Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. 1 Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Semua jenis
infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronkitis dan infeksi saluran
kemih.3
Kejang demam berulang terjadi pada 30% sampai 50% anak
dengan kejang demam pertama di bawah usia 1 tahun dan 28% anak
dengan kejang demam pertama diatas usia 1 tahun. Anak dengan kejang
demam kompleks hanya memiliki risiko 7% untuk mengalami kejang
demam kompleks kembali.
Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang <15
menit, umum ,tonik atau klonik, akan berhenti sendiri, tanpa gerakan
fokal atau berulang dalam waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks (kejang >15 menit, fokal atau kejang
umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali dalam
24jam).2,4
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada
lebih dari satu episode demam. Bila kejang terjadi pada demam yang tidak
tinggi, anak berisiko tinggi untuk mengalami kejang berulang.1 Hanya
sedikit penelitian yang membahas tentang predictor berulangnya kejang
demam. Beberapa factor risiko berulangnya kejang antara lain kejang
pertama terjadi sebelum usia 18 bulan,suhu tubuh rendah saat kejang (di

1
bawah 38oC), waktu pendek antara demam dan kejang, serta adanya
riwayat kejang demam dalam keluarga. 4

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada
kasus kejang demam sederhana?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus
kejang demam sederhana.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi kejang demam sederhana.
2. Mengetahui tanda dan gejala klinis anak dengan kejang demam
sederhana.
3. Mengetahui cara penatalaksanaan kejang demam sederhana.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
bahan referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu
kesehatan anak terutama tentang kejang demam.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat membantu
dalam mengaplikasikan penatalaksanaan kasus kejang demam
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS).
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan terutama dalam memberikan informasi atau edukasi
kesehatan berupa upaya pencegahan kepada pasien dan keluarga

2
terutama untuk kasus kejang demam sehingga angka
morbiditasnya dapat berkurang.

BAB II
LAPORAN KASUS

2. 1. Identitas Pasien

3
No. Rekam Medik : 53-29-19
Tanggal masuk : 26-01-2017
Nama : Desti Wahyuni
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 11-12-2013 ( 3 tahun )
Anak Ke : ke-2
Agama : Islam
Alamat :Jl. Kenten Sako Perumahan BSD Kel. Sako
Sumatera Selatan
Nama ibu : Ny. Ayu Juliani
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kenten Sako Perumahan BSD Kel. Sako
Sumatera Selatan

Nama ayah : Tn. Wahyidin


Usia : 31 tahun
Pekerjaan orang tua : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kenten Sako Perumahan BSD Kel. Sako
Sumatera Selatan

2. 2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Kejang sejak 30 menit SMRS

Keluhan Tambahan :
Demam (+), Batuk (+) dan Pilek (+)

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Sejak 3 hari SMRS, penderita batuk, tidak berdahak, pilek (+), sesak
nafas (-), demam (+), muntah (-), BAB dan BAK biasa, makan dan minum
seperti biasa. Penderita belum dibawa berobat ke dokter.

4
Sejak 1 hari SMRS, penderita demam, demam mendadak tinggi, terus
menerus namun tidak diukur dengan termometer. Penderita masih batuk,
berdahak (-), pilek (-), muntah (-), sesak nafas (-), BAB dan BAK biasa.

Sejak 10 jam yang lalu SMRS, penderita kejang, kejang terjadi pada
seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata mendelik ke atas. Kejang
terjadi 1x, lamanya 30 menit. Setelah kejang berhenti anak menangis.
Kemudian oleh keluarga penderita dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI

Riwayat Penyakit Dahulu :


Os tidak ada riwayat kejang.

Riwayat Penyakit Keluarga:


o Riwayat kejang karena panas di keluarga disangkal
o Riwayat epilepsi disangkal

Riwayat Kehamilan dan kelahiran


o GPA : G2P1A0
o Masa kehamilan : Aterm (38 minggu)
o Partus : Spontan
o Penolong : Bidan
o Berat badan lahir : 3200 gr
o Panjang Badan : 49 cm
o Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Makan
o Usia 0-6 bulan
ASI eksklusif, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan tampak
kehausan, frekuensi sebanyak 8-10 kali/hari dan lama menyusui 8-10
menit, bergantian kiri dan kanan.
o Usia 6-8 bulan

5
Bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan
ASI jika bayi lapar. Buah pisang/ pepaya sekali sehari satu potong (siang
hari).
o Usia 9 bulan saat ini.
Diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk
ikan, ayam/ tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi
hanya kadang-kadang. Buah pepaya/ pisang/ jeruk jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup

Riwayat Imunisasi
Jenis 0 I II III

1. BCG - 1 bulan - -
2. DPT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
3. Hepatitis Lahir 2 bulan 3 bulan 6 bulan
B 2 hari 2 bulan 3 bulan 6 bulan
4. Polio - 9 bulan -
5. Campak
6. Hib - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Perkembangan
Pasien tidak mengalami gangguan ataupun keterlambatan dalam masa
tumbuh kembang. Pada pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN (KPSP), di dapatkan
jawaban iya sebanyak 9 ini berarti perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya.

KPSP
No. Pemeriksaan Aspek Jawaban
Perkembangan
Ya Tidak

1. Pada posisi bayi telentang,


pegang kedua tangannya lalu tarik
perlahan-lahan ke posisi duduk. Gerak kasar
Dapatkah bayi mempertahankan

6
lehernya secara kaku seperti
gambar disebelah kiri? Jawab
TIDAK bila kepala bayi jatuh
kembali seperti gambar sebelah
kanan.

2. Pernahkah anda melihat bayi Gerak halus


memindahkan mainan atau kue
kering dari satu tangan ketangan
yang lain? Benda-benda panjang
seperti sendok atau kerincingan
bertangkai tidak ikut dinilai.

3. Tarik perhatian bayi dengan


memperlihatkan selendang, sapu Gerak halus
tangan atau serbet, kemudian
jatuhkan ke lantai. Apakah bayi
mencoba mencarinya? Misalnya
mencari di bawah meja atau di
belakang kursi?

4. Apakah bayi dapat memungut dua


benda seperti mainan/kue kering,
dan masingmasing tangan Gerak halus
memegang satu benda pada saat
yang sama? Jawab TIDAK bila
bayi tidak pernah melakukan
perbuatan ini.

5. Jika anda mengangkat bayi


melalui ketiaknya ke posisi berdiri,
dapatkah ia menyangga sebagian Gerak kasar
berat badan dengan kedua
kakinya? Jawab YA bila ia
mencoba berdiri dan sebagian
berat badan tertumpupada kedua
kakinya.

6. Dapatkah bayi memungut dengan


tangannya benda-benda kecil
seperti kismis,kacang-kacangan, Gerak halus
potongan biskuit, dengan gerakan
miring atau menggerapai seperti

7
gambar?

7. Tanpa disangga oleh bantal, kursi


atau dinding, dapatkah bayi duduk Gerak kasar
sendiri selama 60 detik?
8. Apakah bayi dapat makan kue Sosialisasi &
kering sendiri? kemandirian

9. Pada waktu bayi bermain sendiri


dan anda diam-diam datang Bicara &
berdiri di belakangnya, apakah ia bahasa
menengok ke belakang seperti
mendengar kedatangan anda?
Suara keras tidak ikut dihitung.
Jawab YA hanya jika anda melihat
reaksinya terhadap suara yang
perlahan atau bisikan.

10. Letakkan suatu mainan yang


dinginkannya di luar jangkauan Sosialisasi &
bayi, apakah ia mencoba kemandirian
mendapatkannya dengan
mengulurkan lengan atau
badannya?

Kesan : Perkembangan anak sesuai usia

Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Tinggal di rumah sendiri dengan 4 anggota keluarga (Ayah, Ibu, dan 1
orang anak). Penderita merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Ayah
penderita bekerja sebagai pedagang. Ibu penderita seorang ibu rumah
tangga.
Kesan: Sosio ekonomi menengah

2. 3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

8
Kesadaran : kompos mentis

Nadi : 120 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernapasan : 39 kali/menit

Suhu : 38,6 oC

Berat badan : 7,9kg

Panjang Badan : 73 cm

Saturasi O2 : 98 %

Status gizi ( Z score) :

BB/U : 0 SD s/d -2 SD (kesan : normal)

PB/U : 0 SD s/d -1 SD (kesan : normal)

BB/PB : 0 SD s/d -1 SD (kesan : gizi baik)

Keadaan Spesifik:

Kulit

Turgor kulit kembali cepat

Kepala

Bentuk : normocefali, bulat, simetris

UUB : Belum menutup, LK= 46 cm (0 SD s/d -1SD = normal)

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata, alopecia (-)

Mata : mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),

refleks cahaya (+), pupil bulat, isokor, 3 mm

Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)

Telinga : bentuk normal, sekret (-/-), deformitas (-/-)

Mulut : mukosa mulut kering (-), sianosis (-)

9
Tenggorok : uvula di tengah, tonsil tidak hiperemis, T1-T1, dinding faring

hiperemis

Leher : pembesaran KGB tidak ada

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)

Palpasi : strem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung

Inspeksi : iktus cordis dan voussour cardiaque tidak terlihat

Palpasi : thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas normal

Kanan atas : ICS II Linea parasternalis dekstra

Kanan bawah : ICS IV Linea parasternalis dekstra

Kiri bawah : ICS IV Linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR=120 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop


tidak ada. Bunyi Jantung I dan II normal

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

10
Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas

Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, CRT<2

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Motorik :

Tungkai Lengan
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan kiri

Segala Segala Segala Segala


Gerakan arah arah arah arah

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks
fisiologis +N +N +N +N

Refleks
patologis - - - -

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal

Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig

sign (-), Lasseque (-)

2. 4. Diagnosis Banding
Kejang Demam Sederhana DD/ - ISPA

11
-Infeksi Intrakranial

2. 5. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Rutin
o Hb : 11,5 g/dl

o Leukosit (WBC) : 26.200/mm3 (Leukositosis)

o Diff count : 0/2/2/73/21/2

o Hematokrit (Ht) : 32%

o Trombosit (PLT) : 383.000/L

o CRP :+

2. 6. Diagnosis Kerja
Kejang Demam Sederhana dan ISPA

2. 7. Penatalaksanaan
Non Farmakologis

o Rawat inap untuk menilai kemajuan terapi


o Edukasi orang tua kompres jika demam dan menerangkan tentang
penyakit yang diderita
o Istirahat yang cukup

Farmakologis

o O2 nasal 2 liter/ menit


o IVFD D5 NS gtt 8 x/menit (makro)
o Injeksi Ampicillin 3x200mg (IV)
o Injeksi Gentamisin 2x20 mg (IV)
o Diazepam pulvis 3x2,5 mg (P.O)
o Parasetamol syr 3x120 mg (3x1 cth) (P.O)

2. 8. Prognosis

12
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad Functionam: Bonam

2.9. Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan
21 S: Demam (+), Batuk (+), Kejang (-) P:
November - O2 nasal 2 liter/ menit
O: KU : Tampak sakit ringan
2016 HR : 122 x/m - IVFD D5 NS gtt 8
RR : 39 x/m
x/menit (makro)
Temp: 38,1oC
SpO2 : 98% - Injeksi Ampicillin
BB : 7,9 kg
3x200mg (IV)
Kepala: Normocephalia, CA(-/-)`, SI(-/-),
NCH (-/-), bibir kering (-), mata cekung(-), - Injeksi Gentamisin

secret hidung (-), Faring hiperemis (+) 2x20 mg (IV)


Leher : Pemb tiroid (-), pemb KGB (-) - Diazepam pulvis
Thorak:
Pulmo : Simetris (+), retraksi dinding dada 3x2,5 mg (P.O)

(-), stemfremitus sama kanan dan kiri (+), - Parasetamol syr

vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-). 3x120 mg (3x1 cth)


Cor : Iktus kordis (-), thrill (-), Bunyi (P.O)
jantung 1/ bunyi jantung 2 (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, timpani,
asites (-). BU(+), turgor normal, hepar lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 3,
pitting edema (-)

A: Kejang Demam Sederhana + ISPA

22 S: Demam (-), Batuk (+), Kejang (-) P:

13
November - O2 nasal 2 liter/ menit
O: KU : Tampak sakit sedang
2016 - IVFD D5 NS gtt 8
HR : 125 x/m
RR : 36 x/m x/menit (makro)
o
Temp: 37,2 C
- Injeksi Ampicillin
SpO2 : 98%
Kepala: Normocephalia, CA(-/-)`, SI(-/-), 3x200mg (IV)
NCH (-/-), mata cekung(-), secret hidung - Injeksi Gentamisin
(-), Faring hiperemis (+) 2x20 mg (IV)
Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran
- Diazepam pulvis
KGB (-)
Thorak: 3x2,5 mg (P.O)
Pulmo : Simetris (+), retraksi dinding dada - Parasetamol syr
(-), stemfremitus sama kanan dan kiri (+), 3x120 mg (3x1 cth)
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-). (P.O)
Cor : Iktus kordis (-), thrill (-), Bunyi
jantung 1/ bunyi jantung 2 (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, timpani,
asites (-). BU(+), turgor normal, hepar lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 3,
pitting edema (-)

A: Kejang Demam Sederhana + ISPA

22 S: Demam (-), Batuk (+), Kejang (-) P:


November - O2 nasal 2 liter/ menit
O: KU : Tampak sakit sedang
2016 HR : 116 x/m - IVFD D5 NS gtt 8
RR : 36 x/m
x/menit (makro)
Temp: 36,5oC
SpO2 : 98% - Injeksi Ampicillin
Kepala: Normocephalia, CA(-/-)`, SI(-/-),
3x200mg (IV)
NCH (-/-), mata cekung(-), secret hidung
- Injeksi Gentamisin
(-), Faring hiperemis (-)

14
Leher : Pembesaran tiroid (-), pembesaran 2x20 mg (IV)
KGB (-) - Diazepam pulvis
Thorak:
3x2,5 mg (P.O)
Pulmo : Simetris (+), retraksi dinding dada
- Parasetamol syr
(-), stemfremitus sama kanan dan kiri (+),
3x120 mg (3x1 cth)
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-).
Cor : Iktus kordis (-), thrill (-), Bunyi (P.O)
jantung 1/ bunyi jantung 2 (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, timpani,
asites (-). BU(+), turgor normal, hepar lien
tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT < 3,
pitting edema (-)

A: Kejang Demam Sederhana + ISPA

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kejang Demam


3.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang
disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. 8
Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan
5 tahun.6 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,

15
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.7
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung
kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam. 8
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih
dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 8
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam,
yaitu (1) Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam, dimana
kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik: > 7 lokus
kromosom (poligenik, autosomal dominan). 8
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. 5 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. 7 Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.7
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat.2

3.3.2 Epidemiologi Kejang Demam


Kejadian kejang demam diperkirakan 2% - 4% di Amerika
Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih

16
tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17
23 bulan), Usia puncak terjadinya kejang demam pada tahun kedua
kehidupan (14-18 bulan), kejang demam sedikit lebih sering pada
laki-laki.6
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun.1,4 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2-5%.3,4

3.3.3 Etiologi Kejang Demam


Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.6 Demam yang disebabkan
oleh infeksi ekstrakranial.9

3.3.4 Faktor Risiko Kejang Demam


Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah
demam.2 Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara
kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik.2.5 Selain
itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa
neonatus, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium rendah,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi.2.5
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat
epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan, lebih dari satu
kali kejang demam kompleks.5

3.3.5 Patofisiologi Kejang Demam

17
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ
otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan
baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paruparu dan diteruskan ke otak melalui
kardiovaskuler.2 Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.2 Sel dikelilingi oleh
suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na +
rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran
dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NaKATPase yang terdapat
pada permukaan sel.2 Keseimbangan potensial membran ini dapat
dirubah oleh adanya :
a.
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c.
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.2
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

18
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.2 Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang
akibat hipertermia.5
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak9. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang

19
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.2

3.3.6 Klasifikasi Kejang Demam


a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.10 Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam.9 Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang
demam sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan
tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain,
misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya.
Bila dalam riwayat penderita pada usia sebelumnya terdapat
periode-periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi
akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang terjadi
kemudian harus berhatihati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya.6
Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul
ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga
seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa
anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tibatiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.6
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonikklonik seperti kejang grand mal;
kadangkadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.
Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu
yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih
mungkin.6

20
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1.
Kejang lama lebih dari 15 menit.
2.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial.
3.
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejangn demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2
kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang
mengalami kejang demam.7

3.3.7 Manifestasi Klinik Kejang Demam


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat
yang disebabkan oleh lesi ektrakranial, misalnya infeksi saluran
pernapasan akut, tonsilitis, otitis media akut, gastroenteritis. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.2
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi
kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by
fever).

21
Modifikasi kriteria Livingston:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari
ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada
epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

3.3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk
mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi
darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan
darah, urin atau feses.
Pemeriksaan\ cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi
lumbal dianjurkan pada:
Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak
direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam
yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak berusia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika
ada indikasi, misalnya :

22

Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastisitas)

Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis
nervus VI, edema papil).8

3.3.9 Diagnosis Banding


Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita
demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang
itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). 9 Pungsi lumbal
terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika
pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi
lumbal.2

3.3.10 Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada
algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan
profilaksis intermiten pada saat demam berupa :
o Antipiretik, Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
o Anti kejang, Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8
jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
suhu tubuh > 38,50 C.Terdapat efek samping berupa ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
o Pengobatan jangka panjang/rumatan, Pengobatan jangka panjang
hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):

23
Kejang lama > 15 menit
Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang:
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan. 8
Indikasi rawat

Kejang demam kompleks

Hiperpireksia

Usia dibawah 6 bulan

Kejang demam pertama kali

Terdapat kelainan neurologis. 8

3.3.11 Edukasi Pada Orang Tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi
orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan
bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya: 7
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

24
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti.

25
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.

Gambar 1 algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus


IDAI 2016

3.3.12 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik
dan tidak menyebabkan kematian.

26
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan. Perkembanganmental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal7. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah
menimbulkan kelainan saraf yang menetap6. Apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:8
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25
% - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.7
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

27
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam. 8

BAB IV
ANALISA KASUS

28
Seorang anak perempuan berusia 11 bulan berat 7,9 kg datang dengan
Keluhan utama pada pasien ini adalah kejang dengan temperatur 38,6 C. Secara
umum kejang demam dapat disebabkan karena adanya lesi di intrakranial
(meningitis, ensefalitis, ensefalopati atau abses otak) atau lesi ekstrakranial, dari
data kasus, dapat disesuaikan dengan data epidemiologi bahwa Kejang demam
sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.

Dari alloanamnesis didapatkan keluhan panas yang mendadak tinggi


disertai dengan batuk dan pilek sebelum terjadinya kejang. Hal ini menunjukan
bahwa adanya infeksi saluran nafas pada anak ini menjadi fokus infeksi
terjadinya kejang demam. Secara teori batuk dan pilek (ISPA) merupakan etiologi
dari terjadinya kejang demam. Demam yang ditimbulkan oleh ISPA menjadi
faktor terjadinya kejang demam dan juga pada penelitian yang dilakukan Rini
pada tahun 2014 didapatkan bahwa infeksi saluran nafas atas menjadi faktor
utama terjadinya kejang demam pada anak, diikuti dengan gastroenteritis,
bronkopneumonia, otitis media dan ISK. Sehingga dalam kasus ini infeksi
saluran nafas atas tersebut menjadi faktor ekstrakranial yang mencetuskan
terjadinya kejang demam.

Deskripsi kejang pada kasus ini adalah kejang yang berlangsung 1 kali
dengan lama 5-10 menit. Kejang berupa kaku pada seluruh tubuh dan mata
yang mendelik ke atas. Tidak ditemukan riwayat kejang sebelumnya. Setelah
kejang anak menangis. Disini didapatkan beberapa data bahwa kejang terjadi
<15 menit, kejang bersifat umum tonik tanpa gerakan fokal, dan kejang
hanya terjadi 1 kali dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Oleh karena itu,
klasifikasi kejang demam dalam hal ini adalah kejang demam sederhana.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,6 oC per axila, faring


hiperemis, Dari data ini didapatkan bahwa suhu >38 oC merupakan suhu
tinggi yang dapat memicu terjadinya kejang, adanya demam yang dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan potensial membran sel neuron sehingga
terjadi kejang dan juga faring hiperemis merupakan tanda adanya ISPA yang

29
menjadi fokus infeksi pada kasus ini. Pada pemeriksaan neurologis juga tidak
ditemukan adanya defisit neurologis sehingga dapat menyingkirkan kejang yang
disebabkan oleh proses intrakranial.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini berupa pemeriksaan


labortorium darah rutin untuk mengevaluasi penyebab demam pada kasus ini.
Disini didapatkan nilai leukosit 16.200 /mm 3 ini menunjukan adanya
peningkatan leukosit yang kemungkinan disebabkan oleh ISPA sehingga dapat
terjadi demam pada anak. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam yang
tidak khas seperti KDK pada anak >6 tahun atau kejang demam fokal.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada kasus ini adalah kejang demam
sederhana dan ISPA.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan O2 nasal 2 liter/menit


untuk meningkatkan perfusi oksigen pada jaringan. Pasien ini tidak diberikan
obat rumatan karena tidak memenuhi empat indikasi berikut: (1) kejang lama
>15 menit, (2) anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi
mental, dan hidrosefalus, (3) kejang fokal, (4) bila ada keluarga sekandung
atau orang tua yang mengalami epilepsi. Oleh karena itu, pasien ini diberikan
pengobatan intermiten yang merupakan pengobatan pada saat anak
mengalami demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Pasien
diberikan antipiretik parasetamol syr 3x120 mg (3x1 cth) per oral dan obat
antikonvulsan diazepam pulvis 3x2,5 mg.

Untuk tatalaksana ISPA pada pasien ini adalah diberikan antibiotik injeksi
ampisilin 3x200 mg dan injeksi gentamisin 2x20 mg.

Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah


bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu,
keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres

30
hangat jika pasien panas, serta edukasi dalam pemberian tatalaksana kejang
di rumah.

BAB V
PENUTUP

31
5.1 Kesimpulan
1. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
2. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa
3. Pengobatan dari kejang demam ialah pemberian anti kejang, antipiretik dan
atasi infeksi/ penyebab demam serta terapi rumatan.

5.2 Saran
1. Bagi dokter muda yang nantinya akan menjadi dokter umum sebagai
layanan primer, aplikasikan pemahaman mengenai kasus kejang demam
dalam memberikan tatalaksana pada pasien sesuai dengan standar
kompetensi dokter umum agar dapat meningkatkan angka kesejahteraan
hidup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI; 2012; 244-52.
2. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penanganan Kejang

32
Demam. UKK Neurologi PP IDAI; 2006: 1-10.
3. Jones T, Jacobsen S. Childhood Febrile Seizures, Overview and
I mplications. Int JMed Sci. 2007; 4:110-14.
4. Hirtz DG. Febrileseizures. PedinRev. 2010; 18:5-9.
5. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected Topicin Emergency Medicin.e Dalam:
McMilan JA, De Angelis CD, Feigen RD,Warshaw JB, Ed.Oskis
6. Kejang Demam. 2010. Staf fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Dalam:
Neurologi Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak.hal 847-848
7. Panduan Praktek Klinis (PPK) Divisi Neurologi. 2014. Departemen Kesehatan
Anak RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Dalam: Kejang demam hal 23-
26.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Pedoman Pelayan Medis IDAI. Hal: 150
154.
9. Staf Pengajar IKA FKUI. 1997. Kejang Demam. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2.
FKUI. Infomedika. Jakarta, Hal: 484-485.
10. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. Hal
1-23.
11. Behrman RE, Kliegman RM,. 2003. Febrile Seizure. Nelson Texbook of
Pediatrics. WB Sauders. Philadelpia. Chapter: 586 Hal: 1994.
12. Fuadi, Bahtera T, dan Wijayahadi N, 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang
Demam pada Anak. Sari Pediatri. 12(3) Hal. 142-149.
13. Nindela Rini, Dewi MR, Ansori I, 2014. Karakteristik Penderita Kejang Demam
di Instalasi Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Muhammad Hoesin
Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 1(1). 41-45.

33

Anda mungkin juga menyukai