Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Diabetes Mellitus


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan

nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Amin &

Hardhi, 2015).
Batasan karakteristik dari nyeri akut yaitu :
Kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makan, berat badan 20%

atau lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan

rambut berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang makanan, kurang

informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan

asupan makanan adekuat, kesalahan konsepsi, kesalahan informasi,

membran mukosa pucat, ketidakmampuan mmakan makanan, tonus otot

menurun, mengeluh gangguan sensasi rasa, mengeluh asupan makanan

kurang dari RDA (rekomended daily allowance), cepat kenyang setelah

makan, sariawan rongga mulut, steatorea, kelemahan otot pengunyah,

kelemahan otot menelan.


Faktor yang berhubungan yaitu :
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien
d. Ketidak mampuan untuk mencerna makanan
2. Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan

4
5

menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, dan neuropati. (Yuliana

Elin, 2009 dalam Amin & Hardhi, 2015).


Diabetes Melitus (DM), penyakit gula, atau kencing manis adalah

penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal

(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin, baik saaat absolut maupun

relatif (Ning Harmanto, 2004).

B. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Menurut Amin dan Hardhi, (2015) klasifikasi daibetes mellitus sabagai

berikut
1. Klasifikasi Klinis :
a. DM
1) Tipe I : IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses

autoimun.
2) Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati :


Tipe II dengan obesitas
Tipe II tanpa obesitas
b. gangguan toleransi glukosa
c. diabetes kehamilan
2. Klasifikasi Resiko Statistik :
a. sebelumnya pernah menderita kelianan toleransi glukosa
b. berpotensi menderita kelainan glukosa

C. Etiologi
1. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel

beta pankreas yang disebabkan oleh :


a. Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah

terjadinya diabetes tipe I


b. Faktor imunologi (auto imun)
6

c. Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang menimbulkan ekstruksi sel beta


2. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor

resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia,

obesitas, riwayat dan keluarga.


Hasil pemeriksaaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi

menjadi 3 yaitu : (Sudoyo Aru, dkk 2009 dalam Amin & Hardhi, 2015).
a. <140 mg/dl : normal
b. 140-<200 mg/dl : toleransi glukosa terganggu
c. 200 mg/dl : diabetes

Faktor-faktor risiko diabetes tipe II yaitu (Karen Kingham, 2009)

a. Berumur lebih dari 45 tahun, berat badan berlebih


b. Berumur lebih dari 45 tahun, tekanan darah tinggi
c. Berumur lebih dari 45 tahun, jarang sekali olahraga
d. Berumur lebih dari 45 tahun, memiliki anggota keluarga yang

mengidap diabetes
e. Berumur lebih dari 35 tahun, keturunan Asia, Eropa Selatan, India,

Hispanik, Aborigin, penduduk Selat Torres, atau Polinesia


f. Berumur lebih dari 55 tahun
g. Pernah mangalami diabetes gestasional atau memiliki bayi berbobot

lahir lebih dari 4 kg


h. Memiliki berat badan berlebih, mengalami sindrom ovarium polikistik

(polycycistic ovarium syndrome, PCOS)


i. Memiliki berat badan berlebih, dengan tumpukan lemak

terkonsentrasi pada bagian perut ketimbang pinggul dan paha


j. Memiliki tekana darah tinggi, kadaqr kolesterol darah tinggi, atau

kadar trigliserida yang tinggi

D. Patofisiologi
7

Diabetes Mellitus merupakan salah satu gangguan pada organ

pankres. Dalam pankres terdapat pulau pulau langerhans yang terdiri dari

sel beta yang mengeluarkan insulin sel alpa yang memproduksi glukagon dan

sel beta yang mengeluarkan somastostatin. Berdasarkan penyebabnya

Diabetes Mellitus dibagi menjadi dua tipe yaitu: DM Tipe I : Insulin

Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) atau tergantung insulin karena sel-sel

beta pankres telah dihancurkan oleh autoimun, Hiperglikemia terjadi akibat

glukosa yang tidak terukur oleh hati, disamping itu glukosa yang berasal dari

makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah

dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). DM Tipe II :

non insulin Diabetes Mellitus (NIDDM) atau tidak tergantung insulin hasil

produksi prankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal

terhadap insulin sehingga terjadi pengiriman glukosa ke sel tubuh. Biasanya

terjadi pada usia lebih dari 30 tahun muncul berlahan lahan biasa dikontrol

dengan DOA (Diit, Obat, Activity).


Dari ke dua tipe DM tersebut apabila terjadi penurunan insulin dan

peningkatan glukagon, akibat kegagalan sel beta pankreas untuk

memproduksi insulin akan terjadi lipolisis, glikogenolisis, insufisiensi

glukosa, dan katabolisme protein. Pemecahan lemak (Lipolisis) yang terjadi

diotot secara terus-menerus akan mengakibatkan peningkatan produksi badan

keton dalam darah yang mengganggu kesemimbangan asam basa tubuh dan

menyebabkan adanya keton dalam darah yang mengganggu keseimbangan

asam basa tubuh dan menyebabkan adanya keton dalam urin (keton urea).

Hiperglikemia terjadi karena glikogenosis dimana ginjal tidak dapat


8

menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, vmaka timbul glukosuria.

Glukosuria akan mengakibatkan pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan (Diuresis Osmotik) lalu menyebabakan poliuri yang kemudian

menyebabakan kehilangan elektrolit dalam sel, kehilangan elektrolit yang

berlebihan menyebabkan dehidrasi, sehingga muncul masalah resiko syok.

Peningkatan pengeluaaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi),

Karena glukosa hilang bersama kemih maka pasien mengalami keseimbangan

kalori kemudian sel mengalami kekurangan bahan untuk metabolisme lalu

merangsang hipotlamus. Peningkatan rasa lapar yang semakin besar timbul

sebagai akibat kehilangan kalori sehingga terjadi banyak makan (polipagia)

dan dapat timbul ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Kehilangan kalori menyebabkan protein dan lemak dibakar, BB menurun

kemudian pasien mengeluh lelah sehingga muncul masalah keletihan.

Peningkatan produksi badan keton dalam darah menyebabkan asidosis dan

bila berlangsung lama menyebabkan penurunan kesadaran (koma diabetik).


Terjadinya hiperglikemi menyebabkan viskositas darah meningkat,

aliran darah lambat terjadilah iskemik jaringan yang kemudian

mengakibatkan masalah ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer. Gula

dalam darah tidak dapat dibawa masuk dalam sel menyebabkan anabolisme

protein menurun, terjadinya kerusakan pada antibodi kemudian kekebalan

menurun sehingga terjadinya masalah resiko infeksi.

Skema 2.1
Fathway Diabetes Mellitus
Faktor genetik Kerusakan sel beta Ketidak Gula dalam darah tidak
Inveksi virus seimbangan dapat dibawa masuk dalam
produksi insulin sel
Pengerusakan imunologik
9

Glukosuria Batas melebihi Hiperglikemia Anabolisme protein


ambang ginjal menurun

Dieresis osmotik Viskositas darah Syok hiperglikemik Kerusakan pada antiibodi


meningkat

Poliuri Retensi Urine Aliran darah lambat Koma diabetik Kekebalan tubuh menurun

Kehilangan elektrolit Iskemik jairngan


dalam sel Resiko infeksi Neuropati sensori perifer

Dehidrasi Ketidakefektifan
perfusi jaringan Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
perifer

Resiko Syok
Gangrene Kerusakan integritas
Kehilangan kalori jaringan

Merangsang hipotalamus
Sel kekurangan Protein dan lemak BB menurun
bahan untuk dibakar
metabolisme
Pusat lapar dan haus

Keletihan
Katabolisme lemak Pemecahan protein
Polidipsia, Polipagia

Asam lemak
Ketidak seimbangan Keton Ureum
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Keteasidosis

(Amin & Hardhi 2015)

E. Manifestasi Klinis
10

Manfestasi klinis DM dikatakan dengan konsekuensi metabolic defisiensi

insulin (Price & Wilson dalam Hardi & Amin, 2015)

1. Kadar glukosa puasa tidak normal


2. Hiperglikemia berast berakibat glukosaria yang akan menjadi dieresis

osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa

haus (polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (Polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,

impotensi, peruritas, vulva.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah
Tabel 2.1
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa dengan Metode Enzimatik

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM

sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM

puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 900-110
2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2jam post prandial (pp) > 200

mg/dl).
3. Tes laboratorium
11

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes

pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.


4. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a. GDP (Gula Darah Puasa), GDS (Gula Darah Sewaktu)
b. Tes Glukosa Urin:
1) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
2) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
5. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada Dm adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah

2 jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO

6. Tes monitoring terapi


a. GDP : plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikas
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, Kreatinin, Asam Urat
c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : p;asma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)

G. Komplikasi
Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, dalam jangka panjang

penyakit diabetes mellitus bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Karena

itu, penderita diabetes melitus jangan sampai lengah untuk selalu mengukur

kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau dilakukan sendiri. Jika tidak

waspada, DM bisa mengakibatkan gangguan pembuluh darah sebagai

berikut : (Ning Hermanto 2005)


1. Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan pada jantung akibat DM. Glukosa

darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar
12

kolesterol dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi

aterolkerosis atau penyempitan pembuluh darah. Karenanya, para

oenderita diabet perlu memerikasakan kadar kolesterol dan trigliserida

darah secara rutin.


2. Gangren dan Impotensi
Penderita DM yang kadar glukosanya tidak terkontrol, respons

imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti

infeksi pada saluran kencing, infeksi pada paru, serta pada infeksi kaki.

Infeksi pada kaki mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan

dikenal sebagai penyulut gangren atau ulkus. Jika dibiarkan kaki akan

pembusukan dibagian luka karena tidak mendapatkan aliran darah.

Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes banyak tersumbat atau

terjepit. Jika mambusuk mau tidak mau bagian yang terinfeksi harus

diamputasi. Penerita diabetes yang terkena gangren perlu dikontrol ketat

gula darahnya dan diberi antibiotika.


Impotensi juga momok bagi penderita diabetes mellitus, impotensi

disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran, sehingga penis tidak

bisa ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh

faktor psikologis atau gabungan organis dan psikologis. Jika masih pada

tahap awal, kurang dari enam bulan, impotensi masih bisa disembuhkan.
3. Neuropati Diabetik
Neuropati Diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran

selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari

juataan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki

membaran atau selaput penyaring. Kadar gula dalam darah secara

perlahan akan merusak selaput penyaring ini.


13

Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein, sehingga

mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basel glomerulus.

Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke

urine (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk terhadap ginjal.


Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai

dengan keluarnya 30 mg albumin dari dalam urine selama 24 jam. Jika

diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap ginjal terminal.

Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar mikroalbunurianya

setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi

nefropati atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar 15-25% diabetes

tipe 2 juga beresiko mengalami kondisi ini. Gangguan ginjal

manyebabkan fungsi eksresi, filtrasi, dan hormon ginjal terganggu. Akibat

terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urine, zat racun tertimbun

didalam tubuh, sehingga tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.

Ginjal juga memproduksi hormon eritopotein yang berfungsi

mematangkan sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan

penderita mengalami anemia. Pengobatan prgoresif sejak dini bisa

menunda, bahkan menghentikan progresif penyakit. Repotnya, penderita

umumnya baru berobat saat ginjal sudah lanjut atau terjadi

makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urine per 24 jam).


Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap

paling penting untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan

penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitor) dan atau

penghambat reseptor angiotensin (ARBs). Selain itu, dilakukian


14

pengendalian kadar gula darah dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8

gram per kilogram berat badan per hari). Sementara itu, oenderita yang

telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis atau

transplantasi ginjal. Gejala nefropati diabetes baru terasa saaat kerusakan

ginjal telah parah berupa bengkaka pada kaki dan wajah, mual , muntah,

lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan, serta mengalami penurunana

berat badan. Penderita nefropati haerus menghindari zat yang bisa

memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang

digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid, dan obat-obatan

yang belumk diketahui efek sampingnya.


4. Retinopaati Diabetik
DM juga dapat menimbulkan gangguan pada mata, terutama

retinopati diabetik. Keadaaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah

yang memberi makan retina. Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar

cairan atau darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan

lemak yang disebut dengan eksudat. Selain itu, terjadi cabang-cabang

abnormal pembuluh darah yang rapuh menerjang daerah sehat. Retina

adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa

mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan uang akan

dibawa ke otak oleh saraf optik. Jika pembuluh darah mata bocor atau

terbentuk jairngan parut di retuna, bayangan yang dikirim ke otak manjadi

kabur. Gangguan penglihatan semakin berat jika cairan yang bocor

menggumpal di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan

sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat mambaca atau melihat objek

yang dekat dan objek yang lurus di depan mata.


15

Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan

vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang emgnisi bagian tengah mata.

Hal ini menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak

sampai keretina atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk

dari pembuluh darah yang pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan

menarik retina, sehingga retina lepas dari bagian belakang mata.

Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata) menyebabakan

glaukoma. Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60%

orang yang menderita DM selama 15 tahun atau lebih mengalami

kerusakan pembuluh darah pada mata.pemerikasaan dengan oftalmoskop

dan angiografi fluresen, yaitu fto rontgen mata menggunakan zat

fluroresen untuk mengetahui kebocoran pada pembuluh darah yang bocor,

sehingga tidak teerbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain

itu, bisa dilakukan vitrektomi, yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang

dipenuhi darah dan menggantinya dengan cairan jernih . Penderita

retinopati hanya boleh berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan

membungkuk samoai kepala dibawah.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan DM secara langsung terhadap kerusakan pulau-pulau

langerhans di pankreas belum ada. Karena itu pengobatan untuk pendrita DM

berupa kegiatan pengelolaan dengan tujun menghilangkan keluhan dan gejala

akibat defisiensi insulin (gejala DM), serta mencegah komplikasi kronis yang

dapat menyerang pembuluh dartah, jantung, ginjal, mata, saraf, kulit, atau

kaki.
16

Tindakan pengelolaan yang dilakukan antara lain menormalkan kadar

glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah, serta memberikan pengobatan

penyakit kronis lainnya. Langkah utama yang harus dilakukan sebagai berikut

: (Ning Hermanto, 2005).


1. Melakukan diet, yakni mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi

vitamin.
2. Melakukan aktivitas fisik, seperti olahraga secara teratur, mengelola

glukosa, dan menigkatkan kepekaan terhadap insulin.


3. Mengkonsumsi obat-obatan hipoglikemia oral, seperti Sulfonylurea untuk

merangsang pankreas menghasilkan insulin dan mengurangi resisitenis

terhadap insulin.
4. Melakukan terapi insulin

I. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus

dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat

kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,

pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.


1. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien

mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,

penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala


2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/

HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/

HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
17

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya

riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan

medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan

oleh penderita.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,

obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4

kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,

infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,

kontrasepsi oral).
5. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami

penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga

terhadap penyakit penderita.


6. Kaji Terhadap Manifestasi Diabetes Mellitus
Poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan, pruritus vulvular,

kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan

ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi

aterosklerosis.
7. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan

diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus.

1. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe


2. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan

tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.


3. Sirkulasi
18

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada

ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan

bola mata cekung.


4. Eliminasi
Poliuri, nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
5. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual atau

muntah
6. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,

disorientasi, letargi, koma dan bingung.


7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamana
Kulit rusak, lesi atau ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan

terjadi impoten pada pria.

J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Amin dan Hardhi (2015), diagnosa keperawatan yang muncul

sebagai berikut :
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kenutuhan tubuh berhubungan

dengan gangguan kesimbangan insulin, makanan, dan aktivitas jasmani


2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan

jaringan (nekrosis luka gangrene)


3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringa, proses penyakit

(diabetes mellitus)
4. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung

kemih, sfingter kuat dan poliuri


5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

sirkulasi darah kapiler, proses penyakit (DM)


6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gejala poliurua

dan dehidrasi
19

K. Intervensi Keperawatan
Menurut Amin dan Hardhi (2015), diagnosa keperawatan yang muncul

sebagai berikut :

Diagnosa 1 yaitu :

1. Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap hati
2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan

berkolaborasi dengan ahli gizi


3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

Diagnosa 2 yaitu :

1. Monitor kulit akan adanya kemerahan


2. Jaga kebersihan kulit agar tetep bersih dan kering
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Diagnosa 3 yaitu :

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


2. Monitor granulosit, WBC
3. Berikan terapi antibiotic untuk proteksi terhadap infeksi
4. Ajarkan pasien cara menghindari infeksi

Diagnosa 4 yaitu :

1. Monitor intake dan output


2. Monitor penggunaan obat anti kolionergik
3. Monitor derajat distensi baldder
4. Instruksikan untuk eliminasi
5. Sediakan privasi untuk eliminasi
6. Stimulus refleks baldder dengan kompres dingin pada abdomen
7. Kateterisasi jika perlu
20

8. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan

konsistensi urine)

Diagnosa 5 yaitu :

1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin,

tajam, tumpul
2. Monitor adanya paretese
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
6. Monitor kamampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik

Diagnosa 6 yaitu :

1. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi, adekuat)


2. Monitor masukan makanan cairan dan hitung intake kalori harian
3. Dorong pasien untuk menambah intake oral
4. Kolaborasi dengan dokter jika ada tanda cairan berlebih muncul

memburuk

L. Implementasi Keperawatan
Menurut Amin dan Hardhi (2015), diagnosa keperawatan yang muncul

sebagai berikut :

Diagnosa 1 yaitu :

1. Memonitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap

hati
2. Menentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan

dengan berkolaborasi dengan ahli gizi


3. Mendorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
4. Memberi makanan lewat oral, bila memungkinkan
5. Mengkaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Melepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral
21

Diagnosa 2 yaitu :

1. Memonitor kulit akan adanya kemerahan


2. Menjaga kebersihan kulit agar tetep bersih dan kering
3. Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
4. Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Diagnosa 3 yaitu :

1. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


2. Memonitor granulosit, WBC
3. Memberikan terapi antibiotic untuk proteksi terhadap infeksi
4. Mengajarkan pasien cara menghindari infeksi

Diagnosa 4 yaitu :

1. Memonitor intake dan output


2. Memonitor penggunaan obat anti kolionergik
3. Memonitor derajat distensi baldder
4. Menginstruksikan untuk eliminasi
5. Menyediakan privasi untuk eliminasi
6. Menstimulus refleks baldder dengan kompres dingin pada abdomen
7. Kateterisasi jika perlu
8. Memonitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan

konsistensi urine)

Diagnosa 5 yaitu :

1. Memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas,

dingin, tajam, tumpul


2. Memonitor adanya paretese
3. Menginstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau

laserasi
4. Menggunakan sarung tangan untuk proteksi
22

5. Membatasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung


6. Memonitor kamampuan BAB
7. Berkolaborasi pemberian analgetik

Diagnosa 6 yaitu :

1. Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi, adekuat)


2. Memonitor masukan makanan cairan dan hitung intake kalori harian
3. Mendorong pasien untuk menambah intake oral
4. Berkolaborasi dengan dokter jika ada tanda cairan berlebih muncul

memburuk

M. Evaluasi Keperawatan
Menurut Amin dan Hardhi (2015), diagnosa keperawatan yang muncul

sebagai berikut :

Diagnosa 1 yaitu :

1. Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan


2. BB ideal sesuai dengan TB
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti

Diagnosa 2 yaitu :

1. Tidak ada luka atau lesi


2. Perfusi jaringan baik
3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya cedera berulang


4. Mempu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan

perawatan alami

Diagnosa 3 yaitu :

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


23

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi

penularan serta penatalaksanaannya


3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Diagnosa 4 yaitu :

1. Kandung kemih kosong secara penuh


2. Tidak ada residu urin >100-200cc
3. Bebas dari ISK
4. Tidak ada spasme bladder
5. Balance cairan seimbang

Diagnosa 5 yaitu :

1. TTV dalam rentang normal


2. Tidak ada ortostatik hipertensi
3. Tidak ada tanda-tanda penigkatan TIK

Diagnosa 6 yaitu :

1. Mempertahankan input dan output urin sesuai dengan usia


2. Tekanan darah, nadi, suhu dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Anda mungkin juga menyukai