Oleh:
Regina Wahjoeni
15014101320
Masa KKM :
19 Desember 2016 26 Februari 2017
Supervisor Pembimbing:
dr. Frank M. Wagey, Sp.OG
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. TR
TTL : Manado, 27-07-1995
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status : Belum Menikah
Alamat : Perum GPI Jalan Gandaria II No 3
Agama : Kristen Protestan
Suku / Bangsa : Indonesia
Tanggal MRS : 20 Desember 2016
ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan.
ANAMNESA GINEKOLOGI
Riwayat Haid
o Menarche umur 12 tahun
o Siklus teratur
o Lamanya haid 3 sampai 4 hari
o Banyaknya haid 3 pembalut/hari
o Tanggal hari pertama haid terakhir 11 Maret 2016
Riwayat Keluarga
o Pasien belum menikah
Riwayat ANC : 1x di dokter umum
Riwayat Kehamilan terdahulu (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
TB : 150
BB : 65
Status Obstetrik
Palpasi : Leopold I : TFU : 35cm, pada fundus teraba bagian yang kurang
bundar, kurang keras dan kurang melenting.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
AC : 35.63 cm
HEMATOLOGI
Leukosit : 19350 /uL
Eritrosit : 3.68 10^6/uL
Hemoglobin : 10.6 g/dL
Hematokrit : 31.8 %
Trombosit : 264 10^3/uL
MCH : 28.9 pg
MCHC : 33.4 g/dL
MCV : 86.6 fL
KIMIA
Leukosit : +2
Nitrit : neg
Protein : +1
Darah/Eritrosit : +1
RESUME MASUK
DIAGNOSIS
G1P0A0 21 tahun hamil 40-41 minggu inpartu kala I + Riwayat KPD 1 hari + PEB
SIKAP
o Resusitasi intrauterine
o MGSO4 sesuai protokol
o Kateterisasi urin 100cc
o Seksio sesaria CITO
o Konseling, informed consent, sedia donor dan setuju operasi
o Konsul interna dan mata
o Dopamet 3x500 mg tab
o Observasi tanda-tanda vital, His dan BJJ
LAPORAN OPERASI
Jam 07.30 : Pasien dibawa ke kamar operasi
T : 150/100 mmHg
N : 90 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36, 3 oC
Diagnosa Pre-Op : G1P0A0 21 tahun hamil 40-41 minggu inpartu kala I dengan
Jalannya operasi :
Penderita dibaringkan terlentang di meja operasi dalam keadaan spinal
anestesi. Dilakukan tindakan desinfeksi pada daerah abdomen dan sekitarnya dengan
povidone iodine lalu ditutup dengan doek steril kecuali daerah lapangan operasi.
Dilakukan insisi pfanenstial dan diperdalam lapis demi lapis secara tajam dan tumpul
sampai fascia. Fascia dijepit dengan 2 kocher lalu digunting ke kiri dan ke kanan. Otot
disisihkan secara tumpul ke lateral. Peritoneum dijepit dengan 2 pinset (setelah yakin
tidak ada jaringan dibawahnya), peritoneum digunting kecil dan diperlebar ke atas dan
bawah. Setelah itu uterus gradidarum. Kemudia diidentifikasi plika vesikouterina,
plika dycpa dengan pinset dan digunting kecil dan diperlebar kekiri dan kekanan.
Identifikasi segmen bawah rahim. Lalu segmen bawah rahim diinsisi semiluar
diperdalam secara tumpul sampai kavum uteri. Selanjutnya identifikasi bayi dengan
janin letak kepala. Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala. Pada jam 08.10 lahir
bayi laki-laki dengan berat 3400 gram, panjang 47cm dan Apgar Score 6-8. Sementara
jalan nafas dibersihkan, talipusat diklem dengan 2 klem kocher dan digunting
diantaranya. Bayi diserahkan kepada sejawat neonati untuk perawatan selanjutnya.
Selanjutnya identifikasi plasenta. Plasenta berimplantasi di fundus. Plasenta
dilhairkan dengan tarikan ringan. Luka pada segmen bawah rahim dijahit 2 lapis
secara simpul dan jelujur. Dilakyjan reperitonealisasi plika vesikoureterina, kontrol
perdarahan negatif. Kavum abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah.
Eksplorasi uteri bentuk normal, kedua sisi dan ovarium baik. Konstrol perdarahan
negatif. Dinding otot dijahit simpul dengan plain catgut. Fascia dijahit jelujur dengan
dexon 1-0. Lemak dijahit simpul dengan plain catgut. Kulit dijahit subkutikuler
dengan chonic catgut. Luka operasi ditutup dengan kassa betadine. Jalan lahir
dibersihkan. Operasi selesai.
N : 94 x/mnt,
R : 20 x/mnt,
S: 36,3 C
Perdarahan : 200 cc
Diuresis : 100 cc
Diagnosa Post Op : P1A0, 21 tahun Post SCTP atas indikasi gawat janin + PEB
+Riwayat KPD 2 hari. Lahir Bayi laki-
laki/SCTP/3400gr/47cm/AS6-8
FOLLOW UP
S : -
Thorax : Cor & Pul : dbn, Mammae : ASI +/+, infeksi -/-
A : P1A0, 21 tahun Post SCTP Hari ke I atas indikasi gawat janin + PEB
+ Riwayat KPD 2 hari. Lahir Bayi laki-laki / SCTP / 3400gr / 47cm /
AS6-8
P :
- Dopamet 3 x 250 mg
- Mobilisasi bertahap
HEMATOLOGI
Leukosit : 19.350 /uL
Eritrosit : 3.68 10^6/uL
Hemoglobin : 10.6 g/dL
Hematokrit : 31.8 %
Trombosit : 264 10^3/uL
MCH : 28.9 pg
MCHC : 33.4 g/dL
MCV : 86.6 fL
S : -
O : KU: Cukup Kesadaran : Compos mentis
Thorax : Cor & Pul : dbn, Mammae : ASI +/+, infeksi -/-
A : P1A0, 21 tahun Post SCTP Hari ke II atas indikasi gawat janin + PEB
+ Riwayat KPD 1 hari. Lahir Bayi laki-laki / SCTP / 3400gr / 47cm /
AS 6-8
P :
S : -
Thorax : Cor & Pul : dbn, Mammae : ASI +/+, infeksi -/-
P :
S : -
Thorax : Cor & Pul : dbn, Mammae : ASI +/+, infeksi -/-
A : P1A0, 21 tahun Post SCTP Hari ke IV atas indikasi gawat janin + PEB
+ Riwayat KPD 1 hari. Lahir Bayi laki-laki / SCTP / 3400gr / 47cm /
AS 6-8
P :
PEMBAHASAN
Menurut POGI dalam PNPK yang baru Tahun 2016, penggolongan preeklampsia
terdiri dari preeklamsia dan preeklamsia berat. Preeklampsia ringan tidak dimasukkan lagi
dikarenakan setiap preeklampsia meurpakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
Diagnosis preeklamsia adalah dengan didapatkannya hipertensi (>140/90 mmHg) dan
proteinuri (ekskresi >300mg/24 jam atau tes urin dipstik +1). Jika hanya didapatkan
hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu
gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
trombositopenia (<100.000/mikroliter); gangguan ginjal (kreatinin serum >1,1 mg/dL);
gangguan liver (peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal atau adanya nyeri di
daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen); edema paru; gejala neurologik (stroke, nyeri
kepala, gangguan visus); gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
7
uteroplasenta. Sedangkan preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan gejala yang
memberatkan seperti tekanan darah >160/110 mmHg trombositopenia (<100.000/mikroliter);
gangguan ginjal (kreatinin serum >1,1 mg/dL); gangguan liver (peningkatan konsentrasi
transaminase 2 kali normal atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen);
edema paru; gejala neurologik (stroke, nyeri kepala, gangguan visus); gangguan pertumbuhan
janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta. Beberapa penelitian terbaru
menujukkan rendahnya hubungan antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia,
sehingga kondisi protein urin masif (>5g/24 jam) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan
preeklampsia.7
Pasien ini datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah ingin melahirkan dan
terdapat lendir bercampur darah dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan
salah satu gejala dari preeklamsia berat yaitu tekanan darah 160/90 mmHg dan proteinuri +1
dengan dipstik. Namun, pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda-tanda gejala fisik
seperti edema, ataupun keluhan berupa mata kabur, nyeri kepala atau nyeri epigastrium yang
mengarah pada impending eclampsia. Pada pemeriksaan urinalilis juga didapatkan proteinuri
+1. Pasien ini segera didiagnosis dengan preeklampsia berat.
Etiologi pasti preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah
banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-akibat penyakit tersebut, namun belum ada
yang memberikan jawaban yang memuaskan. 8 Namun, terdapat beberapa faktor resiko yang
mungkin berperan dalam terjadinya preeklampsia. Usia reproduksi, paritas, kehamilan ganda,
faktor genetika, riawayat preeklampsia, riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus, status
gizi dan pendidikan adalah beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia.9 Faktor risiko preeklamsia pada pasien ini yang memungkinkan adalah
kehamilan pertama (primigravida). Hal ini sesuai dengan teori intolerasi imunologik antara
ibu dan janin yang menyatakan bahwa hasil konsepsi yang memapar ibu untuk pertama kali
cenderung menimbulkan reaksi penolakan dari ibu sehingga meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia.10 Selain itu, teori defisiensi nutrisi juga tidak dapat disingkirkan sebagai faktor
risiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini. Rendahnya faktor ekonomi (dimana pasien
tidak bekerja dan belum menikah secara sah dengan suami) dapat mejadi penyebab tidak
langsung terjadinya defisiensi nutrisi.
Prinsip penatalaksanaan pada PEB dibagi menjadi 2 yaitu aktif (aggressive management)
dan ekspektatif atau konservatif.11 Aktif berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan aktif untuk
keadaan ibu jika didapatkan umur kehamilan 37 minggu, adanya tanda impending
eclampsia, gagal ekspektatif, diduga ada solusio plasenta, terjadi perdarahan. Keadaan janin
yang mengharuskan tindakan aktif antara lain tanda fetal distress, oligohidramnion, serta dari
pemeriksaan laboratorum terdapat tanda HELLP sindroma. Jika terdapat satu atau lebih tanda
diatas maka harus dilakukan tindakan perawatan aktif. 12 Pada pasien ini ditemukan salah satu
tanda yaitu umur kehamilan 37 minggu sehingga dilakukan penanganan aktif dengan
mengakhiri kehamilan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Terminasi
kehamilan dilakukan dengan cara sectio cesaria karna terdapat salah satu indikasi yaitu gawat
janin. Selain terminasi kehamilan dilakukan juga resusitasi intrauterine pada pasien ini.
Resusitasi intrauterine merupakan suatu manajemen aktif bagi janin dalam keadaan gawat
janin. Resusitasi intrauterine meliputi perpindahan posisi maternal (baring kiri dan baring
kanan), pemberian cairan, pemberian oksigen dan tokolisis. 13 Penanganan medikamentosa
pada pasien ini meliputi pemberian MgSO 4 sesuai protokol, dan pemberian obat anti-
hipertensi. Protokol pemberian MgSO 4 yaitu diberikan dua dosis (loading dose dan
maintanance dose).14 Dosis awal (loading dose) yang diberikan yaitu MgSO4 20% 4gr secara
intravena. Setelah itu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yaitu MgSO 4 50% 6g dalam
larutan Ringer Laktat dalam 6 jam. Pemberian MgSO4 harus memperhatikan beberapa syarat
yaitu harus tersedianya antidotum, refleks patella (+), frekuansi pernapasan diatas 16x dan
output urin >0,5cc/kgBB/jam. Pemberian MgSO4 harus segera dihentikan bila terdapat tanda-
tanda intoksikasi dan setalah 24 jam pascapersalinan. 14 Selain diberikan obat antikejang atau
profilaksis kejang, diberikan juga obat anti hipertensi. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi sehingga diserahkan kepada klinikus itu sendiri tergantung pengalaman dan
pengenalan dengan obat tersebut. 14 Obat antihipertensi yang digunakan pada pasien ini adalah
metildopa dengan dosis 3 kali 500mg. Metildopa merupakan pilihan obat antihipertensi bagi
kehamilan karena terbukti keamanan dan efikasinya terhadap ibu dan janinnya pada semua
fase kehamilan.15 Selain itu, penatalaksanaan yang tidak kalah penting adalah informed
consent terhadap pasien dan keluarga yang terkait tentang kondisi ibu yang harus segera
dihalirkan anaknya karena akan berakibat kejang pada ibu dan kondisi janin yang sedang
gawat.
Bila preeklampsia tidak ditangani dengan baik maka preeklampsia dapat berkembang
menjadi eklampsia yang mana tidak hanya dapat membahayakan ibunya tetapi juga janin
dalam rahim ibu. Kemungkinan yang terberat adalah terjadinya kematian ibu dan janin,
solusio plasenta, hipofibrinogemia, haemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru,
nekrosis hati, dan sindroma HELLP.16 Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda komplikasi yang
berkembang. Pada pemeriksaan penunjang trombosit pasien masih dalam batas normal,
walaupun tidak dilakukan pemeriksaan fungsi enzim hati dan LDL. Pemeriksaan fungsi hati
(SGOT/SGPT) berguna dalam menentukan diagnosis sindroma HELLP.6
PENUTUP
A. Kesimpulan
Preeklampsia berat adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi 160/110 mmHg
yang timbul setelah 20 minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria +1 atau disertai
dengan keterlibatan beberapa organ. Penanganan pada preeklampsia berat ditujukan utnuk
menyelamatkan ibu dan janin. Mempertahankan kehamilan pada usiapreterm dimungkinkan
bila tidak membahayakan ibu namun jika sudah aterm harus dilakukan penanganan aktif
berupa terminasi kehamilan dan penanganan medikamentosa lainnya. Meskipun timbulnya
preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan
pemberian penyuluhan dan pelaksanaan pengawasan terhadap ibu hamil. Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali bahaya sedini mungkin, lalu
diberikan pengoatan yang cukup supaya tidak berkembang menjadi lebih berat dapat
dilakukan.
B. Saran
Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik, terutama dalam mendiagnosis preeklampsia berat, mengingat
banyaknya diagnosis banding dari keluhan tersebut. Diperlukan KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) yang baik pada pasien dan keluarga untuk mengoptimalkan
kesejahteraan pasien baik sebelum, selama maupun setelah pengobatan. Selain itu
penyuluhan mengenai PEB harus dilakukan. Serta antenatal care yang bermutu dan
terorganir dapat mencegah PEB.
DAFTAR PUSTAKA
14. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK UI, Jakarta.
Hal: 548-50. 1999.
15. Saputra Y, Perwitasari D. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien
Ibu Hamil Pemegang Jampersal Di Rumah Sakit JOGJA Jogyakarta Periode Januari
Agustus 2012. 2012. [Diakses 7 Januari 2016]. Diakses dari :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114675&val=5245
16. Nanien I. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Preeklampsia/Eklampsia
pada Ibu Bersalin. 2011 [Diakses 7 Januari 2016]. Diakses dari :
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320037-S-Nanien%20Indriani.pdf