LP Fix PJK
LP Fix PJK
Oleh
Gambar 1. Jantung
c. Keturunan / genetika
Jika ada anggota keluarga yang terkena PJK pada usia yang relative
muda, dibawah 50 tahun. Meskipun demikian agaknya factor ini lebih
banyak disebabkan kesamaan gaya hidup (Dede, 2006).
Selain HDL dan LDL, ada juga istilah kolesterol total. Kolesterol
total darah adalah ukuran dari kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
komponen lipid/lemak lainnya dalam tubuh. Level kolesterol total normal
adalah di bawah 200 mg/dl. Dengan kata lain, kolesterol total adalah
jumlah seluruh kolesterol di dalam darah. Namun, nilai kolesterol total
bukan berarti jumlah dari kolesterol HDL dan LDL. Masih ada komponen-
komponen lemak lainnya yang perlu diperhitungkan. Kolesterol total
tubuh bisa meningkat bila sering menyantap makanan yang banyak
mengandung lemak, tinggi kolesterol, dan tinggi karbohidrat. Level
kolesterol total terbagi menjadi:
Nilai normal/yang diinginkan : kurang dari 200 mg/dl
Cukup tinggi : 200 239 mg/dl
Tinggi : 240 mg/dl (Suharto, 2004).
d. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons
iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri
koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan
oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine
Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat
membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan
untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption
(MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial
dan tekanan pada dinding jantung. Jantung yang normal dapat dengan
mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen
dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume
darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi
aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap
tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian
dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis
aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen (Price dan Wilson,
2005).
Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik
yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan
jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel.
Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi
hipokinetik. Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke
volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada
saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis
serta tanda-tanda kegagalan jantung. Kelanjutan dan iskemia tergantung
pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi
serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina
pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina,
dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari
(Price dan Wilson, 2005).
PATHWAY
Aliran o2 ke
Aliran O2 arteri
jantung menurun
koronaria
menurun Jantung kekurangan
Suplai darah ke
Ganggu oksigen
ginjal turun Aliran O2 ke otak an Perlu menghindari
GFR turun menurun pertuka komplikasi
Ketidakefektifan ran Gas Iskemia otot
Retensi natrium perfusi jaringan jantung
Kontraksi Metabolisme
cerebral Kurang
Cairan Ekstra jantung anaerob
Lumen pembuluh penhgetahua
Seluler menurun Asam laktat
darah menyempit n
meningkat
Curah
Tekanan kapiler jantung Resisten Akumulasi asam
meningkat menurun terhadap aloiran hasil disosiasi
Hipertrofi
darah asam laktat
ventrikel kiri
Volume kelelahan
Penurunan
interstisial Aliran darah kemampuan Intoleransi
meningkat ginjal pembuluh darah
aktivitas
menurun melebar vaskuler
Edema Ketidakseimbang
Retensi Na an antara suplai
Preload naik dan kebutuhan
dan H2o
O2
Beban jantung Takut
Kelebihan Ganggu cemas nyer
meningkat mati
volume an pola i
tidur
e. Manifestasi Klinis Penyakit jantung Koroner
1. Asimptomatik (Silent Myocardial Ischemia),
Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan
misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini
tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat
istirahat maupun saat aktifitas. Secara kebetulan penderita
menunjukkan iskemia saat dilakukan uji beban latihan. Ketika EKG
menunjukkan depresi segmen ST, penderita tidak mengeluh adanya
nyeri dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lain dalam batas-
batas normal. Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena ambang
nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita diabetes),
meningkatnya produksi endomorfin, derajat stenosis yang ringan
(Dede, 2006).
f. Komplikasi
1. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri, menimbulkan kongeti
pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal
jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada
kedua ventrikel disebut kegagalan beventrikuler. Gagal jantung kiri
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah infark
miokardium.
Infarm miokardium menggangu fungsi miokardium karena
menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan
abnormalitas gerakan dinding dan mengubah daya kembang ruang
jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga
volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan
jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang ke
vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi
tekanan onkotik vaskular maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang
interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-
paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.
1 Syok Kordiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai dari 40% ventrikel
kiri.
1 Disfungsi Otot Papilaris
Penutupan katup mitralis selama sistolik ventrikel bergantung pada
integritas fungsional otot papilaris ventrikel kiri dan korda tendinea.
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam
atrium selama sistol. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran
retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat:
pengurangan aliran ke aorta, dan peningkatan kongesti pada atrium kiri
dan vena pulmonalis (Mansjoer, dkk, 2001).
g. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari
yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran
elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk
memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa
serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung
yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran
yang berbeda (Carko, 2009).
2. Foto Rontgen Dada
Dari foto rontgen, dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-
tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran
paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen
ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita
sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah
berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung
terlihat membesar (Carko, 2009).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai faktor
resiko. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya
serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung
(Carko, 2009).
4. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil
ditegakkan, biasanya dokter jantung/ kardiologis akan
merekomendasikan untuk dilakukan treadmill. Alat ini digunakan
untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa
dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan
monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas
fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat
aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan
karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan
sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran
EKG tampak normal.
Dari hasil treadmill ini telah dapat diduga apakah seseorang
menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan
treadmill ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka
untuk wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini
meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang pria penderita PJK
yang terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan
lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung (Carko, 2009).
5. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter
semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan
langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha,
lipatan lengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah.
Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara
pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian
disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner
yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau
malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau
penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu
pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai beberapa
pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan
dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup
hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan
bourgeois resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang
dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah
ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula
dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin atau gorng-
gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan.
Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa
stent, upaya lain adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.
(Carko, 2009).
Gambar 5. Elevasi ST
G. Penatalaksanaan
1 Farmakologi
2 Non-farmakologi
1. Farmokologi
a. Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin)
diberikan secara intravena dengan pengenceran dan diberikan
secara pelan-pelan. Dosisnya awal 2,0 2,5 mg dapat diulangi jika
perlu
b. Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan
menurunkan venous return akan menurunkan preload yang berarti
menurunkan oksigen demam. Di samping itu nitrat juga
mempunyai efek dilatasi pada arteri koroner sehingga akan
meningkatakan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan dengan
sediaan spray atau sublingual, kemudian dilanjutkan dengan
peroral atau intravena.
c. Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan
diberikan sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena
terbukti menurunkan angka kematian.
d. Trombolitik terapi, prinsip pengelolaan penderita infark miokard
akut adalah melakukan perbaikan aliran darah koroner secepat
mungkin (Revaskularisasi / Reperfusi).Hal ini didasari oleh proses
patogenesanya, dimana terjadi penyumbatan / trombosis dari arteri
koroner. Revaskularisasi dapat dilakukan (pada umumnya) dengan
obat-obat trombolitik seperti streptokinase, r-TPA (recombinant
tissue plasminogen ativactor complex), Urokinase, ASPAC (
anisolated plasminogen streptokinase activator), atau Scu-PA
(single-chain urokinase-type plasminogen activator).Pemberian
trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada jam
pertama dari serangan infark. Dan terapi ini masih masih
bermanfaat jika diberikan 12 jam dari onset serangan infark.
e. Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung
sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di
samping itu betaclocker juga mempunyai efek anti aritmia (Tjay,
2007).
Penatalaksanaan Jantung Koroner yaitu dengan MONACO: morfin
(penghilang nyeri), oksigen, nitrat (vasodilator), aspirin
(antiplatelet), Clopidogrel dan segera lakukan pemeriksaan lab
untuk lebih memastikan ( troponin, CK, myoglobin,dll).
Obat Inotropik Dan Kronotropik
Inotropik adalah agen obat yang berperan untuk kontraksi otot
jantung (miokardium), untuk meningkatkan heart rate. Inotropik
dibagi yaitu:
1. Agen inotropik positif : Agen yang meningkatkan kontraktilitas
miokard, dan digunakan untuk review dalam mendukung fungsi
fungsi jantung dslam kondisi seperti Gagal Jantung, syok
kardiogenik, septik syok, kardiomiopati. Contoh agen inotropik
positif meliputi: Berberin, Omecamtiv, Dopamin, epinefrin
(adrenalin), isoprenalin (isoproterenol), Digoxin, Digitalis,
Amrinon, teofilin
2. Agen inotropik negatif: agen untuk menurunkan kontraktilitas
miokard, dan digunakan untuk mengurangi beban jantung Contoh
agen inotropik negatif meliputi: Carvedilol, bisoprolol, metoprolol,
Diltiazem, Verapamil, Clevidipine, Quinidin.
Kronotropik adalah agen obat yang berperan dalam meningkatkan
kontraktilitas jantung. Kronotropik dibagi yaitu:
1. Agen kronotropik positif: Agen yang meningkatkan denyut
jantung dengan mempengaruhi saraf. Contoh agen kronotropik
positif meliputi: Sebagian adrenergik yg tdk membuat sudut,.
Antropin, Dopamin, epinefrin, Isoproterenol
2. Agen kronotropik negatif: Agen yang menurunkan denyut
Jantung dengan mengubah irama. Agen contoh kronotropik negatif
meliputi: Metoprolol. Asetilkolin, Digoxin, Diltiazem Dan
Verapamil
2. Non-farmakologi
a. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
b. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi,
olahraga bermanfaat karena :
1. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
2. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang
berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL
kolesterol
3. Menurunkan tekanan darah
4. Meningkatkan kesegaran jasmani
c. Diet merupakan langkah pertama dalam penanggulangan
hiperkolesterolemi (Ekawati. 2010).
h. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Anamnesa
1) Biodata
Terjadi tiga kali lebih sering pada pria dibanding wanita, usia > 40 tahun,
keturunan, faktor modifikasi seperti hipertensi, hiperkolesterolemia,
merokok, obesitas, kurang bergerak, DM, stress.
2) Keluhan utama
Nyeri dada yang berat, sesak nafas, mual, muntah, nyeri kepala yang
hebat, kelemahan.
3) Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat hipertensi, merokok pengguna alkohol, pola hidup yang tidak
sehat.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Keluarga yang menderita riwayat hipertensi, penyakit jantung,
kegemukan
5) Pola aktivitas sehari-hari
Banyak makan makanan yang mengandung lemak tinggi, kebiasaan
merokok, minum alkohol serta serta tidak rutin dalam melakukan
aktivitas olahraga.
6) Keadaan umum pasien
Keadaan umum lemah dan dapat membaik.
2. Pemeriksaan fisik
1) Breating (B1 = pernafasan)
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas aktivitas, batuk produktif, riwayat
merokok.
Tanda : distres pernafasan, meningkat pada frekuensi/irama dan gangguan
kedalaman.
2) Bleeding (B2 = kardiovaskuler)
Riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung, kegemukan.
Tanda : takikardia, disritmia, tekanan darah normal, meningkat atau
menurun. Bunyi jantung mungkin normal ; S4 lambat atau murmur
sistolik transien lambat (disfungsi otot papilaris) mungkin ada saat nyeri.
Kulit atau membran mukosa lembab, dingin, pucat pada adanya
vasokontriksi.
3) Brain (B3 = persarafan)
Perubahan status mental, orientassi, pola bicara, afek, proses pikir
Tanda : nyeri kepala yang hebat
4) Blader (B4 = perkemihan)
Gangguan ginjal saat ini atau sebelumnya.
Tanda : disuria, oliguria, anuria poliuria sampai hematuria.
5) Bowel (B5 = pencernaan)
Tanda : mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, muntah,
perubahan berat badan
6) Bone (B6 = tulang-otot-integumen)
Hipotensi postural, frekuensi jantung meningkat, takipnea.
Diagnosa Keperawatan :
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan NOC : 1. Monitordan kaji
rasa nyaman : Setelah dilakukan asuhan karakteristik
nyeri keperawatan selam 1x 24 jam dan lokasi nyeri
berhubungan makan terjadi penurunan 2. Monitor ttv
dengan adanya nyeri 3. Anjurkan
iskema Kriteria hasil : pasien untuk
jaringan Pasien menunjukan penurunan melapor apabila
jantung atau sklaa nyeri muncul nyeri
4. Ajarkan dan
sumbatan Menunjukan adanya enurunan
anjurkan pada
pada arteri tekanan darah
pasien untuk
koronaria
melakukan
tekhnik
relaksasi
5. Kolaborasi
dalam
pemberian
oksigen ,obat
betabloker, anti
angina,
analgesic.
2. Penurunan NOC: NIC:
curah jantung Setelah dilakukan asuhan Cardiac care
b/d respon keperawatan pump 1. Evaluasi adanya
fisiologis otot effectiveness selama 2x 24 nyeri dada
jantung, maka cardiac output kembali 2. Catat adanya
peningkatan efektif disritmia
frekuensi, jantung
dilatasi, 3. Monitor status
hipertrofi, kardivaskuler
4. Monitor status
atau
pernafasan yang
peningkatan
menandakan
isi sekuncup.
gagal jantung
5. Monitor adaya
perubahan
tekanan darah
6. Monitor adanya
toleransi
aktivitas
7. Anjurkan untuk
menurunkan
stress
3. Perfusi NOC : NIC :
jaringan tidak Setelah dilakukan 1x 24 jam Manajemen sensasi
efektive b/d asuhan keperawatan maka perifer
menurunnya perfusi jaringan membaik. 1. Monitor adanya
curah jantung, Kriteria Hasil : daerha tertentu
hipoksemia Mendemonstrasikan status yang peka
jaringan, sirkulasi yang ditandai terhadap panas,
asidosis dan dengan : dingin, tajam,
kemungkinan 1. Tekanan systole dan tumpul
trombus atau diastole dalam rentang 2. Kaji adanya
emboli. yang diharapkan paretese
2. Tidak ada 3. Instruksikan
ortotastikhipertensi keluarga untuk
3. Tidak ada tanda-tanda mengobservasi
peningkatan tekanan kullit jika ada
intrakranial lesi
4. Mendemonstrasikan 4. Anjurkan
kemampuan kognitif kepada pasien
seperti berkomunikasi untuk batasi
dengan jelas, gerakan pada
menunjukan kepala, leher
konsentrasi. dan punggung
5. Kolaborasi
pemberian
analgesik
Tjay . H dan Kirana, R. 2007. Obat-obat Penting Edisi VI. Jakarta Elex Media
Komputindo.
Mansjoer Arif dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jakarta: Media
Aesculapius.