Anda di halaman 1dari 11

KERANGKA ACUAN

KERJA RAPAT
KOORDINASI
NASIONAL IKATAN
APOTEKER INDONESIA
JAKARTA, 27
Januari 2017

I. Pendahuluan
Sehubungan dengan terbitnya SURAT EDARAN NOMOR
HK.02.02/MENKES/24/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
MENTERI KESEHATAN NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG REGISTRASI,IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN.
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia memandang perlu untuk segera
melakukan Rapat Koordinasi dengan mengundang seluruh Pengurus Daerah
IAI dan stake holder terkait terutama Kementerian Kesehatan sebagai
narasumber utama agar keberadaan surat edaran tersebut dapat kita pahami
dengan lebih sempurna setelah didiskusikan dengan sejawat sekalian.
Selanjutnya atas penjelasan dan diskusi tersebut dapat menjadi pemahaman
yang sama bagi kita semua dan dapat menjadi masukan untuk pelaksanaan
serta implementasinya, termasuk bilamana diperlukan dapat kita buat
perubahan peraturan organisasi atau penjelasan peraturan organisasi terkait
rekomendasi IAI, keanggotaan dan iuran anggota maupun hal lainnya.
Beberapa catatan yang akan menjadi bahan diskusi dalam Rapat Koordinasi
Nasional sesuai dengan butir-butir SURAT EDARAN NOMOR
HK.02.02/MENKES/24/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
MENTERI KESEHATAN NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG REGISTRASI,IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA
KEFARMASIAN adalah : A. Surat Izin Praktik
1. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
a. Setiap apoteker yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin berupa Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) sesuai tempat fasilitas kefarmasian.
Cukup jelas, sesuai dengan yang tertulis dalam PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN
2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA
KEFARMASIAN,
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri
KesehatanNomor

1
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 322) diubah sebagai berikut :
1. Nomenklatur yang berbunyi Surat Izin Kerja harus
dibaca dan dimaknai sebagai Surat Izin Praktik.

2
b. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas
Produksi atau Fasilitas Distribusi/Penyaluran hanya dapat
diberikan 1 (satu) SIPA sesuai dengan tempatnya bekerja.

Cukup jelas, sesuai dengan yang tertulis dalam PERATURAN


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN
2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA
KEFARMASIAN,
Pasal
18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan
untuk 1 (satu)
tempat fasilitas
kefarmasian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas pelayanan
kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.

c. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di


Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3
(tiga) SIPA, berupa:
1) SIPA
Kesatu;
2) SIPA Kedua;
dan/atau
3) SIPA
Ketiga.

Cukup jelas, merupakan penjabaran lebih lanjut dari yang tertulis


pada pasal 18 ayat 2 : Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
d. Dikecualikan dari butir 1.b bagi apoteker yang bekerja di
Instalasi Farmasi
Pemerintah/TNI/POLRI dapat memiliki paling banyak
3 (tiga) SIPA.
Pengecualian ini bertentangan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian pasal 18 ayat 1 : SIPA bagi Apoteker di
fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
fasilitas kefarmasian.
Karena berdasarkan pemahaman kita selama ini apoteker yang
bekerja di Instalasi Farmasi Pemerintah (gudang farmasi) atau
yang sejenis gudang farmasi di instansi TNI/POLRI adalah sarana
distribusi.
Meskipun butir 1.d tersebut bertentangan, beberapa
pertimbangan dan alasannya adalah :
Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi
Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI adalah dalam rangka
menjalankan tugas negara sebagaimana halnya
penugasan sejawat Apoteker sebagai Kepala Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Pemerintah.
Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi
Kab/Kota/Pusat/
TNI/POLRI biasanya dalam jangka waktu pendek karena
terjadi proses mutasi dalam rangka pembinaan jenjang
karir.
Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi
Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI kurang diminati dikarenakan
kesejahteraannya belum diperhatikan pemerintah,
sehingga di beberapa daerah jabatan ini di isi oleh tenaga
selain Apoteker. Tentunya ini akan mengurangi peran dan
fungsi Apoteker di Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat
sebagimana diamanatkan pasal 108 UU 36/2009 tentang
Kesehatan dan PP 51/2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
Pemerintah mempertimbangkan dan
menerima/mengakomodir aspirasi sejawat anggota IAI
yang bekerja di Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat/
TNI/POLRI yang berdasarkan pekerjaannya memungkinkan
memiliki waktu luang untuk melakukan pelayanan
kefarmasian diluar jam kerjanya.
Meskipun dapat kita pahami aspirasi pemerintah tersebut, namun
kita juga menyadari bisa saja terjadi, anggota IAI yang bekerja
di sarana distribusi dan produksi meminta keadilan yang sama
untuk dapat SIPA 2 dan 3, walaupun terlihat ada potensi konfik
kepentingan terkait penjualan produk yang diproduksi di
industrinya dan yang didistribusikan di distributornya
Sehingga terkait masalah butir 1.d tersebut pembahasannya
harus obyektif dan menyeluruh sesuai dengan kondisi yang ada,
sehingga kita harus cukup bijaksana untuk menyikapinya karena
pemerintah memandang perlu keberadaan apoteker di instalasi
farmasi pemerintah/TNI/POLRI untuk dikecualikan sebagaimana
dalam butir 1.d
Mungkin dasar pemerintah mengecualikan sebagaimana butir 1.d
adalah Perpres
No.35/2015 Tentang Kementerian Kesehatan Pasal 3
butir a tertulis :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Kementerian
Kesehatan menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit,
pelayanan kesehatan, dan kefarmasian dan alat kesehatan;
e. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek
(SIA). Dalam hal apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker yang
bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas
pelayanan kefarmasian lain.
Cukup jelas, karena pada dasarnya surat izin apotek (SIA) hanya
diberikan atas nama 1 (satu) apoteker yang bersangkutan.
Meskipun apoteker tersebut masih dapat melakukan praktik
kefarmasian pada 2 (dua) tempat praktik yang saling berbeda
dengan mempertimbangkan keterjangkauan jarak yang
masuk akal antar tempat praktik dengan jam praktik yang tidak
saling tumpang tindih.
f. Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian milik pemerintah
harus memiliki SIPA.

Cukup jelas, sesuai dengan Permenkes 889/2011 pasal 17 ayat 1


Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
g. Dalam rangka permohonan untuk memperoleh SIA, apoteker
dapat menggunakan
SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau
SIPA Ketiga.
Cukup jelas, hal ini dimaksudkan agar apoteker yang
bersangkutan memiliki pilihan untuk menentukan SIA nya
berdasarkan pertimbangannnya sendiri, apakah ingin di SIPA
Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga. Dan hal ini juga untuk
menjelaskan bahwa SIA dapat melekat pada salah satu SIPA,
yaitu SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga
h. SIA bersifat melekat pada SIPA, dan memiliki masa berlaku sesuai
dengan SIPA.

Cukup jelas, hal ini untuk menjelaskan bahwa masa berlaku SIA
sama dengan masa berlaku SIPA yang melekat dengan SIA

i. Setiap apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di


fasilitas pelayanan kefarmasian wajib memasang papan nama
praktik yang mencantumkan:
1) Nama
Apoteker;
2) SIPA/SIA;
dan
3) Waktu praktik
(hari/jam).

Cukup jelas, Sesuai dengan UU 36/2014 tentang Tenaga


Kesehatan Pasal 47
:Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus
memasang papan nama praktik.

Papan nama praktik juga sesuai dengan harapan IAI dan


Pemerintah selama ini meskipun pada juklak ini tidak mengatur
bentuk dan ukuran papan nama praktik, sehingga bentuk dan
ukuran mengacu pada Peraturan Organisasi IAI

j. Fasilitas pelayanan kefarmasian hanya dapat memberikan


pelayanan kefarmasian sepanjang apoteker berada di tempat dan
memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

Cukup jelas, Sesuai dengan UU 36/2014 tentang


Tenaga Kesehatan

Pasal
58
(1)Tenaga Kesehatan dalam menjalankan
praktik wajib:
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar
Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan;
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan
Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan
diberikan;
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan
Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen
tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang
dilakukan; dan
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga
Kesehatan lain yang
mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
(2)Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
huruf d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan perseorangan
Pasal
61
Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan
pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan
harus melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima
Pelayanan Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.
Sesuai dengan PP 51/2009 Pasal 1 butir 4 : Pelayanan
Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
Berdasarkan Peraturan perundang-undangan tersebut diatas
tersurat bahwa tenaga kesehatan yang melakukan praktik,
melakukan tugasnya tanpa diwakilkan tetapi melakukan
pelayanan langsung dengan upaya terbaik.
k. Apoteker yang telah memiliki SIPA atau SIKA berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, SIPA atau SIKA yang bersangkutan berlaku sebagai
SIPA sampai habis masa berlakunya.

Cukup
jelas

II. Tujuan
1. Tercapainya kesepahaman dalam pelaksanaan Permenkes 31 tahun 2016
di seluruh daerah
2. Tercapainya kesepakatan terkait Peraturan Organisasi yang perlu
disesuaikan dengan
Permenkes 31/2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi,Izin Praktik, Dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian dan Surat Edaran Nomor Hk.02.02/Menkes/24/2017
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi,Izin Praktik, Dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian

III. Waktu dan Tempat Kegiatan


Hari/Tanggal : Jumat , 27 Januari 2017
Jam : 12.00
22.00 WIB Tempat :
Hotel Santika Premiere
Jl. KS Tubun, Slipi Jakarta barat
IV. Narasumber
1. Drs.Purwadi, Apt., MM., ME Ketua KFN
2. Dra. R. Dettie Yuliati, Apt Direktur Pelayanan Kefarmasian, DITJEN
FARMALKES
KEMENKES RI
3. Dr.Faiq Bahfen Pakar Hukum Kesehatan / Anggota
Kehormatan IAI
V. Peserta
1. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia
2. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia Pusat
3. Dewan Pengawas Pusat Ikatan Apoteker Indonesia
4. Pengurus Daerah IAI se Indonesia
5. Undangan

VI. Agenda Kegiatan


Jumat, 27 Januari
2017
Jam 12.00 13.00 Sholat Jumat dan Makan Siang
Jam 13.00 15.30 Presentasi Narasumber :
1. Drs.Purwadi, Apt., MM., ME - Ketua KFN
2. Dra. R. Dettie Yuliati, Apt - Direktur Pelayanan
Kefarmasian
3. Dr.Faiq Bahfen, SH - Pakar Hukum Kesehatan
15.30 16.00 /Cofee
Anggota
Break
16.00 18.00 Diskusi
18.00 19.00 ISHOMA
19.00 22.00 Diskusi (lanjutan)
22.00 22.05 Penutup

Anda mungkin juga menyukai