Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil

2.1.1 Definisi profil

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian profil adalah

pandangan tentang seseorang; grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang

hal-hal khusus.6

Sedangkan menurut ahli, Victoria Neufeld (1996) yang dikatakan profil

adalah penjelasan mengenai suatu keadaan yang mengacu pada data seseorang

atau sesuatu keadaan yang dapat di gambarkan melalui grafik, diagram, ataupun

sebuah tulisan keterangan.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan profil adalah gambaran dan data

deskriptif hasil otopsi kasus-kasus korban kekerasan akibat benda tajam. Data

yang didapatkan berasal dari keterangan Visum et Repertum yang dilakukan oleh

dokter ahli forensik, yang terdiri dari: data umur, nama korban, jenis kelamin,

penyebab kematian, karakteristik luka, jenis luka, lokasi luka, dan asal kepolisian

sektor.

2.2 Autopsi kekerasan akibat benda tajam

2.2.1 Autopsi

2.2.1a Definisi autopsi

7
8

Berdasarkan asal kata, autopsi berasal dari kata autos yang berarti sendiri

dan opsis yang berarti melihat.10 Autopsi adalah pemeriksaan bedah mayat yang

dilakukan oleh ahli kedokteran forensik untuk melengkapi kepentingan peradilan

korban tindak pindana berdasarkan permintaan pihak penyidik.19 Pemeriksaan

autopsi dilakukan dengan membuka rongga kepala, leher dada, perut, panggul,

dan tulang belakang serta anggota badan yang lain jika diperlukan.21

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, autopsi sendiri berarti melakukan

pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembenahan untuk mengetahui sebab

kematian.5 Sedangkan menurut Howard C. Adelman, M.D., autopsi itu sendiri

hanya dilakukan ahli patologi dengan tujuan melihat keadaan mayat dan

dilakukan dengan dua metode, yaitu pemeriksaan luar dan/atau pemeriksaan

dalam. Sebaiknya pemeriksaan autopsi dilakukan secara runut sehingga tidak ada

bagian yang tertinggal.14

2.2.1b Macam-macam autopsi

Terdapat 3 jenis autopsi berdasarkan tujuannya yaitu autopsi klinik,

autopsi anatomis, dan autopsi forensik/ medikolegal:10

1. Autopsy Klinik
Dilakukan pada pasien yang berada di rumah sakit untuk menetukan

apakah diagnosis dokter sesuai dengan penyebab kematiannya yang pasti. Pada

autopsi klinik perlu dimintai persetujuan dari keluarga pasien.

2. Autopsy Anatomis
Menurut PP No. 18 tahun 1991, autopsi anatomis hanya dilakukan apabila

keluarga pasien masih meepertanyakan sebab kematian, atau apabila dicurigai


9

bahwa mayat menderita penyakit yang dapat memebahayakan orang lain atau

masyarakat sekitar.18
3. Autopsy Forensik/Medikolegal

Autopsi ini dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan

dengan tujuan menetukan identitas mayat, menetukan sebab dan cara

kematian, mengumpulkan bukti bila ada tanda-tanda kejahatan, menulis

laporan Visum et Repertum, melindungi orang yang tidak bersalah, dan

menemukan identitas pelaku kejahatan.

Pada autopsi forensik, penyidik tidak memerlukan adanya surat

pertanyaan tidak keberatan dari keluarga korban untuk meminta

pemeriksaan autopsy forensic kepada dokter yang berwenang, hanya

diperlukan surat permintaan pemeriksaan/ surat Visum et Repertum.

Demikian pula apabila keluarga korban tidak ditemukan dalam waktu dua

hari, penyidik berwenang untuk meminta pemeriksaan autopsy pada

dokter.9,11

Pembuat keterangan autopsi forensic dan Visum et Repertum

adalah salah satu dari dokter pemeriksa pasien / kasus. Kecuali apabila

dokter tersebut digantikan oleh direktur instansi kesehatan tempat ia

bekerja karena dokter tersebut berhalangan untuk bekerja dalam jangka

waktu yang lama.9

Pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah

pemeriksaan lengkap yaitu pemeriksaan luar dan dalam yang relevan.

Ketelitian sangat diperlukan dalam melakukan pemeriksaan autopsi.

Dalam pelaksanaannya, autopsy forensic bertujuan untuk:10

a) Menentukan identitas mayat


10

b) Menentukan sebab kematian


c) Memperkirakan cara dan saat kematian
d) Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti yang

digunakan untuk penentuan benda penyebab kematian serta

menentukan identitas pelaku kejahatan


e) Membuat keterangan objektif berdasarkan fakta dalam bentuk

Visum et Repertum
f) Melindungi pihak yang tidak bersalah dan membantu

penentuan identitas pihak yang bersalah

2.2.2 Kekerasan akibat benda tajam

2.2.2a Definisi kekerasan benda tajam

Kekerasan adalah tindakan yang dilakukan secara disengaja dengan

menggunakan kekuatan fisik yang memberikan ancaman baik kepada diri sendiri,

orang lain, ataupun kelompok masyarakat, yang berakibat luka, kematian,

kerusakan fisik, perampasan hak, ataupun gangguan perkembangan.1

Berdasarkan sifat dan penyebabnya, kekerasan terbagi menjadi kekerasan

mekanik, kekerasan fisika, dan kekerasan kimia. Kekerasan mekanik terdiri dari:

kekerasan tajam, kekerasan tumpul, tembakan senjata api. Penyebab kekerasan

fisika dapat berupa: suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara, akustik, dan

radiasi. Kekerasan kimia dapat disebabkan oleh zat asam atau zat basa kuat.19

Kekerasan menggunakan benda tajam adalah tindakan melukai seseorang

secara disengaja dengan menggunakan benda tajam dan menyebabkan luka.

Benda tajam yang dimaksud memiliki sisi yang tajam baik berupa garis maupun

runcing.19
11

2.2.3 Perlukaan akibat benda tajam

2.2.3a Definisi luka

Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya jaringan tubuh. Luka yang

disebabkan oleh benda tajam akan membentuk tepi dan dinding luka yang rata,

berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis

atau titik.19 Kasus korban perlukaan ini biasanya diakibatkan oleh pisau baik pisau

bermata satu ataupun bermata dua.12,19 Kulit disekitar luka akibat kekerasan benda

tajam tidak akan menyebabkan luka memar kecuali apabila gagang pisau turut

membentur kulit. 19

2.2.3b Ciri-ciri luka akibat benda tajam dan faktor yang mempengaruhinya

A. Ciri-ciri luka pada kasus bunuh diri12


1. Dari cara memotong
Apabila korban mempergunakan tangan kanan, luka iris akan dimulai dari

bawah telinga sebelah kiri dan berjalan melewati bawah dagu kesebelah

kanan, dan begitu sebaliknya.


2. Ditemukan luka-luka percobaan (hesitation marks) disekitar luka utama

maupun dibagian tubuh yang lain


3. Apabil daerah yang dipilih oleh korban bunuh diri adalah daerah dada

dengan target organ adalah jantung, dan daerah perut dengan target organ

biasanya adalah lambung, biasanya bentuk luka yang didapatkan adalah

luka tusuk.
4. Tidak ditemukan tanda-tanda perlawanan
5. Dapat ditemukan cadaveric spasm, yaitu adanya kekakuan otot-otot

korban yang biasanya terjadi saat korban menggenggam pisau dengan

kuatnya. Klinis ini menunjukkan adanya faktor stress emosional dan

intravitalitas.
12

6. Korban bunuh diri dapat menggunakan benda tajam selain pisau, seperti

pecahan kaca, pecahan botol dan kepingan kaleng.

B. Ciri-ciri luka pada kasus pembunuhan12


1. Biasanya tusukan lebih dari satu, kecuali saat pembunuhan terjadi korban

sedang tertidur, dalam keadaan sangat lemah atau bagian yang terkena

adalah organ tubuh yang vital.


2. Dapat ditemukan luka tangkis (defense wound)
3. Apabila pembunuhan dilakukan dengan menggorok leher korban, maka

arah atau letak luka ditemukan mendatar, tidak adanya luka-luka

percobaan, dan ditemukan luka tangkis


4. Organ vital yang menjadi target biasanya adalah leher, dada, perut, dan

kepala

Faktor-faktor yang memperngaruhi bentuk luka akibat benda tajam terdiri dari:12

1. Bentuk pisau
2. Ketajaman ujung pisau dan kedua tepinya
3. Jenis pisau: bermata satu atau bermata dua
4. Mekanisme penetrasi pisau ke dalam tubuh (atau hanya menggores tubuh)

Luka tusuk dari pisau biasanya akan berukuran lebih besar dari ukuran

lebar dari pisau itu sendiri karena pisau yang masuk dan keluar lagi dari

tubuh biasanya tidak dari arah yang sama.

5. Bagian tubuh yang terkena luka


Apabila luka sejajar dengan serat elastic bagian tubuh tersebut, maka luka

yang dihasilkan adalah luka tertutup, sempit dan berbentuk celah. Apabila

luka tersebut tegak lurus dengan arah lipatan kulit dan arah serat

elastisnya, maka luka tersebut akan terbuka lebar


13

2.2.3c Jenis-jenis luka akibat benda tajam

Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa:19

A. Luka iris atau luka sayat

Luka iris akan membentuk sudut yang lancip di kedua luka dan kedalaman

luka tidak akan melebihi panjang luka.

B. Luka tusuk

Sudut luka yang disebabkan oleh luka tusuk dapat memberi petunjuk

perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau

bermata dua. Benda tajam bermata satu menunjukkan salah satu sudut

luka lancip dan yang lain tumpul. Benda tajam bermata dua akan

membentuk kedua sudut luka lancip.

Untuk menentukan lebar benda tajam yang digunakan pada luka tusuk,

tidak dapat ditentukan dari panjang luka yang terbentuk. Demikian pula

dengan penentuan panjang benda tajam tersebut tidak data ditentukan dari

pajang saluran luka. Semua hal tersebut dikarenakan faktor elastisitas

jaringan dan gerakan korban.

C. Luka bacok

Ciri-ciri luka yang disebabkan oleh luka tusuk cenderung sama dengan

luka iris atau luka sayat dimana sudut yang lancip di kedua luka dan

kedalaman luka tidak akan melebihi panjang luka.

2.3 Visum et Repertum pada jenasah

2.3.1 Definisi Visum et Repertum


14

Visum et Repertum (VeR) adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh

dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan

medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian

dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah atau janji

tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya, untuk kepentingan

peradilan.12,19

Menurut pasal 186 KUHAP, dokter dapat melakukan autopsi dan

memberikan keterangan ahli kepada pihak penyidik dalam laporan berupa Visum

et Repertum (VeR) dengan mengingat sumpah jabatannya.15 Visum et Repertum

telah ditanyakn oleh undang-undang sebagai surat keterangan resmi sehingga

tidak memerlukan materai dalam pembuatannya.9

2.3.2 Peran dan fungsi Visum et Repertum

Visum et repertum termasuk salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis

pada pasal 184 KUHAP. Visum et Repertum dapat menjadi pengganti benda bukti

karena visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan

medis yang dilakukan oleh dokter dibawah sumpahnya untuk melaporkan apa

yang terlihat sebagaimana adanya. Melalui Visum et Repertum, dapat diketahui

dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang sehingga para praktisi hukum

dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut

tubuh dan jiwa manusia.19

2.3.3 Visum et Repertum jenasah

1. Visum dengan pemeriksaan luar


15

Pemeriksaan luar yang dimaksud tidak dapat memberikan kepada

umum apakah pemeriksaan pertama bagian luar saja, oleh karena kurang

jelas disebutkan tetapi mungkin pembuat undang-undang hanyalah

pemeriksaan luar saja. Pemeriksaan mayat yang hanya ditujukan pada

bagian luar saja pada umumnya kurang dapat memberikan hasil yang

diharapkan dalam membuktikan faktor penyebab kematian si korban atau

dengan kata lain hasil pemeriksaan tersebut kurang sempurna.13

2. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam


Visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter

dan masyarakat terutama dalam pemeriksaan visum pemeriksaan luar dan

dalam (autopsi). Pemeriksaan bedah mayat berarti membuka seluruh rongga

tubuh (kepala, dada, perut, dan pinggul) dan memeriksa semua alat-alat

(organ) untuk dapat menentukan sebab kematian maupun penyakit atau

kelainan yang mungkin terdapat pada si korban.21

Pemeriksaan bedah mayat ini harus mendapat izin dan persetujuan

dari keluarga korban serta memperlakukan mayat dengan penuh

penghormatan. Hasil dari pemeriksaan bedah mayat tersebut nantinya

dituangkan oleh saksi ahli kedalam VeR. Dokter dalam membuat VeR

jenazah dari mayat yang diperiksanya tidak dapat menyebutkan bahwa si

korban mati akibat pembunuhan walaupun dokter mengetahui bahwa

kematian sikorban disebabkan karena pembunuhan. Dokter dalam

kesimpulannya hanya membuat keterangan tentang kematian korban,

misalnya, kematian akibat keracunan, pendarahan diotak dan sebagainya.9


16

Apabila yang diperiksa adalah mayat yang diduga atau diketahui merupakan

akibat dari suatu tindak pidana, maka keterangan atau kejelasan yang harus

diberikan oleh dokter kepada pihak penyidik adalah:12

1. Menentukan identitas korban


Hal ini bertujuan untuk menentukan tersangka, dikarenakan kebanyakan

dari korban telah mengenal siapa pelakunya, sehingga membantu dalam

pembuatan daftar tersangka oleh pihak penyidik.


2. Memperkirakan sebab kematian
Manfaat dari perkiraan saat kematian adalah untuk mempersempit daftar

tersangka.
Hal ini dapat disimpulkan dari lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh

mayat, keadaan isi lambung serta perubahan post-mortal lainnya. Data lain

bisa didapatkan dari saksi serta keadaan di tempat kejadian perkara (TKP).
3. Menentukan sebab kematian
4. Menentukan/memperkirakan cara kematian

Pada kasus penusukan, diperlukan keterangan yang lebih rinci mengenai jenis

senjata dan perkiraan lebar maksimal senjata tajam yang digunakan.12

2.3.4 Struktur dan isi Visum et Repertum jenasah

Visum et Repertum memiliki bagian pendahuluan, bagian hasil pemeriksaan

(bagian pemberitaan), bagian kesimpulan, dan bagian penutup. Kemudian

dicantumkan pula kata Pro justitia yang berarti bahwa Visum et Repertum

dibuat secara khusus untuk kepentingan peradilan. Pada bagian atas tengah, dapat

dituliskan judul Visum et Repertum. Apabila kalimat akhir pada Visum et

Repertum tidak berakhir pada tepi kanan halaman kertas, maka sesudah titik harus

dibuat garis hingga tepi halaman. Bagian salah ketik tidak boleh diberi cairan
17

penghapus atau semacamnya melainkan dicoret dengan garis sehingga masih bisa

dibaca.9

a) Bagian pendahuluan
a. identitas dokter pemeriks
b. instansi dokter pemeriksa
c. instansi peminta Visum et Repertum beserta nomor dan tanggal

suratnya
d. tempat dan waktu pemeriksaan
e. identitas yang diperiksa sesuai yang tercantum pada surat

permintaan Visum et Repertum


f. pada pemeriksaan jenasah, disebutkan cara identifikasi jenasah

tersebut, yaitu melalui label identitas yang diikatkan ke bagian

tubuh jenasah.

b) Bagian pemeriksaan (bagian pemberitaan)

Bagian ini diberi judul Hasil Pemeriksaan yang memuat berbagai hal

berikut:

a. Hasil pemeriksaan terhadap barang bukti dituliskan secara

sistemik, jelas dan dapat dimengerti oleh awam


b. Deskripsi hasil temuan dengan panjang lebar dan jelas.

Memberikan uraian letak anatomis, bagian kiri atau kanan bagian

anatomis tersebut, serta bila perlu menggunakan ukuran


c. Deskripsi tentang perlukaan dijelaskan secara sistematis mulai dari

atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal


d. Deskripsi yang dijelaskan terdiri dari letak anatomis dari luka,

koordinatnya (absis dan ordinat), jenis luka/cedera,

karakteristiknya, dan ukurannya

Pada pemeriksaan jenasah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu:9

a. Pemeriksaan luar pada jenasah


18

Pemeriksaan luar pada jenasah merupakan pemeriksaan bagian luar

jenasah tanpa melakukan tindakan invasif. Pemeriksaan ini terdiri

dari:9
i. Pemeriksaan bungkus jenasah
ii. Pemeriksaan pakaian lapis demi lapis
iii. Deskripsi rinci seluruh bagian tubuhnya
iv. Pemeriksaan perlukaan atau cederanya

Pemeriksaan luar jenasah merupakan pemeriksaan superficial dan tidak

dapat digunakan untuk megnetahui sebab kematian orang tersebut.9

b. Pemeriksaan dalam (bedah jenasah)


Pemeriksaan dalam (autopsy) adalah pemeriksaan bagian dalam tubuh

dengan membuka rongga kepala, leher, dada, perut, panggul dan bila

perlu membuka anggota badan jenasah.9


c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya
Yaitu pemeriksaan lanjutan pada sampel yang diambil dari tubuh

jenasah beserta pakaiannya. Pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan

radiologis, histopatologi, toksikologi, serologi, antropologi,

odontologi, kedokteran forensic molekuler dan lain lain. 9


c) Bagian kesimpulan
Pada bagian ini diberi judul Kesimpulan dan memuat:
a. Kesimpulan dokter pemeriksa atas hasil temuannya dengan

berdasarkan keilmuan atau keahliannya.


b. Jenis perlukaan atau cedera atau kelainan
c. Jenis kekerasan atau kelainan penyebabnya
d. Sebab kematian korban
Sebab kematian yang dimaksud adalah urutan kejadian dari awal

hingga akhir yang berkaitan dengan mekanisme kematian, hal ini

ditujukan untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan

kesimpulan oleh hakim yang awam ilmu medis. Apabila sebab

kematian tidak diketahui, maka harus dituliskan tidak diketahui

dengan pasti beserta alasannya.9


e. Kualifikasi luka
19

Pendeskripsian kualifikasi luka diformulasikan dengan kata-kata

yang sesuai dengan bunyi ketentuan perundang-undangan, yaitu:

i. tidak menimbulkan sakit dan atau halangan dalam

melakukan pekerjaannya.
ii. mengakibatkan sakit yang membutuhkan perawatan jalan

selama ___ hari.


iii. mengakibatkan sakit dan halangan dalam melakukan

pekerjaannya selama ___ hari (atau untuk sementara

waktu).
iv. mengakibatkan ancaman bahaya maut baginya.
v. mengakibatkan kehilangan indera penglihatan sebelah

kanan.
vi. dan sebagainya.

Contoh: Pada korban laki-laki ini ditemukan memar pada lengan

bawah kanan akibat kekerasan tumpul yang tidak mengakibatkan

sakit atau halangan dalam melakukan pekerjaannya

f. Saat kematian korban


g. Deskripsikan petunjuk-petunjuk kekerasan yang ditemukan secara

spesifik, cara kematian, serta petunjuk tentang pelakunya


h. Pada Visum et Repertum sementara hanya disebutkan jenis

perlukaan / cedera dan jenis kekerasan / kelainan penyebabnya, dan

diakhiri dengan kalimat bahwa Visum et Repertum definitif akan

dibuat kemudian setelah seluruh pemeriksaan atau perawatan

selesai

d) Bagian penutup
20

Bagian ini tidak perlu diberi judul Penutup dan berisi kalimat penutup

yang menyatakan bahwa Visum et Repertum tersebut dibuat sesuai fakta

mengingat sumpah profesi dan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.


Visum et Repertum diakhiri dengan tandatangan dokter pemeriksa atau

pembuat Visum et Repertum baik sendiri maupun ganda. Pemberian

stempel instansi dokter pemeriksa dan nomor induk pegawai juga

diperlukan

2.4 Aspek medikolegal autopsi, kekerasan, dan Visum et Repertum

2.4.1 Dasar hukum autopsi

Pasal 70 UU Kesehatan menyatakan:

Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan

memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Undang-undang diatas menjelaskan bahwa dokter memiliki kewenangan

dalam melakukan otopsi mengingat norma yang berlaku dalam masyarakat.

Kewenangan seorang dokter dalam menjalankan proses otopsi juga

terpapar dalam pasal 179 KUHAP3

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib

memberikan keterangan ahli demi keadilan.


(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi

mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan


21

bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan

memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-

benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Berdasarkan undang-undang diatas, dapat disimpulkan bahwa

dokter wajib memberikan keterangan ahli atau keterangan kepada pihak

penyidik apabila diminta, kecuali bila disebabkan karena harkat serta

martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan

rahasia sebagaimana dituliskan dalam Pasal 120 KUHAP.

2.4.2 Dasar hukum kekerasan

Pasal 89 KUHP menyatakan bahwa:

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan

menggunakan kekerasan.

2.4.3 Dasar hukum perlukaan dan penganiayaan atau kekerasan

Menurut pasal 352 ayat 1 KUHP, penganiayaan dikatakan ringan apabila

luka yang ditimbulkan tidak menyebabkan halangan dalam beraktivitas atau

bekerja. Sedangkan menurut pasal 351 ayat 1, yang dikatakan penganiayaan

adalah apabila hal tersebut mengakibatkan luka yang menyebabkan halangan

dalam beraktivitas atau bekerja untuk sementara waktu. Hal tersebut dijelaskan

oleh dokter pemeriksa dalam keterangan di Visum et Repertum.

Definisi luka berat menurut pasal 90 KUHP apabila:

jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak member harapan akan

sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;


22

tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencarian;

kehilangan salah satu pancaindra;

mendapat cacat berat;

menderita sakit lumpuh;

terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

2.4.4 Dasar hukum Visum et Repertum

Menurut pasal 186 KUHAP, dokter dapat melakukan autopsi dan

memberikan keterangan ahli kepada pihak penyidik dalam laporan berupa Visum

et Repertum (VeR) dengan mengingat sumpah jabatannya.19

Dasar hukum VeR menurut Budiyanto et all adalah sebagai berikut :16

Pasal 133 KUHAP menyebutkan :

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena

peristiwa yangmerupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan

permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.


(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau

pemeriksaan bedah mayat.


23

Menurut pasal 186 KUHAP dan pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum

merupakan alat bukti sedangkan apa yang dijelaskan oleh dokter

pemeriksa didepan hakim merupakan keterangan ahli.17

Penyidik
2.5 Kerangka teori

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat suatu kerangka teori seperti yang
Dokter pemeriksa
terlihat pada gambar 2.1 berikut:

Visum et Repertum jenasah

Pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam

Hasil VeR jenasah

Sebab kematian
Pola dan jenis kekerasan

Kekerasan menggunakan benda tajam

Profil autopsi forensik kasus kekerasan benda tajam


24

Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian

2.6 Kerangka konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas, peneliti membuat kerangka konsep

ketiga belas unsur yang akan dilakukan penelitian, seperti dalam gambar 2.2

berikut:

Visum et Repertum Korban kasus


jenasah periode tahun kekerasan benda
2010-2014 tajam

Pembunuh Bunuh diri Tidak


an (suicide) disengaja
(homicide)

Data Visum et Repertum

a) Karakteristik
korban (jenis
kelamin, umur)
b) Jenis luka
c) Lokasi luka
d) Jenis kekerasan
e) Asal Polisi Sektor
yang mengirim
permintaan VeR
jenasah
25

Profil kasus autopsi forensik akibat kekerasan


benda tajam periode tahun 2010-2014

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

Anda mungkin juga menyukai