Anda di halaman 1dari 14

aporan Pendahuluan Diare

DIARE

I. KONSEP DASAR PENYAKIT.


A. Pengertian.
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi
dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150 430
perseribu penduduk pertahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan,
angka kematian di Rumah Sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3 %.
Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat daripada
gastroenteritis, karena istilah yang disebut terakhir ini memberikan kesan
seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan oleh infeksi dan walaupun
disebabkan oleh infeksi, asam lambung jarang mengalami peradangan.
Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak
normal dan cair. Di bagian ilmu kesehatan anak FKUI / RSCM, diare diartikan
sebagai BAB yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer bila frekuensi
BAB sudah lebih dari 4 kali sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan
dan anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Berdasarkan mula dan lamanya diare terbagi 2 yaitu:
1) Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat
dalam beberapa hari sampai 7 atau114 hari.
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu.

Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedang pada bayi dan anak
ditetapkan batas waktu 2 minggu ( Arif, 1999: 500 ).

B. Etiologi.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1) Faktor infeksi.
a) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
Infeksi bakteri; Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas dll.
Infeksi virus; Entero virus, Rota virus, Astro virus dll.
Infeksi parasit; Cacing ( Ascaris, Oxyuris, Trichiuris ), Protozoa ( Entamoeba
histolytica, Glardia lamblia ), Jamur ( Candida albicans ).
b) Infeksi parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti Otitis Media Akut ( OMA ), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
2) Faktor malabsorbsi.
a) Malabsorbsi karbohidrat; Disakarida ( Intoleransi laktosa, Maltosa dan
Sukrosa ), Monosakarida ( Intoleransi glukosa, Fruktosa dan Galaktosa ) pada
bayi dan anak yang terpenting dan yang tersering ialah Intoleransi Laktosa.
b) Malabsorbsi lemak.
c) Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan; makananbasi, beracun, alergi terhadap makanan.
4) Faktor psikologis; rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

C. Patofisiologi.
Biasanya terbatas pada lapisan mukosa, bila sering mencerna salsilat / alkohol
dapat menyebabkan pendarahan pada lambung yang berasal dari korosi kapiler. Hal
ini berakibat meningkatkan sekresi air dan garam kedalam lumen usus dan
meningkatnya mobilitas usus sehingga makanan tidak tercerna dalam jumlah besar
dan dikeluarkan bersama cairan. Ini dapa menyebabkan tubuh kehilangn cairan dan
elektrolit, sehingga dapat terjadi dehidrasi dan bila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan syok hipovolemik sampai pada kematian.
Adapun mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah;
1) Gangguan osmotik.
Terdapat makanan / zat yang tidak dapat diserap menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi.
Akibat rangsangan tertentu ( misal oleh toksin ) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
akhirnya diare timbul.
3) Gangguan mobilitas usus.
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula ( Ngastiah, 1997, 144 ).

D. Manifestasi Klinik.
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang / tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
dan mungkin disertai lendir / darah, warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitar lecer
karena seringnya defekasi, gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare.
Bila penderita telah kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Tingkatan dehidrasinya adalah;
1) Dehidrasi ringan.
Kehilangan cairan < 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB, mau minum,
kesadaran baik, nadi normal, rasa haus, ubun-ubun dan mata cekung, turgor
kulit biasa, kencing normal.
2) Dehidrasi sedang.
Kehilangan < 5 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB, gelisah, sangat
haus, nadi agak cepat, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung,
kencing sedikit, turgor kulit kurang, minum lahap.
3) Dehidrasi berat.
Kehilangan cairan < 10 15 % atau rata-rata 125 ml/kg BB, apatis,
denyut nadi cepat, tekanan darah turun, anuria pusat, pernafasan cepat dan
dalam, turgor sangat kurang, ubun-ubun dan mata cekung sekali, tidak mau
minum. ( Ngastiah, 1997: 145 )

E. Pemeriksaan Diagnostik.
1) Pemeriksaan tinja.
a) Makroskopis dan mikroskopis.
b) PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
c) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah.
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fospor
dalam serum ( terutama pada penderita diare yang disertai kejang ).
5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik /
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik.

F. Penatalaksanaan Medis.
Dasar pengobatan diare adalah;
1) Pemberian cairan ( rehidrasi awal dan rumat ).
a) Jenis cairan.
b) Jalan pemberian cairan.
c) Jumlah cairan.
d) Jadwal pemberian cairan.
2) Dietetik ( pemberian makanan ).
a) Untuk anak dibawah 1 tahun dan diatas 1 tahun dengan BB < 7 kg. Jenis
makan ;
Susu ( ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Aimiron ).
Makanan setengah padat ( bubur susu ) atau makanan padat ( nasi tim ).
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan
asam lemak berantai sedang / tidak jenuh.
b) Untuk anak diatas 1 tahun dengan BB > 7 kg. Jenis makanan;
Makanan padat atau makanan cair / susu sesuai dengan kebiasaan makan
dirumah.
3) Obat-obatan.
a) Obat anti sekresi.
Asetosal 25 mg / tahun dengan dosis minimal 30 mg.
Klorpromazin 0,5 1 mg / kg BB / hari
b) Obat anti spasmolitik, misal; papaverine, opium, loperamid.
c) Obat pengeras tinja, misal; koalin, pekhn, charcool, tabonal.
d) Anti biotika, misal; tetrasiklin 20 50 mg / kg BB / hari, compylobacter
diberikan eritromisin 40 50 mg / kg BB / hari.

II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.


A. Diagnosa Keperawatan.
1) Diare B. D inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus.
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan B. D out put yang berlebihan.
3) Perubahan nutrisi kurang dari keperluan tubuh B. D gangguan absorbsi
nutrisi.
4) Nyeri B. D hiperperistaltik usus.

B. Intervensi Keperawatan. ( Doenges 1999 )


1) Diagnosa 1.
Observasi dan catat frekuensi, defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor
pencetus.
Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur.
Buang feses dengan cepat, berikan pengharum ruangan.
Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare.
Mulai lagi pemasukan cairan peroral secara bertahap.
Observasi demam, takikhardi, lethargi.

2) Diagnosa 2.
Awasi masukan, pengeluaran, karakteristik dan jumlah feses.
Ukur berat jenis urine, observasi oliguria.
Kaji TTV.
Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor
kulit.

3) Diagnosa 3.
Ukur BB setiap hari.
Kaji intake dan out put.
Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring.

4) Diagnosa 4.
Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
Catat petunjuk non-verbal, misal; gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-
hati dengan abdomen, menarik diri dan depresi, selidiki perbedaan petunjuk
verbal dan non verbal.
Berikan tindakan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Nursing Diagnosis Application To Clinical Practice, 7th
Edition. New York ; Lippincoot.
Doenges, Marilyn, E, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Alih Bahasa
Kariasa dan Ni Made Sumarwati Edisi 3. Jakarta; EGC.
Greenberg, Smith Cindy. 1998. Nursing Care Planning Guides ForChildreen. USA;
William dan Wilkins.
Mansoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
I. Jakarta; Media Aesculapius. FKUI.
Staf Pengajar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
KONSEP MEDIS

Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan,
dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200
ml/sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam
atau beberapa hari.

Penyebab
Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella
dysentriae,
Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus,
Clostridium
perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp,
Streptococcus sp,Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis,
Isospora sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus,
T. trichiura, O.velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123 pasien
dewasa yang dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi
penyebab diare akut terbanyak adalah E. coli (38 %), V. cholera Ogawa
(18 %) dan Aeromonas sp. (14 %).

Patofisiologi
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal dari
luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung, empedu dan
sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebt diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500
ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga tersisa
sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain.
Misalnya, cairan dalam lumen usus yang mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus secara
mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu
henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan
dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.

Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah
faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas
faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman
lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi
V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit
serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan
dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-
A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali
akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya
perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus
halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
Berdasarkan kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan atas:
1. Bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Misalnya V. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli (ETEC) dan C. perfringens tidak
merusak mukosa, mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-
30 menit sesudah diproduksi yang mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke
dalam lumen usus yang diikuti air, ion bokarbonat, natrium dan kalium sehingga
tubuh akan kekurangan cairan dan elektrolit yang keluar bersama tinja.
2. Bakteri enterovasif
Misalnya Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan
C. perfringens type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli dan C. perfringens.
Dalam hal ini, diare terjadi akibat nekrosis dan ulserasi dinding usus. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif., dapat tercampur lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi
oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare koleriformis.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung
lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal
akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.


Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat
dan akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak dipasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja.
Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya
ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl
isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan
oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari
badan dapat dihitung dengan
cara/rumus:
- Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma 1,025
---------------------- x BB x 4 ml
0,001
- Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

- Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =1
* BP sistolik 60-90 mmHg =1
* BP sistolik =2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt =1
* Kesadaran apatis =1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
* Frekuensi napas >30 x/mnt =1
* Facies cholerica =2
* Vox cholerica =2
* Turgor kulit menurun =1
* Washer womens hand =1
* Ekstremitas dingin =1
* Sianosis =2
* Usia 50-60 tahun =1
* Usia >60 tahun =2
Kebutuhan cairan =
Skor
-------- x 10% x kgBB x 1 ltr
15

3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan
orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan
1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya
pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor
diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal
secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3
didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya.
Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.


Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan
keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan
biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui
pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ
plasma. Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik
pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi
Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi
amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1) Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
2) Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-
kadang darah. Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas
dapat diarahkan sesuai manifestasi klinis diare.

3. Memberikan terapi simtomatik


Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan
keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare
yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu
kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.

4. Memberikan terapi definitif.


Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
2) V. parahaemolyticus,
3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4) C. perfringens, spesifik
5) A. aureus : Kloramfenikol
6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon
seperti Siprofloksasin
7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8) Helicobacter: Eritromisin
9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus: simtomatik dan suportif

KONSEP KEPERAWATAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:


Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum
Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare
Gelisah dan ansietas
2. Sirkulasi:
Tanda:
Takikardia (reapon terhadap dehidrasi, demam, proses inflamasi dan nyeri
Hipotensi
Kulit/membran mukosa : turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah
3. Integritas ego:
Gejala:
Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak berdaya
Tanda:
Respon menolak, perhatian menyempit, depresi
4. Eliminasi:
Gejala:
Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir/busuk.
Tenesmus, nyeri/kram abdomen
Tanda:
Bising usus menurun atau meningkat
Oliguria/anuria
5. Makanan dan cairan:
Gejala:
Haus
Anoreksia
Mual/muntah
Penurunan berat badan
Intoleransi diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak
Tanda:
Penurunan lemak sub kutan/massa otot
Kelemahan tonus otot, turgor kulit buruk
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
6. Hygiene:
Tanda:
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
Badan berbau
7. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang dengan defeka
Tanda:
Nyeri tekan abdomen, distensi.
8. Keamanan:
Tanda:
Peningkatan suhu pada infeksi akut,
Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
Lesi kulit sekitar anus
9. Seksualitas:
Gejala:
Kemampuan menurun, libido menurun
Interaksi sosial:
Gejala:
Penurunan aktivitas sosial
Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
Riwayat anggota keluarga dengan diare
Proses penularan infeksi fekal-oral
Personal higyene:
Rehidrasi

Tes Diagnostik
Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
3. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
4. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis,
perubahan fungsi peran dan pola interaksi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Intervensi dan Rasional:
1. Berikan cairan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
2. Pantau intake dan output.
Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan
kebutuhan cairan pengganti.
3. Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
4. Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif.
Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui.

Dx.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Intervensi dan Rasional:
1. Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Menurunkan kebutuhan metabolik.
2. Pertahankan status NPO (puasa) selama fase akut/ketetapan medis dan segera mulai
pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan
peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera
mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
3. Kolaborasi pemberian roborantia seperti vitamin B 12 dan asam folat.
Diare menyebabkan gangguan fungsi ileus yang berakibat terjadinya malabsorbsi
vitamin B 12; penggantian diperlukan untuk mengatasi depresi sum sum tulang,
meningkatkan produksi SDM.
Defisiensi asam folat dapat terjadi bila diare berlanjut akibat malabsorbsi.
4. Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.
Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi
lebih lanjut.

Dx.3 Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.


Intervensi dan Rasional:
1. Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Menurunkan tegangan abdomen.
2. Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase
punggung dan kompres hangat abdomen.
Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan
kemampuan koping.
3. Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit.
Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi.
4. Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme
traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis.
5. Kaji keluhan nyeri (skala 1-10), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal
dan non verbal
Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya.

Dx.4 Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis,


perubahan fungsi peran dan pola interaksi.
Intervensi dan Rasional:
1. Dorong klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang
mekanisme koping yang tepat.
Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan
masalah.
2. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang lain
yang mengalami masalah yang sama dengan klien.
Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya
orang yang mengalami masalah yang demikian.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam
membantu klien.
Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecamasan.
4. Kolaborasi pemberian obat sedatif bila diperlukan.
Dapat digunakan sebagai anti ansitas dan meningkatkan relaksasi.
5. Kaji perubahan tingkat kecemasan (misalnya dengan indeks HARS)
Mengevaluasi perkembangan kecemasan untuk menetapkan intervensi selanjutnya.

Dx.5 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji kesiapan klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan klien tentang
penyakit dan perawatannya.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar
belakang pengetahuan sebelumnya.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
aktivitas sehari-hari.
Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi klien dan
keluarga dalam proses perawatan klien.
3. Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta
efek samping yang mungkin timbul.
Meningkatkan pemahaman dan partisipasi klien dalam pengobatan.
4. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
Meningkatkan kemandirian dan kontrol klien terhadap kebutuhan perawatan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC,
Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai