PENDAHULUAN
1
bawah 38oC), waktu pendek antara demam dan kejang, serta adanya
riwayat kejang demam dalam keluarga. 4
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus
kejang demam sederhana.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi kejang demam sederhana.
2. Mengetahui tanda dan gejala klinis anak dengan kejang demam
sederhana.
3. Mengetahui cara penatalaksanaan kejang demam sederhana.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
bahan referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu
kesehatan anak terutama tentang kejang demam.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
2
terutama untuk kasus kejang demam sehingga angka
morbiditasnya dapat berkurang.
BAB II
LAPORAN KASUS
2. 1. Identitas Pasien
3
No. Rekam Medik : 53-29-19
Tanggal masuk : 26-01-2017
Nama : Desti Wahyuni
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 11-12-2013 ( 3 tahun )
Anak Ke : ke-2
Agama : Islam
Alamat :Jl. Kenten Sako Perumahan BSD Kel. Sako
Sumatera Selatan
Nama ibu : Ny. Ayu Juliani
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kenten Sako Perumahan BSD Kel. Sako
Sumatera Selatan
2. 2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Kejang sejak 30 menit SMRS
Keluhan Tambahan :
Demam (+), Batuk (+) dan Pilek (+)
4
Sejak 1 hari SMRS, penderita demam, demam mendadak tinggi, terus
menerus namun tidak diukur dengan termometer. Penderita masih batuk,
berdahak (-), pilek (-), muntah (-), sesak nafas (-), BAB dan BAK biasa.
Sejak 10 jam yang lalu SMRS, penderita kejang, kejang terjadi pada
seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata mendelik ke atas. Kejang
terjadi 1x, lamanya 30 menit. Setelah kejang berhenti anak menangis.
Kemudian oleh keluarga penderita dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI
Riwayat Makan
o Usia 0-6 bulan
ASI eksklusif, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan tampak
kehausan, frekuensi sebanyak 8-10 kali/hari dan lama menyusui 8-10
menit, bergantian kiri dan kanan.
o Usia 6-8 bulan
5
Bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan
ASI jika bayi lapar. Buah pisang/ pepaya sekali sehari satu potong (siang
hari).
o Usia 9 bulan saat ini.
Diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk
ikan, ayam/ tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi
hanya kadang-kadang. Buah pepaya/ pisang/ jeruk jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup
Riwayat Imunisasi
Jenis 0 I II III
1. BCG - 1 bulan - -
2. DPT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
3. Hepatitis Lahir 2 bulan 3 bulan 6 bulan
B 2 hari 2 bulan 3 bulan 6 bulan
4. Polio - 9 bulan -
5. Campak
6. Hib - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan
Pasien tidak mengalami gangguan ataupun keterlambatan dalam masa
tumbuh kembang. Pada pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN (KPSP), di dapatkan
jawaban iya sebanyak 9 ini berarti perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya.
KPSP
No. Pemeriksaan Aspek Jawaban
Perkembangan
Ya Tidak
6
lehernya secara kaku seperti
gambar disebelah kiri? Jawab
TIDAK bila kepala bayi jatuh
kembali seperti gambar sebelah
kanan.
7
gambar?
2. 3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
8
Kesadaran : kompos mentis
Pernapasan : 39 kali/menit
Suhu : 38,6 oC
Panjang Badan : 73 cm
Saturasi O2 : 98 %
Keadaan Spesifik:
Kulit
Kepala
Mata : mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
9
Tenggorok : uvula di tengah, tonsil tidak hiperemis, T1-T1, dinding faring
hiperemis
Thorax
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Inspeksi : datar
Perkusi : timpani
10
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan kiri
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Klonus - - - -
Refleks
fisiologis +N +N +N +N
Refleks
patologis - - - -
2. 4. Diagnosis Banding
Kejang Demam Sederhana DD/ - ISPA
11
-Infeksi Intrakranial
2. 5. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Rutin
o Hb : 11,5 g/dl
o CRP :+
2. 6. Diagnosis Kerja
Kejang Demam Sederhana dan ISPA
2. 7. Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Farmakologis
2. 8. Prognosis
12
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad Functionam: Bonam
2.9. Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan
21 S: Demam (+), Batuk (+), Kejang (-) P:
November - O2 nasal 2 liter/ menit
O: KU : Tampak sakit ringan
2016 HR : 122 x/m - IVFD D5 NS gtt 8
RR : 39 x/m
x/menit (makro)
Temp: 38,1oC
SpO2 : 98% - Injeksi Ampicillin
BB : 7,9 kg
3x200mg (IV)
Kepala: Normocephalia, CA(-/-)`, SI(-/-),
NCH (-/-), bibir kering (-), mata cekung(-), - Injeksi Gentamisin
13
November - O2 nasal 2 liter/ menit
O: KU : Tampak sakit sedang
2016 - IVFD D5 NS gtt 8
HR : 125 x/m
RR : 36 x/m x/menit (makro)
o
Temp: 37,2 C
- Injeksi Ampicillin
SpO2 : 98%
Kepala: Normocephalia, CA(-/-)`, SI(-/-), 3x200mg (IV)
NCH (-/-), mata cekung(-), secret hidung - Injeksi Gentamisin
(-), Faring hiperemis (+) 2x20 mg (IV)
Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran
- Diazepam pulvis
KGB (-)
Thorak: 3x2,5 mg (P.O)
Pulmo : Simetris (+), retraksi dinding dada - Parasetamol syr
(-), stemfremitus sama kanan dan kiri (+), 3x120 mg (3x1 cth)
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-). (P.O)
Cor : Iktus kordis (-), thrill (-), Bunyi
jantung 1/ bunyi jantung 2 (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, timpani,
asites (-). BU(+), turgor normal, hepar lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 3,
pitting edema (-)
14
Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran 2x20 mg (IV)
KGB (-) - Diazepam pulvis
Thorak:
3x2,5 mg (P.O)
Pulmo : Simetris (+), retraksi dinding dada
- Parasetamol syr
(-), stemfremitus sama kanan dan kiri (+),
3x120 mg (3x1 cth)
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-).
Cor : Iktus kordis (-), thrill (-), Bunyi (P.O)
jantung 1/ bunyi jantung 2 (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, timpani,
asites (-). BU(+), turgor normal, hepar lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 3,
pitting edema (-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.7
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung
kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam. 8
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih
dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 8
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam,
yaitu (1) Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam, dimana
kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik: > 7 lokus
kromosom (poligenik, autosomal dominan). 8
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. 5 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. 7 Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.7
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat.2
16
tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17
23 bulan), Usia puncak terjadinya kejang demam pada tahun kedua
kehidupan (14-18 bulan), kejang demam sedikit lebih sering pada
laki-laki.6
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun.1,4 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2-5%.3,4
17
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ
otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan
baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paruparu dan diteruskan ke otak melalui
kardiovaskuler.2 Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2 Sel dikelilingi oleh
suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na +
rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NaKATPase yang terdapat
pada permukaan sel.2 Keseimbangan potensial membran ini dapat
dirubah oleh adanya :
a.
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c.
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.2
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
18
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.2 Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang
akibat hipertermia.5
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak9. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
19
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.2
20
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1.
Kejang lama lebih dari 15 menit.
2.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial.
3.
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejangn demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2
kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang
mengalami kejang demam.7
21
Modifikasi kriteria Livingston:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari
ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada
epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
22
Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis
nervus VI, edema papil).8
3.3.10 Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada
algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan
profilaksis intermiten pada saat demam berupa :
o Antipiretik, Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
o Anti kejang, Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8
jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
suhu tubuh > 38,50 C.Terdapat efek samping berupa ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
o Pengobatan jangka panjang/rumatan, Pengobatan jangka panjang
hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
23
Kejang lama > 15 menit
Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang:
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan. 8
Indikasi rawat
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama kali
Terdapat kelainan neurologis. 8
24
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti.
25
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.
3.3.12 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik
dan tidak menyebabkan kematian.
26
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan. Perkembanganmental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal7. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah
menimbulkan kelainan saraf yang menetap6. Apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:8
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25
% - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.7
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
27
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam. 8
BAB IV
ANALISA KASUS
28
Seorang anak perempuan berusia 11 bulan berat 7,9 kg datang dengan
Keluhan utama pada pasien ini adalah kejang dengan temperatur 38,6 C. Secara
umum kejang demam dapat disebabkan karena adanya lesi di intrakranial
(meningitis, ensefalitis, ensefalopati atau abses otak) atau lesi ekstrakranial, dari
data kasus, dapat disesuaikan dengan data epidemiologi bahwa Kejang demam
sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Deskripsi kejang pada kasus ini adalah kejang yang berlangsung 1 kali
dengan lama 5-10 menit. Kejang berupa kaku pada seluruh tubuh dan mata
yang mendelik ke atas. Tidak ditemukan riwayat kejang sebelumnya. Setelah
kejang anak menangis. Disini didapatkan beberapa data bahwa kejang terjadi
<15 menit, kejang bersifat umum tonik tanpa gerakan fokal, dan kejang
hanya terjadi 1 kali dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Oleh karena itu,
klasifikasi kejang demam dalam hal ini adalah kejang demam sederhana.
29
menjadi fokus infeksi pada kasus ini. Pada pemeriksaan neurologis juga tidak
ditemukan adanya defisit neurologis sehingga dapat menyingkirkan kejang yang
disebabkan oleh proses intrakranial.
Untuk tatalaksana ISPA pada pasien ini adalah diberikan antibiotik injeksi
ampisilin 3x200 mg dan injeksi gentamisin 2x20 mg.
30
hangat jika pasien panas, serta edukasi dalam pemberian tatalaksana kejang
di rumah.
BAB V
PENUTUP
31
5.1 Kesimpulan
1. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
2. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa
3. Pengobatan dari kejang demam ialah pemberian anti kejang, antipiretik dan
atasi infeksi/ penyebab demam serta terapi rumatan.
5.2 Saran
1. Bagi dokter muda yang nantinya akan menjadi dokter umum sebagai
layanan primer, aplikasikan pemahaman mengenai kasus kejang demam
dalam memberikan tatalaksana pada pasien sesuai dengan standar
kompetensi dokter umum agar dapat meningkatkan angka kesejahteraan
hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI; 2012; 244-52.
2. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penanganan Kejang
32
Demam. UKK Neurologi PP IDAI; 2006: 1-10.
3. Jones T, Jacobsen S. Childhood Febrile Seizures, Overview and
I mplications. Int JMed Sci. 2007; 4:110-14.
4. Hirtz DG. Febrileseizures. PedinRev. 2010; 18:5-9.
5. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected Topicin Emergency Medicin.e Dalam:
McMilan JA, De Angelis CD, Feigen RD,Warshaw JB, Ed.Oskis
6. Kejang Demam. 2010. Staf fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Dalam:
Neurologi Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak.hal 847-848
7. Panduan Praktek Klinis (PPK) Divisi Neurologi. 2014. Departemen Kesehatan
Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Dalam: Kejang demam hal 23-
26.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Pedoman Pelayan Medis IDAI. Hal: 150
154.
9. Staf Pengajar IKA FKUI. 1997. Kejang Demam. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2.
FKUI. Infomedika. Jakarta, Hal: 484-485.
10. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal
1-23.
11. Behrman RE, Kliegman RM,. 2003. Febrile Seizure. Nelson Texbook of
Pediatrics. WB Sauders. Philadelpia. Chapter: 586 Hal: 1994.
12. Fuadi, Bahtera T, dan Wijayahadi N, 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang
Demam pada Anak. Sari Pediatri. 12(3) Hal. 142-149.
13. Nindela Rini, Dewi MR, Ansori I, 2014. Karakteristik Penderita Kejang Demam
di Instalasi Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Muhammad Hoesin
Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 1(1). 41-45.
33