Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke

dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,

perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan, pengangkutan makanan

untuk menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau mempengaruhi sifat khas

makanan tersebut (Cahyadi, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 329/Menkes/PER/XII/76,

yang dimaksud dengan aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan

dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu (Winarno,

2002). Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan

atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan. Bahan tambahan

pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila, tidak digunakan untuk

menyembunyikan atau menutupi penggunaan bahan yang salah atau yang tidak

memenuhi persyaratan dan tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja

yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan serta tidak

digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (BPOM, 2003).

Bahan Tambahan Pangan (BTP) dikelompokkan berdasarkan tujuan

penggunaanya di dalam pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang sering

digunakan adalah pemanis buatan, pewarna dan pengawet (BPOM, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Bahan Pewarna

Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan

uncertified color. Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang diijinkan

penggunaannya dalam makanan (Tabel 1). Uncertified color adalah zat pewarna

yang berasal dari bahan alami (Tabel 2) (Winarno, 2004). Beberapa zat pewarna

sintetik yang dilarang penggunaannya dalam makanan adalah Rhodamin B,

Sudan-I, Metanil Yellow, dan Ponceau 3R (Tabel 3).

Penambahan bahan pewarna pangan dilakukan untuk beberapa tujuan,

yaitu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna

makanan, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi

perubahan warna selama penyimpanan (BPOM, 2003)

Tabel 1. Bahan Pewarna Sintesis yang diizinkan di Indonesia


Pewarna Nomor Indeks Batas
Warna (C.I.No.) Maksimum
Penggunaan
Amaran Amaranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya
Biru berlian Brilliant blue FCF : CI 42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2 45430 Secukupnya
Eritrosin : CI
Hijau FCF Food red 14 Fast 42053 Secukupnya
green FCF : CI
Hijau S Food green 3 44090 Secukupnya
Green S : CI. Food
Indigotin Green 4 73015 Secukupnya
Indigotin : CI.Food
Ponceau 4R Blue I 16255 Secukupnya
Ponceau 4R : CI
Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quineline yellow 15980 Secukupnya
CI. Food yellow 13
Kuning FCF Sunset yellow FCF - Secukupnya
CI. Food yellow 3
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazine Tartrazine Secukupnya
Sumber: Cahyadi (2008).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Zat Pewarna Alami bagi Makanan dan Minuman yang Diijinkan di
Indonesia
Warna Nama Nomor Indeks Nama
Merah Alkanat 75520
Merah Cochineal red ( karmin ) 75470
Kuning Annato 75120
Kuning Karoten 75130
Kuning Kurkumin 75300
Kuning Safron 75100
Hijau Klorofil 75810
Biru Ultramarin 77007
Coklat Karamel -
Hitam Carbon black 77266
Hitam Besi oksida 77499
Putih Titanium dioksida 77891
Sumber: Winarno (2004)

Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang dilarang di Indonesia


Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna
(C.I.No.)
Citrus red No.2 12156
Ponceau 3 R (Red G) 161155
Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700
Rhodamine B (Food Red No. 5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No. 14) 42510
Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270
Butter Yellow (Solveent yellow No. 2) 11020
Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065
Auramine (Ext. D & C Yellow No.1) 41000
Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Oranges No. 7) 12140
Sumber: Cahyadi (2008).

2.3 Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai

pewarna tekstil. (Djalil, dkk., 2005). Nama lazim dari rhodamin B adalah

tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; rhodamine B chloride dengan rumus

kimia C28H31N2O3Cl, rumus bangun rhodamin B (pada Gambar 1), BM 479.

Universitas Sumatera Utara


(H3CH2C)2N O N+(CH2CH3)

C l-

COOH

Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B

Pemerian : Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan dan berfluoresensi.

Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam alkohol; sukar larut dalam

asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B digunakan sebagai pewarna

untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna

kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China (Budavari, 1996).

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu lama

(kronis) akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian,

bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan

terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk

melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan

mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun

merah muda.. Selain melalui makanan dan minuman, Rhodamin B juga dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran

pernafasan. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang

ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata.Jika

terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal,

bahkan kulit bibir terkelupas (Yulianti, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Pemeriksaan Kualitatif dan Kuantitatif Rhodamin B

Analisis Kualitatif Rhodamin B dapat dilakukan dengan beberapa cara

seperti Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometer Sinar Tampak,

untuk analisis kuantitatif Rhodamin B dilakukan secara Spektrofotometer Sinar

Tampak.

2.4.1 Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang

paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dapat dipakai dengan dua

tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Untuk

meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengna menggunakan lebih dari 1 fase

gerak dan jenis semprot. Teknik spiking dengan menggunakan senyawa baku

yang telah diketahui sangat dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan

keputusan identifikasi senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif

dengan KLT. Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan

menggunakan ukuran luas atau densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok

bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut

dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Rohman,

2007).

Analisis kualitatif Rhodamin B dengan menggunakan metode

Kromatografi Lapis Tipis (BPOM, 2000) dengan prinsip membandingkan harga

Rf, jika dilihat secara visual berwarna merah jambu dan jika dilihat dibawah sinar

UV 254nm berfluoresensi kuning.

Universitas Sumatera Utara


Faktorfaktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi

lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf:

a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan

b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap

d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan

f. Teknik percobaan

g. Jumlah cuplikan yang digunakan

h. Suhu

i. Kesetimbangan (Hardjono, 1985).

2.4.2 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak

Analisis kualitatif dan kuantitatif Rhodamin B dapat dilakukan dengan

metode spektrofotometer sinar tampak (BPOM, 2006). Untuk analisis kualitatif

Rhodamin B dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak yaitu dengan

membandingkan kurva absorbansi yang diukur secara spektrofotometer sinar

tampak pada panjang gelombang 450-750nm (kenkel, 1994) dan untuk analisis

kuantitatif dengan spektrofotometer sinar tampak dengan mengukur

absorbansinya kemudian kadar Rhodamin B dalam sampel dapat dihitung dengan

menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = ax + b.

Spektrofotometri Sinar Tampak adalah pengukuran absorbansi energi

cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day,

2002). Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit

informasi tentang struktur yang bias didapatkan dari spektrum ini. Tetapi

Universitas Sumatera Utara


spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari

analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang

gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Darchriyanus,

2004; Rohman, 2007). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara

200-400 nm, dan sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm

(Darchriyanus, 2004; Ditjen POM, 1995).

Hukum Lambert-Beer (Beers Law) adalah hubungan linieritas antara

absorban dengan konsentrasi larutan analit (Darchriyanus, 2004). Menurut

Rohman (2007) dan Day (2002), Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa

intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal

dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan.

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalan

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan dengan

membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu

larutan baku pada konsentrasi tertentu.

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,

yaitu :

1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada

panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap

satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

2. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan

pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan

panjang gelombang maksimal.

Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam analisis dengan

spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak yaitu:

1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang

gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang

gelombang maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara

absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi

tertentu.

2. Waktu kerja (operating time)

Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu

kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan

absorbansi larutan.

3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi

kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan

hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus

menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.

4. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak antara 0,2

sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


disebabkan karena kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang

terjadi adalah paling minimal.

5. Perhitungan Kadar

Perhitungan kadar dapat dilakukan dengan metode regresi yaitu dengan

menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan

larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit

menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan

serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu kurva kalibrasi, konsentrasi

suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut (Rohman, 2007).

Rumus perhitungan kadar rhodamin B:

X .V .Fp
K=
Bs

Keterangan K = Kadar total rhodamin B dalam sampel (mcg/g)


X = Kadar rhodamin B sesudah pengenceran
V = Volume sampel (ml)
Fp = Faktor pengenceran
Bs = Berat sampel

2.5 Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan.

Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua

cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan

baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan

murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa

sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya

dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat

Universitas Sumatera Utara


dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada

sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (WHO, 1992).

Menurut WHO (1992), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus

CF CA
sebagai berikut : Uji perolehan kembali (%) = x 100%
C*A

Keterangan : CF = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah


penambahan larutan baku.
CA = Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan
baku.
C*A = Konsentrasi larutan baku yang ditambahkan.

Batas Deteksi dan Batas Kuantitatif

Batas Deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih

dapat dideteksi. Batas Deteksi dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur

sebanyak 6 sampai 10 kali (Gandjar, 2007;Satiadarma, 2004).

Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus.

3 x SD
Batas Deteksi =
slope

Batas Kuantitatif adalah kuantitatif terkecil analit dalam sampel yang

masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi

criteria cermat dan seksama (WHO,1992).

Batas kuantitatif dapat dihitung dengan rumus.

10 x SD
Batas Kuantitatif =
slope

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai