis adalah penyakit tertinggi kedua
akibat penyakit kerja. Dermatitis dibagi menjadi dua yaitu, dermatitis kontak

alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak

dengan alergen melalui proses sensitisasi (Hanung dan Priyambodo, 2008).

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

timbul setelah kontak dengan bahan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab

dari dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana yang memiliki berat

molekul rendah (< 500 dalton) yang disebut hapten, bersifat lipofilik dan sangat

reaktif dapat menembus stratum korneum hingga ke lapisan bawah. Beberapa

faktor yang berpengaruh dalam terjadinya dermatitis kontak alergi ini adalah

potensi sensitisasi, luas daerah yang terkena paparan, lama paparan, suhu,

kelembaban, PH, vehikulum, dan faktor imunitas individu. pada umumnya

penderita mengeluh gatal. Lesi yang akut berupa lesi yang polimorf yaitu

tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan terdapat papul, vesikel,

bula dan bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. Pada lesi yang kronis

gambarannya lebih sederhana berupa makula hiperpigmentasi disertai

likenifikasi dan ekskoriasi (Sharp, 2001).

Dermatitis kontak iritan merupakan suatu reaksi inflamasi yang

disebabkan lisosome atau beberapa jenis sitokin yang dihasilkan dari keratinosit

yang rusak oleh agen penyebab (bahan iritan). Dermatitis kontak iritan bisa terjadi

pada kontak pertama dengan bahan tersebut dan hal ini dapat dialami oleh semua

orang (Djuanda A, 2011).

Gangguan kesehatan seperti pengambilan, penyortiran, pencucian,

penjemuran, setrika, distribusi dan menjahit dengan penggunaan kedua tangan


yang terus-menerus menjadi faktor utama munculnya keluhan nyeri pada kedua

pergelangan tangan atau carpal tunnel syndrome. Carpal tunnel syndrome (CTS)

adalah mononeurpati atau radikulopati yang mengenai nervus local (nervus

medianus) di pergelangan tangan dan menyebabkan nyeri. CTS bisa disebabkan

oleh suatu trauma atau tindakan yg dilakukan berulang-ulang dan pada tangan

yang lebih dominan (Ibrahim, 2012). Biasanya gejala yang sering dikeluhkan

adalah nyeri pada pergelangan tangan, tidak kuat mengangkat beban yang berat,

rasa kesemutan terutama pada malam hari, nyeri biasanya menjalar ke tangan,

bahu dan leher. Tanda yang terlihat adalah bengkak pada jari-jari tangan. Faktor

resiko pada pekerja yang banyak menggunakan tangan sebagai tumpuannya

(Uchiyama S, 2010).

Pada perebusan air panas untuk linen infeksius ataupun akibat tersengat

listrik dapat menyebabkan combutio. Combutio atau luka bakar merupakan suatu

trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang

mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Hasyim N et al., 2012).

Penggunaan gunting yang salah atau tidak behati-hati dapat menimbulkan

vulnus scissum. Vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam ;dengan

karakteristik luka yaitu tepi luka tajam membentang hingga ke dasar luka ; sudut

luka sempit . Semua jaringan dipotong tajam serta tanpa menghancurkan apapun.

Luka akibat jarum bisa menyebabkan luka punctum yaitu akibat tusukan benda

tajam, yang mengakibatkan luka sempit dan dalam (Webber G, 2008).


II. INTERVENSI (menggunakan 5 langkah penatalaksanaan gangguan

kesehatan akibat kerja)


1. Proses Kerja

Kurangnya kelengkapan APD seperti alat penutup telinga dan

perlengkapan P3K. Dimana dalam hal ini maka kepala instalasi melaporkan

pada pihak rumah sakit untuk memecahkan masalah internal yang dibutuhkan

oleh laundry. Selain itu diharapkan para petugas laundry lebih memperhatikan

hal keamanan dan keselamatan diri saat bertugas dan mematuhi peraturan

yang ada dengan menggunakan sarana dan prasarana yang disediakan.

2. Lingkungan Kerja
Jalur pengambilan linen kotor masih melalui tangga manual bagian

belakang rumah sakit sehingga tidak bisa langsung menggunakan troli, melainkan

diangkat oleh petugas menggunakan ember, dalam hal ini kepala instalasi karena

masih terbatasnya sarana prasarana, menganjurkan kepada para petugas untuk

tidak mengangkut beban terlalu berat karena mereka harus mengeluarkan tenaga

lebih untuk menaiki tangga manual.


3. Kondisi Karyawan
Kondisi karyawan dengan durasi kerja 7 jam/ hari dengan pekerjaannya

sering berdiri, berjalan, membungkuk dan mengangkat berat, hal ini akan

menyebabkan adanya gangguan seperti low back pain. Di sini strategi

penatalaksanaannya adalah dengan memberikan waktu istirahat 30 men

menghindari posisi yang tetap dalam waktu lama. Jika setelah dilakukan seperti

itu tetapi keluhan terus menerus, maka segera pergi ke dokter untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Untuk petugas yang memliki resiko combutio dan

vulnus scissum diperlukan penyuluhan untuk pemakaian APD seperti sarung

tangan dan penatalaksanaan awal luka bakar. Untuk deteksi dini kesehatan
petugas, perlu diadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala agar bisa mencegah

dan mengatasi gangguan kesehatan pada petugas.


4. Kebijakan Manajemen

Mensosialisasikan mengenai undang-undang yang mengatur

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, lalu mewajibkan setiap pekerja

untuk mentaati peraturan tersebut dalam bentuk perjanjian yang mengikat, dan

bila tetap tidak mematuhi, maka pihak rumah sakit dapat memberikan sanksi. Dan

bila terjadi suatu masalah kesehatan dalam kerja, pihak rumah sakit harus

memastikan apakah masalah tersebut oleh karena penyakit akibat kerja atau

penyakit yang berhubungan dengan kerja.

Meninjau kembali Pedoman Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Instalasi

Laundry Rumah Sakit dengan menyesuaikan lingkungan kerja di instalasi laundry.

Sedangkan terhadap karyawan sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara

berkala sehingga dapat mencegah kemungkinan penyakit pada saat di tempat

kerja. Untuk karyawan yang sakit dapat berobat secara gratis di RSU Aminah

Blitar.

5. Regulasi yang Berlaku


Pada instalansi laundry perijinan sudah lengkap dan sesuai, namun masih

banyak yang tidak memenuhi standar seperti tempat, APD, dan fasilitas yang

kurang memadai. Penanganan masalah kesehatan kerja dilakukan melalui upaya

pelaksanaan yang berdasarkan perundangan dan peraturan yang ditetapkan oleh

pemerintah dengan tujuan untuk keselamatan kerja karyawan. Hal ini mengacu

pada :
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit
Departemen Kesehatan Rl Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 2004

tentang Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

403/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Managemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Pedoman

Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentra


Hal ini berpengaruh terhadap mutu pelayanan, kesehatan dan keselamatan

kerja, serta berpengaruh terhadap akreditasi laundry tersebut dan akreditasi rumah

sakit yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai