Anda di halaman 1dari 6

BENTUK PESTISIDA

Ada berbagai macam bentuk pestisida yang beredar atau diperdagangkan. Untuk
memudahkan mengetahui bentuk pestisida yang ada di pasaran, biasanya
dicantumkan tanda/kode di belakang nama formulasinya. Bentuk pestisida ini
berkaitan erat dengan cara penggunaan atau penyebaran pestisida di lapangan.

1. Tepung Hembus (Dust=D)


Sesuai dengan namanya, yaitu tepung hembus, penggunaan pestisida harus
dihembuskan dalam bentuk tepung kering menggunakan alat penghembus
atau emposan. Bentuk tepung hembus yang baik harus mempunyai beberapa
sifat seperti berikut ini:
Tepung harus mempunyai berat yang relatif ringan sehingga bisa
terhembuskan oleh angin yang sepoi basah.
Bagian-bagian tepung hembus tidak menempel satu dengan yang lainnya,
sehingga tidak diperlukan pengadukan selama proses penghembusan
berlangsung.
Tepung tidak lengket atau menggumpal walaupun dalam keadaan lembab.
Bila lengket bisa mengakibatkan penyumbatan pada kipas alat
penghembus.
Jenis pestisida yang berbentuk tepung hembus (dust) pada merek
dagangnya mudah dikenali dengan adanya tanda/kode Dust atau D
yang dituliskan di belakang nama formulasinya, misalnya:Bayleton 1 Dust,
Sevin 5 D, Sitocide 1 D. Penggunaan pestisida berbentuk tepung hembus
memiliki sedikit kelemahan. Dengan cara hembusan bahan aktif yang
terbuang agak banyak sehingga dibutuhkan bahan pestisida yang cukup
banyak pula.

2. Butiran (Granule=G)
Granule atau bahasa Indonesianya Granula adalah bentuk formulasi pestisida
berupa butiran padat menyerupai pupuk urea atau TSP, sehingga cara
penggunaannya cukup disebarkan/ditaburkan di atas tanah menggunakan
tangan. Pestisida ini akan larut oleh air di dalam tanah, baru kemudian
diserap oleh akar tanaman. Dengan masuknya zat racun ke dalam jaringan
tanaman melalui akar, maka tanaman mempunyai daya penolak terhadap
jasad pengganggu (hama tanaman). Bila ada jasad pengganggu (hama) yang
memakan bagian tanaman, maka hewan hama akan mati. Pestisida yang
berbentuk butiran harus mempunyai sifat mudah larut di dalam air. Untuk
memudahkan mengenalnya di pasaran, pestisida yang berbentuk butiran
diberi kode huruf G, dituliskan di belakang nama formulasi pestisida.
Contoh: Insektisida Basudin 10 G, Furadan 3 G, Herbisida Difenex 7 G,
Fungisida Ridomil 2 G.

3. Tepung yang harus dibasahi (Wettable Powder-WP)

1
Pestisida bentuk ini dalam penggunaannya harus dibasahi dulu dengan air
sebelum disemprotkan . Tanpa adanya air pestisida tidak akan bisa
disemprotkan. Pestisida berbentuk WP umumnya mengandung bahan
pembasah (Wetting Agent). Walaupun demikian, bahan perata dan perekat
kadang-kadang masih diperlukan pula, terutama bila kita akan menyemprot
tanaman yang mempunyai permukaan lilin atau berbulu. Jenis tanaman
demikian biasanya susah untuk ditempeli atau dilekati oleh cairan semprot,
sehingga tepung yang ada di dalam larutan semprot lama kelamaan bisa
mengendap. Untuk menghindari terjadinya endapan, diperlukan pengadukan
dengan cara menggoncangkan tangki penyemprot. Contoh: Insektisida
Applaud 10 WP, Dharmacin 50 WP, Sevidan 70 WP, Herbisida Difenex 60 WP,
Fungisida Antracol 70 WP.

4. Tepung yang dilarutkan dalam air (Soluble Powder=SP)


Jenis pestisida ini harus dilarutkan dulu ke dalam air sebelum disemprotkan.
Secara sepintas bentuk SP hampir sama dengan bentuk WP. Perbedaannya,
pestisida berbentuk SP larut di dalam air, sedang bentuk WP tidak larut,
melainkan hanya terjadi pencampuran saja. Oleh sebab itu pada waktu
penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan pada permulaan saja dan untuk
selanjutnya tidak diperlukan lagi karena pengendapan jarang terjadi. Bahan
perekat dan perata kadang-kadang tetap juga dibutuhkan terutama untuk
menyemprot tanaman yang mempunyai permukaan licin dan berbulu.
Contoh: insektisida Dicorzal 25 SP, Dipterex 95 SP, Herbisida Basfapon 85 SP,
Target 25/38 SP.

5. Cairan (Emulsifiable Concentrate=EC)


Walaupun sudah berbentuk cairan, tapi pestisida ini tidak bisa langsung
digunakan, harus dicampur dulu dengan air baru bisa disemprotkan. Apabila
tidak dicampur dengan air, maka konsentrasinya terlalu tinggi, bisa-bisa
tanaman yang kena semprot akan mengalami kematian. Dengan
dicampurnya cairan pestisida dengan air, maka terjadi emulsi larutan di
dalam air. Oleh sebab itu bentuk pestisida ini dinamakan Emulsifiable
Concentrate dan pada merek dagangnya diberi kode EC atau E yang
diterakan di belakang nama formulasinya. Pestisida berbentuk cairan
merupakan pestisida yang paling banyak beredar di pasaran. Contoh:
Insektisida Ambush 2 EC, Basudin 60 EC, Herbisida Codal 200/200 EC,
Fusilade 25 EC, Fungisida Baycor 300 EC, Fujiwan 400 EC.

6. Bentuk Gas (Flowable=F)


Pestisida ini bisa berbentuk cairan atau padatan dan sebelum diuapkan
dicampur lebih dulu dengan air. Setelah racun menguap kemudian
dihembuskan /ditiupkan menggunakan alat peniup. Racun akan terisap oleh
jasad pengganggu, umumnya melalui pernapasannya. Oleh sebab itu, jenis
pestisida ini sangat efektif bila digunakan untuk memberantas hama-hama
gudang, karena bentuk gas ini bisa diuapkan pada ruangan tertutup. Kode di

2
pasaran biasanya dengan tanda huruf F, tapi kadang-kadang langsung
dengan tanda Flowable di belakang nama formulasinya. Contoh jenis
pestisida fumigant adalah Difolatan 4 F.

CARA KERJA PESTISIDA

Pestisida dalam membunuh atau memusnahkan jasad pengganggu melalui suatu


proses. Proses ini adalah proses peracunan terhadap jasad oleh racun yang
terkandung di dalam pestisida tersebut. Proses ini dinamakan cara kerja pestisida.
Setiap jenis pestisida mengalami proses peracunan yang berbeda-beda. Misalnya
cara kerja insektisida untuk membunuh serangga akan berbeda dengan cara kerja
herbisida dalam memusnahkan rerumputan. Oleh sebab itu, di bawah ini dijelaskan
cara kerja pestisida didasarkan pada jenis pestisidanya.

1. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung racun untuk mematikan atau
memusnahkan serangga. Dalam memusnahkan atau mematikan serangga ini
bisa melalui beberapa cara, yaitu:

a. Racun Perut (Stomach Poisons)


Biasanya insektisida jenis ini digunakan untuk memberantas serangga
yang menyerang tanaman dengan cara memakan tanaman tersebut.
Tanaman disemprot dengan insektisida sehingga bagian-bagian tanaman
akan mengandung racun. Apabila ada serangga yang memakan bagian
tanaman yang telah disemprot, serangga akan mengalami keracunan
yang bisa menimbulkan kematian, karena bahan aktif/racun akan bekerja
di dalam perut serangga.

b. Racun kontak (Contact Poisons)


Cara kerja demikian ini adalah apabila serangga menyentuh insektisida
atau tanaman yang telah disemprot dengan insektisida akan mengalami
keracunan dan akhirnya mati.Racun/bahan aktif akan meresap ke dalam
tubuh melalui kulit luar, kemudian bekerja di dalam tubuh sehingga
serangga akan mati.

c. Racun Sistemik (Systemic Poisons)


Insektisida bisa diserap oleh tanaman baik melalui akar atau bagian
tanaman lainnya, tetapi tidak mengganggu atau merugikan tanaman itu
sendiri. Dengan terserapnya racun ke dalam tanaman, maka tanaman
tersebut mempunyai daya penolak bahkan daya mematikan bila ada
serangga yang memakannya. Kandungan racun pada tanaman hanya
sampai pada batas waktu tertentu. Bila pemberian pestisida dihentikan,
maka dalam waktu yang tidak lama tanaman sudah tidak mengandung
racun lagi. Pestisida yang bisa diserap oleh akar tanaman umumnya

3
berbentuk butiran atau granula, karena pestisida ini akan larut dalam air
yang ada di dalam tanah.

d. Fumigan (Fumigant)
Pestisida jenis ini mematikan serangga setelah zat fumigant terserap ke
dalam tubuh serangga melalui pernapasannya. Jadi pestisida harus
difumigasikan atau diuapkan dalam bentuk gas. Cara demikian sangat
efektif jika digunakan dalam ruangan tertutup, misalnya untuk
memberantas hama-hama gudang.

e. Antraktan (Anttractant)
Pestisida dapat mengeluarkan bau-bauan yang bisa menarik jenis
serangga tertentu. Setelah serangga mendekat dan terkumpul, maka kita
bisa dengan mudah memusnahkannya. Jadi jenis pestisida demikian
hanya berfungsi sebagai penarik dan tidak bisa langsung mematikan
serangga.

f. Repelen (Repellent)
Cara kerja pestisida ini merupakan kebalikan dari cara antraktan. Pestisida
ini dapat mengeluarkan bau-bauan yang bisa menolak atau mengusir
serangga. Jadi bau yang dikeluarkan adalah bau yang tidak disenangi oleh
serangga-serangga pengganggu. Dengan terusirnya serangga
pengganggu, maka tanaman menjadi aman dari serangan serangga.
Seperti halnya cara antraktan, cara repelen juga tidak bisa mematikan
serangga secara langsung.

2. Fungisida
Proses kematian sel-sel jamur karena bahan beracun (Fungisida) dapat
melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Dengan merusak dinding sel dan pembagian sel


Fungisida dapat mengurangi kemampuan cendawan/jamur dalam
melakukan pembentukan dinding-dinding sel yang baru, dengan cara
mempengaruhi enzim-enzim yang terlibat dalam pembentukan dinding-
dinding sel tersebut. Tapi ada juga jenis fungisida yang bisa
mempengaruhi/ merusak pembagian sel dengan cara mengganggu
peristiwa mitosis dalam pelindung inti, dapat juga mempengaruhi
kromosomnya. Dengan perusakan pembagian sel ini bisa menyebabkan
pertumbuhan cendawan tidak normal atau bisa juga mengakibatkan
cendawan tidak bisa berkembang biak lagi.

b. Pengaruh terhadap permiabilitas membran sel


Zat organic yang bersifat fungisidal dan bakterisidal dapat mengganggu
membran sitoplasma yang bisa menimbulkan sel-sel mengeluarkan zat-
zat yang mudah larut di dalam sel. Jenis fungisida yang mengandung

4
unsur perak bisa mempengaruhi permiabilitas dari sel cendawan,
sehingga bisa menyebabkan keluarnya isi sel.

c. Mempengaruhi enzim
Banyak jenis fungisida yang bekerja menghambat enzim pada cendawan.
Toksisitas dari fungisida kebanyakan merupakan hasil dari enzim dan
koenzim, terutama yang mengandung gugus sulfhidril. Logam seperti
merkuri (Hg) atau tembaga (Cu) bisa membentuk ikatan kovalen dengan
gugus Sulfhidril yang bisa menghambat enzim.Beberapa jenis fungisida
seperti Ziram dan Maneb diperkirakan bisa menghambat terbentuknya
enzim akonitase yang akhirnya bisa menghambat metabolisme, tapi tidak
berpengaruh terhadap pembentukan Sitrat. Sedangkan jenis Fungisida
seperti Thiram, Belerang, dan Febam bisa menghambat sintesis Sitrat.
Ada jenis Fungisida lainnya yang dapat merangsang terbentuknya enzim
tertentu di dalam cendawan secara berlebihan, sehingga cendawan
terganggu proses metaboliknya.

3. Herbisida
Apabila dilihat dari saat penggunaannya, herbisida bisa digolongkan menjadi
2, yaitu herbisida pratumbuh dan herbisida purnatumbuh. Herbisida
pratumbuh umumnya digunakan untuk memberantas rerumputan yang
tumbuh di antara tanaman padi atau palawija atau tanaman musiman
lainnya. Untuk padi sawah yang lahannya mengandung banyak air, herbisida
cukup disebarkan/disemprotkan pada petak-petak sawah yang tergenang air
sebelum penanaman dimulai. Bagi tanah yang tidak banyak mengandung air,
misalnya tanah tegalan yang akan ditanami palawija atau padi gogo,
herbisida harus dilarutkan dulu dalam air kemudian disemprotkan di atas
permukaan tanah yang telah diolah. Perlu diingat bahwa tanah harus dalam
keadaan lembab sehingga herbisida bisa bereaksi dengan tanah.Jika tanah
dalam keadaan kering daya kerja herbisida kurang memuaskan. Cara kerja
herbisida pratumbuh ini adalah melapisi permukaan tanah dengan bahan
aktif yang dikandungnya, sehingga biji-biji rerumputan terhalangi, bahkan
tidak mampu untuk tumbuh dan akhirnya bisa mati. Oleh sebab itu,
pemberian secara teratur harus dilakukan sesuai dengan dosis dan aturan
penggunaannya.Sedangkan jenis herbisida purnatumbuh umumnya
digunakan untuk memberantas gulma atau rerumputan yang tumbuh di
sekitar tanaman perkebunan, misalnya karet, kelapa sawit dan tanaman
tahunan lainnya. Herbisida purnatumbuh bisa juga digunakan untuk
memberantas rerumputan yang tumbuh di antara tanaman musiman dengan
syarat harus hati-hati dalam pemakaian dosisnya. Bila kelebihan dosis bisa
berakibat fatal, bukan gulma saja yang mati melainkan tanaman pokokpun
ikut mati. Cara kerja herbisida bisa secara
Kontak langsung dengan menyemprotkan ke rerumputan/gulma, atau bisa
juga secara sistemik yang disebarkan di permukaan tanah sehingga diisap
oleh tanaman melalui perakarannya. Dengan masuknya bahan aktif ke dalam

5
gulma, maka jaringan gulma akan menjadi rusak dan akhirnya gulma bisa
mati seperti kekeringan.

4. Rodentisida
Rodentisida sebagai bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dapat
digunakan untuk memberantas binatang pengerat seperti tikus. Ada berbagai
jenis rodentisida yang beredar di pasaran. Supaya rodentisida bisa
membasmi tikus secara efektif, maka harus memenuhi syarat: tidak berbau,
tidak mempunyai rasa, bereaksi di dalam tubuh secara perlahan-lahan, dan
bisa mematikan tikus serta tidak membahayakan ternak dan manusia. Dalam
memberantas tikus, rodentisida bekerja di dalam perut, sehingga dalam
pemakaiannya biasanya harus dicampur dulu dengan umpan (makanan yang
disenangi tikus). Tapi ada jenis rodentisida yang bisa langsung diumpankan
tanpa dicampur dulu dengan umpan. Sekarang ini, rodentisida umumnya
bersifat antikoagulan, artinya racun yang bekerja dengan cara menghambat
pembekuan darah dan akan menimbulkan kerusakan pada jaringan-jaringan
pembuluh darah. Dengan rusaknya jaringan pembuluh darah, maka bagian
dalam tubuh tikus akan mengalami pendarahan dan akibatnya tikus bisa
mati. Kematian tikus akibat racun yang bersifat antikoagulan ini terjadi
secara perlahan-lahan/tidak mendadak sehingga tidak menimbulkan
kecurigaan terhadap tikus yang lainnya. Zat antikoagulan ini ada yang bisa
mengakibatkan tikus menjadi reisisten. Rodentisida jenis lain ada yang
bersifat akut. Namun kelemahan dari rodentisida ini ialah tikus kadang-
kadang hanya pingsan saja atau jera umpan.

Anda mungkin juga menyukai