Anda di halaman 1dari 4

LO 1.

Analisis Model Studi

Analisis Tempat pada Geligi Permanen

Untuk menentukan perbedaan antara tempat yang tersisa dan tempat yang
dibutuhkan untuk pergeseran gigi. Hal ini dibutuhkan 2 pengukuran :

Tempat yang dibutuhkan


Perhitungan tempat yang tersedia

Terdapat 2 metode :

1. Metode Nance

Mengukur mesial distal atau lebar masing-masing gigi yang berada di mesial
gigi molar pertama permanen. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang
dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

o Pencatatan lebar mesio distal masing-masing gigi yang terletak sebelah


mesial dari molar pertama permanen. Jumlah total lebarnya sesuai dari
tempat yang dibutuhkan.
o Pencatatan panjang lengkung sebenarnya menggunakan suatu kawat lentur
atau brush wire. Cara ini didasarkan pada bentuk lengkung masing-masing
dan diletakkan pada permukaan oklusal . Jarak antara titik-titik kontak
sebelah mesial molar pertama permanen hasil pengukuran dengan kawat
yang diluruskan adalah jumlah total tempat yang tersedia pada lengkung
geligi.
o Penentuan hubungan tempat adalah hasil dari perbedaan antara panjang
lengkung idel dan panjang lengkung sebenarnya. Jika (-) berarti
kekurangan tempat, sedangkan (+) berarti kelebihan tempat.

2. Metode Segmental

Melibatkan suatu penentuan tidak langsung dari panjang lengkung geligi


dimana dilakukan dengan cara sebagai berikut :

o Membagi lengkung geligi menjadi 6 bagian berupa garis lurus dengan 2


gigi per bagian termasuk molar pertama permanen.
o Pencatatan lebar mesiodistal kedua belas gigi
o Menjumlahkan lebar masing-masing gigi tiap bagian
o Pencatatan mesiodistal tempat yang tersedia pada model studi secara
terpisah untuk masing-masing bagian

Total perbedaan antara panjang ideal dan panjang sebenarnya dari masing-
masing bagian menunjukkan hubungan tempat yang ada.

LO 2. Etiologi Maloklusi

a. Faktor Herediter

Faktor herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1) disproporsi


ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi
berdesakan atau berupa diastema. Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang
atas dan bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Implikasi
klinis untuk suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor herediter
adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat
ortodontik, namun sangat sulit untuk dapat menentukan seberapa besar pengaruh
faktor herediter terhadap maloklusi tersebut.

Etiologi Maloklusi Kelas I Angle

Pola skelet maloklusi kelas I biasanya kelas I tetapi dapat juga kelas II atau
kelas III ringan. Kebanyakan maloklusi kelas I disebabkan oleh faktor lokal yang
berupa diskrepansi ukuran gigi dan lengkung geligi.

Etiologi Maloklusi Kelas II Angle

Pada maloklusi kelas II divisi 1 sering didapatkan letak mandibula yang


lebih posterior daripada maloklusi kelas I atau maksila yang lebih ke anterior
sedangkan mandibula normal. Terdapat korelasi yang tinggi antara pasien dengan
keluarganya sehingga beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pewarisan
maloklusi kelas II divisi 1 dari faktor poligenik.

Selain faktor genetik maloklusi kelas II divisi 1 juga disebabkan faktor


lingkungan. Jaringan lunak, msalnya bibir yang tidak kompeten dapat
memengaruhi posisi insisiv atas karena hilangnya keseimbangan yang dihasilkan
oleh bibir dan lidah sehingga insisiv atas protrusi.

Etiologi Maloklusi Kelas III Angle

Contoh paling jelas adanya pengaruh faktor genetik adalah progneti


mandibula. Maloklusi kelas III dapat terkadi karena faktor sklet, yaitu maksila
yang kurang tumbuh sedangkan mandibula normal atau maksila norma dan
mandibula yang tumbuh berlebihan atau kombinasi kedua keadaan tersebut.

b. Kebiasaan Buruk

Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup


tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi . kebiasaan
menghisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi
permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen tumbuh.
Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat
maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisiv yang proklinasi dan terdapat
diastema, gigitan terbuka, lengkung atas yang sempit serta retroklinasi insisv
bawah. Kebiasaan menghisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisiv
atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisiv bawah.

c. Pengaruh Jaringan Lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap
letak gigi. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat
mengubah letak gigi. Misalnya pada lidah, karena letak lidah pada posisi istirahat
tidak benar atau karena makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah
dengan bibir dan pipi sehingga insisiv bergerak ke arah labial. Bibir yang telah
dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-langit kadang-kadang mengandung
jaringan parut yang banyak selain tekannya yang besar oleh karena bibir pada
keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi tekanan yang lebih besar
dengan akibat insisiv tertekan kearah palatal.

DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga Universitas
Press

T.D Foster. 1997, 1999. Buku Ajar Ortodonsi, Edisi III. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai