Susun
Program Studi Arsitektur, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424,
Indonesia
E-mail: nlausho@gmail.com
Abstrak
Pertumbuhan penduduk mau tidak mau akan menambah kepadatan manusia di suatu kota. Setiap manusia
membutuhkan tempat untuk bernaung berupa hunian. Jika kepadatan pada suatu kota sudah semakin besar, maka
hunian yang berupa landed house tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan akan perumahan. Rumah susun bisa
menjadi solusi pada saat kepadatan penduduk sudah semakin besar. Di sisi lain, kepadatan manusia yang tinggi
dapat menimbulkan masalah dalam suatu lingkungan hunian, termasuk di dalam suatu lingkungan rumah susun.
Masalah ini dapat berupa masalah fisik dan masalah non fisik. Agar masalah yang ditimbulkan akibat kepadatan
manusia yang tinggi ini dapat diatasi, diperlukan suatu intervensi perancangan yang baik. Intervensi perancangan
yang diberikan dapat berupa bentuk fisik dari rumah susun itu sendiri, selain itu intervensi perancangan juga
dapat berupa penyediaan fasilitas dan utilitas.
Abstract
The human growth inevitably increases the human density in the city. Each human needs a space for sheltering
themselves, as called housing. . If the human density is large in the city, landed housing cant be fulfilled the
needs of housing. Rumah susun can be a solution to solve the large amount of human density. In the other side,
the high human density can cause a problem in the housing area, include in rumah susun, such as physical and
non-physical aspect. To solve this problem, its needed intervention in good planning of design. The intervention
of design can be interpreted such as physical aspect from the housing form and facility-utility contribution.
Pendahuluan
Rumah susun merupakan salah satu solusi perumahan di Indonesia, karena dengan lahan yang
sama rumah susun dapat menampung lebih banyak unit keluarga dibandingkan dengan landed
house. Melihat perkembangan rumah susun yang semakin besar dan betapa pentingnya rumah
susun sebagai hunian di masa mendatang, rumah susun menjadi topik yang cukup menarik
untuk dibahas.
Ada begitu banyak hal yang dapat dibahas mengenai rumah susun, namun saya akan
memfokuskan pembahasan tentang kepadatan dalam rumah susun. Seperti dikatakan
Rumah sehat sederhana yang diusung oleh Kementrian Pekerjaan Umum untuk rumah sehat
sederhana adalah rumah dengan luas kapling minimal 60 m2 dan luas bangunan minimal 36
m2. Berbeda dengan hunian yang disusun secara vertikal seperti rumah susun, ukuran
minimal apartemen dengan model studio adalah 18 m2. Perbedaan kepadatan yang cukup
signifikan antara landed house dengan rumah susun bisa jadi membuat banyak perbedaan.
Dengan kepadatan yang lebih besar juga tentunya akan membuat situasi menjadi lebih
kompleks.
Yang paling berpengaruh terhadap kepadatan di dalam rumah susun sebenarnya adalah
jumlah unit unit rumah susun per hektar. Sayangnya jumlah unit unit rumah susun per
hektar ini tidak pernah diatur dalam peraturan rumah susun di Indonesia. Yang diatur
hanyalah Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Dengan
KDB dan KLB yang sama, kepadatan di suatu rumah susun bisa sangat berbeda jika luasan
per unit juga berbeda. Dengan unit unit yang lebih kecil, tentunya akan membuat rumah
susun tersebut lebih padat. Sebaliknya, dengan unit unit yang lebih besar, kepadatan di
dalam rumah susun juga akan lebih kecil. Hal ini akan menimbulkan masalah pada saat
kepadatan menjadi sangat besar dan tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Jika hal ini terjadi, maka bisa saja rumah susun bukan menjadi solusi perumahan, melainkan
menambah masalah baru di dalam perumahan.
Mau tidak mau dengan pertambahan jumlah penduduk yang semakin bersar di Indonesia,
kepadatan manusia juga akan menjadi lebih besar. Kepadatan biasanya diasosiasikan dengan
keadaan yang negatif (Bell, 2001). Dengan melihat masalah di atas, saya akan mencoba untuk
membahas hal hal yang berhubungan dengan kepadatan manusia jika dikaitkan dengan
kehidupan di dalam rumah susun.
Rumah susun sudah seharusnya menjadi alternatif yang baik untuk solusi perumahan. Dengan
keadaan yang seperti sekarang ini, rumah susun merupakan salah satu hunian dengan tingkat
kepadatan yang tinggi. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara lingkungan berkepadatan tinggi dengan kehidupan orang orang yang
Tinjauan Teoritis
Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama yang diperlukan oleh seorang manusia. Di
dalam rumah, manusia pertama kali belajar mengenali dunia. Seiring dengan perkembangan
zaman, rumah juga ikut berkembang dan dibagi menjadi berbagai jenis. Secara umum rumah
dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Single Family Unit dan Multi Family Unit.
Single Family Unit adalah rumah yang berciri satu kapling tanah untuk satu unit rumah (ULI,
2000). Rumah tunggal ini adalah rumah yang umum dijumpai hampir di seluruh tempat di
seluruh dunia. Multi Family Unit adalah rumah yang berciri satu kapling tanah untuk banyak
unit rumah (ULI, 2000). Salah satu contoh dari Multi Family Unit adalah rumah susun.
Sebelum mengenal apa yang disebut dengan rumah susun, kita harus terlebih dahulu
mengetahui istilah condominiums. Condominiums adalah suatu sistem kepemilikan suatu
hunian yang mana di dalam suatu lingkungan hunian terdapat unit unit yang terpisah secara
horizontal maupun vertikal, dan terdapat suatu bagian bersama di dalam suatu lingkungan
tersebut (Halim, 2000:79). Sejatinya istilah kondominium dipakai untuk membagi
kepemilikan unit unit multi family unit yang tersusun secara vertikal. Istilah yang sering
digunakan selain kondominium adalah istilah strata title yang sebenarnya adalah sama.
Dengan adanya istilah kondominium, kita dapat mengetahui kepemilikan secara jelas unit
unit yang tersusun secara vertikal ini. Terdapat kepemilikan pribadi yang berupa unit kamar
dan kepemilikan bersama yang berupa fasilitas dan utilitas.
Di Indonesia, istilah kondominium mulai digunakan pertama kali sebagai peraturan Undang
Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang rumah susun. Melalui undang undang rumah susun,
maka di Indonesia mulai bisa dilakukan pembangunan multi family unit secara vertikal. Pada
perkembangannya, terdapat istilah apartemen yang sering dipakai untuk multi family unit
yang dibangun secara vertikal untuk masyarakat menengah dan menengah ke atas. (Akmal,
2007). Dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan untuk multi family unit yang dibangun
secara vertikal yang diperuntukan untuk masyakarat menengah ke bawah berupa rumah
susun.
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi
dalam bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan satuan yang masing masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama (Undang Undang No. 16, 1985)
Berdasarkan undang undang di atas, rumah susun yang sekarang ini terbentuk. Sejalan
dengan perubahan dan perkembangan keadaan, maka rumah susun juga mengalami perubahan
pengertian seperti terjadi dalam praktik adalah:
Suatu pemilikan bangunan yang terdiri atas bagian bagian yang masing masing merupakan satu
kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah serta dimiliki secara individual berikut bagian
bagian lain dari bangunan itu dan tanah yang merupakan tempat berdirinya bangunan (gedung) itu yang
karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersama sama oleh pemilik bagian yang dimiliki
secara individual tersebut (Kuswahyono, 2003: 5).
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan, termasuk pembangunan
perumahan adalah masalah kepadatan. Kepadatan biasanya diukur dengan melihat jumlah unit
per hektar atau jumlah orang per hektar (Yan,2004). Perlu diperhatikan khususnya mengenai
masalah perumahan, kepadatan yang dimaksud adalah berapa banyak orang yang tinggal di
dalam suatu wilayah, bukan hanya sekedar orang yang berada di wilayah tersebut. Kepadatan
hunian sangat dipengaruhi oleh jenis hunian yang terdapat di dalam suatu wilayah.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Southern California Association of Non-Profit Housing
di dalam tulisan Density Guide For Affordable Housing Developers, kita dapat mengetahui
bahwa hunian multi family unit memiliki kepadatan yang lebih besar dibandingkan dengan
hunian single family unit. Selain itu, bangunan multi family unit yang unit unitnya tersusun
secara horizontal saja memiliki kepadatan yang lebih kecil dibandingkan dengan multi family
unit yang unit unitnya tersusun secara horizontal dan vertikal.
Seperti dikatakan sebelumnya, ukuran kepadatan manusia yang baik adalah dengan
menghitung jumlah unit/hektar. Namun di Indonesia belum ada kajian yang mencari berapa
kepadatan dengan satuan unit/hektar. Di Indonesia sendiri satuan yang digunakan untuk
menghitung kepadatan manusia adalah jumlah orang/hektar, tidak seperti di kebanyakan
tempat lain yang menghitung kepadatan dengan menghitung jumlah unit/hektar.
Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (2004) berdasarkan data di atas, ternyata kepadatan
di atas 200 orang/hektar sudah dikategorikan sebagai lingkungan dengan kepadatan tinggi.
Dengan rata rata jumlah anggota keluarga per unit di Indonesia adalah 4,5 orang/unit, maka
kita bisa mendapatkan angka bahwa kepadatan di atas 44 unit/hektar sudah termasuk
kepadatan yang tinggi.
Menurut peraturan Kementrian Pekerjaan Umum, luasan minimal untuk rumah sehat
sederhana adalah 36 m2 dengan perincian:
Kebutuhan ruang setiap orang adalah 15 m3, dengan perkiraan tinggi plafon rata rata
adalah 2,4 m, maka luas ruang yang dibutuhkan untuk setiap orang adalah 6 m2.
Dengan perkiraan setiap keluarga terdiri dari 4 anggota keluarga, maka dibutuhkan 24
m2 ruangan dalam satu unit rumah
Jika ditambahkan dengan ruang sirkulasi sebesar 50%, maka didapatkan angka 36 m2
untuk rumah sehat sederhana.
KDB yang ditentukan untuk setiap rumah agar terdapat ventilasi silang adalah 60%
dengan ketentuan terdapat garis sepadan depan dan belakang sebesar minimal 2 m.
Dengan demikian, kita mendapat luasan kapling minimal 60 m2 untuk satu unit rumah
sehat sederhana
Dengan demikian, dengan luasan kapling 60 m2, kita akan mendapatkan kepadatan netto 167
unit/hektar atau dengan perhitungan sebelumnya kita mendapatkan kepadatan netto 752
orang/hektar. Dengan perhitungan bahwa suatu wilayah terdiri dari 60% unit hunian dan 40%
fasilitas umum dan fasilitas sosial, maka dalam satu hektar yang semuanya terdiri dari rumah
sehat sederhana memiliki kepadatan bruto 100 unit/hektar atau dengan perhitungan
sebelumnya kita mendapatkan kepadatan bruto 450 orang/hektar. Jika kita melihat lagi ke
data di atas, ternyata jika suatu wilayah semuanya terdiri dari rumah sederhana sehat dengan
luasan minimum, kepadatannya sudah sangat tinggi, yaitu 450 orang/hektar. Berbeda dengan
Menurut Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2001), suatu hunian memerlukan
sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan orang yang tinggal di hunian tersebut. Pada
tulisan ini hanya akan membahas mengenai sarana berupa fasilitas yang harus disediakan di
dalam suatu lingkungan hunian dengan kepadatan tertentu. Yang pertama adalah mengenai
sarana pendidikan. Standar yang berlaku adalah harus tersedia 1 unit Taman Kanak Kanak
(TK) untuk setiap 1.000 penduduk, 1 unit Sekolah Dasar (SD) untuk setiap 6000 penduduk, 1
unit Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk setiap 25.000 penduduk, 1 unit Sekolah
Menengah Atas (SMA) untuk setiap 30.000 peenduduk, dan 1 unit Perguruan Tinggi untuk
setiap 70.000 penduduk (unit Perguruan Tinggi ini khusus untuk kota sedang/kecil).
Untuk sarana kesehatan, harus tersedia 1 unit Balai Pengobatan untuk setiap 3.000 penduduk,
1 unit rumah sakit bersalin untuk setiap 10.000-30.000 penduduk, 1 unit puskesmas untuk
setiap 120.000 penduduk, dan satu unit rumah sakit untuk setiap 240.000 penduduk. Sarana
ruang terbuka hijau juga sangat penting dan juga harus disediakan. Masih menurut standar
yang sama, diperlukan 1 taman lingkungan untuk setiap 250 jiwa, 1 taman kecamatan untuk
setiap 120.000 jiwa, 1 taman kota untuk setiap 480.000 jiwa, dan pemakaman untuk setiap
120.000 jiwa.
Menurut Baum dan Valins (1997) dalam Bell (2001), kepadatan manusia yang tinggi akan
menyebabkan efek negatif. Oleh karena itu perlu adanya intervensi pada saat kepadatan di
suatu tempat sangat tinggi. Lingkungan hunian yang padat, terutama didorongnya hunian
yang dibangun secara vertikal mau tidak mau akan menambah masalah kepadatan manusia.
Namun kepadatan tinggi memang tidak selalu berdampak negatif. (Baum & Paulus, 1987
dalam Bell, 2001). Jadi setiap kasus akan berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung pada
lingkungan tempat tinggal di sekitar manusia tersebut.
Pada lingkungan dengan kepadatan yang tinggi, perlu ada intervensi dari pihak luar untuk
dapat mengatasi masalah yang ada. Intervensi ini tidak boleh sembarangan karena intervensi
ala kadarnya pada lingkungan dengan kepadatan sosial yang tinggi hanya akan menyebabkan
kondisi yang buruk. (Baum dan Greenberg, 1975 dalam Bell, 2001).
Studi lain yang dilakukan oleh Jorgenson dan Dukes (1976) dalam Bell (2001) melakukan
penelitian pada perilaku manusia di sebuah cafe. Di dalam kafe tersebut biasanya pengunjung
diminta untuk menempatkan penampan kembali ke tempatnya semula. Studi menunjukkan,
dalam keadaan kafe yang lebih padat, pengunjung cenderung untuk tidak mematuhi untuk
meletakkan penampan kembali ke tempatnya. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa
tanpa adanya intervensi yang baik, kepadatan manusia yang tinggi akan memberikan efek
yang negatif.
Studi yang dilakukan oleh Evans (1979) dalam Bell (2001), menunjukkan bahwa kepadatan
dapat mempengaruhi aspek psikologis manusia. Penelitian menunjukkan bahwa sekelompok
manusia yang sama akan menunjukkan kecepatan detak jantung yang berbeda pada saat
mereka berada di ruangan yang kecil dan ruangan yang lebih besar. Berada di ruangan kecil
berarti mempunyai kepadatan yang lebih besar, sebaliknya di ruangan yang lebih besar
mempunyai kepadatan yang lebih kecil. Berada di ruangan dengan kepadatan tinggi, orang
akan cenderung memiliki detak jantung yang lebih cepat. Hal ini berarti secara tidak langsung
kepadatan dapat mempengaruhi aspek psikologis manusia.
Ketinggian bangunan perlu dibatasi. Bangunan jika semakin tinggi bisa saja membuat
daerah tersebut semakin padat. Ketinggian bangunan ini berpengaruh pada sirkulasi vertikal
pada suatu hunian rumah susun. Jika rumah susun memiliki ketinggian lebih dari 10 lantai,
sudah dipastikan hampir tidak ada yang mau tinggal di atas jika tidak ada fasilitas berupa lift
yang memadai.
Jarak antar bangunan yang terlalu dekat akan menimbulkan beberapa masalah seperti masalah
privasi, kebisingan, pencahayaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu jarak antar bangunan
biasanya diatur. Menurut Kementrian Pekerjaan Umum, jarak antar bangunan yang ideal
adalah 8 meter 25 meter. Semakin dekat jarak antar bangunan, maka akan terlihat semakin
padat juga.
Pembahasan
Pembahasan dikukan dengan mengambil satu studi kasus lingkungan rumah susun di dalam
satu kapling. Kasus yang akan diambil adalah rusunami (rumah susun sederhana milik) Grand
Center Point Bekasi. Grand Center Point Bekasi merupakan rusunami yang berdiri di atas
lahan seluas 14.055 m2 dan memiliki 4 tower. Pada saat data diambil, hanya dua tower (tower
A dan B) saja yang sudah jadi, sedangkan tower C dan D masih dalam tahap konstruksi.
Jumlah lantai di Tower A dan B ada 15 lantai dengan jumlah unit di tiap lantainya 29 unit,
sehingga jumlah unit total kedua tower adalah 870 unit. Tower C dan D juga terdiri dari
masing-masing 15 lantai, dengan tower C terdiri dari 448 unit, dan tower D terdiri dari 504
unit. Pada saat data diambil, unit yang sudah ditempati hanyalah unit pada tower A dan B
Dengan perhitungan bahwa 1 unit keluarga rata rata di Indonesia adalah 4,5 orang/unit,
maka kepadatan rusunami ini pada saat data diambil adalah 2691 orang/hektar jika semua unit
ditempati. Jika tower C dan D sudah jadi, maka kepadatan akan bertambah menjadi 1296
unit/hektar yang berarti sama dengan kepadatan 5832 orang/hektar jika semua unit ditempati.
Kedua kepadatan ini merupakan kepadatan netto, jika kita asumsikan bahwa perbandingan
kapling dengan sarana dan prasarana kota adalah 60:40, maka kita akan mendapatkan
kepadatan 1615 orang/hektar dengan 2 tower A dan B serta kepadatan 3499 orang/hektar
dengan adanya keempat tower. Jika kita melihat kepadatan yang sedemikian memang
merupakan angka yang sangat besar. Namun dari pengamatan yang dilakukan, kehidupan di
rusunami ini cukup baik dan tidak terlalu bermasalah. Hal ini bisa terjadi karena selain belum
semua unit ditempati oleh pemiliknya, banyak juga orang yang memiliki rusunami ini hanya
untuk investasi dan tempat tinggal kedua, sehingga rusunami ini bukan dijadikan hunian
utama. Oleh karena itu kepadatan 3499 orang/hektar ini hanyalah angka kepadatan maksimum
Seperti yang disebutkan di landasan teori, terdapat sarana berupa fasilitas yang perlu dibuat di
dalam suatu lingkungan dengan jumlah penduduk tertentu. Dengan jumlah semua tower di
rusunami ini adalah 1822 unit, maka dengan perhitungan ada 4,5 orang/unit, maka akan
terdapat 8199 orang yang tinggal di sini. Dengan demikian seharusnya terdapat minimal TK
sebagai fasilitas pendidikan di rusunami ini. Bahkan bisa jadi juga harus terdapat SD karena
jumlah orang yang tinggal sudah lebih dari 6000 orang. Yang sudah baik sesuai dengan
standar adalah terdapatnya ruang terbuka berupa taman dan taman bermain anak. Adanya
kegiatan komersil berupa kios yang menjual berbagai keperluan di lantai dasar juga ikut
menunjang kehidupan di rusunami ini.
Seperti pada pembahasan sebelumnya bahwa kepadatan manusia yang tinggi akan
menimbulkan masalah, oleh karena itu saya ingin mencoba membahas beberapa masalah yang
terjadi di rusunami Grand Center Point Bekasi, baik masalah yang dapat diatasi maupun
masalah yang belum dapat diatasi. Karena keterbatasan waktu, masalah yang akan dibahas
adalah masalah penyediaan penghawaan alami, masalah penyediaan pencahayaan alami,
masalah penyediaan listrik, masalah penyediaan air bersih, masalah pengelolaan air kotor,
Yang pertama adalah masalah penghawaan alami. Pada suatu hunian yang sehat, harus
tersedia aliran udara bersih. Aliran udara bersih ini bisa didapatkan dengan maksimal jika
terjadi ventilasi silang. Namun pada rusunami Grand Center Point Bekasi ini memang ada
aliran udara yang masuk, namun tidak terjadi ventilasi silang. Dengan demikian dari segi
penghawaan alami, rusunami ini kurang dapat mengatasi masalah kepadatan yang tinggi ini.
Untuk itu, pada rusunami ini juga terdapat beberapa unit yang menambahkan penghawaan
buatan berupa AC. Dalam perancangannya, rusunami Grand Center Point Bekasi tidak
menyertakan talang air untuk aliran air buangan AC (dulunya tidak diperkirakan bahwa
pembelinya akan berasal dari kalangan menengah yang mampu menyediakan AC di unit-
unitnya) sehingga unit yang semakin mendekati lantai dasar semakin terkena percikan dari
unit di atasnya dan menimbulkan masalah antar penghuni.
Bukaan pada rusunami Grand Center Point Bekasi memiliki orientasi ke arah utara dan
selatan sehingga cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan tidak menimbulkan silau
dan panas yang berlebih. Bentuk bangunan yang sama membuat setiap unit memiliki
kesempatan untuk mendapatkan cahaya alami masuk ke unitnya. Bukaan pada bangunan
sebagai tempat masuknya cahaya adalah jendela. Meskipun jendela tidak terlalu mendominasi
namun cahaya yang masuk ke dalam bangunan cukup untuk keperluan pencahayaan ruangan.
Karena bukaan yang terbatas, maka terdapat dua ruangan di dalam satu unit yang tidak
mendapatkan cahaya alami, oleh karena itu ditambahkan pencahayaan buatan untuk
menunjang kegiatan.
Karena rusunami ini merupakan satu lingkungan yang cukup padat, maka masalah kelistrikan
harus sangat diperhatikan karena berhubungan dengan daya dukung lahan. Sumber daya
listrik yang merupakan sumber daya buatan yang perlu diperhatikan. Dengan jumlah unit
yang begitu besar, diperlukan peralatan kelistrikan yang cukup memadai untuk dapat
mengalirkan listrik ke semua unit. Dalam hal ini di rusunami Grand Center Point Bekasi
Masih berhubungan dengan daya dukung lahan, air tanah yang ada tidak mungkin mencukupi
kebutuhan hunian yang sangat padat seperti ini. Oleh karena itu diperlukan penyediaan air
dari sumber lain yaitu air PAM (Perusahaan Air Minum). Air yang tersedia dari sumber
ditampung terlebih dahulu di ground water tank. Air yang sudah ditampung kemudian
dialirkan ke roof tank baru kemudian dialirkan ke masing masing unit sesuai kebutuhan.
Salah satu hal yang harus dicermati di dalam rumah susun dengan kepadatan tinggi adalah
masalah penanggulangan jika terjadi kebakaran. Karena rusunami ini sangat padat, maka jika
terjadi kebakaran dan tidak ditanggulangi secara tepat maka akan menimbulkan kerugian yang
sangat besar. Installasi untuk penanggulangan kebakaran pada rusunami Grand Center Point
Bekasi adalah berupa heat detector, fire alarm signal, dan alarm bell pada kotak hydrant di
koridor tiap lantai. Heat detector terletak di setiap unit dan sepanjang koridor. Heat detector
akan memberi sinyal pada fire alarm signal ketika terjadi kebakaran dan sebagainya, lalu fire
alarm signal memberi sinyal untuk menyalakan alarm bell. Fire alarm signal terletak di depan
pintu masuk unit rusuna, mempermudah petugas pemadam kebakan ketika mencari sumber
kebakaran berada. Yang paling penting dari penanggulangan bencana kebakaran adalah
tersedianya tangga darurat yang cukup memadai. Di tower A dan B terdapat dua tangga
darurat yang cukup baik sehingga dapat memfasilitasi jika terjadi kebakaran. Di tower C dan
Keamanan menjadi hal yang sangat penting yang harus diperhatikan di dalam suatu
lingkungan dengan kepadatan tinggi, khususnya rumah susun. Pos keamanan yang ada
walaupun dijaga selama 24 jam tidak dapat menjamin keamanan karena penghuni yang ada di
Dengan banyak dan padatnya penghuni di rusunami Grand Center Point pasti akan
menghasilkan limbah sampah yang banyak juga. Oleh karena itu sistem pembuangan sampah
juga harus diatur. Sistem pembuangan limbah sampah di rusunami Grand Center Point Bekasi
Di luar bangunan Grand Center Point Bekasi terdapat tempat pengumpulan sampah-sampah
dari seluruh gedung. Pada gudang ini sampah hanya dikumpulkan tanpa diolah untuk
kemudian diangkut oleh truk pengangkut sampah dari dinas kebersihan kota. Hal ini menurut
saya menjadi salah satu kelemahan dari rusunami ini. Dengan banyak dan padatnya penghuni,
sampah yang dihasilkan seharusnya dipilih atau dioleh terlebih dahulu sebelum diserahkan
kepada truk pengangkut sampah dari dinas kebersihan kota. Jika yang terjadi adalah seperti
ini, maka bisa dikatakan rusunami Grand Center Point Bekasi ini sangat membebani kota
dengan sampah yang ada.
Seperti yang terdapat pada data fasilitas di atas, hanya terdapat satu lift penumpang dan satu
lift barang pada tower A dan B. Dengan kondisi orang dengan kepadatan yang cukup besar
dan ketinggian 15 lantai, menurut saya jumlah lift yang demikian tidaklah cukup. Pada tower
Kesimpulan
Kepadatan manusia di dalam suatu lingkungan yang terlalu tinggi bisa saja berdampak
negatif. Di dalam suatu hunian, kepadatan tinggi bisa saja menimbulkan masalah masalah
baru. Masalah yang bisa saja terjadi bisa dari aspek fisik dan non fisik. Masalah fisik dapat
berupa masalah penyediaan air bersih, masalah pengelolaan air kotor, masalah penyediaan
kebutuhan pencahayaan alami, masalah pengaliran udara segar, dan masalah lainnya. Masalah
non fisik yang bisa saja ditimbulkan dari kepadatan yang terlalu tinggi adalah masalah
kurangnya privasi, masalah penyediaan fasilitas keamaan, masalah pembagian antara ruang
publik dan ruang privat, dan masalah lainnya. Masalah masalah ini harus dapat diselesaikan
dengan berbagai intervensi perancangan. Misalnya saja masalah penyediaan air bersih, pada
suatu lingkungan yang sudah sangat padat diperlukan utititas tambahan agar semua unit
hunian bisa mendapatkan air bersih karena air tanah saja tidak akan bisa mencukupi
kebutuhan akan air bersih. Utilitas tambahan ini dapat berupa tambahan penyediaan saluran
air bersih dari luar lingkungan hunian. Untuk masalah kebutuhan akan pencahayaan alami dan
masalah pengaliran udara segar dibutuhkan intervensi berupa perancangan yang baik. Salah
satu intervensi yang dapat dilakukan adalah mengatur ketinggian plafon. Untuk ruangan yang
lebih lebar misalnya, sebaiknya menggunakan plafon yang lebih tinggi juga. Untuk memenuhi
kebutuhan akan rasa aman, penyediaan fasilitas keamanan bukanlah satu satunya solusi.
Penyediaan fasilitas keamanan yang memadai memang bisa membuat rasa aman pada suatu
Oleh sebab itu untuk dapat mengatasi kepadatan manusia yang tinggi di dalam suatu
lingkungan rumah susun, diperlukan perancangan yang baik. Ada banyak solusi perancangan
yang dapat dilakukan untuk mengintervensi masalah masalah yang terjadi di dalam rumah
susun akibat kepadatan manusia yang tinggi ini. Perancangan yang tepat akan dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi.
Daftar Referensi
Buku:
Akmal, Imelda. 2007. Menata Apartemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Website:
Arsindo. GSB Garis Sepadan Bangunan. Disadur dari http://www.arsindo.com/artikel/gsb-
garis-sempadan-bangunan/
JICA/ PERUM PERUMNAS. 1997. PEDOMAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN. Disadur dari http://www012.upp.so-
net.ne.jp/higashi/NODA/PEDOMAN.html
Laporan: