PENDAHULUAN Askeppoli
PENDAHULUAN Askeppoli
2.1 Definisi
Polimiositis adalah suatu peradangan otot yang etiologinya belum diketahui, dan
merupakan kelainan jaringan ikat yang jarang terjadi. Gangguan imunologi mempengaruhi
derajat variasi dari polimiositis. Polimiositis ini biasanya terjadi pada dewasa dan merupakan
kelainan yang didapat, walaupun mungkin ada predisposisi genetik.
Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan
peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot. Polimiositis biasanya
menyebabkan kelemahan simetris disertai atropi otot, terutama mengenai otot-otot
paroksimal gelang bahu dan panggul, leher dan faring. Apabila peradangan otot disertai
bercak merah disebut dermatomiositis.
Polimiositis dan dermatomiositis adalah inflamasi miopati idiopatik (IMI). Walaupun
penyakit tersebut diakui dapat dibedakan dari penyakit jaringan ikat lainnya, namun sulit
dibedakan dengan inflamasi otot yang menyertai penyakit autoimun. Polimiositis dan
dermatomiositis jarang terjadi, insiden pertahun 5-10 kasus per sejuta. Penyakit ini lebih
sering dijumpai pada wanita dari pada pria pada semua kelompok umur.
2.3 Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, diduga faktor pencetusnya yaitu virus atau
reaksi autoimun yang berperan dalam timbulnya penyakit ini. Picorna virus telah
diidentifikasi pada otot penderita polimiositis, dan pemeriksaan serologis juga membuktikan
keterlibatan virus Coxsackie baik pada anak maupun dewasa. Toksoplasmosis juga ditemukan
pada polimiositis, tetapi pemeriksaan serologis menimbulkan dugaan bahwa toksoplasmosis
hanya berperan pada miositis idiopatik.
Polimiositis juga ditemukan pada infeksi retrovirus HIV dan human T-lymphocyte
virus-1 (HTLV-1). Polimiositis dilaporkan juga ditemukan pada penggunaan obat-obatan
seperti D-penicillinamine, simetidin, ranitidine, analgesik (pentazocine), implantasi silikon
atau kolagen, dan beberapa toksin (cyanoacrylate glues, kontaminasi silica). Obat yang
terutama menginduksi polimiositis adalah D-penicillinamine.
Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap
kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahaya yang terkandung didalam otot.
2.4 Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia. Menurut patologi didapat dari pemeriksaan
histologi hasil biopsi otot bervariasi, kelainan-kelainan tersebut adalah:
1. Degenerasi serat-serat otot, baik setempat maupun meluas.
2. Basopilia dari sebagian serat dengan migrasi sentral dari nuklei sarkolemal.
3. Nekrose sebagian atau sekelompok serat-serat otot.
4. Inflamasi dari pembuluh darah yang memberi suplai kepada otot.
5. Fibrosis interstitia yang bervariasi tingkatannya dan lamanya dalam waktu timbulnya
penyakit.
6. Bervariasi menurut diameter dari serabut.
Kelainan ini diduga berhubungan dengan sistem imun tubuh. Adanya cedera otot yang
diperantarai oleh virus atau mikrovaskuler menyebabkan pelepasan dari autoantigen otot.
Autoantigen ini kemudian disampaikan ke T Limfosit oleh makrofag dalam otot. Aktifasi T
Limfosit menyebabkan proliferasi dan pelepasan sitokin seperti interferon gamma (IFN-
gamma) dan Interleukin 2 (IL-2). IFN-gamma menyebabkan aktivasi makrofag lagi dan
pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-alfa).
Sitokin kemudian menyebabkan ekspresi yang menyimpang dari histokompabilitas
kompleks mayor (MHC) molekul kelas I dan Iidan adesi molekul pada sel otot. Kerusakan
serat otot terjadi ketika CD8+ T Limfosit (sitotoksik) bertemu dengan antigen bersama dengan
MCH molekul kelas I pada sel otot. Makrofag kemudian menyebabkan kerusakan otot, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekresi sitokin.
Penyakit ini biasanya timbul dan sering dijumpai pada otot-otot paroksimal khususnya
pelvis dan bahu. Mendaki tangga, berdiri dari kursi dan kegiatana lain yang mengakibatkan
badan menjadi semakin sukar atau tidak mungkin melakukannya. Mengangkat lengan
semakin lama semakin sukar dan menyisir rambut menjadi tidak mungkin. Otot lain (fleksor
leher, otot menelan) juga terserang.
Sakit otot atau lemah terjadi terutama pada tingkat awal. Tanda eritema menunjukan
dermatomiositis. Lesi merah yang menyerupai serbuk dapat terlihat didaerah periorbital yang
disertai edema. Eritema dapat meluas ke muka, dahi, leher, bahu bagian atas, dada, punggung
sebelah atas. Lesi pada lengan dan kaki menyerang permukaan ekstensor, jalur-jalur itu
kadang mengelupas.
Kelemahan otot bisa dimulai secara perlahan atau secara tiba-tiba, dan bisa memburuk
dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Karena yang paling sering terkena adalah otot-
otot yang dekat dengan pusat badan, penderita akan mengalami kesulitan dalam mengangkat
lengannya melampaui bahu, menaiki tangga dan bangun dari posisi duduk di kursi. Jika
menyerang otot leher, penderita akan mengalami kesulitan pada saat mengangkat kepalanya
dari bantal. Kelemahan pada bahu atau panggul menyebabkan penderita harus duduk di kursi
dorong atau di tempat tidur.
Kerusakan otot pada bagian atas kerongkongan bisa menyebabkan kesulitan menelan
dan regurgitasi makanan. Kerusakan otot tidak terjadi pada otot-otot tangan, kaki dan wajah.
Pada 1/3 kasus terjadi pembengkakan dan nyeri sendi, tetapi cenderung ringan.
Fenomena Raynaud lebih sering terjadi pada penderita polimiositis yang disertai penyakit
jaringan ikat lainnya.
Polimiositis biasanya tidak mengenai organ-organ dalam selain tenggorokan dan
kerongkongan. Tetapi paru-paru bisa terkena, menyebabkan sesak nafas dan batuk.
Perdarahan pada ulkus di lambung atau usus, bisa menyebabkan tinja berdarah atau tinja
kehitaman, yang lebih sering terjadi pada anak-anak.
Pada dermatomiositis, kemerahan cenderung timbul bersamaan dengan melemahnya
otot dan gejala lainnya. Pada wajah bisa timbul bayangan kemerahan (ruam heliotrop). Yang
khas adalah pembengkakan ungu-kemerahan di sekeliling mata. Kemerahan lainnya, apakah
bersisik, licin atau menonjol, bisa timbul di hampir seluruh bagian tubuh, tetapi yang paling
sering muncul di buku-buku jari. Bantalan kuku jari tampak kemerahan. Pada saat kemerahan
ini memudar, timbul bercak kecoklatan, jaringan parut, pengkerutan atau bercak pucat di
kulit.
2.7 Penatalaksanaan
Pada saat peradangan, hendaknya aktivitas atau pergerakan penderita dibatasi.
Biasanya diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi per-oral, yang secara
perlahan akan memperbaiki kekuatan otot dan meringankan nyeri dan pembengkakan, serta
mengendalikan penyakit.
Setelah sekitar 4-6 minggu, jika kadar enzim otot dan kekuatan otot telah kembali
normal, dosisnya diturunkan secara bertahap. Sebagian besar orang dewasa harus terus
menerus mengkonsumsi prednison dosis rendah untuk beberapa tahun atau untuk mencegah
kekambuhan. Setelah sekitar 1 tahun, anak-anak tidak lagi mendapatkan kortikosteroid dan
bebas dari gejala.
Kadang-kadang prednison memperburuk penyakit atau tidak sepenuhnya efektif. Jika
hal ini terjadi, diberikan obat imunosupresan sebagai pengganti atau sebagai tambahan
terhadap prednison. Jika obat-obat lainnya tidak efektif, bisa diberikan gamma globulin
(bahan yang banyak mengandung antibodi) intravena (melalui pembuluh darah).
Jika poliomiositis disertai dengan kanker, biasanya tidak akan menunjukkan respon
yang baik terhadap prednison. Tetapi polimiositis akan membaik bila kankernya berhasil
diatasi. Penderita dewasa dengan penyakit yang berat dan progresif, yang mengalami
kesulitan menelan, malnutrisi, pneumonia atau kegagalan pernafasan, bisa meninggal.
2.8 Komplikasi
a. Kesulitan menelan
b. Aspirasi
c. Otot atrofi dan kontraktur
d. Pada anak vasculitis
e. Perdarahan
f. Perforasi
2.9 WOC
12
BAB 3
PEMBAHASAN
6. Neurosensori
Gejala : Gemetar, penurunan penglihatan, bayangan pada mata, kelemahan,
keseimbangan buruk, kesemutan pada ekstremitas.
Tanda : Kelelahan, kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang,
pembekakan sendi simetri.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri pada ekstremitas atas.
Tanda : Menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap palpitasi
pada area yang sakit.
8. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea.
9. Keamanan
Gejala : Kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam, lesi kulit,
gangguan penglihatan.
Tanda : Berkeringat, mengigil berulang, gemetar, lesi pada kulit.
10. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker, riwayat penggunaan obat, hematologi,
riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau perdarahan.
Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-
hari, perwatan diri, mempertahankan kewajibannya.
3.3 INTERVENSI
DIAGNOSA
No INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri kronik berhubungan 1. Selidiki keluhan nyeri, 1. Nyeri insisi bermakna pada
dengan peradangan pada perhatikan lokasi, itensitas pasca operasi awal
otot. nyeri, dan skala diperberat oleh gerakan
2. Anjurkan pasien untuk 2. Intervensi dini pada kontrol
Tujuan: melaporkan nyeri segera saat nyeri memudahkan
Setelah dilakukan tindakan mulai pemulihan otot dengan
keperawatan selama 2 x 24 menurunkan tegangan otot
jam nyeri dapat berkurang, 3. Respon autonomik meliputi,
pasien dapat tenang dan 3. Pantau tanda-tanda vital perubahan pada TD, nadi,
keadaan umum cukup baik RR, yang berhubungan
dengan penghilangan nyeri
Kriteria Hasil: 4. Dengan sebab dan akibat
Klien mengungkapakan nyeri diharapkan klien
nyeri yang dirasakan berpartisipasi dalam
berkurang atau hilang 4. Jelaskan sebab dan akibat perawatan untuk mengurangi
Klien tidak menyeringai nyeri pada klien serta nyeri
keluarganya 5. Mengurangi nyeri yang
kesakitan
diperberat oleh gerakan
TTV dalam batasan normal
6. Menurunkan tegangan otot,
Intensitas nyeri berkurang meningkatkan relaksasi, dan
(skala nyeri berkurang 1-10)5. Anjurkan istirahat selama
meningkatkan rasa kontrol
Menunjukkan rileks, fase akut
6. Anjurkan teknik distruksi dan kemampuan koping
istirahat tidur, peningkatan 7. Memberikan dukungan
dan relaksasi
aktivitas dengan cepat (fisik, emosional,
meningkatkan rasa kontrol,
dan kemampuan koping)
8. Menghilangkan atau
mengurangi keluhan nyeri
7. Berikan situasi lingkungan klien
yang kondusif
7. Kolaborasi dalam
pemberian terapi oksigen
tambahan
3. Perubahan nutrisi kurang 1. Anjurkan pasien untuk 1. Menjaga nutrisi pasien tetap
dari kebutuhan tubuh makan dengan porsi yang stabil dan mencegah rasa
berhubungan dengan sedikit tapi sering mual muntah
kurangnya intake makanan 2. Untuk mempermudah
2. Berikan makanan yang pasien menelan
lunak 3. Kebersihan mulut dapat
Tujuan:
merangsang nafsu makan
Setelah dilakukan tindakan 3. Lakukan oral hygiene
pasien
keperawatan selama 7x24
4. Mengetahui perkembangan
jam kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi 4. Timbang BB dengan teratur status nutrisi pasien
5. Mengetahui status nutrisi
5. Observasi tekstur, turgor pasien
Kriteria hasil: 6. Mengetahui keseimbangan
kulit pasien
Keadaan umum cukup 6. Observasi intake dan output nutrisi pasien
Turgor kulit baik nutrisi
BB meningkat
Kesulitan menelan
berkurang
4. Resiko cidera berhubungan 1. Bantu pasien dalam 1. Pasien merasa nyaman saat
dengan defisit motorik memenuhi kebutuhan sehari- melakukan aktivitasnya
hari 2. Posisi yang nyaman dapat
Tujuan: 2. Berikan posisi tidur yang memberikan rasa nyaman
Setelah dilakukan tindakan nyaman pada pasien pada pasien saat beristirahat
3. Mengurangi resiko
keperawatan selama 1x24
terjadinya cedera
jam keadaan pasien
membaik 3. Cegah tekanan pada daerah
tonjolan dengan pelindung
yang seimbang 4. Mengontrol aktivitas pasien
Kriteria hasil:
Tidak terjadi atau tidak ada 4. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan melakukan
cedera
kegiatan yang seimbang
19
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Polimiositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan
peradangan yang menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot. Penyebabnya tidak
diketahui,di duga adanya virus atau reaksi autoimun berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana reaksi autoimun terhadap
kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang terkandung di dalam otot. Sekitar
15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga menderita kanker.
Gejalanya pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya
timbul secara lebih mendadak. Untuk pengobatannya pada saat peradangan, hendaknya
aktivitas/pergerakan penderita dibatasi.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan polimiositis dan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada
penyakit yang diderita pasien
4.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang polimiositis dan dapat
lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.
4.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang polimiositis serta bagaimana
penyebarannya untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. 2004 .Perawatan Medikal bedah 2 (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Jakarta:EGC
Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC