Anda di halaman 1dari 11

TUTORIAL SKENARIO B BLOK 27

MALARIA

NAMA : MUKHLASINIA APRILITA

NIM : 04011181320026

KELAS : PSPD B 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
Skenario B Blok 27 Tahun 2016

Kasus :

Dina, seorang anak perempuan berusia 10 tahun, bertempat tinggal dipalembang, dibawa
kebagian gawat darurat dengan keluhan utama demam selama 6 hari. Demam tinggi,
intermitten, hilang timbul tiap 2 hari. Demam diawali dengan mengigil, diikuti oleh demam
tinggi dan kemudian demam mereda setelah berkeringat banyak. Dina juga mengalami sakit
kepala, mual dan muntah. Dina pernah pergi ke Bangka 1 bulan yang lalu dan tinggal disana
selama 1 minggu. Tidak ditemukan manifestasi perdarahan diruam kulit. Tidak terdapat batuk
/ pilek, sesak, mencret, dan nyeri saat berkemih. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan. Tidak ditemukan anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat
imunisasi dasar lengkap.

Pemeriksaan Fisik

Status antropometri : berat badan 30 kg, tinggi badan 145 cm

Keadaan umum : kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat sesak, tidak
terdapat cyanosis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 kali/menit (isi dan tegangan
cukup), laju pernafasan 28 kali/menit, temperature 39oC. tidak ditemukan tanda dehidrasi
ataupun gangguan sirkulasi. Tidak terdapat ruam kulit (eksantem). Pemeriksaan dinding dada
dalam batas normal. pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. pada pemeriksaan
abdomen ditemukan hepatosplenomegali. KGB tidak teraba membesar. Pemeriksaan
neurologis dalam batas normal. pemeriksaan lain dalam batas nomal.

Pemeriksaan laboratorium :

Hb 8,8 g%, hematocrit 27%, leukosit dan trombosit dalam batas normal. gambaran darah tepi
menunjukan gambaran hemolitik, tidak terdapat kelainan morfologi sel darah putih dan
trombosit. Urinalisis dalam batas normal. pada pemeriksaan apusan darah tipis (thin blood
smear) ditemukan gambaran sebagai berikut :
I. Analisis Masalah
4. Pemeriksaan Fisik
Status antropometri : berat badan 30 kg, tinggi badan 145 cm
Keadaan umum : kesadaran compos mentis, konjungtiva pucat, tidak terdapat sesak,
tidak terdapat cyanosis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 kali/menit (isi dan
tegangan cukup), laju pernafasan 28 kali/menit, temperature 39oC.
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus ?

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Mekanisme


Pemeriksaan
Kesadaran Composmentis Composmentis Normal -
Konjunctiva Pucat Non-anemis Anemis Peningkatan jumlah
eritrosit yang
dihancurkan karena
terinfeksi Plasmodium
vivax dan apoptosis
akan membuat kadar
eritrosit dalam tubuh
menurun dan suplai ke
perifer pun lebih
rendah
Tekanan 100/70mmHg 120/80 mmHg Hipotensi Karena anemia,
Darah volume RBC rendah
maka terjadi hipotensi
Nadi 108x/menit 60-100xmenit Takikardi Peningkatan denyut
Isi dan tegangan Isi dan tegangan Normal
nadi akan terjadi saat
cukup cukup
terjadi peningkatan
suhu tubuh yaitu
10x/menit setiap 1oC
dan kompensasi
karena adanya anemia
Respiratory 28x/menit 18-24x/menit Tachypneu Sebagai kompensasi
Rate anemia untuk
mencukupi
kekurangan oksigen di
jaringan perifer dank
arena peningkatan
suhu tubuh
Temperatur 39oC 36,5-37,3oC demam Merozoid yang
menginfeksi eritrosit
merangsang
makrofag
mengeluarkan pirogen
endogen sekresi IL-
1, IL-6, TNFa
dikirim ke
hipotalamus
pengeluaran asam
arakidonat sintesis
prostaglandin PGE2
peningkatan
thermostat set point
demam

6. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan hepatosplenomegali


b. Bagaimana patofisiologi hepatosplenomegali pada kasus?
Hepatosplenomegali disebabkan oleh adanya infeksi Plasmodium pada
manusia yang terjadi di hepar dan sel darah, peningkatan jumlah eritrosit yang
terinfeksi parasit sehingga terjadi aktivasi sistem RES untuk memfagositosis eritrosit
baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak, semakin banyak infeksi maka lien
akan semakin sering menghancurkan RBC, kerja lien meningkat lama kelamaan
terjadi pembesaran lien.

8. Analisis aspek klinis


f. Apa saja faktor resiko pada kasus ?
Faktor yang menyebabkan penyakit malaria yang pertama adalah faktor
manusia. Dan faktor ini juga terbagi menjadi dua yaitu faktor karakteristik
manusia dan faktor perilaku manusia. Faktor karakteristik misalnya adalah
umur (anak-anak lebih rentan), jenis kelamin (ibu hamil), ras, sistem imunitas
dan juga status gizi. Sedangkan untuk faktor perilaku manusia contohnya
adalah tingkat kesadaran akan penyakit malaria atau kebiasaan untuk keluar
rumah di malam hari akan meningkatkan kemungkinan anda digigit nyamuk
anopheles, dimana malam hari biasanya nyamuk-nyamuk berkeliaran.
1) Faktor nyamuk
Faktor penyebab penyakit malaria yang kedua yaitu faktor nyamuk.
Nyamuk anopheles ini jarang hidup di dataran tinggi yang ketinggiannya
lebih dari 2000 hingga 2500 m dari permukaan laut. Dan nyamuk
anopheles ini hidup terutama di daerah tropis dan sub tropis. Tetapi
ternyata nyamuk ini juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang dan
bahkan di arktik. Dan efektifitas vector dalam menularkan virus
dipengaruhi oleh hal seperti kepadatan vector, frekuensi menghisap darah,
lokasi menggigit, dan juga lamanya sporogoni. Sporogoni ini adalah
berkembangnya parasit di dalam tubuh nyamuk sehingga menjadi infektif.
2) Faktor lingkungan
Untuk faktor penyebab malaria yang ketiga yaitu faktor lingkungan.
Faktor lingkungan ini meliputi banyak hal. Antara lain adalah suhu udara,
kelembaban udara, faktor angin, ketinggian, hujan, sinar matahari dan
juga arus angin. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh pada masa inkubasi
dan juga masa hidup dan ketahanan nyamuk. Oleh karena itu sebisa
mungkin kita harus menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan juga
sehat untuk dapat terhindar dari nyamuk anopheles yang menyebabkan
penyakit malaria.
3) Faktor parasit
Parasit ini akan ada di dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang
lama dan akan menghasilkan gametosit jantan dan juga betina pada waktu
yang tepat untuk penularan. Parasit ini juga harus menyesuaikan diri
dengan sifat dari spesies vector anopheles supaya sporogoni
memungkinkan untuk menghasilkan sporozoit yang bisa menginfeksi.
Infeksi yang paling berat dan paling berbahaya adalah infeksi dari
plasmodium falciparum dan yang tidak begitu bahaya adalah plasmodium
vivax dan juga plasmodium oval. Dan inilah faktor penyebab penyakit
malaria yang sudah sepatutnya anda hindari.

j. Bagaimana pencegahan pada kasus ?


Pencegahan Malaria

1. Pencegahan Primer

a. Tindakan terhadap manusia

- Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan


kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis.
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko
terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria,
pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.

- Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan


menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat
penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

- Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja


sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)6

Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai


kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),
doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk pengobatan
pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.

Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang


berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum
obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan
setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan
selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu
dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria
dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan
terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap
pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek
samping sangat besar.

c. Tindakan terhadap vektor31

- Pengendalian secara mekanis

Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk
dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya
memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.

- Pengendalian secara biologis

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup


yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau
pemangsa serangga.

- Pengendalian secara kimiawi

Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan


insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai
pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian
serangga secara kimiawi berkembang pesat..

Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria
dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis
dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan
pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini

Gejala Klinis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-
4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis
malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,
riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik
berupa demam (pengukuran dengan thermometer37.5 C, anemia, pembesaran
limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:

Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan


chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih
sensitif terhadap obat tersebut.

Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan
komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral
dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.

Pencegahan Tertier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

- Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin


- Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi
ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.

- Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk
mencegah memburuknya fungsi organ vital.

b. Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita


dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada
penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

II. Hipotesis
Dina, 10 tahun mengalami demam selama 6 hari menderita malaria akibat infeksi
plasmodium vivax.

Plasmodium Vivax

a. Plasmodium vivax, yang menyebabkan malaria tersiana


Eritrosit yang dihinggapi plasmodium vivax membesar dan menjadi pucat,
karena kekurangan hemoglobin. Tropozoit muda tampak seperti cincin
dengan inti satu sisi, bila tropozoit tumbuh maka bentuknya menjadi tidak
teratur, berpigmen halus dan menunjukkan gerakan ameboid yang jelas.
Gametosit berbentuk lonjong, hampir mengisi seluruh eritrosit.
Mikrogametosit mempunyai inti besar yang berwarna merah muda pucat dan
sitoplasma berwarna biru pucat. Makrogametosit mempunyai sitoplasma
yang berwarna lebih biru dengan inti yang padat berwarna merah dan
letaknya dibagian pinggir parasit.

Plasmodium vivax, setelah sporozoit masuk melalui kulit ke peredaran


darah perifer manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles betina, kira-kira jam
sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati dan
sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan membentuk
kira-kira 10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau
daur eksoeritrosit primer yang berkembangbiaknya secara aseksual dan
disebut skizogoni hati. Hipnozoit tetap istirahat dalam sel hati selama 3 bulan
sampai aktif kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit
dari skizon hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit dan mulai
dengan daur eritrosit untuk pembiakanaseksual, merozoit dalam eritrosit
tumbuh menjadi trofozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya 1/3 eritrosit,
dengan pulasan Giemsa sitoplasma berwarna biru, inti merah dan mempunyai
vakuol yang besar. Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami
perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus
berwarna merah, yang bentuk dan besarnya sama dan disebut titik Schuffner.
Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit satadium lanjut yang sangat aktif
sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid. Pigmen dari parasit ini
menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari daur
eritrosit mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit
dengan pigmen berkumpul di bagian tengah atau pinggir. Daur eritrosit pada P.
vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Walaupun demikian,
dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium parasit dari daur eritrosit,
sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform, kecuali pada hari-hari
permulaan serangan pertama. Setelah daur eritrosit berlangsung beberapa kali,
sebagian merozoit yang tumbuh menjadi trofozoit dapat membentuk sel
kelamin betina dan jantan yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir
seluruh eritrosit dan masih tampak titik Schuffneer di sekitarnya.
Makrogametosit mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil, padat
dan berwarna merah, sedangkan mikrogametosit biasanya bulat, berwarna
pucat, biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti biasanya
terletak di tengah. Butir-butir pigmen, baik betina mapun jantan jelas dan
tersebar pada sitoplasma. Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang
berlangsung selama 16 hari; pada suhu 20oC dan 8-9 hari pada suhu 27oC.
Dibawah 15oC perkembangbiakannya secara seksual tidak mungkin
berlangsung. Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30-40 butir pigmen
berwarna kuning tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas.

DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia . 2008. Departemen Kesehatan
RepublikIndonesia.
(http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_Kasus_Ma
laria_di_Indonesia.pdf di akses 23 agustus 2016)

Anda mungkin juga menyukai