TRAUMA KAPITIS
EPIDEMIOLOGI
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa cedera kepala terjadi dan datang ke ruang gawat
darurat antara jam 16 sampai dengan tengah malam.Kemudian frekuensi paling tinggi terdapat
antara hari Jumat dan Minggu.Prevalensi kejadian pada pria adalah 2-4 kali lebih tinggi daripada
wanita. Terutama pada pria muda dan pada usia tua. Hal ini terutama dikarenakan kekerasan dan
kecelakaan lalu lintas.
Secara umum kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama trauma kepala dengan
prosentase diatas 50%.
Data dari Health Interview Survey menunjukkan bahwa sekitar seperlima trauma kepada
masuk kategori moderate sampai parah. Hanya 15% dari total trauma kepala di populasi yang
dirawat di Rumah Sakit, dan hanya 9,6% dari yang masuk rumah sakit mempunyai GCS antara 3-
11.
Angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat berkisar antara 14-30 per 100.000
penduduk. Angka kematian dari pasien yang masuk rumah sakit berkisar sangat lebar antara 4
25%. Lebih dari 60% kematian terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit.
DEFINISI
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.
Trauma capitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak. (Black, 1997).
Cedera kepala adalah cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada kulit
kepala, tulang tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan.
(Lukman, 1993).
Trauma kepala (Trauma Capitis) adalah cedera daerah kepala yang terjadi akibat
dipukul atau terbentur benda tumpul. Untuk mengatasi trauma kepala, maka tengkorak kepala
sangat berperan penting sebagai pelindung jaringan otak. Cedera pada otak bisa berasal dari
trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena
tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan
pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan
itu bisa terjadi seketika atau rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan (At a glance,
2006 ).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah suatu cedera yang terjadi pada daerah kepala yang dapat mengenai
kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak. 2 Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat
kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). 1 Meskipun pada
kenyataannya sebagian besar kasus trauma kepala bersifat ringan dan tidak memerlukan
perawatan khusus, tetapi pada kasus trauma kepala yang berat tidak jarang berakhir dengan
kematian atau kecacatan.
ETIOLOGI
Cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar (Arif Musttaqin, 2008) berupa:
b. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan panas.
Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak, cedera muskuloskeletal dan kerusakan
organ.
Penatalaksanaan Khusus
a. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah
tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut:
Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal
Foto servikal jelas normal
Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan
instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
Kriteria perawatan di rumah sakit:
Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan
Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun
Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
Intoksikasi obat atau alcohol
Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.
b. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak), dengan skala korna
Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk
observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko
timbuInya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah
minimal.
c. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada
pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial
yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi.
Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif.
Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi
Pertahankan posisi kepala sejajar atau gunakan tekhnik chin lift atau jaw trust.
Monitor tekanan darah
Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila
memungkinkan.
Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan Ringer laktat) yang
diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salin 0,45% atau
dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema serebri.
Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan
keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal.
Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan
asetaminofen atau kompres dingin.
Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena. Jika
pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7- 10 hari. Steroid: steroid tidak
terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan risiko
infeksi, hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya dipakai sebagai pengobatan
terakhir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena sebap 4-6 jam selama 48-72
jam).
Profilaksis trombosis vena dalam
Profilaksis ulkus peptic
Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko meningitis
pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara intrakranial tetapi
dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih virulen.
CT Scan lanjutan
Komplikasi Cedera Kepala Berat
Kebocoran cairan serebrospinal
Fistel karotis-kavemosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis, dan bruit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
Diabetes insipidus oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis.
http://ryosthalopheforever.blogspot.com/2013/10/trauma-capitis-gadar.html
Trauma pada struktur anatomi maxillofacial sangat membutuhkan perahatian khusus. Hal ini dikarenakan muka
mendukung beberapa fungsi tubuh yang vital,seperti melihat, mendengar, membau, bernafas,
makan,berbicara.Regio maxillofacial dibagi menjadi 3 bagian :
Upper face : fraktur (patah tulang) mencngkup os frontal dan sinus frontal
Lower midface : trdiri dari alveolus maxilla, gigi, dan terjadi frkatur maxilla tipe Le Fort I
Frekuensi
Lebih dari 3 juta orang di amerika mengalami trauma / cidera seperti ini.
Etiologi
Facial trauma pada daerah urban disebabkan oleh perkelahian, kecelakaan kendaraan bermotor, dan
kecelakaan industry. Penyebab lain yan penting meliputi, trauma penetrasi (luka pisau atau luka tembak),
domestic violence, dan kekerasan pada anak dan orang tua
Os nasal, mandibula, dan zygoma, merupakan tulang yang paling sering mengalami frakturselama perkelahian.
Patofisiologi
Gaya yang menyebabkan cidera dapat dibedakan jadi 2, yaitu high impact atau low impact. Keduanya dibedakan
apakah lebih besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Setiap region pada wajah membutuhkan gaya
tertentu hingga menyebabkan kerusakan dan masing masing region berbeda beda. Margo Supraorbital,
maxilla, dan mandibula (bagian syimphisis dan angulus) dan frontal membutuhkan gaya yang high impact agar
bias mengalami kerusakan. Sedangkan os zygoma dan os nasal dapat mngalami kerusakan hanya dengan
terkena gaya yang low impact.
Berikut ini masing masing penyebab fraktur pada maxilla facial trauma :
Fraktur os frontal : Disebabkan oleh pukulan yang keras pada bagian dahi. Mencangkup Tabula
anterior dan tabula posterior sinus frontalis. Apabila tabula posterior mengalami fraktur, diperkirakan akan
menyebabka luka pada dura mater (meninges). Selain itu sering juga terjadi kerusakan duktus naso frontal
Fraktur dinding bawah / lantai orbita : cidera pada lantai orbita dapat terjadi sebagai fraktur yang
sendiri, namun dapat juga menyebabkan fraktur dinding medial. Adanya fraktur tersebut menyebabkan
adanya peningkatan tekanan pada intraorbita yang dapat merusak aspek terlemah dari dinding orbit, yaitu
dinding medial dan lantai. AKibatnya herniasi dari struktur yang terdapat didalam orbita ke dalam sinus
maxillary dapat terjadi dan insidensi yang tinggi pada cidera mata, namun bulbus oculi jarang sapai rupture.
Fraktur nasal : disebabkan oleh gaya yang ditransmisikan oleh trauma langsung
Fraktur nasoethmoidal : perluasan dari tulang nasal hingg tulang etmoid dan dapat mnyebabka
kerusakan canthus medial mata, apparatus lacrimal ata ductus nasofronta lis. Dapat juga menyebabkan
laserasi pada lamina cribrosa os frontal
Fraktur arcus zygomaticus : disebabkan karena pukulan langsung pada arcus zygomaticus dapat
mnyebabkan fraktur pada sutura zygomaticotemporal
Fraktur kompleks zygomaticomaxilla : fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung. Garis fraktur
meluas melalui sutura zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, zygomaticomaxlla dan artikulasi dengan ala
magna os sphenoid. Garis fraktur biasanya meluas hingga foramen intraorbita dan lantai orbita. Cidera ocular
yang bersamaan juga sering terjadi.
Fraktur Le Fort II merupakan fraktur pyramidal yang dimulai dari os nasal dan meluas
melalui os etmoid dan os lacrimal, turun kebawah melalui sutura zygomaticofacial, berlanjut ke posterior
dan lateral melalui maxilla, dibawah zygomaticus dan kedalam pterigoid
Fraktur Le Fort III atau disebut juga craniofacial dysjunction merupakan terpisahnya
semua tulang muka dari basis crania dengan fraktus simultan zygoma, maxilla, dan os nasal. Garis
fraktur meluas ke posterolateral melaui os etmoid, orbits, dan sutura pterygomaxilla samapi kedalam
fossa sphenopalatina.
Fraktur Mandibula : Dapat terjadi pada banyak lokasi disebabkan bentuknya yang seperti huruf U
dan lemahnya condylar neck. Fraktur dapat terjadi bilateral pada tepat yang terpisah dari tempat mengalami
trauma langsung.
Fraktur Alveolar : dapat terjadi akibat gaya Low impact atau dapat disebabkan dari perluasan garis
fraktur melalui porsio alveolar dari maxilla dan mandibula
Fraktur panfacial : biasanya disebabkan akibat mekanisme yang high impact yang menyebabkan
cedera pada wajah bagian atas, mid face, dan lower face. Farktur ini dapat teriri dari 3 dari 4 unit facial.
Presentasi klinis
Fraktur os frontal
Presentasi : gangguan atau adanya krepitasi pada margo supraorbita, emphsema subcutan dan parestesia
nervus supraorbita dan nervus supratrochlear. Pada pasien yang sadar, nyeri wajah merupakan gejala yang
lazim. Laserasi, kontusio atau heatoma pada dahi merupakan tanda cidera sinus frontal. Depresi yang tampak
pada dahi merupakan tanda yang penting, namun dapat dengan mudah tidak teramati pda presentasi akut
karena berkaitandengan edema jaringan luna. CSF (Cerebrospinal fluid) rhinorrhea. Halo sign atau B2
transferring untuk konfimasi kebocoran
Presentasi : edemaperiorbita, crepitasi, ecch mosis, enophtalmos dan cidera ocular. Nervus infraorbita sering
juga mengalami kerusaka kerusakan nervus infraorbita dapat mnyebabkan paresthesia atau anesthesia pada sisi
lateral hidung, bibir bagian atas dan g inggiva maxilla pada sisi yang terkena. Adanya disfungsi pergerakan bola
mata ke atas dank e arah lateral akibat terjebaknya musculus rectus inferior. Apabila entrapment nervus terjadi,
intervensi surgical emergency harus segera dilakuakan, untuk mencegah atrofi m.rectus inferior.
Fraktur nasal
Presentasi : hidung mengalami edema dan nyeri tekan, terdapat displacement, crepitasi dan epitaxis. Inspeksi
septum untuk ekslusi septal hematomayang terjadi pada anak.
Fraktur Nasoethmoidal
Presentasi : Telecathus (peningkatan jarak antara canthus medial kedua mata), epitaxis, cerebrospinal fluid
rhinorrhea, dan epiphora yang disebabkan oleh terhalangnya ductus naso lacrimal
Presentasi : depersi malar, pendataran tulang pipi, nyeri tekan penonjolan zygoma. Flame sign : jerusakan dan
depresi tendon canthal lateral, pendarahan sub conjunctival, paresthesi pada sisi lateral hidung dan bibir bagian
atas, diplopia akibat m. rectus inferior, intraoral ecchimosis
Faktur maxilla
Presentasi :
Le Fort I : edema facial dan mobilitas padi palatum durum dan alveolus maxilla dan gigi
Le Fort II : Edem Facial, Tele canthus, pendarahan subconjunctival, mobilitas maxilla, pada sutura
nasofrontal,epitaxis, dan kemungkinan rhinorrea CSF
Le Fort III : Edema massive, dengan wajah tampak membulat, memanjang da mendatar, Epitaxis, rhinorrea CSF,
dan pergerakan tulang wajah akibat manipulasi gigi, dan palatum durum
Fraktur Alveolus
Fraktur Mandibula
Presentasi : Fraktur Condilus (tampak nyeri saat palpasi anterior Meatus acusticus externa), COnylus yang
fraktur gak akan bergerak ketika mandibula membuka atau menutup. Fitur yang lazim: nyeri saat menggerakan
rahang, malocculusi gigi, dan ketidak mampuan membuka mulut, mobilitas dan crepitasi pada symphisis,angulus
atau corpus. Intraoral edema, ecchymosis, pendarahan gusi. Kerusakan nervus alveolar,mencangkup rus mental
dapat menyebabkan paresthesia atau anesthesia setengah dar bibir bagian bawah, gigi dan gusi.
Referensi :
http://emedicine.medscape.com/article/434875-overview#a1