Anda di halaman 1dari 8

1.

Megakolon Kongenital (Penyakit Hirschsprung)


Definisi: suatu keadaan kelaian bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter
ani internal kea rah proksimal dengan panjang segmen tertentu, selalu termasuk anus,
dan setidak-setidaknya sebagian rectum
Gejala Klinis:
- Gagal mengeluarkan meconium dalam 24 jam pertama kehidupan
- Tanda obstruksi intestinal nonspesifik distensi abdomen, muntah hijau dan
inteoleransi dalam pemberian makan. Hal ini terjadi karena tidak adanya
peristaltik yang bersifat propulsive pada segmen aganglionok
- Enterokolitis yang ditandai dengan demam, distensi abdomen, tinja menyemprot
bila dilakukan pemeriksaan colok dubur, tinja berbau busuk serta berdarah.
Enterokolitis terjadi karena stasis obstruktif dan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan (misalnya C.difficile dan rotavirus)
- Apabila sudah terjadi komplikasi berupa peritonitis ditemukan edema, bercak
kemerahan di sekitar umbilicus, punggung serta pada daerah genitalia
- Pada anak yang lebih dewasa: konstipasie berulang, gagal tumbuh, serta tampak
letargis
Diagnosis: dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, selain itu perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat kehamilan dan
kelahiran. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
- Pemeriksaan definitive biopsy rektal. Biopsy rektal dapat dilakukan secara
bedside pada pasien neonatus, sedangkan pada anak yang lebih besar diperlukan
sedasi intravena. Pengambilan sampel meliputi lapisan mukosa serta submucosa 1
cm, 2 cm, dan 3 cm dari linea dentata. Sediian histopatogi akan menunjukkan
tidak adanya sel gangglionpada pleksus myenterikus, adanya hipertrofi bundle
saraf serta pewarnaan yang menyangat dengan asetilkolin
- Rontgen abdomen pemeriksaan ini bersifat nonspesifik. Hasil foto
menunjukkan usus-usus yang terdistensi dan terisi oleh udara. Biasanya sulit
membedakan usus halus dan usus besar saat usia neonatus
- Pemeriksaan barium enema dilakukan untuk menunjukkan lokasi zona transisi
anatara segmen kolon dengan ganglion yang mengalami dilatasi dengan segmen
aganglionik yang mengalami konstriksi. Terdapat tanda klasik pada penyakit
Hirschprung yakni:
a. Segmen sempit dari sfingter anal
b. Zona transisi (daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi)
c. Segmen dilatasi
Tatalaksana:
- Dekompresi saluran cerna dengan NGT.
Dekompresi rektal juga dapat dilakukan dengan menggunakan rectal tube.
Apabila dekompresi tidak berhasil kolostomi menjadi pilihan terapi bedah
sementara
- Rehidrasi
- Pemasangan kateter urin untuk memantau urin output . normalnya 1,5
cc/KgBB/jam
- Pemberian antibiotik apabila terjadi enterokolitis
Tindakan operatif:
- Kolostomi
- Pull-through operation, prinsip operasi ini adalah membuang segemen
aganglionik dan membuat anastomosis segmen ganglion dengan anus. Ada 3
teknis yang sering digunakan yaitu, Swenson, Duhamel dan Soave
2. Atresia Ani
Definsi: Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata
meliputi anus, rektum, atau keduanya. Atresia ani adalah malformasi kongenital
dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar.
Gejala Klinis:
- Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (tidak bisa buang air
besar sampai 24 jam setelah lahir).
- Perut membuncit dan pembuluh darah di kulit abdomen terlihat menonjol. Perut
kembung biasanya terjadi antara empat sampai delapan jam setelah lahir.
- Muntah (cairan muntahan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga
berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium).
Diagnosis:
- Pemeriksaan perianal Apakah terdapat anus atau tidak, bisa juga tidak ada anus
dan hanya berupa lengkungan (anal dimple).
Jika tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula.
- Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi = perut tampak kembung
Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai.
Perkusi = hipertimpani
Auskultasi = Peristaltik meningkat, dapat terdengar metalic sound
- Invertogram (Radiografi Abominal Lateral dengan marker radiopaque pada perineum)
Teknik pengambilan foto ini dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi sudah
mencapai rektum, dan bertujuan untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap
tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit peritoneum.
- USG USG abdomen dapat membantu menentukan apakah ada anomali saluran
kemih atau saraf pada tulang belakang.
Penatalaksaan :
Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi perineal tanpa
kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu anoplasti
Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dan intermediat membutuhkan tiga tahapan
rekonstruksi. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah kolostomi terlebih dahulu
segera setelah lahir untuk dekompresi dan diversi, diikuti dengan operasi definitif
berupa prosedur abdominoperineal pullthrough (Swenson, Duhamel, Soave) setelah
4-8 minggu (sumber lain menyebutkan 3-6 bulan) dan diakhiri dengan penutupan dari
kolostomi yang dilakukan beberapa bulan setelahnya.
3. BPH
Definisi: pertumbuhan jinak kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar
Gejala Klinis:
- Gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil
belum terasa kosong (incomplete emptying), menunggu lama pada
permulaan buang air kecil (hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil
(straining), buang air kecil terputus-putus (intermittency), dan waktu
buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi
inkontinen karena overflow.
- Gejala iritatif terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa
untuk buang air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu
kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge incontinence).
Diagnosis:
- Pemeriksaan fisik: Colok dubur pembesaran prostat, konsistensinya,
dan ada/tidaknya nodul.
- Urinalis menilai leukositoria dan hematuria
- PSA Membedakan suatu kegansan atau tumor jinak. PSA sangat penting
untuk mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat
- Uroflometri noninvasive, digunakan untuk menilai obstruksi saluran
kemih bagian bawah
- USG/Kateter untuk menilai volume urine residual
- Transrectal/Transabdominal Ultrasonography (TRUS/TAUS) mengukur
volume prostat dn menemukan gambaran hipoekoik
Tatalaksana:
- Medikamentosa
1. Antagonis adrenergik reseptor yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan
indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin
2. Inhibitor 5 redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
3. Fitoterapi menggunakan bahan-bahan dari tumbuhan. Yang sering
digunakan : Serenoa repens (Lanaprost), dan Pygenium africu,
(Tadenan)
- Operatif
1. Prostektomi terbuka prostat yang besar (80-100 cm3), BPH dengan
penyulit batu buli-buli
2. TUIP (Transurethral Incision Prostate) dilakukan apabila volume
prostat < 30 cm3
3. TURP (Transurethral Resection Prostate)
4. Tindakan invasive minimal Termoterapi, pemasangan stent prostat
4. Phimosis

Definisi: preputium penis yang tidak dapat diretraksi ke proksimal sampai ke korona glandis
Gambaran klinis:
- Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukkan urine.
- gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urin mengecil,
menggelembungnya ujung preputium penis saat miksi, dan menimbulkan
resistensi urin
- hygiene local yang kurang bersik menyebabkan terjadinya infeksi yaitu,
prostitis, balanitis, balanopstitis. Dapat terjadi corpus smegma yaitu
timbunan smegma di dalam sakus preputium penis

Diagnosis : Diagnosis phimosis terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan tidak ada tes
laboratorium atau pencitraan yang diperlukan [11]. Pemeriksaan penunjang mungkin
diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau infeksi kulit pada genital.

Tatalaksana:
- tidak dianjurkan dilakukan retraksi yang dipaksakan, karena dapat
menimbulkan luka dan trebentuk sikatriks pada ujung preputium sehingga
akan terbentuk fimosis sekunder
- fimosis dengan keluhan miksi atau infeksi postitis merupakan indikasi
dilakukannya sirkumsisi, dimana pada fimosis disertai balanitis / psotitis
harus diberikna terapi antibiotika terlebih dahulu.
5. Striktus Uretra
Definisi: Striktur urethra adalah penyempitan atau konstriksi dari lumen
urethra akibat adanya obstruksi. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. Striktur urethra
adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik
(jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. Striktur uretra adalah suatu
kondisi penyempitan lumen uretra.
Gejala Klinis:
Keluhan: kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran
bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah/nanah di
daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana dalam. Bila
terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh.
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian
timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan
pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin
multiple.
Diagnosis:
- Laboratoriun untuk persiapan pembedahan dan tanda tanda infeksi
melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
- Uroflowmetri Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan
kecepatan pancaran urine (normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada
wanita 25 ml/detik). Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal
menandakan adanya obstruksi.
- Radiologi uretrografi untuk melihat letak penyempitan dan besarnya
penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang
striktur adalah dengan sistouretrografi Urinalisis: warna kuning, coklat
gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH: 7 atau lebih besar,
bakteria.
- Uretrograf adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk
mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto)
Tatalaksana:
- Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat
pemasangan kateter
- Medika mentosa:
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.

- Pembedahan
a. Sistostomi suprapubic
Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-
hati.
b. Uretrotomi interna: memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau
otis/sachse.
c. Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan
uretra yang masih baik
6. Kolelitiasis
Definsi: Penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Gejala Klinis:
- hingga 2/3 penderita batu kandung empedu simptomatik
- dyspepsia yang akan diserta intoleransi terhadap makanan berlemak
- simpromatik nyeri di dearah epigastrium, kuadran kanan atas atau
precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung > 15
menit dan kadang-kadang baru menghilang beberapa jam kemudian
- penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula atau ke
puncak bahu disertai mual dan muntah
- jika terjadi kolestitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah dan
bertambah pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung
empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasie berhenti menarik napas
yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (murphy sign)
- Pada duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila
terjadi kolangitis. Biasanya tedapat icterus dan urin berwarna gelap yang
hilang timbul.
Diagnosis
- Pemeriksaan fisik: Batu kandung empedu
d. Nyeri tekan dengan punktum maksimun di daerah letak anatomi
kandung empedu. Tanda murphy positif
Batu saluran empedu
e. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik
f. Apabila timbul serangn kolangitis trias charcot: demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati dan icterus
- Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium: leukositosis, kenaikan bilirubin serum
b. Radiologi: USG abdomen, kolesistografi dengan kontras, CT-Scan,
ERCP
Tatalaksana:
- Non bedah: lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik
- Bedah: kolesistektomi, dengan laparoskopi maupun dengan open
koleksistektomi

7. Karsinoma Kolorectal
Definisi: adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan epitel dari
kolon atau rectum
Gejala Klinis:
- Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
- Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong
saat BAB
- Feses yang lebih kecil dari biasanya.
- Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut atau nyeri.
- Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
- Mual dan muntah.
- Rasa letih dan lesu.
- Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerah gluteus.

Diagnosis:

Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras
ganda.

Test laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :

- Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik ditandai


dengan sel-sel darah merah yang kecil tanpa terlihat penyebab adalah
indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan
kepastian kanker kolorektal.
- Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feses,
karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
- Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada
tidaknya dan lokasi tumor.
- X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru.
- CT (computedtomography) scan, magneticresonanceimaging(MRI) atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah
mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.

- Endoskopi (sigmoidoskopi atau kolonoskopi) adalah test diagnostik utama


digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsi
jaringan.

Tatalaksana: Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah
obstruksi, perforasi dan perdarahan.

- Tumor caecum/kolon ascenden hemikolektomi dextra dilanjutkan


dengan anastomosis end to end
- Tumor kolon transversum reseksi kolon transversum dilanjutkan
dengana anastomosis end to end
- Tumor kolon descenden hemikolektomi sinistra dilanjutkan dengana
anastomosis end to end
- Tumor sigmoid reseksi kolon sigmoid
- Tumor rectum 1/3 proximal reseksi dengan mempertahankan sfingter
anus
- Tumor rectum 1/3 distal amputasi rectum melalui reseksi
abdominoperineal quenu-miles. Anus turut dikeluarkan.
8. Adenokarsinoma

Anda mungkin juga menyukai