Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Berbagai macam penyakit sistemik dapat menyebabkan gangguan yang mengindikasikan

suatu penyakit periodontal didalam rongga mulut. Penelitian ilmu klinis dan dasar selama

beberapa dekade terakhir mendapati peningkatan dalam pemahaman pada masalah patogenesis

penyakit periodontal. Terdapat bukti yang jelas untuk etiologi bakteri dan adanya bakteri tertentu

(patogen periodontal) yang berhubungan dengan penyakit periodontal yang destruktif, kehadiran

patogen ini tidak selalu menyebabkan penyakit. Ketidakhadiran bakteri-bakteri tersebut, di sisi

lain, berdampak terhadap konsistensi kesehatan periodontal.1

Mungkin kemajuan paling signifikan dalam pemahaman tentang patogenesis periodontitis

adalah bahwa respon inang bervariasi dan berbeda antara individu-individu dan bahwa respon

imun inang dapat berubah menjadi kurang baik, atau berlebihan terhadap bakteri patogen yang

dapat menyebabkan bentuk yang lebih parah dari suatu penyakit. Dengan kata lain, respon imun

inang individu untuk patogen periodontal sangatlah penting dan mungkin dapat menjelaskan

banyak perbedaan dalam tingkat keparahan penyakit yang dapat dilihat dari satu orang ke orang

yang berikutnya. Penyakit sistemik memiliki berbagai macam gangguan dan kondisi yang dapat

mengubah keadaan jaringan inang dan merusak fungsi pelindung inang serta pertahanan

kekebalan terhadap patogen periodontal, sehingga menciptakan kesempatan untuk penyakit

periodontal menjadi destruktif.1

Hubungan timbal balik antara infeksi periodontal dan pertahanan host sangatlah

kompleks terhadap sejumlah faktor seperti lingkungan, fisik, dan psikososial yang memiliki

1
potensi mengubah jaringan periodontal dan respon imun host, sehingga menghasilkan penyakit

periodontal yang lebih parah.1

Periodontitis adalah infeksi bakteri kronis yang terjadi pada struktur pendukung gigi.

Respon inang terhadap infeksi merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat dan

keparahan penyakit periodontal. Faktor sistemik memodifikasi penyakit periodontitis terutama

melalui pengaruhnya terhadap mekanisme kekebalan dan inflamasi. Beberapa kondisi dapat

menimbulkan peningkatan prevalensi, insiden atau keparahan gingivitis dan periodontitis. Efek

dari sejumlah besar penyakit sistemik pada periodontitis tidak jelas dan sering sulit untuk diteliti

hubungannya dengan periodontitis. Dalam banyak literatur kasus tidaklah cukup untuk membuat

pernyataan yang pasti tentang hubungan antara faktor-faktor sistemik tertentu dengan penyakit

periodontitis.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit sistemik, seperti diabetes, bertindak sebagai faktor yang memodifikasi tapi tidak

menyebabkan penyakit periodontal. Faktor sistemik dapat memodifikasi reaksi inflamasi pada

periodonsium dengan mengganggu pertahanan alami terhadap iritan, membatasi kemampuan

jaringan untuk memperbaiki, menyebabkan respon jaringan menjadi abnormal seperti jaringan

menjadi hipersensitivitas dan mengubah keseimbangan sistem saraf dalam proses penghantaran

rangsangan.4

Mikroba plak gigi adalah inisiator dari penyakit periodontal baik itu yang mempengaruhi

subjek tertentu, atau bentuk penyakit dan bagaimana hal itu berkembang tergantung pada

pertahanan dari inang itu sendiri. Faktor sistemik memodifikasi penyakit periodontitis terutama

melalui pengaruhnya terhadap pertahanan, kekebalan dan inflamasi. Contoh dari faktor sistemik

adalah pengurangan jumlah atau fungsi dari polimorphonuklear leukosit (PMN), yang

menyebabkan penurunan, dan tingkat keparahan atau kerusakan pada jaringan periodontal.

Umumnya beberapa kondisi dapat menimbulkan peningkatan prevalensi, insiden atau keparahan

gingivitis dan periodontitis.2

Kondisi sistemik yang dapat memberikan dampak terhadap jaringan periodontal sangatlah

banyak yakni:3

1. Perubahan psikologis
2. Penyakit sistemik
3. Infeksi
4. Reaksi obat
5. Diet dan faktor nutrisi
6. Stres
7. Umur
8. Ras
3
1. Perubahan psikologis
a. Hormon
Estrogen dan progesteron adalah hormon seks wanita dominan yang dikendalikan

oleh ovarium. Estrogen menghasilkan perubahan fisiologis pada wanita, khususnya pada

masa pubertas dan progesteron dalam mempersiapkan saluran reproduksi perempuan

untuk pembuahan. Androgen, testosteron adalah hormon laki-laki dominan yang

menghasilkan karakteristik laki-laki pada masa pubertas dan juga meningkatkan sintesis

protein. Hormon ini juga dapat mempengaruhi jaringan periodontal. Hormon estrogen

dapat mendorong keratinisasi dan meningkatkan kadar mukopolisakarida dari jaringan

ikat. Sedangkan hormon progesteron dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

dari gingiva. Perubahan jaringan periodontal dapat terlihat jelas terutama pada masa

pubertas, selama kehamilan dan selama penggunaan kontrasepsi oral ketika ada respon

berlebihan terhadap produk plak.3


b. Pubertas
Pada masa ini akan muncul selapis tipis plak dalam usia yang berbeda-beda yang

dapat menimbulkan inflamasi gingiva yang minimal, serta menghasilkan peradangan

yang jelas berupa pembengkakan dan pendarahan gingiva. Ketika masa pubertas telah

dilewati, peradangan cenderung mereda tetapi tidak hilang sampai kontrol plak yang

memadai telah dicapai.3


c. Menstruasi
Pada kasus gingivitis yang sudah dialami sebelumnya, terjadi peningkatan eksudat

sulkus gingiva pada saat ovulasi dalam siklus menstruasi dikarenakan terjadinya

peningkatan produksi estrogen dan progesteron. Pada jaringan sehat tidak ada

peningkatan yang terlihat. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa pada beberapa wanita

terjadi keparahan gingivitis yang dialami pada saat menstruasi dan dapat terjadi kembali

pada saat siklus menstruasi yang akan datang.3


4
d. Kehamilan
Keadaan gingivitis pada kehamilan telah dilaporkan antara 30% sampai 100%.

Perubahan biasanya dimulai sekitar bulan ke-3 kehamilan dan beratnya peradangan

secara bertahap meningkat selama kehamilan, dan setelah partus. Gingivitis juga telah

dilaporkan mencapai puncak keparahannya pada usia kehamilan 6 bulan dan tetap sama

pada trimester ketiga. Gingiva menjadi merah terang, bengkak, sensitif, dan mudah

berdarah serta terjadi peningkatan eksudat gingiva dan mobilitas gigi yang disebabkan

karena tingkat peradangan.3


e. Kontrasepsi oral
Pil KB yang biasanya mengandung hormon progesteron dan yang dikombinasikan

dengan estrogen kemungkinan besar dapat mengurangi ovulasi / implantasi dengan

memanfaatkan formulasi sintetik dari hormon kehamilan estrogen dan progesteron.

Penggunaan kontrasepsi hormonal kadang-kadang memberikan efek yang sama dengan

yang terlihat pada gingivitis orang hamil, tapi kurang jelas dan dapat berhubungan

dengan peningkatan peradangan dan eksudat gingiva. Tingkat peradangan tampaknya

terkait dengan lamanya waktu perempuan dalam mengkonsumsi 'pil'. Sama seperti

dengan kehamilan, perubahan ini tidak mempengaruhi jaringan sehat di dalam mulut

yang bersih dan efeknya adalah terjadi pembesaran pada gingiva (hypertrophic gingivitis)

dan iritasi sekunder dari plak. Hormon eksogen juga dapat meningkatkan pengembangan

plak anaerobik di mana bakteri anaerob yang berpigmen hitam sangat mendominasi.3

Efeknya terhadap jaringan

Telah dijelaskan bahwa estrogen dapat berinteraksi dengan progesteron sehingga

mengakibatkan mediasi dari efek karakteristik progesteron. Reseptor progesteron dan

estrogen di dalam gingiva manusia menunjukkan bahwa gingiva adalah jaringan target

untuk kedua hormon kehamilan tersebut. Dalam penelitian invitro, fibroblas gingiva
5
dalam kultur menunjukkan bahwa estrogen meningkatkan pembentukan metabolit

androgen, sedangkan progesteron menurunkan pembentukan metabolit androgen. Efek

dari kedua hormon kehamilan tersebut membuat hasil dari androgen kurang jelas dari

pada estrogen , sehingga menyebabkan peran katabolik yang lebih untuk progesteron.3

Progesteron berkontribusi terhadap peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

Efek utama dari estrogen adalah mengontrol aliran darah. Kombinasi estrogen dan

progesteron dalam pil kontrasepsi dapat mempengaruhi perubahan vaskular pada gingiva.

Jika terdapat gingivitis, dapat diminimalkan dengan menetapkan tingkat rendah plak

sebelum memulai terapi kontrasepsi oral.3

2. Penyakit sistemik
a. Endokrin
Penyakit endokrin seperti diabetes dan fluktuasi hormon yang berhubungan

dengan pubertas dan kehamilan adalah contoh terkenal dari kondisi sistemik yang

mempengaruhi kondisi periodonsium. Gangguan endokrin dan fluktuasi hormon

mempengaruhi jaringan periodontal secara langsung dan memodifikasi respon jaringan

terhadap faktor-faktor lokal, dan menghasilkan perubahan anatomi dalam gingiva yang

dapat mendukung akumulasi plak dan perkembangan penyakit. Bagian ini menjelaskan

bukti yang mendukung hubungan antara gangguan endokrin, perubahan hormonal, dan

penyakit periodontal.1
b. Kondisi genetik
Banyak kondisi sistemik terkait dengan individu dalam kerusakan jaringan

periodontal termasuk gangguan genetik yang mengakibatkan jumlah yang tidak memadai

atau penurunan fungsi sirkulasi neutrofil. Ini menggarisbawahi pentingnya neutrofil

dalam perlindungan periodonsium terhadap infeksi. Periodontitis yang parah telah

6
diamati pada individu dengan gangguan neutrofil primer seperti neutropenia,

agranulositosis, sindrom Chediak-Higashi. Di samping itu, periodontitis yang parah juga

telah diamati pada individu yang menunjukkan penurunan neutrofil sekunder, yang

terlihat pada orang-orang dengan down syndrome, syndrome papillon-Lefevre, dan

penyakit inflamasi usus.1


c. Kondisi imunologi
Hypogammaglobulinemia

Pasien sangat rentan terhadap infeksi, terutama pada saluran pernapasan. Ada

beberapa laporan ditemukan juga periodontitis destruktif yang parah dan juga

ditemukan penyakit periodontal lainnya serta karies pada gigi.1


Multiplemyeloma

Merupakan neoplasma ganas multifokal sel plasma. Endapan sel plasma dapat

pula terjadi pada mandibula dan maksila. Lesi juga melibatkan jaringan

periodonsium dan gingiva. Lesi mulut berupa ulserasi gingiva serta

perdarahan dan kondisi tersebut dapat berkembang pesat, dan massa

myelomatous retromolar dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar.1


d. Gangguan hematologi dan menurunnya daya tahan tubuh

Semua sel darah memainkan peran penting dalam pemeliharaan periodonsium

yang sehat. Sel darah putih yang terlibat dalam reaksi inflamasi bertanggung jawab

untuk pertahanan seluler terhadap mikroorganisme serta untuk pelepasan sitokin

proinflamasi. Sel darah merah bertanggung jawab untuk pertukaran gas dan pasokan

nutrisi ke jaringan periodontal dan trombosit, dan yang diperlukan untuk hemostasis

yang normal serta untuk perekrutan sel selama peradangan dan penyembuhan luka.

Akibatnya, gangguan sel-sel darah atau organ pembentuk darah dapat memiliki efek

mendalam pada periodonsium.1

7
Perubahan oral tertentu (misalnya, perdarahan) menunjukkan adanya diskrasia

darah. Diagnosis spesifik memerlukan pemeriksaan fisik lengkap dan melalui studi

hematologi. Sebanding pada perubahan oral yang terjadi lebih dari satu bentuk diskrasia

darah, dan perubahan inflamasi sekunder yang menghasilkan berbagai macam variasi

dalam tanda-tanda oral.1

Gingiva dan gangguan periodontal yang terkait dengan diskrasia darah harus

dilihat dari segi keterkaitan mendasar antara jaringan oral, sel-sel darah, dan organ

pembentuk darah. Kecenderungan hemoragik terjadi ketika mekanisme hemostatik

normal terganggu. Perdarahan abnormal dari gingiva atau area lain dari mukosa mulut

yang sulit untuk dikontrol merupakan tanda-tanda klinis yang penting yang

menunjukkan gangguan hematologi.1

Kekurangan dalam respon imun host dapat menyebabkan lesi periodontal parah

yang destruktif. Kekurangan ini dapat bersifat primer (genetik) atau sekunder (didapat)

dan disebabkan oleh salah satu terapi obat imunosupresif dari sistem limfoid. Leukemia,

penyakit Hodgkin, limfoma, dan multiple myeloma dapat mengakibatkan gangguan

immunodefisiensi sekunder.1

3. Infeksi
Infeksi lokal atau umum kemungkinan dapat melibatkan mukosa mulut atau

jaringan periodontal. Contoh infeksi lokal yaitu Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis

(ANUG) dan Acute Lateral Periodontal Abscess. Contoh infeksi umum yaitu infeksi

HIV/ AIDS, herpes simpleks, herpes varisela / zoster, campak, TBC, sifilis dan infeksi

kandida albicans serta sindrom defisiensi imun.1


Kebanyakan pasien dengan infeksi HIV didiagnosis menderita periodontitis.

Kasus pasien penderita HIV yang sedang melakukan perawatan dengan obat

8
antiretroviral dan efeknya terhadap periodontitis tidak terlalu berpengaruh, dan pasien

dapat mengendalikan dengan perawatan konvensional.


Meskipun penyakit nekrosis periodontal berat relatif jarang, seharusnya hal

tersebut tidak mengasumsikan bahwa pasien dengan penyakit nekrosis periodontal

didiagnosis terinfeksi HIV terkecuali terdapat tanda-tanda lain dari penyakit lokal dan

sistemik yang terjadi pada masing-masing individu

4. Reaksi obat
Dalam beberapa tahun terakhir, telah ditetapkan bahwa obat yang mengubah

sistem hematopoietik atau sistem kekebalan tubuh, baik untuk mengurangi atau

meningkatkan aktivitas, mengubah respon gingiva terhadap plak. Seperti yang

dinyatakan, temuan ini mendukung gagasan keterlibatan sistem kekebalan tubuh dalam

patogenesis penyakit periodontal. Respon yang paling umum dari gingiva terhadap

pemakaian beberapa obat adalah pertumbuhan gingiva yang berlebih ( hipertrofi ).1
5. Diet dan faktor nutrisi
Terdapat beberapa kepentingan yang signifikan dalam peran potensial dari faktor

gizi pada etiologi penyakit periodontal, sampai saat ini belum ada bukti yang cukup jelas.

Dalam kondisi atau keadaan imunosupresi yang parah dan dapat menyebabkan

necrotizing periodontitis yang berubah menjadi nekrosis yang lebih besar pada jaringan

orofasial. Efek nyata dari kekurangan vitamin C - skabies - pada jaringan periodontal

yaitu terjadi pembengkakan hemoragik gingiva dan kerusakan periodontal yang cepat.

Namun, ada sedikit bukti dari manfaat vitamin C atau suplemen antioksidan lainnya

dalam pencegahan penyakit periodontal.5


Vitamin D, dan metabolit 1,25 (OH2) cholecalciferol, memainkan peran penting

dalam pengontrolan metabolisme tulang dan regulasi sistem kekebalan tubuh. Sintesis

vitamin D sangat tergantung pada paparan sinar matahari, dan hal tersebut semakin jelas

bahwa kekurangan vitamin D relatif terjadi pada orang yang tinggal di daerah beriklim
9
sedang, terutama selama musim dingin ketika sinar matahari menurun. Ada bukti bahwa

kekurangan vitamin D relatif mungkin terkait dengan peningkatan risiko periodontitis. Di

samping itu, sebuah studi telah membuktikan bahwa kekurangan vitamin D bisa dikaitkan

dengan hasil yang buruk dari suatu operasi periodontal. Banyak pekerjaan yang

diperlukan untuk menentukan apakah faktor-faktor ini tidak memiliki efek yang

signifikan terhadap kerentanan penyakit periodontal dan perkembangannya.5


6. Stres

Respon tubuh terhadap stres sistemik disebut "sindrom adaptasi umum". stres

lokal yang hanya terbatas pada wilayah yang dibatasi sehingga memunculkan "sindrom

adaptasi lokal". Sindrom adaptasi lokal terdiri dari degenerasi, atrofi, dan nekrosis serta

peradangan, hipertrofi dan hiperplasia. Sindrom adaptasi umum mempengaruhi reaksi

lokal, dan keduanya saling terkait erat. Sindrom adaptasi umum merupakan jumlah dari

semua fenomena yang spesifik dan terjadi secara biologis, dan sindrom adaptasi lokal

mencakup semua fenomena yang nonspesifik dan terjadi secara biologis. Reaksi

nonspesifik mencakup cedera dan pertahanan. Faktor emosional mungkin memiliki efek

langsung pada periodonsium karena reaksi terhadap stres atau efek tidak langsung karena

satu atau beberapa hal berikut: mengabaikan kebersihan mulut, diet yang tidak memadai,

kurang tidur, dan merokok yang berlebihan.4

Kurangnya kapasitas pemeliharaan jaringan tertentu ini dijelaskan oleh sindrom

adaptasi umum. Stres dan tekanan emosional dapat mempengaruhi fungsi sistem

kekebalan tubuh melalui sistem saraf pusat dan mediasi dari kelenjar endokrin.

Meninggalkan kebiasaan merokok yang sudah berlangsung lama sangat menimbulkan

stres bagi banyak pasien dan gangguan gingival akut yang tidak biasa. Stres mungkin

merupakan faktor etiologi utama dalam infeksi akut necrotizing ulcerative gingiva.4
10
7. Umur

Kebanyakan populasi menunjukkan peningkatan penyakit periodontal seiring

peningkatan usia, tapi tidak ada indikasi yang jelas tentang bagaimana usia dapat

mempengaruhi perkembangan penyakit periodontal. Sebaliknya, penelitian telah

menunjukkan bahwa, dilihat dari tingkat kebersihan mulut, usia merupakan 'faktor risiko'

yang lemah dalam perkembangan penyakit periodontal.6

Peningkatan frekuensi periodontitis pada orang tua mungkin memiliki kaitan

dengan fakta bahwa menjaga kebersihan mulut akan semakin sulit dengan meningkatnya

usia, karena fisik, dan keterbatasan mental. Gingivitis mungkin lebih umum ditemukan

pada orang tua. Gingivitis dan A. actinomycetemcomitans adalah patogen sering

dikaitkan dengan kerusakan periodontal. Orang tua sebagian besar mempunyai

keefesienan yang sama dengan orang muda dalam memproduksi antibodi terhadap faktor

infeksi, dan tidak ada indikasi bahwa penuaan melemahkan organisme sehingga

memungkinkan penyakit periodontal untuk berkembang. Kebanyakan penyakit pada

orang tua adalah konsekuensi dari akumulasi kerusakan, atau gejala, karena periodontitis

.6

8. Ras

Ras telah banyak dikaitkan dengan frekuensi penyakit periodontal dalam suatu

populasi. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa orang Afrika Amerika memiliki

penyakit periodontal lebih dari Kaukasia.6


11
Telah dijelaskan dalam penelitian bahwa 46% dari semua ras Afrika Amerika dan

16% dari semua orang kulit putih di kelompok usia yang sama memiliki penyakit

periodontal, studi lain juga menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam mikrobiologi

periodontal antara orang Afrika Amerika dan kulit putih, dalam arti bahwa objek

kelompok yang terdahulu memiliki lebih banyak A. actinomycetemcomitans dan P.

Gingivalis di dalam mulut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ras bukanlah

faktor risiko untuk penyakit periodontal, melainkan bahwa ras berhubungan dengan

mikrobiologi yang terdapat didalam rongga mulut.6

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit sistemik, seperti diabetes, bertindak sebagai faktor yang memodifikasi tapi tidak

menyebabkan penyakit periodontal. Faktor sistemik dapat memodifikasi reaksi inflamasi dalam
12
periodonsium dengan mengganggu pertahanan alami terhadap irritans, membatasi kemampuan

jaringan untuk memperbaiki, menyebabkan respon jaringan menjadi abnormal melalui

hipersensitivitas dan mengubah stabilitas saraf pasien sehingga menjadi stres dan hal tersebut

menjadi faktor pencetus.

Kondisi sistemik yang dapat memberikan dampak terhadap jaringan periodontal

sangatlah banyak yakni perubahan psikologis, penyakit sistemik, infeksi, reaksi obat, diet dan

faktor nutrisi, stress, umur dan ras. Dan pengaruhnya terhadap jaringan periodontal pada

perubahan psikologis berupa terjadinya gingivitis yang disebabkan oleh beberapa faktor berupa

hormon, pubertas, kehamilan, menstruasi, dan kontrasepsi oral. Pada penyakit sistemik seperti

endokrin, kondisi genetic, kondisi imunologi dan gangguan hematologi dan menurunnya daya

tahan tubuh. Jika terjadi infeksi pengaruhnya dapat berupa infeksi umum dan lokal seperti

ANUG dan Herpes Zoster. Reaksi obat berupa pertumbuhan yang berlebih pada gingival. Diet

dan faktor nutrisi berupa pembengkakan hemoragik gingiva dan kerusakan periodontal yang

cepat. Stres dapat mempengaruhi jaringan periodontal contohnya ANUG. Faktor umur dapat

dilihat berdasarkan frekuensi periodontitis pada orang tua yang mungkin memiliki kaitan dengan

fakta bahwa sulitnya menjaga kebersihan mulut. Ras bukanlah faktor risiko untuk penyakit

periodontal, melainkan bahwa ras berhubungan dengan mikrobiologi yang terdapat didalam

rongga mulut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Newman.MG. etc. Carranza.FA. Clinical Periodontology : Relationship Between

Periodontal Disease and Systemic Health: Influence of Systemic Conditions. P:186-201.

13
2. Kinane. DF. Marshall. GJ. 2001. Periodontal Manifestation of Systemic Disease. Vol:1.

P: 48.
3. Eley.B.M. Soory.M. Manson.J.D. The effect of systemic factors on the periodontal

tissues. P: 107-125.
4. Frichard. JF. 1996. Advanced Periodontal Disease : Surgical and Prosthetic Management.

P: 42-40.
5. Hughes.FJ.etc. 2015. Clinical Problem Solving in Periodontology & Implantology :

Periodontal Diagnosis. Systemic Factors. P: 21-28.


6. Preus.HR. Laurell.L.2010. Periodontal Diseases. A Manual of Diagnosis, Treatment and

Maintenance: Risk Factor. P:24-29.

REFRAT PERIODONSIA

PENGARUH FAKTOR SISTEMIK PADA JARINGAN

PERIODONTAL

DI SUSUN OLEH:

MONIKA HANDAYANI 2015 16 013

14
PEMBIMBING : VERONICA SEPTNINA PRIMASARI, drg., Sp. Perio

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2015

15

Anda mungkin juga menyukai