Blog List
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Mengenai Saya
Aviani Anwar
Aviani Anwar. Libra girl. 1996.
Lihat profil lengkapku
Blog Archive
2015 (3)
o Februari (3)
titrasi
elektrolisis
biologi
2014 (4)
2013 (49)
2012 (32)
titrasi
Diposkan oleh Aviani Anwar di 08.55
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan
cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar
titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di
netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik
equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator
yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen
berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus
dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator.
Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang
tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau metode yang
menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret.
Titik dalam titrasi dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat
dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering
ditandai dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1. Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3. Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan
warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator
berubah warna disebut titik akhir.
4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin.1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam.
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran
lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan imertri. Kata metri berasal dari bahasa
yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja,
yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata
Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan
asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam
atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa,
atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika
molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi
dapat ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya
jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang
menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva
titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Michael.
1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam
kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10 4 .pH berubah secara drastis
bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul
lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H 30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung
secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen
(PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang
lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi,
W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan
basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan organik
dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak
larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik,
karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert.
Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk
menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya
ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan
peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes demi
tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis
bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik
ekuivalen, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah
basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan
dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir
titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen.
Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka
hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka rumus
diatas dapat ditulis sebagai berikut:
N asam x V asam = N asam x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam
atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
- NaOH 0,1 M - Buret 50 mL
- HCl 0,1 M - Statif dab klem
- H2C2O4 - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL
- Erlenmeyer -- Indikator penolphetalein
- Corong kaca
3.2 Cara kerja
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5
mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret,
selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian
larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala
tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
- Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam
setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator
penophtalein (PP).
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
- Mencatat volume NaOH terpakai
- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
- Menghitung molaritas (M) NaOH.
Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III
Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III
1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
2 Volume NaOH terpakai 25,4 mL 27 mL 23,5 mL 25,3 mL
3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.050 M
4 Molaritas (M) larutan HCl 0,039 M
4.2 Perhitungan
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
Ulangan I V1.M1 = V2.M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 =1 = 0,050 M
19,8
Ulangan II V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 21 . M2
1 = 21 . M2
M2 = 1 = 0,047 M
21
Ulangan III V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 18,6 . M2
1 = 18,6 . M2
M2 = 1 = 0,053 M
18,6
Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8
Standarisasi HCl dengan larutan HCl
Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 25,3 . M2
M2 = 1 = 0,039
25,3
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam
tiga kali ulangan dengan proses :
Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan
gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak
10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein
sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan
larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-goyang
hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu. Apabila
larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada
buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi. Langkah selanjutnya menghitung banyaknya
volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 19,8
mL, catat pada tabel laporan sementara dibagian Ulangan I. Kemudian hitung Molaritas NaOH
sebagai berikut :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8
Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga didapatkan pada
ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 21 mL
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 21 . M2
1 = 21 . M2
M2 = 1/21 = 0,047 M
pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 18,6 mL
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 18,6 . M2
1 = 18,6 . M2
M2 = 1 = 0,053 M
18,6
Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :
19,8 mL + 21 mL + 18,6 mL = 19,8 mL
3
Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8
Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan
dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam
oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas
ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer
tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer
digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi
pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup
kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan volume
NaOH terpakai sebanyak 25,4 mL. Kemudian mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali
hingga didapatkan hasil pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 27 mL dan pada
ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 23,5 mL. Kemudian menghitung rata-
rata volume NaOH terpakai yaitu :
25,4 mL + 27 mL + 23,5 mL = 25,3 mL
3
Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl dengan rumus :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 25,3 . M2
1 = 25,3 . M2
M2 = 1 = 0,039 M
25,3
Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,039 M
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume
rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.
Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah
warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi
hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini.
Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
6.2 Saran
Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan larutan-
larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga harus
memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena volume larutan
NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.
BAB VII
JAWABAN PERTANYAAN
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator
Indikator adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH larutannya berubah. Jadi,
dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan yang sangat penting. Jika dalam percobaan
tidak ditambahkan dengan indikator, maka reaksi tidak akan berjalan.