Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar belakang

Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa pada Survei Demografi dan


Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2012 angka kematian ibu (AKI) 359 per
100.000 kelahiran hidup. Sekitar 5 tahun sebelumnya Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) menerangkan bahwa angka kematian maternal di
Indonesia pada tahun 1991-2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Dari
pernyataan di atas terdapat peningkatan angka kejadian, dan angka tersebut masih
cukup jauh dari target global MDGs (Millenium Development Goals) yang
menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup untuk tahun 2015. Angka kematian maternal ini merupakan yang
tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Angka kematian maternal di Singapura
dan Malaysia masing-masing 5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup.

1
Berdasarkan sumber Direktorat Kesehatan Ibu tahun 2010-2013 bahwa
penyebab terbesar kematian Ibu selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu
perdarahan, sedangkan partus lama merupakan penyebab terendah kematian ibu.

Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun masa


nifas. Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama kehamilan
dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan fetus, dan
sebab perdarahan. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai
kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan dibagi menjadi dua yaitu
perdarahan pada kehamilan muda dan perdarahan pada kehamilan tua.

Di AS pada tahun 1997 terdapat 2,8 kasus perdarahan dari 1000


persalinan. Di RSCM (1971-1975) terdapat 1 kasus perdarahan dari 125
persalinan terdaftar. Di RSSA (2003-2004) terdapat 1 kasus dari 33 persalinan
terdaftar. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 800 ml. Dari 12
kematian langsung yang disebabkan perdarahan, 3 diantaranya oleh karena
plasenta previa. Penyebab lainnya biasanya disebabkan oleh lesi lokal pada
vagina atau serviks (Cuningham, 2007).

2
Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden pada
multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya placenta
previa meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat SC (sectio
cesaria). Pada wanita dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun,
multipara, riwayat dilatasi dan kuretase, dan merokok akan meningkatkan resiko
terjadinya placenta previa (Miller, 2009).

Oleh karena angka kematian yang cukup tinggi dan juga kejadian yang
cukup sering akibat perdarahan antepartum khususnya plasenta previa, maka
penulis merasa perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai plasenta previa dari
faktor risiko, etiologi hingga upaya penatalaksanaannya.

II. 2 Tujuan

1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya plasenta previa serta
mengetahui penatalaksanaan gejala dan keluhan yang timbul pada wanita
dengan plasenta previa

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang plasenta previa pada kasus
b. Mengetahui terapi pada pasien dengan keluhan dan gejala plasenta
previa

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan klasifikasi


Plasenta previa adalah suatu kelainan dimana plasenta berimplantasi
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding
depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri (Ohio State
University, 2003).

Gambar 1. Implantasi Normal Plasenta

Menurut Cunningham (2007) :

1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi


oleh plasenta
2. Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum
tertutupi oleh plasenta
3. Plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat berada
di pinggir ostium uteri internum
4. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu tepi plasenta
terletak pada 3-4 cm dari tepi ostium uteri internum

4
Sumber : http://www.womenshealthsection.com/content/obs/obs018.php3

2.2 Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20%
termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande
multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa
merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih
dahulu (Miller, 2009).

2.3 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :

1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek


2. Mioma uteri
3. kuretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama

5
pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) (. Martaadisoebrata,
2005).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum (. Martaadisoebrata, 2005).

Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi


penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi
lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa contoh
situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar dan hasil peningkatan
dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan multiple, merokok, dan hidup
di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar
dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes melitus atau kehamilan
multipel (Stoppler, 2005).

Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada


penderita dengan paritas yang tinggi akibat vaskularisasi yang berkurang atau
terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau. Plasenta yang
letaknya normal dapat memperluas permukaannya sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum, seperti pada kehamilan kembar.
Plasenta previa berhubungan dengan paritas dan umur penderita. Hal ini dapat
dilihat pada tabel dan grafik 1 tentang hubungan plasenta previa dengan umur
ibu dan paritasnya (Wiknjosastro, 2005).

6
Tabel 1. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di

RS Dr. Cipto Managunkusumo Jakarta tahun 1971-1975

PRIMIGRAVIDA MULTIGRAVIDA
UMUR
(%) (%)

15-19 1,7 1,6

20-24 2,3 6,9

25-29 2,9 7,9

30-34 1,7 9,7

>35 5,6 9,5

JUMLAH 2,2 7,7

Grafik 1. Insiden plasenta previa dan solusio plasenta di Parkland Hospital


dari tahun1988 sampai 1999

2.4 Patofisiologi
Menurut DeCherney dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta
previa mungkin berhubungan dengan beberapa mekanisme sebagai berikut :

a. Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen


bawah rahim atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau
sebagai akibat dari manipulasi intravagina (Vaginal Touchae)
b. Infeksi pada plasenta (Plasentitis)

7
c. Ruptur vena desidua basalis

2.5 Gejala klinik


1. Perdarahan tanpa nyeri

Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak


terbangun. Baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah.
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan
ketujuh dan perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang
tidak berbeda dari abortus (Martaadisoebrata, 2005).

Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara


plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada
dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri.
Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang
disebut segmen bawah rahim (Martaadisoebrata, 2005).

Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa


pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan bergantung
pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri.
Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan.
Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan perdarahan
karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan terlepas dari
dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya
plasenta dari dasarnya (Martaadisoebrata, 2005).

Pada plasenta previa, perdarahan bersifat berulang-ulang karena


setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, regangan
dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang. Namun, dengan
majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan
perdarahan baru (Martaadisoebrata, 2005).

Darah yang keluar terutama berasal dari ibu, yakni dari ruangan
intervilosa. Akan tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus

8
atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka (Martaadisoebrata,
2005).

2. Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul (Martaadisoebrata, 2005).

3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta
previa lebih sering disertai kelainan letak (Martaadisoebrata, 2005).

4. Perdarahan pasca persalinan

Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan


pascapersalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada
dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan kontraksi
segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh
darah pada insersi plasenta tidak baik.

5. Infeksi nifas

Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta


lebih dekat pada ostium dan merupakan port d entree yang mudah
tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena perdarahan sehingga
daya tahannya lemah.

2.6 Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta


pemeriksaan penunjang (Wiknjosastro, 2005) :

Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi


perdarahan spontan dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri
masih rendah; Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah
janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat

9
digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman
dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat
diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises
yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO /
Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan
dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan
USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.

2.7 Diagnosa Banding (Hanafiah, 2004)


Gejala dan tanda Faktor predisposisi Penyulit lain Diagnosis
* Perdarahan tanpa nyeri, * multipara * Syok Plasenta
usia gestasi >28 minggu * mioma uteri * perdarahan setelah previa
* Darah segar * usia lanjut koitus
*Perdarahan dapat terjadi *kuretase berulang * Tidak ada kontraksi
setelah miksi atau defekasi, * bekas SC uterus
aktivitas fisik, kontraksi * merokok * Bagian terendah
braxton hicks atau koitus janin tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Perdarahan dengan nyeri * Hipertensi * Syok yang tidak Solusio
intermitten atau menetap * versi luar sesuai dengan jumlah plasenta
* Warna darah kehitaman *Trauma abdomen darah (tersembunyi)
dan cair, tapi mungkin ada * Polihidramnion * anemia berat
bekuan jika solusio relatif * gemelli * Melemah atau
baru * defisiensi gizi hilangnya denyut
* Jika ostium terbuka, jantung janin
terjadi perdarahan berwarna * gawat janin atau

10
merah segar. hilangnya denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
* Perdarahan * Riwayat seksio *Syok atau takikardia Ruptur uteri
intraabdominal dan/atau sesarea *Adanya cairan bebas
vaginal *Partus lama atau intraabdominal
* Nyeri hebat sebelum kasep *Hilangnya gerak atau
perdarahan dan syok, yg *Disproporsi denyut jantung janin
kemudian hilang setelah kepala /fetopelvik *Bentuk uterus
terjadi regangan hebat pada *Kelainan abnormal atau
perut bawah (kondisi ini letak/presentasi konturnya tidak jelas.
tidak khas) *Persalinan * Nyeri raba/tekan
traumatik dinding perut dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
*Perdarahan berwarna * solusio plasenta * perdarahan gusi Gangguan
merah segar. * janin mati dalam * gambaran memar pembekuan
* Uji pembekuan darah rahim bawah kulit darah
tidak menunjukkan adanya * eklamsia * perdarahan dari
bekuan darah setelah 7 * emboli air tempat suntikan jarum
menit ketuban infus
* Rendahnya faktor
pembekuan darah,
fibrinogen, trombosit,
fragmentasi sel darah

2.8 Penanganan

Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke


rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa
dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali
jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukan pemeriksaan

11
dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan
yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
infus atau tranfusi darah (Hanafiah, 2005).

Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :

Keadaan umum pasien, kadar Hb


Jumlah perdarahan yang terjadi
Umur kehamilan/taksiran BB janin
Jenis placenta previa
Paritas dan kemajuan persalinan (Hanafiah, 2004)
Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu:

1. Penanganan Pasif / Ekspektatif


Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus
segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun
sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat dibenarkan dengan alasan
sebagai berikut:

Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal


Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas
Kriteria penanganan ekspektatif:

Umur kehamilan kurang dari 37 minggu


Perdarahan sedikit
Belum ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih
Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya
sebelum paru-paru janin matur sehingga penanganan pasif ditujukan untuk
meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal adalah transfusi
untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk
mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 37 minggu. Sesudah
usia kehamilan 37 minggu, penambahan maturasi paru-paru janin

12
dipertimbangkan dengan beratnya resiko perdarahan mayor. Kemungkinan
terjadi perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan IUGR harus
dipertimbangkan. Sekitar 75% kasus plasenta previa diterminasi pada
umur kehamilan 37-38 minggu (Hanafi, 2005).
Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan
tes maturasi janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan
pengukuran pertumbuhan janin dengan USG. Penderita dengan umur
kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethasone
(12 mg im 2x1) untuk meningkatkan maturasi paru janin. Berdasarkan
data evidence based medicine didapatkan pemakaian preparat ganda
steroid sebelum persalinan meningkatkan efek samping yang berbahaya
bagi ibu dan bayi (Hanafi, 2005).

Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat


anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi
ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan
pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita
plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan
terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-
tindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita
diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang (Nathan, 2003).

2. Penanganan aktif / terminasi kehamilan

Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah


matur, IUFD atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat
mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak.
Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:
Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
Ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % (Hanafi, 2005)

13
Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta
previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut :

Perdarahan banyak atau sedikit


Keadaan ibu dan anak
Besarnya pembukaan
Tingkat plasenta previa
Paritas
Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah
janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan
berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan
mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari
perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan
persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 2005).

Persalinan per vaginam dapat berupa :

Pemecahan ketuban
Versi Braxton Hicks
Cunam Willet-Gauss
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk
melangsungkan persalinan pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin
akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan (2) bagian
plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah
uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut
dapat dihindarkan (Wiknjosastro,2005).
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan
perdarahan, maka dapat dilakukan pemasangan cunam Willet dan versi
Braxton-Hicks. Dalam dunia kebidanan kedua cara ini telah ditinggalkan
karena seksio sesaria dinilai lebih aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi

14
pada keadaan darurat cara ini masih dilakukan sebagai pertolongan
pertama untuk mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila seksio
sesaria tidak mungkin dilakukan (Wiknjosastro, 2005).

Cara ini mungkin dapat menolong ibu dengan menghentikan


perdarahan, tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang
ditimbulkan terus menerus pada plasenta dapat mengurangi sirkulasi darah
uteroplasenta, sehingga mengakibatkan anoksia sampai kematian janin.
Oleh karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang telah mati,
janin yang prognosis untuk hidup di luar uterus kurang baik, atau pada
multipara yang persalinannya lebih lancar sehingga tekanan pada plasenta
tidak terlalu lama (Nathan, 2003).
Di rumah sakit yang lengkap, seksio sesarea merupakan cara
persalinan terpilih. Di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun
1971-1975, seksio sesarea dilakukan pada kira-kira 90% dari semua kasus
plasenta previa. Gawat janin bukan merupakan kontraindikasi dilakukan
seksio sesarea demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu mungkin
terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki
misalnya penanganan syok hipovolemik dengan resusitasi cairan intravena
dan darah (Nathan, 2003).

Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio


sesarea. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung
untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan indikasi
mutlak seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh
plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan
pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada servik dan
segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta
previa marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari
5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika
dengan pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang
timbul, maka seksio sesaria harus dilakukan (Hanafiah, 2004).

15
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena
perdarahan atau infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun
seksio sesaria sama-sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi
dengan bantuan transfusi darah dan antibiotik yang adekuat, seksio sesaria
masih lebih aman dibanding persalinan pervaginam untuk semua kasus
plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis.
Seksio sesaria pada multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup
banyak dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi untuk
menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan
terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan dilanjutkan dengan
sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya (Hanafiah 2004).

Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan


kehilangan darah harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan
hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam
membutuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling
sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia (Nathan, 2003).

Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat


mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan
ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa
walaupun anak sudah mati (Nathan, 2003).

16
Bagan penanganan Plasenta Previa

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa,
adalah :

a. Perdarahan dan syok.

b. Infeksi.

c. Laserasi serviks.

d. Prematuritas atau lahir mati

2.10 Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa


seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun
1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian,
hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang

17
peranan utama. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan
metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari
1%. Sedang kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa sekitar
10% (Peedicayil, 1992).

18
BAB III
KASUS

III.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bukit Tembak RT 004/001 kec.Meral


Kab.Karimun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Asuransi : SKTM DP

Tgl Masuk RS : 24 Agustus 2016 pukul 07.14 WIB

III.2 ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : G2P1A0 UK : 31-32 minggu


Keluar darah dari jalan lahir sejak 7 jam sebelum masuk RS.

B. Keluhan tambahan :

Nyeri perut (-), perut tegang (-), mual (-), muntah(-)

C. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Karimun dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir sejak 7 jam sebelum masuk masuk RS. frekuensi
sekitar 2 kali ganti pembalut, keluar gumpalan darah seperti jaringan
(-), mulas perut (-), keluar lendir (-), keluar air banyak merembes (-)

19
dari kemaluan. Pasien belum pernah mengalami perdarahan seperti ini
sebelumnya. Pasien melakukan ANC di bidan hanya 1x selama
kehamilan ini dan belum pernah USG.

Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga


tidak melakukan pekerjaan berat. HPHT : 18-01-2016

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien

E. Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien.

F. Riwayat Persalinan :
Laki-laki, usia 7 tahun, spontan, bidan, 3700 gr
Hamil ini

G. Riwayat KB :-

H. Riwayat Operasi : Pasien belum pernah operasi sebelumnya

I. Riwayat ANC :
Kontrol bidan 1x selama kehamilan, tidak rutin.

J. Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)

III.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TB : 155cm BB : 63kg

20
Tanda Vital : TD : 160 / 100 mmHg

N : 84 x / menit

RR : 20 x / menit

Suhu : 36,7 C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

edema palpebra -/-

THT : DBN

Leher : DBN

Thorax :

Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -


Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

B. STATUS OBSTETRIK
Inspeksi : Perut tampak membesar asimetris, striae gravidarum (+),
luka bekas SC (-)

Palpasi :

Leopold I : TFU 3 jari dibawah px xyphoideus, teraba satu satu bagian besar,
lunak, bokong
Leopold II : Kanan : teraba bagian kecil janin
Kiri : teraba bagian keras melebar

Leopold III : Teraba bagian besar,bulat, keras, kepala

21
Leopold IV : belum masuk PAP
His : (-)
Auskultasi : DJJ (+) 150 x/ menit

Kesan : TFU 3 jari bawah px xyphoideus, presentasi kepala, pu-


ki, DJJ (+), Janin intrauterine, tunggal, hidup

ANOGENITAL

o Inspeksi : darah keluar dari vagina berwarna merah


segar
o Vaginal Touche : tidak dilakukan

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :
Hematologi tanggal 24-08-16

Pemeriksaaa Hasil Range


n

Hb 10,5 mg/dL 12.0-14.0

Ht 29,0 % 37.0-43.0

Trombosit 179.000/ uL 200.000-400.000

Leukosit 7.600/ uL 5.000-10.000

Gol. Darah A+

Anti HIV -

HbsAg -

USG : Plasenta menutupi jalan lahir


III.4 DIAGNOSIS
Plasenta Previa

22
III.5 DIAGNOSIS BANDING
Solusio Plasenta

III. 6 PENATALAKSANAAN
Observasi
Ivfd RL
Asam traneksamat inj 3 x 500mg
Dexametason inj 2 x 2 ampul
Hystolan 3 x tab

III. 7 PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : Dubia ad Bonam

23
Follow up

Tgl S O A P

25/08/2016 perdarahan Ku / kes : TSR / CM G2P1A0 uk Observasi


pervaginam 31-32 mgg +
(+) St. Generalis : JT + JH + As. Traneksamat
plasenta inj 3x500mg
T : 160 / 100 previa
Dexametasone
N : 80 x/mnt inj 2x2 amp

S : afebris Hystolan 3x1/2


tab
P : 20x/mnt

St. obstetri :

Abdo:

Perut tampak membesar


asimetris TFU 3 jari
bawah px xyphoideus

DJJ (+) reguler

Tanggal S O A P

26/08/201 Perdarahan Ku / kes : TSR / CM G2P1A0 uk Observasi


6 pervagina 31-32 mgg +
m (-) St. Generalis : JT + JH + As. Traneksamat
plasenta in 3x500mg
T : 100 / 70 previa
Dexametasone inj
N : 82 x/mnt 2x2 amp

S : afebris Hystolan 3 x
1/2tab
P : 20 x/mnt

St. obstetri :

Abdo:

Perut membesar
asimetris, TFU 3 JBPx

24
Tanggal S O A P

27/08/201 - Ku / kes : TSR / CM G2P1A0 uk Pasien boleh


6 31-32 mgg + pulang
St. Generalis : dbn JT + JH +
plasenta previa Kontrol ulang tgl
T : 110 / 70 05/09/2016 di Poli
Kebidanan RSUD
N : 80 x/mnt Karimun
S : afebris As.traneksamat tab
3x500 mg
P : 20 x/mnt
Calk 1x1
St. obstetri :
Tab let fe 1 x 1
Abdo:

Perut tampak
membesar asimetris
TFU 3 jari bawah px
xyphoideus

DJJ (+) reguler

25
BAB IV

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis plasenta previa totalis berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan plasenta previa dibagi menjadi penanganan ekspektatif
dan aktif.

V.2 SARAN

Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dalam menghadapi


pasien-pasien dengan perdarahan pada akhir kehamilan, terutama pada
kehamilan di atas usia 7 bulan, terutama pada kasus-kasus plasenta previa
totalis, karena sifat perdarahan yang bisa terjadi sewaktu-waktu yang dapat
membahayakan keselamatan ibu dan janinnya.
Kontrol ANC secara berkala dan penanganan yang tepat pada kasus
plasenta previa diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu dan
janin.
Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya
kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin

26
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2001. Williams Obstetrics.


21st Ed. McGraw-Hill Professional

DeCherney, AH; Nathan, L. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Hanafiah, T.M 2004. Plasenta Previa, on line, (http://www.


Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf, diakses tanggal 30
Agustus 2010).

Jodi L Adam, 2001, Pregnancy, third trimester Bleeding, on line,


(http://www.emedicine.com/AAEM/topic363.htm, diakses tanggal 28 Agustus
2010)

Martaadisoebrata Djamhoer, Wijayanegara Hidayat, dkk. 2005. Obstetri Patologi.


Jakarta. EGC.

Miller, 2009. Placenta Previa. Online, (http://www.obfocus.com/high-


risk/placentaprevia.htm, diakses tanggal 28 Agustus 2010).

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.


Edisi kedua. Jakarta : EGC.

Ohio State University, 2003. Placenta Previa. Online,


http://medicalcenter.osu.edu/PatientEd/Materials/PDFDocs/women-
in/pregnancy/placent.pdf, diakses tanggal 30 Agustus 2010

Rosaningtyas, 2009. Hubungan Antara Paritas Dengan Plasenta Previa Di Rumah


Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Online,
http://etd.eprints.ums.ac.id/4368/1/J500050009.pdf, diakses tanggal 30
Agustus 2010.

Saifuddin, Abdul Bari.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.

Wiknjosastro,Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai