Anda di halaman 1dari 7

Masalah Etik dalam Serosis Hati

1. Terapi Stem Cell

Stem Cell adalah metode terbaru dalam pengobatan sirosis, merupakan salah satu teknologi
medis termutakhir yang popular di dunia. Dibandingkan dengan transplantasi hati, teknologi
Stem Cell tidak memiliki risiko penolakan kekebalan tubuh dan masalah etika lainnya. Teknologi
ini minim risiko, minim rasa sakit, biaya yang ekonomis dan tanpa efek samping. Sebuah
percobaan klinis menegaskan, bahwa setelah stem sel masuk ke dalam tubuh manusia, ia akan
langsung menuju ke bagian sel-sel hati yang rusak: pertama, stem sel bisa menjadi sel hati
dengan fungsi yang baru sesuai dengan diferensiasi mikro sekitarnya; kedua, stem sel juga dapat
"membangunkan" sel hati tubuh pasien dan melakukan "regenerasi"; ketiga, melalui stem sel,
tubuh dapat mengeluarkan berbagai sitokin, serta memperbaiki sel-sel yang rusak. Ketiga fungsi
ini bertujuan untuk memperbaiki dan mengganti sel-sel tubuh yang telah terkena lesi, sehingga
fungsi hati pasien akan pulih secara benar

2. Tranplantasi Hati
Pemeriksaan penunjang

a.Pemeriksaan laboratorium
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap
Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat
dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat
hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hypokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaanfototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
c. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk
sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
d. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa

Fase-Fase Serosis Hati


Fase kompensasi, diikuti dengan fase dekompensasi dimana sudah muncul gejala akibat
komplikasi dari meningkatnya tekanan darah di hati atau karena gangguan hati atau keduanya.
Pada fase kompensasi biasanya tidak terdapat gejala tetapi sudah terjadi pelebaran pembuluh
darah atau penumpukan air di rongga perut. Pada fase dekompensasi gejala yang muncul adalah
gejala komplikasi. Pasien dengan sirosis umumnya akan mengalami perubahan fase dari
kompensasi menjadi dekompensasi dalam waktu kurang lebih 6 tahun.

Sirosis hepatis merupakan entitas patologik yang ditandai dengan

1. nekrosis sel hati, progresif lambat dalam waktu lama yang akhirnya menyebabkan gagal hati
kronis dan kematian;
2. fibrosis, yang mengenai vena sentralis dan daerah porta;
3. nodul regeneratif, akibat hiperplasia sel hati yang bertahan hidup;
4. distorsi pada arsitektur lobular hati normal; dan
5. mengenai seluruh hati secara difus (Taylor, 2006).
klasifikasi
1. Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
2. Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.Sirosis
hepatis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat
tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati (Hadi,
2002).
Secara morfologi Sherlock membagi sirosis hepatis bedasarkan
besar kecilnya nodul, yaitu:
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
2. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler (Hadi, 2002).
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hepatis atas:
1. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau
subacute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
2. Nutrisional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik,
Laennec s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama
faktor lipotropik.
3. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis (Hadi,
2002).
Schiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutrional atau sirosis alkoholik
2. Sirosis postnekrotik
3. Sirosis biliaris (Hadi, 2002).

KOMPLIKASI

1. Edema Asites
Dengan semakin beratnya sirosis hepatis,maka terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk
melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan, pada awalnya
akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit sekitar tumit dan kaki , karena efek gravitasi
pada waktu berdiri atau duduk. Penumpukan cairan ini disebut edema atau sembab pitting
(pitting edema). Pembengkakan ini menjadi lebih berat pada sore hari setelah berdiri atau duduk
dan berkurang pada malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur.
Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin banyaknya garam dan air yang
diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul dalam rongga abdomen antara dinding dan perut
dan organ dalam perut. Penimbunan cairan ini disebut asites yang berakibat pembesaran
perut,keluhan rasa tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan ( Hernomo, 2007).
Dari segi epidemiologi asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis hepatis Untuk
membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG (serum-ascites albumin gradient) :
bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya adalah penyakit non peritoneal (hipertensi
portal,hipoalbuminemia, asites chyllous,tumor ovarium). Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg %
disebabkan eksudat (keganasan, peritonitis-karena dan hipertensi portal. Dalam waktu 10 tahun
sejak diagnosis sirosis, lebih dari 50% pasien akan terjadi penimbunan cairan (asites).
Perkembangan asites dikaitkan dengan prognosis buruk pada pasien sirosis hepatis, dengan
mortalitas 15% dalam satu tahun dan 44% dalam lima tahun yang telah di follow-up. Oleh
karena itu, pasien dengan asites harus dipertimbangkan untuk transplantasi hati, sebaiknya
sebelum perkembangan disfungsi ginjal(Biecker, 2011).
Untuk membedakan penyebab asites , dilakukan pemeriksaan SAAG (serum-ascites albumin
gradient) : bila nilainya > 1.1 gram %, penyebabnya adalah penyakit non peritoneal (hipertensi
portal,hipoalbuminemia, asites chyllous,tumor ovarium). Sebaliknya bila nilainya < 1,1 mg %
disebabkan eksudat (keganasan, peritonitis karena TBC, jamur, amuba atau benda asing dalam
peritoneum). Asites juga dibagi dalam 4 tingkatan asites, yaitu : tingkat 1, hanya dapat dideteksi
dengan pemeriksaan seksama; tingkat 2, deteksi lebih mudah tapi biasanya jumlahnya hanya
sedikit; tingkat 3, tampak jelas tetapi tidak terasa keras; dan tingkat 4, bila asites mulai terasa
keras (Hernomo, 2007).
2. pontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan
kuman.Dalam keadaan normal, rongga perut hanya mengandung sedikit cairan,
sehingga mampu menghambat infeksi dan memusnahkan bakteri yang masuk ke dalam
rongga perut (biasanya dari usus), atau mengarahkan bakteri ke vena porta atau hati, di mana
mereka akan dibunuh semua. Pada sirosis, cairan yang mengumpul dalam perut tidak
mampu lagi untuk menghambat invasi bakteri secara normal. Selain itu, lebih banyak bakteri
yang mampu mendapatkan jalannya sendiri dari usus ke asites. Karena itu infeksi dalam
perut dan asites ini disebut sebagai peritonitis bakteri spontan (spontaneous bacterial
peritonitis) atau SBP. SBP merupakan komplikasi yang mengancam jiwa pasien.
Beberapa pasien SBP ada yang tidak mempunyai keluhan sama sekali, namun sebagian
lagi mengeluh demam, menggigil, nyeri abdomen, rasa tak enak di perut, diare dan asites
yang memburuk (Hernomo, 2007).
3. Perdarahan saluran cerna/ pendarahan Varises esofagus
4. Sindroma hepato-renal
5. Sindroma hepato-pulmoner
6. Hipersplenisme
7. Kanker hati
8. Enselopati Hepatik

Sumber

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurulhiday-6749-2-babii.pdf
Pande Made Aditya Saskara, Iga Suryadarmabagian/Smf Ilmu Penyakit Dalam. 2012. Laporan
Kasus: Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar.

http://www.asiancancer.com/indonesian/liver-cirrhosis/

https://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/sirosis-hati

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33680/Chapter%20II.pdf?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai