Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Polimiositis adalah suatu peradangan otot yang etiologinya belum
diketahui, dan merupakan kelainan jaringan ikat yang jarang terjadi.
Gangguan imunologi mempengaruhi derajat variasi dari polimiositis.
Polimiositis ini biasanya terjadi pada dewasa dan merupakan kelainan
yang didapat, walaupun mungkin ada predisposisi genetik.
Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang
ditandai dengan peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi
dari otot-otot.
Insidens polimiositis biasanya terjadi pada dewasa (usia 40-60 tahun) atau pada anak-
anak (usia 5-15 tahun). Insidens polimiositis diperkirakan 5-10 kasus / 1 juta penduduk /
tahun, dengan prevalensi 6-7 kasus/100.000 penduduk. Polimiositis lebih banyak ditemukan
pada wanita, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1:2.
Penyebab polimiositis tidak diketahui secara pasti, namun virus atau reaksi autoimun
diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit
ini, dimana reaksi autoimun terhadap kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang
terkandung di dalam otot. Sekitar 15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga
menderita kanker.
Gejala polimiositis pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak
gejalanya timbul secara lebih mendadak. Gejalanya bisa dimulai selama atau sesudah suatu
infeksi, yaitu berupa kelemahan otot (terutama otot lengan atas, panggul dan paha), nyeri otot
dan sendi, kemerahan (ruam kulit), kesulitan menelan, demam, kelemahan, hingga penurunan
berat badan.
Terapi untuk komponen otot dermatomiositis melibatkan penggunaan kortikosteroid,
dengan atau tanpa agen imunosupresif. Penyakit kulit diobati dengan menghindari sinar
matahari, tabir surya, kortikosteroid topikal, agen antimalaria, metotreksat, mycophenolate
mofetil, atau intravena (IV) imunoglobulin. Terapi fisik dan tindakan rehabilitatif diperlukan
pada pasien tertentu. Langkah-langkah pelindung matahari diperlukan untuk pasien dengan
penyakit kulit.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan polimiositis?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan polimiositis
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi Polimiositis
b. Menjelaskan klasifikasi Polimiositis
c. Menjelaskan etiologi Polimiositis
d. Menjelaskan patofisiologi Polimiositis
e. Menjelaskan manifestasi Klinis Polimiositis
f. Menjelaskan penatalaksanaan Polimiositis
g. Menjelaskan komplikasi Polimiositis

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang tentang penatalaksanaan pada pasien dengan
polimiositis dan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada penyakit yang
diderita pasien
1.4.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang polimiositis dan dapat lebih
banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Agar lebih mengerti dan memahami tentang polimiositis serta bagaimana penyebaran
limfadenitis untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Polimiositis adalah suatu peradangan otot yang etiologinya belum diketahui, dan
merupakan kelainan jaringan ikat yang jarang terjadi. Gangguan imunologi mempengaruhi
derajat variasi dari polimiositis. Polimiositis ini biasanya terjadi pada dewasa dan merupakan
kelainan yang didapat, walaupun mungkin ada predisposisi genetik.
Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan
peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot. Polimiositis biasanya
menyebabkan kelemahan simetris disertai atropi otot, terutama mengenai otot-otot
paroksimal gelang bahu dan panggul, leher dan faring. Apabila peradangan otot disertai
bercak merah disebut dermatomiositis.
Polimiositis dan dermatomiositis adalah inflamasi miopati idiopatik (IMI). Walaupun
penyakit tersebut diakui dapat dibedakan dari penyakit jaringan ikat lainnya, namun sulit
dibedakan dengan inflamasi otot yang menyertai penyakit autoimun. Polimiositis dan
dermatomiositis jarang terjadi, insiden pertahun 5-10 kasus per sejuta. Penyakit ini lebih
sering dijumpai pada wanita dari pada pria pada semua kelompok umur.

2.2 Klasifikasi Polimiositis


a. Polimiositis dewasa (tanpa keterlibatan kulit)
b. Dermatomiositis dewasa (keterlibatan otot dan kulit)
c. Polimiositis atau dermatomiositis dengan penyakit keganasan
d. Polimiositis pada anak-anak
e. Polimiositis atau dermatomiositis bersama kelainan-kelainan jaringan ikat lain

2.3 Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, diduga faktor pencetusnya yaitu virus atau
reaksi autoimun yang berperan dalam timbulnya penyakit ini. Picorna virus telah
diidentifikasi pada otot penderita polimiositis, dan pemeriksaan serologis juga membuktikan
keterlibatan virus Coxsackie baik pada anak maupun dewasa. Toksoplasmosis juga ditemukan
pada polimiositis, tetapi pemeriksaan serologis menimbulkan dugaan bahwa toksoplasmosis
hanya berperan pada miositis idiopatik.
Polimiositis juga ditemukan pada infeksi retrovirus HIV dan human T-lymphocyte
virus-1 (HTLV-1). Polimiositis dilaporkan juga ditemukan pada penggunaan obat-obatan
seperti D-penicillinamine, simetidin, ranitidine, analgesik (pentazocine), implantasi silikon
atau kolagen, dan beberapa toksin (cyanoacrylate glues, kontaminasi silica). Obat yang
terutama menginduksi polimiositis adalah D-penicillinamine.
Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap
kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahaya yang terkandung didalam otot.

2.4 Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia. Menurut patologi didapat dari pemeriksaan
histologi hasil biopsi otot bervariasi, kelainan-kelainan tersebut adalah:
1. Degenerasi serat-serat otot, baik setempat maupun meluas.
2. Basopilia dari sebagian serat dengan migrasi sentral dari nuklei sarkolemal.
3. Nekrose sebagian atau sekelompok serat-serat otot.
4. Inflamasi dari pembuluh darah yang memberi suplai kepada otot.
5. Fibrosis interstitia yang bervariasi tingkatannya dan lamanya dalam waktu timbulnya
penyakit.
6. Bervariasi menurut diameter dari serabut.

Kelainan ini diduga berhubungan dengan sistem imun tubuh. Adanya cedera otot yang
diperantarai oleh virus atau mikrovaskuler menyebabkan pelepasan dari autoantigen otot.
Autoantigen ini kemudian disampaikan ke T Limfosit oleh makrofag dalam otot. Aktifasi T
Limfosit menyebabkan proliferasi dan pelepasan sitokin seperti interferon gamma (IFN-
gamma) dan Interleukin 2 (IL-2). IFN-gamma menyebabkan aktivasi makrofag lagi dan
pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-alfa).
Sitokin kemudian menyebabkan ekspresi yang menyimpang dari histokompabilitas
kompleks mayor (MHC) molekul kelas I dan Iidan adesi molekul pada sel otot. Kerusakan
serat otot terjadi ketika CD8+ T Limfosit (sitotoksik) bertemu dengan antigen bersama dengan
MCH molekul kelas I pada sel otot. Makrofag kemudian menyebabkan kerusakan otot, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekresi sitokin.
Penyakit ini biasanya timbul dan sering dijumpai pada otot-otot paroksimal khususnya
pelvis dan bahu. Mendaki tangga, berdiri dari kursi dan kegiatana lain yang mengakibatkan
badan menjadi semakin sukar atau tidak mungkin melakukannya. Mengangkat lengan
semakin lama semakin sukar dan menyisir rambut menjadi tidak mungkin. Otot lain (fleksor
leher, otot menelan) juga terserang.
Sakit otot atau lemah terjadi terutama pada tingkat awal. Tanda eritema menunjukan
dermatomiositis. Lesi merah yang menyerupai serbuk dapat terlihat didaerah periorbital yang
disertai edema. Eritema dapat meluas ke muka, dahi, leher, bahu bagian atas, dada, punggung
sebelah atas. Lesi pada lengan dan kaki menyerang permukaan ekstensor, jalur-jalur itu
kadang mengelupas.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya
timbul secara lebih mendadak. Gejalanya bisa dimulai selama atau sesudah suatu infeksi,
yaitu berupa:

a. Kelemahan otot (terutama otot lengan atas, panggul dan paha)


b. Nyeri otot dan sendi
c. Fenomena Raynaud
d. Kemerahan (ruam kulit)
e. Kesulitan menelan
f. Demam
g. Kelemahan
h. Penurunan berat badan.

Kelemahan otot bisa dimulai secara perlahan atau secara tiba-tiba, dan bisa memburuk
dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Karena yang paling sering terkena adalah otot-
otot yang dekat dengan pusat badan, penderita akan mengalami kesulitan dalam mengangkat
lengannya melampaui bahu, menaiki tangga dan bangun dari posisi duduk di kursi. Jika
menyerang otot leher, penderita akan mengalami kesulitan pada saat mengangkat kepalanya
dari bantal. Kelemahan pada bahu atau panggul menyebabkan penderita harus duduk di kursi
dorong atau di tempat tidur.
Kerusakan otot pada bagian atas kerongkongan bisa menyebabkan kesulitan menelan
dan regurgitasi makanan. Kerusakan otot tidak terjadi pada otot-otot tangan, kaki dan wajah.
Pada 1/3 kasus terjadi pembengkakan dan nyeri sendi, tetapi cenderung ringan.
Fenomena Raynaud lebih sering terjadi pada penderita polimiositis yang disertai penyakit
jaringan ikat lainnya.
Polimiositis biasanya tidak mengenai organ-organ dalam selain tenggorokan dan
kerongkongan. Tetapi paru-paru bisa terkena, menyebabkan sesak nafas dan batuk.
Perdarahan pada ulkus di lambung atau usus, bisa menyebabkan tinja berdarah atau tinja
kehitaman, yang lebih sering terjadi pada anak-anak.
Pada dermatomiositis, kemerahan cenderung timbul bersamaan dengan melemahnya
otot dan gejala lainnya. Pada wajah bisa timbul bayangan kemerahan (ruam heliotrop). Yang
khas adalah pembengkakan ungu-kemerahan di sekeliling mata. Kemerahan lainnya, apakah
bersisik, licin atau menonjol, bisa timbul di hampir seluruh bagian tubuh, tetapi yang paling
sering muncul di buku-buku jari. Bantalan kuku jari tampak kemerahan. Pada saat kemerahan
ini memudar, timbul bercak kecoklatan, jaringan parut, pengkerutan atau bercak pucat di
kulit.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Creatinin kinase dengan isoenzim
b. Elektrolit, kalsium, magnesium
c. Serum mioglobin
d. Kreatinin serum dan BUN
e. Urinalisis: Mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis positif dengan sedikit RBCs pada
evaluasi mikroscopik.
f. Hitung darah lengkap
g. Laju endap darah
h. Tes fungsi tiroid
i. AST
Test lainnya:
a. Elektrokardiogram, untuk menemukan tanda-tanda hipokalemia di bawah ini:
- Perubahan nonspesifik difuse gelombang ST-T
- Peningkatan interval PR
- Gelombang U
- QRS lebar
b. Terapi steroid, sebaiknya diberikan sampai diagnosis pasti ditegakkan, tetapi banyak tes
penting untuk menggambarkan ragam penyebab dari miopati yang tidak bersifat emergensi.
Berikut ini diantaranya:
- Tes Genetik
- Antibodi antinuklir (ANA)
- MRI
- Elektromiogram (EMG)
- Biopsi otot

2.7 Penatalaksanaan
Pada saat peradangan, hendaknya aktivitas atau pergerakan penderita dibatasi.
Biasanya diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi per-oral, yang secara
perlahan akan memperbaiki kekuatan otot dan meringankan nyeri dan pembengkakan, serta
mengendalikan penyakit.
Setelah sekitar 4-6 minggu, jika kadar enzim otot dan kekuatan otot telah kembali
normal, dosisnya diturunkan secara bertahap. Sebagian besar orang dewasa harus terus
menerus mengkonsumsi prednison dosis rendah untuk beberapa tahun atau untuk mencegah
kekambuhan. Setelah sekitar 1 tahun, anak-anak tidak lagi mendapatkan kortikosteroid dan
bebas dari gejala.
Kadang-kadang prednison memperburuk penyakit atau tidak sepenuhnya efektif. Jika
hal ini terjadi, diberikan obat imunosupresan sebagai pengganti atau sebagai tambahan
terhadap prednison. Jika obat-obat lainnya tidak efektif, bisa diberikan gamma globulin
(bahan yang banyak mengandung antibodi) intravena (melalui pembuluh darah).
Jika poliomiositis disertai dengan kanker, biasanya tidak akan menunjukkan respon
yang baik terhadap prednison. Tetapi polimiositis akan membaik bila kankernya berhasil
diatasi. Penderita dewasa dengan penyakit yang berat dan progresif, yang mengalami
kesulitan menelan, malnutrisi, pneumonia atau kegagalan pernafasan, bisa meninggal.

2.8 Komplikasi
a. Kesulitan menelan
b. Aspirasi
c. Otot atrofi dan kontraktur
d. Pada anak vasculitis
e. Perdarahan
f. Perforasi

2.9 WOC
12
BAB 3
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLIMIOSITIS


3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Anamnese
a. Identitas Pasien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir, alamat.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh lemah otot, nyeri sendi, sulit atau tidak dapat melakukan kegiatan
pergerakan dan pada dermatomiositis ditemukan tanda eritema.
c. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat dari dimulainya gejala penyakit sampai pasien atau keluarga memutuskan untuk
dibawa ke rumah sakit. Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa yang dilakukan untuk menanggulanginya.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui apakah pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya. Tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami kelemahan otot, nyeri sendi
sebelumnya dan kebiasaan pasien
- Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada anggota yang pernah
menderita penyakit yang sama. Tanyakan apakah ada keluarga pasien yang pernah menderita
miositis, polimiositis (deramatomiositis).

d. Kebiasaan sehari hari


1. Nutrisi
- Makan, yang dikaji adalah frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan makanan yang
disukai dan tidak disukai.
- Minum, yang dikaji adalah frekuensi, jumlah, dan komposisi.
2. Eliminasi
- BAB dan BAK, yang dikaji adalah frekuensi, pola eliminasi, konsistensi, warna, bentuk.
3. Istirahat
Jumlah jam tidur siang ataupun malam, adanya gangguan tidur atau tidak.
4. Aktivitas
Kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai tidur kembali
5. Personal hygiene
Bagaimana kebiasaan dalam kebersihan diri sendiri ataupun lingkungan.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Data subjektif
- Kelemahan otot
- Nyeri sendi
- Nyeri otot
- Masalah gastrointestinal (nafsu makan menurun)
b. Data objektif
- Palpasi otot dan sendi apakah ada nyeri
- Apakah mengalami kesukaran bernafas
- Kontraktur dan atrofi otot
- BB menurun
- Observasi kemerahan pada siku, tangan, lutut, bahu, dada.
Dasar data Pengkajian Pasien
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan, nyeri atau kelemahan pada otot
Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
Gangguan tidur (insomnia atau gelisah)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan
rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Perdarahan lama pada cedera (komplikasi)
Tanda :
- Tekanan darah : tekanan nadi melebar, desiran (menunjukkan mekanisme anemia).
- Warna kulit : pucat atau sianosis, membaran mukosa, kulit terdapat ruam.
3. Integritas Ego
Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain,
harga diri buruk, kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat.
Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri.
4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
Tanda : Nyeri tekan pada abdomen, urine encer : terdapat darah atau protein.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual atau muntah, kesulitan menelan,
penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk (berbentuk ruam), membran mukosa
kering

6. Neurosensori
Gejala : Gemetar, penurunan penglihatan, bayangan pada mata, kelemahan,
keseimbangan buruk, kesemutan pada ekstremitas.
Tanda : Kelelahan, kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang,
pembekakan sendi simetri.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri pada ekstremitas atas.
Tanda : Menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap palpitasi
pada area yang sakit.
8. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea.
9. Keamanan
Gejala : Kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam, lesi kulit,
gangguan penglihatan.
Tanda : Berkeringat, mengigil berulang, gemetar, lesi pada kulit.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker, riwayat penggunaan obat, hematologi,
riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau perdarahan.
Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-
hari, perwatan diri, mempertahankan kewajibannya.

3.1.3 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan atau tes secara manual
b. Tes otot secara manual untuk menetukan tingkat kelemahan otot akibat penyakit
c. Biopsi otot
d. Elektromiografi
e. Tes serum enzim (serum SGOT), creatinin, CPK dan adolase meningkat
f. Tes urine 24 jam.

3.2 DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan peradangan
pada otot
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake
makanan
4. Resiko cidera berhubungan dengan defisit motorik

3.3 INTERVENSI
DIAGNOSA
No INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri kronik berhubungan 1. Selidiki keluhan nyeri, 1. Nyeri insisi bermakna pada
dengan peradangan pada perhatikan lokasi, itensitas pasca operasi awal
otot. nyeri, dan skala diperberat oleh gerakan
2. Anjurkan pasien untuk 2. Intervensi dini pada kontrol
Tujuan: melaporkan nyeri segera saat nyeri memudahkan
Setelah dilakukan tindakan mulai pemulihan otot dengan
keperawatan selama 2 x 24 menurunkan tegangan otot
jam nyeri dapat berkurang, 3. Respon autonomik meliputi,
pasien dapat tenang dan 3. Pantau tanda-tanda vital perubahan pada TD, nadi,
keadaan umum cukup baik RR, yang berhubungan
dengan penghilangan nyeri
Kriteria Hasil: 4. Dengan sebab dan akibat
Klien mengungkapakan nyeri diharapkan klien
nyeri yang dirasakan berpartisipasi dalam
berkurang atau hilang 4. Jelaskan sebab dan akibat perawatan untuk mengurangi
Klien tidak menyeringai nyeri pada klien serta nyeri
keluarganya 5. Mengurangi nyeri yang
kesakitan
diperberat oleh gerakan
TTV dalam batasan normal
6. Menurunkan tegangan otot,
Intensitas nyeri berkurang meningkatkan relaksasi, dan
(skala nyeri berkurang 1-10)5. Anjurkan istirahat selama
meningkatkan rasa kontrol
Menunjukkan rileks, fase akut
6. Anjurkan teknik distruksi dan kemampuan koping
istirahat tidur, peningkatan 7. Memberikan dukungan
dan relaksasi
aktivitas dengan cepat (fisik, emosional,
meningkatkan rasa kontrol,
dan kemampuan koping)
8. Menghilangkan atau
mengurangi keluhan nyeri
7. Berikan situasi lingkungan klien
yang kondusif

8. Kolaborasi dengan tim


medis dalam pemberian
tindakan
2. Intoleransi aktivitas 1. Kaji kemampuan pasien 1. Mempengaruhi pilihan
berhubungan dengan untuk melakukan aktivitas. intervensi/bantuan
kelemahan otot. Catat laporan kelelahan dan
keletihan.
Tujuan: 2. Awasi TD, nadi,
2. Manifestasi kardiopulmonal
Setelah dilakukan tindakan pernapasan, selama dan
dari upaya jantung dan paru
keperawatan selama 1x24 sesudah aktivitas
untuk membawa jumlah
jam pasien dapat melakukan oksigen adekuat ke jaringan
aktivitas dan latihan secara 3. Aktivitas dan latihan yang
mandiri teratur dapat mengurangi
3. Bantu pasien dalam
kelemahan otot pasien
melaksanakan aktivitas dan 4. Untuk memudahkan pasien
latihan melakukan aktivitas
Kriteria Hasil:
5. Stress berelebihan dapat
Keadaan umum cukup 4. Berikan alat bantu untuk menimbulkan kegagalan
Kelemahan otot pasien ambulatori yang sesuai
berkurang
Pasien mampu melakukan 5. Anjurkan pasien berhenti 6. Posisi yang nyaman dapat
aktivitas secara mandiri bila terjadi nyeri dada, memberikan rasa nyaman
TTV dalam batas normal kelemahan atau pusing pada pasien saat beristirahat
terjadi. 7. Memaksimalkan sediaan
6. Mengatur posisi yang oksigen untuk kebutuhan
nyaman. seluler

7. Kolaborasi dalam
pemberian terapi oksigen
tambahan
3. Perubahan nutrisi kurang 1. Anjurkan pasien untuk 1. Menjaga nutrisi pasien tetap
dari kebutuhan tubuh makan dengan porsi yang stabil dan mencegah rasa
berhubungan dengan sedikit tapi sering mual muntah
kurangnya intake makanan 2. Untuk mempermudah
2. Berikan makanan yang pasien menelan
lunak 3. Kebersihan mulut dapat
Tujuan:
merangsang nafsu makan
Setelah dilakukan tindakan 3. Lakukan oral hygiene
pasien
keperawatan selama 7x24
4. Mengetahui perkembangan
jam kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi 4. Timbang BB dengan teratur status nutrisi pasien
5. Mengetahui status nutrisi
5. Observasi tekstur, turgor pasien
Kriteria hasil: 6. Mengetahui keseimbangan
kulit pasien
Keadaan umum cukup 6. Observasi intake dan output nutrisi pasien
Turgor kulit baik nutrisi
BB meningkat
Kesulitan menelan
berkurang
4. Resiko cidera berhubungan 1. Bantu pasien dalam 1. Pasien merasa nyaman saat
dengan defisit motorik memenuhi kebutuhan sehari- melakukan aktivitasnya
hari 2. Posisi yang nyaman dapat
Tujuan: 2. Berikan posisi tidur yang memberikan rasa nyaman
Setelah dilakukan tindakan nyaman pada pasien pada pasien saat beristirahat
3. Mengurangi resiko
keperawatan selama 1x24
terjadinya cedera
jam keadaan pasien
membaik 3. Cegah tekanan pada daerah
tonjolan dengan pelindung
yang seimbang 4. Mengontrol aktivitas pasien
Kriteria hasil:
Tidak terjadi atau tidak ada 4. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan melakukan
cedera
kegiatan yang seimbang
19
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan
peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot. Penyebabnya tidak
diketahui,di duga adanya virus atau reaksi autoimun berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap
kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang terkandung di dalam otot. Sekitar
15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga menderita kanker.
Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya
timbul secara lebih mendadak. Untuk pengobatannya pada saat peradangan, hendaknya
aktivitas/pergerakan penderita dibatasi.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan polimiositis dan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada
penyakit yang diderita pasien
4.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang polimiositis dan dapat
lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.
4.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang polimiositis serta bagaimana
penyebarannya untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. 2004 .Perawatan Medikal bedah 2 (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Jakarta:EGC
Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC

Stanley L. Robbins. 1998. Buku Ajar Patologi I. Jakarta:EGC

Stanley L. Robbins. 2000. Buku Ajar Patologi II. Jakarta:EGC

Anonim. 2008. Inflamasi Miopati Idiopatik. http://indonesiamedicals.blogspot.


com/2008/12/inflamasi-miopati-idiopatik.html (diakses pada tanggal 24 April 2012 jam 11.22
WIB)

Anda mungkin juga menyukai