Anda di halaman 1dari 12

Imunisasi

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap
penyakit tertentu sehingga tidak terserang penyskit tersebut dan apabila terserang
tidak berakibat fatal (Depkes RI dalam Saputra, 2014).

Salah satu cara imunisasi adalah dengan pemberia vaksin, yaitu produk biologis
yang terbuat dari kuman, komponen kuman, ataupun racun yang dilemahkan atau
dimatikan.

Imunisasi diberikan untuk mencegah penyakit tettentu, menghilangkan penyakit


tertentu pada masyarakat dan dunia. Manfaat utama pemberian imunisasi, meliput.

- menurunkan angka kejadian penyakit, kecacatan maupun kematian akibat


penyakit infeksi.
- memberikan perlindungan pada individu dan juga komunitas, termasuk
penyakit yang ditularkan person-to person.
- Mencegah epidemi pada generasi yang akan datang, imunisasi juga bisa
mengurangi biaya kesehatan.
Jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) meliputi TBC, difteri,
pertusis, campak, polio, hepatitis B, hepatitis A, meningitis meningokokus,
hemofilus influenza tipe b, kolera, raies, japanese encephalitis, tifus abdominalis,
rubela, varisela, pneumoni pneumokokus, demam kuning, shigelosis, parotitis
epidemika.
Kontraindikasi.
a. Terjadi anafilaktik atau reaksi hipersensitif. Riwayat kejang demam >38
C, merupakan kontraindikasi imuisasi DPT, HB1, dan campak.
b. Pada bayi dengan gejala AIDS vaksin BCG tidak boleh diberikan.
c. Jika orangtua sangat keberatan diberikan vaksin pada bayi sakit sebaiknya
tidak diberikan, minta ibu kembali saat bayi sehat.
Jenis-jenis vaksin:
- Vaksin hidup (live attenued vaccine)
Merupakan vaksin yang dibuat dari bakteri atau virus yang dilemahkan
sehingga tidak patogenik. Contoh vaksin dari virus hidup adalah polio
oral, campak, gondongan, rubela, rotavirus, dan demam kuning. Contoh
vaksi dari bakteri hidu p yaitu BCG dan tifoid oral.
- Vaksin mati (killed vaccine/inactive vaccine)
Vaksin ini dibuat dari biakan bakteri yang dibuat tidak aktif. Bakteri dan
virus ini tidak aktif dan tidak dapat berkembang biak di tubuh. Diberikan
dalam dosis ganda, dosis awal hanya memacu sistem imun, pada dosis
kedua dan ketiga baru timbul respon imun protektif. Contoh vaksin virus
influenza, polio, rabies, dan hepatitis A., vksin dari bakteri yang dimatikan
seperti pertusis, kolera, tifoid, dan lepra.
- Rekombinan
Misal vaksin hepatitis B memerlukan epitop organisme yang patogen.
Antigen disintesis melalui isolasi dan penentuan kode gen bagi penerima
vaksin.
- Toksoid
Merupakan bahan imunogen yang terbuat dari toksin kuman.

sebelum pemberian imunisasi petugas kesehatan harus.

a. Memberikan informasi kepada orang tua meliputi manfaat dan efek


samping, lokasi penyuntikan, dan resiko jika tidak divaksin. Menjelaskan
bahwa manfaat lebih besar dibanding resiko penyakit ikutan.
b. Infomed consent
c. Memeriksa kembali persiapan pelayanan jika terjadi KIPI ( Kejadian
ikutan pasca imunisasi).
d. Memastikan jenis vaksin yang diperlukan.
e. Memerikasa identitas bayi, bila perlu berikan antipiretik.
f. Memastikan vaksin dalam keadaan baik.
g. Meyakinkan vaksin diberikan sesuai jadwal bila perlu tawarkan vaksin
untuk imunisasi yang tertinggal.
h. Memberikan dengan teknik yang benar.
i. Menjelaskan kepada oragtua apa yang harus dilakukan bila terjadi KIPI,
mencatat rekam medis, membuat laporan , memeriksa status imunisasi
keluarga, bila perlu tawarkan vaksin untuk mengejar imunisasi yang
tertinggal.

Imunisasi wajib

1. BCG (Bacille Calmette Guerin)


Dibuat dari Mycobacterium bovis yang dilemahkan untuk mencegah
penyakit TBC karena Mycobacterium tuberculosis. BCG diberikan pada
bayi berusia 2 bulan, dengan uji mantoux negatif. Dosis BCG pada bayi
0,05 ml, pada anak 0,10 ml. Vaksin diberikan secara intrakutan di daerah
insersio muskulus deltoideus kanan.
Kontraindikasi.
o Reaksi Mantoux lebih dari 5 mm.
o Menderita HIV atau beresiko tinggi.
o Imunocompromised akibat penggunaan kortikosteroid.
o Efek imunosupresif
o Pengobatan radiasi
o Keganasan sumsum tulang belakang atau sistem limfe.
o Gizi buruk
o Demam tinggi
o Penyakit kulit yang berat atau menahunn, misal eksim dan
furunkulosis.
o Pernah menderita TBC
o Menderita imunodefisiensi

Imunisasi ini tidak menyebabkan demam, KIPI pada imunisasi BCG


adalah timbulnya bisul kecil (papula) pada 2-6 minggu setelah imunisasi,
papula semakin membesar dan timbul ulserasi selama 4-6 bulan, kemudian
sembuh perlahan 2-3 bulan dan menimbulkan jaringan parut bulat dengan
diameter 4-8 mm.
2. Hepatitis B
HB menyrang hati dan berisiko menimbulkan kanker hati. VHB dapat
menular melalui cairan tubuh (darah, ludah, air mani) pederita, virus ini
juga bisa ditransfusi dari ibu ke anak saat melahirkan. Indonesia
merupakan daerah endemis sedang-tinggi.
Vaksin diberikan melalui injeksi i.m berdasargan status HbsAg ibu saat
melahirkan.
o Status HBsAg ibu tidak diketahui
Bayi diberi vaksin rekombinan (HB Vax-11 5 mg atau Engerix B
10 mg) atau vaksin plasma derivat 10 mg dalm 12 jam setelah
lahir. Dosis kedua diberikan saat usia 1-2 bulan, dan dosis ketiga
usia 6 bulan. Jika diketahui HbsAg positif pada pemeriksaan
selanjutnya, bayi segera diberi 0,5 ml HBIg sebelum berusia satu
minggu.
o Status HbsAg ibu positif
Dalam 12 jam bayi diberi 0,5 ml HBIg dan vaksin rekombinan
bersamaan secara IM di sisi berlainan. Dosis kedua biberikan pada
usia 1-2 bulan dan dosis ketiga saat usia 6 bulan.
o Status HbsAg ibu negatif
Bayi diberi vaksin rekombinan atau plasma derived pada usia 2-6
bulan, dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga
diberikan 6 bulan sesudah dosis kedua.
Apabila sampai usia 5 tahun belum mendapat vaksin hepatitis b
maka secepatnya berikan catch-up vaccination. Imunisasi hepetitis
B ulang ( hepatitis B-4)dapat dipertimbangkan pada anak usia 10-
12 tahun jika titter pencegahan belum tercapai.
Imunisasi tidak diberikan jika ada reaksi hipersensitif serta infeksi
berat disertai kejang. KIPI yang umum adalah rasa sakit ,
kemerahan, dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan,
biasanya hilang dalam dua hari. Kadang terjadi ddemam ringan 1-2
hari, bisa diberikan parasetamol 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam,
maksimal 6 kali dalam 24 jam.
3. DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
DPT berisi toksoid difteri, toksoid tetanus dan vaksin pertusis.
Difteri adalah penyakit yang disebabkan Corynebacterium diphteria.
Penyakit ini ganas dan mudah menular, menyerang pernafasan bagian atas.
Gejalanya berfariasi, mulai asimtomatis sampai berat yang ditandai
obstruksi jalan nafas atau adanya komplikasi seperti miokarditis, neuritis,
paralis okular, paralis diafragma, dan gagal ginjal. 10% penderita
meninggal akibat difteri.
Pertusis atau batuk rejan (batuk seratus hari) disebabkan Bordetella
pertussis. Bakteri ini memiliki toksin yang menurunkan ambang rangsang
batuk sehingga sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan
lama. Gejala khasnya adalah batuk terus menerus dan sukar berhenti, dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan, kejang, dan radang paru-
paru.
Tetanus adalah penyakit akibat Clostridium tetani, yang mempengaruhi
sitem otot dan saraf. Gejala awalnya adalah kejang otot rahang (trismus),
bersama dengan munculnya pembengkakan, rasa sakit, dan kaku di otot
leher, bahu, atau punggung, kesulitan menelan, kesulitan bernapas. Kejang
terjadi akibat toksin tetanospasmin yang berikatan dengan saraf motorik
dan melintasi akson sampai di badan sel saraf motorik di tulang belakang
atau batang otak, sehingga terjadi rangsang abnormal sel saraf.
DPT diberikan 3 kali sejak usia 2 tahun dengan interval 4-6 minggu. DPT-
1 pada usia 2-4 bulan, DPT-2 3-5 bulan, dan DPT-3 4-6 bulan. DPT 4
diberikan satu tahun setelah DPT-3 dan DPT-5 diberikan pada usia 5-7
tahunsejak tahun 1998 DPT diberikan di sekolah dasar dalam program
BIAS.
Vaksin DT-6 diberikan pada usia 12 tahun. Vaksin diberikan IM dengan
dosis 0,5 ml.
Kontraindikasi:
o Pada pemberian selanjutnya menunjukkan reaksi anafilaksis
o Anak menderita ensefalopati, ditandai dengan penurunan
kesadaran dan kejang setelah pemberian DPT sebelumnya.
Reaksi KIPI lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada lokasi penyuntikan,
demam ringan, dan menangis terus beberapa jam pasca penyuntikan.
Reaksi serius adalah bayi menangis hebat karena kesakitan selama kurang
lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, enseflopati akut,
reaksi anafilaktik, dan syok.
4. Polio
Poliomielitis adalah penyakit yang meyerang SSP akibat viros polio, virus
ini meniliki 3 stereotipe PV1, PV2 dan PV3. Ketiganya memiliki gejala
yang sama. Penyakit ini menyebar melalui tinja atau kotoran orang yang
terinfeksi.
Gejala umum adalah tiba-tiba lumpuh pada salah satu anggota gerak
setelah demam 2-5 hari. Kelumpuhan bersifat permanen, bisa terjadi
kematian jika menginfeksi otot saluran pernafasan dan tidak segera
ditangani.
Faktor resiko meliputi malnutrisi, tonsilektomi, dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Selain itu virus ini dapat ditularkan melalui plasenta
ibu, sedangkan antibodi pasif yang diberikan tidak melindungi bayi secara
adekuat.
Dosis OPV adalah 2 tetes per oral, sedang IPV adalah 0,5 ml IM. Vaksin
pertama (polio-0) diberikan saat bayi baru lahir akan dibawa pulang dari
RS, dosis ini merupakan dosis ekstra karena Indonesia merupakan daerah
endemik. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan jarak 4 minggu, vaksin
ulangan dapat diberikan 1 tahun setelah polio-3.
Kontraindikasi meliputi.
o Anak demam tinggi > 38 C
o Anak sedang diare atau muntah
o Anak sedang mendapat terapi obat yang menurunkan kekebalan
tubuh
o Anak menderita kanker atau penyakit hipogamaglobulin.

KIPI dapat berupa pusing, diare ringan, dan nyeri otot.paralisi oleh vaksin
atau vaccine assocated polio paralytic (VAPP) bisa terjadi tetapi sangat
jarang. Virus asal vaksin dapat bereplikasi dalam usus manusia, kemudian
diekskresikan melalui tinja selama 2-3 bulan., saat replikasi tersebut dapat
terjadi mutasi virus sehingga virus menjadi aktif kembali dan
menyebabkan kelumpuhan layuh akut (VVAP), virus tersebut dapat
menginfeksi orang lain karena diekskresi melalui tinja.

5. Campak
Imunisasi diberikan untuk mencegagah penyakit campak (measles atau
morbii). Campak mudah menular melalui udara atau kontak langsung
dengan penderita.
Gejala yang tampak awalnya flu berat, abtuk dan mata berair, kemudian
diikuti muncul bercak putih di mulut (bintik komplik). Lalu terjadi demam
tinggi 38 C. Ruam akan muncul pada hari ke 3-4 akan semakin
memerah dan bertambah banyak namun tidak menimbulkan gatal.
Imunisasi diberikan pada bayi berusia 9-11 bulan dengan dosis 0,5 ml per
SC atau IM di lengan kiri atas. Imunisasi ulangan perlu dibeikan saat anak
SD (5-6 th) untuk mempertinggi serokonversi, namun bila pada usia 15-18
bulan anak mendapat imunasasi MMR imunisasi ulangan tidak diperlukan.
Imunisasi tidak dapat diberikan bila demam tinggi, sedang menerima
terapi imunosupresi jangka panjang, hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, dan memiliki riwayat alergi.
KIPI sering dijumpai pada vaksin dari virus yang dimatikan, berupa
demam tinggi lebih dari 39,5 C pad hari ke 5-6 setelah imunisasi.
Demam berlangsung dalam 2 hari dan dapat memicu kejang demam, ruam
pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta ensefalopati dan ensefalitis pasca
imuisasi.

Imunisasi Anjuran
1. Imunisasi Hib.
Diberikan untuk menceg h infeksi Haemophilus influenza type B. Infeksi
ini bisa mengakibatkan meningitis, epiglotitis, artritis, selulitis, dan
pneumonia. Vaksin yang sering digunakan PRP-TP ( konjugasi dengan
protein tetanus), vaksin ini ada yang tunggal ( Act-Hb dan Hiberix) atau
dikombinasi dengan vaksin lain misal dengan DPT (pediacel dan Tetract-
Hb).
Vaksin diberikan 0,5 ml IM, perlu diulang pada usia 18 bulan, jika anak
baru diimunisasi saat usia 1-5 tahun cukup diberikan satu kali.
Dikontraindikasikan pada hipersenstif dan infeksi berat disertai kejang.
Efek samping berupa reaksi lokal di sekitar penyuntikan, biasanya hilang
dalam 2 hari.
2. Imunisasi PCV (pneumococcal conjugate vaccine)
Berfungsi untuk mengurangi morbiditas akibat pneumokokus infasive
(IPD) akibat Streptococcus pneumoniae. Infeksi ini dapat menyebabkan
bakterimia, meningitis, pneumonia, dan otitis media.
PCV diberikan pada usia 2 (dosis I), 4 (dosis II), 6(dosis III), dan 12-15
bulan (dosis IV). Jika bayi baru diimunisasi saat usia 7-12 bulan, vaksin
diberikan 2x dengan interval 2 bulan, >1 tahun diberikan 1x tetapi
keduanya perludosis ulangan 1x pada usia > 12 tahun atau minimal 2
bulan setelah pemberian dosis pertama. Jika diberikan pada usia >2th,
cukup diberikan 1x. Dosis diberikan 0,5 ml im pada deltoid atau paha
anterolateral.
Kontaindikasi jika timbul reaksi anafilaktik setelah pemberian vaksin,
dibawah 2 bulan , dalam pengobatan imunosupresan/ radiasi kelenjar
limfe, kehamilan dan telah mendapat imunisasi PCV setelah usia 3 tahun.
KIPI berupa nyeri ringan di daerah suntikan kurang dari 48 jam,demam
ringan dan mialgiapada dosis kedua. Reaksi yang kurang biasa seperti
muntah, nafsu makan berkurang, dan diare. Reaksi nafilaksis jaang
ditemukan.
3. Rotavirus
Diberikan untuk mencegah infeksi akibat rotavirus yaitu diare, yang
merupakan penyebab kematian anka tertinggi di Indonesia. Imunisasi
diberikan 3 kali yaitu pada usia 2, 4 dan 6 bulan, pemberian diberikan
sesuai merk vaksin yang digunakan.
Rotarix diberrikan peroral 2x mulai usia 6 minggu, dosis kedua diberikan
4 minggu setelahnya sebelum usia 24 minggu. Rotateq diberikan per oral
3x , pada usia 6-12 bulan, dosis kedua dan tiga diberikan dengan interval
4-10 minggu sebelum usia 32 minggu.
Imunisasi dikontraindikasikan pada bayi dengan alergi, intussusepi,
kelainan saluran cerna, menderita penyakit imunodefisisensi, dalam
kondisi respon imun sperti penderita kanker, HIV, dan minum obat
imunosupresive.. KIPI berupa iritabel, pilek, nafsu makan berkurang, dan
demam.
4. Influenza
Menghindari penyakit influenza dan menghindarkan anak dari komplikasi
berat seperti pneumonia. Vaksin infleuenza ada dua jenis yatu whole-
virus dan split-virus (dianjurkan untuk anak) karena tidak menyebabkan
demam. Vaksin diberikan sebelum musim influenza mendatang.
Vaksin diberikan 0,5 ml im pada deltoid, vaksin direkomendasikan satu
kali dalam setahun. Kontraindikasi hipersensitif anafilaksis pada vaksinasi
sebelumnya, hipersensitif telur, demam akut sedang atau berat, ibu hamil
dan menyusui. KIPI meliputi nyeri lokal, eritema, dan indurasi tempat
penyuntikan, demam, lemas mialgia pada 6-12 jam pasca imunisasi selama
1-2 hari.
5. MMR (measles, mumps, rubela)
Vaksin MMR tidak dianjurkan pada bayi dibawah satu tahun, bisa
diberikan pada usia 15-18 bulan. Imunisasi dapat diberikan meski sudah
pernah terkena campak, gondongan atau rubela atau sudah pernah
diimunisasi campak. KIPI berupa demam ringan dan mungkin kulit
kemerahan selama enam hingga sebelas hari setelah imunisasi. Bisa terjadi
ensefalitis, pembengkakan kelenjar parotis, meningoensefalitis, dan
trombositopenia. Tidak boleh diberikan pada penderita kanker yang tidak
diobati, mendapat obat imunosupresive dan steroid dosis tinggi, alergi
berat terhadap gelatin atau neomisin, demam akut, mendapat vaksin hidup
lain, baru mendapat transfusi darah whole blood dalam 3 bulan terakhir,
serta terapi imunoglobulin.
6. Tifoid
Kekebalan terhadap infeksi Salmonella typhi, yang menular melalui jalur
oral-fekal, gejala klinis berupa demam berkepanjangan, ganguan fungsi
usus, gangguan SSP seperti delirium, apatis bahkan koma.
Vaksin oral diberikan pada usia lebih darri 6 tahun, dalam 3 dosis dengan
selang 1 hari. Vaksin ulangan setiap 3-5 tahun, diberikan sebelum
bepergian ke daerah resiko tinggi. Vaksin injeksi diberikan im atau sc di
daerah gluteal atau paha 0,5 ml, diberika jika bayi berusia lebih dari 2
tahun, vaksin ulangan setiap 3 tahun.
Tidak boleh diberikan bersama antibiotik, sulfonamid, atau antimalaria.
Vaksin memberikan respon kuat terhadap interferon mukosa sehingga
pemberian vaksin polio perlu ditunda sekitar 2 minggu. Kontraindikasi
pada alergi dan demam. KIPI berupa reaksi lokal di daerah penyuntikan.
Reaksi sitemik seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri
otot, mual dan nyeri perut jarang dijumpai.
7. Hepatitis A
Gejala hepatitis A (jaudice) mirip flu yaitu mual, demam dan pusing terus
menerus. air seni kemerahan, sklera kekuningan, dan nyeri pada perut
bagian atas. Pada anak-anak hanya demam dan tiba-tiba hilang nafs
makan. Hepatitis A kadang timbul bersama leptospirosis, sifilis,
tuberkulosis, toksoplasmosis, dan amebiasis.
o Havrix 360 UI. Diberikan 3x, dosis 1 dan 2 diberikan dengan
interval 4 minggu. Dan dosis ketiga untuk perlindungan 10 tahun
diberikan 6 bulan setelah dosis pertama.
o Havrix 720 UI. Diberikan dua kali denganinterval 6 bulan.
o Avaxim. Diberikan 0,5 ml (160 ui), dosis ulangan pada 6 bulan
setelahnya.
o Vaqta. Diberikan 2x dengan selang 6-18 bulan.
Ketiganya diberikan im di deltoid saat usia dia atas 2 tahun, dapat
dikombinasikan dengan hepatitis B (Twinrix). Efek samping
sangat jarang.
8. Varisela
Diberikan untuk mencegah infeksi varicella zoster. Akan berdampak berat
pada orang dewasa dan bisa menimbulkan varisela kongenital. Gejala
timbul 10-12 hari setelah terinfeksi, gejala awal berupa sakit kepala,
demam edang, dan tidak enak badan serta penurunan nafsu makan. Sejak
24-36 jam timbul bintik-bintik merah datar (makula), kemudian menonjol
(papula) berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal, hingga akhirnya
mengering. Vaksin berisi virus hidup galur OKA yang tidak berbahaya,
sedikit antibiotik dan neomisin.
Imunisasi diberikan pada anak usia 10-12 tahun yang belum terkena cacar
air, dengan dosis tunggal 0,5 ml, persubcutan. Pada anak 13 tahun atau
dewasa vaksin diberikan 2 x dengan jarak 4-8 minggu.
Kontraindikasi pada demam tinggi, hitung leukosit < 1.200 mcl, defisiensi
imun seluler, dalam terpi kortikosteroid dosis tinggi (2mg/kg BB/hari),
serta alergi neomisisn. Reaksi KIPI berupa reaksi lokal) demam, dan ruam
papula-vaskula ringan.
9. HPV (human Papiloma Virus)
HPV menyerang lapisan epidermis kulit dan lapisan mukosa manusia,
pada perempuan dapat mengakibatkan kanker serviks, vulva, vagina, dan
anus. Pada laki-laki menyebabkan kanker di penis dan anus.
Vaksin diberikan pada perempuan berusia 9-26 tahun dan laki-laki berusia
13-21 tahun. Vaksin yang tersedia Gardasil 9untuk laki-laki dan
perempuan) dan cervarix (untuk perempuan). Vaksin diberikan 3 kali.
Dengan interval dosis pertama dan kedua 1-2 bulan, dosis kedua dan
ketiga 6 bulan.
Tidak boleh diberikan pada orang dengan riwayat alergi, wanita hamil,
orang dalam kondisi tidak sehat. Efek samping berupa reaksi lokal di
daerah penyuntikan berupa rasa sakit, merah, dan bengkak, demam ringan,
sakit kepala, pingsan (jarang), dan sulit bernafas (sangat jarang).

Anda mungkin juga menyukai