Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi Balita

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh adanya keseimbangan


antara jumlah asupan (intake) zat gizi dengan jumlah yang dibutuhkan (required)
oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas atau produktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain
(Depkes, 2005). Dalam pengukuran status gizi anak, ukuran yang umum dan
cukup mudah digunakan adalah melalui antropometri. Indikator status gizi
berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum.
Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis
ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan
(Direktorat Jendreal Bina Gizi dan KIA, 2010).
Tabel 2.1 Status Gizi menurut BB/U

(Sumber: standar antropometri penilaian status gizi)

2.2 Gizi Kurang


Menurut Gibney, Michael J, dkk (2005), menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan gizi kurang adalah keadaan dimana tubuh seseorang kekurangan
nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan dan harus ada di dalam tubuh untuk proses
pertumbuhan atau dengan kata lain zat gizi yang dibutukan tubuh hilang dengan
jumlah yang lebih besar daripada yang didapat (Gibney, 2005). Jika nutrisi-nutrisi
tersebut tidak dapat dipenuhi di dalam tubuh, maka menyebabkan berkurang atau
terhambatnya pertumbuhan seperti kurang zat sumber tenaga dan kurang protein
(zat pembangun) yang diperoleh dari makanan anak. Selain itu gizi kurang dapat
diartikan suatu keadaan berat badan yang kurang (underweight) dimana berat
badan seseorang lebih rendah daripada berat yang ideal/standar menurut usianya.

1
Sedangkan menurut Ghouwa Ismail dan Shahnaaz Suffla (2013) gizi kurang
adalah penyebab dari asupan makanan yang tidak cukup, perawatan yang tidak
memadai dan adanya penyakit menular yang diderita (Gibney, 2005).
Selain itu, gizi kurang paling banyak terjadi pada anak-anak balita,
sehingga golongan anak disebut golongan rawan atau rentan. Keadaan gizi kurang
pada balita dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya dinilai dengan
menggunakan kriteria antropometrik atau data yang berhubungan dengan
makronutrien yang ada didalam makanan (Gibney, 2005). Menurut antropometri
yang digunakan di Indonesia untuk mengukur status gizi kurang pada balita,
dikatan gizi kurang apabila memiliki berat badan menurut usia kurang dari -2
standar deviasi (< -2.0 SD). Kriteria tersebut digunakan untuk menegakkan
doagnosa status gizi kurang (Direktorat Jendreal Bina Gizi dan KIA, 2010).

2.3 Kebutuhan Gizi pada Balita


Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping untuk kesehatan,
gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan
perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier,
2002).
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi
dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang
dibutuhkan dalam jumlah besar. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro
adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tetapi ada dalam makanan.
Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin
(Almatsier, 2002).

2.4 Zat Gizi Mikro


2.4.1 Vitamin

2
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat penting
dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk membantu
pengaturan atau proses kegiatan tubuh (vitamin mempunyai peran sangat penting
dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Jika
manusia, hewan dan ataupun makhluk hidup lain tanpa asupan vitamin tidak akan
dapat melakukan aktivitas hidup dengan baik, kekurangan vitamin menyebabkan
tubuh kita mudah terkena penyakit (Winarno, 2008).
Nama Vitamin sendiri berasal dari gabungan kata bahasa Latin yaitu vita
yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik
yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap
demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak
memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin
adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya,
senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang
secara normal (Winarno, 2008).
Jenis vitamin berdasarkan kelarutannya ada dua macam, yaitu vitamin
yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut
dalam air hanya ada dua yaitu Vitamin B dan C. Sedangkan vitamin A, D, E, dan
K, mereka larut dalam lemak (Wilkes, 2010).

Vitamin A
Vitamin A berperan penting dalam sintesa protein. Sedangkan protein
berperan penting dalam pertumbuhan, sehingga vitamin A dapat berakibat lebih
lanjut terhadap pertumbuhan. Vitamin A berperan juga dalam sintesa glikoprotein
khusus yang mengontrol deferensiasi sel. Di samping itu vitamin A juga terikat
pada protein pengikat retinol seluler (PPRS) yang secara langsung ikut serta
dalam mengontrol ekspresi gen (Winarno et al., 2008). Sumber vitamin A adalah
hati, susu dan produk susu, wortel, ubi, rambat, brokoli dan bayam (Wilkes,
2000).
Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, dengan demikian
terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan

3
sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan
vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Bila
hewan percobaan diberi makanan yang tidak mengandung vitamin A, maka
pertumbuhan akan terganggu setelah simpanan vitamin A dalam tubuh habis. Pada
anak kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A
dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat (Linder, 2006).
Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-
tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan
vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi atau
kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam
tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi
karoten menjadi vitamin A. kekurangan vitamin A dapat terjadi pada penderita
Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta lipoproteinemia, atau
gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu (Almatsier, 2004).
Kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila memakan vitamin A sebagai
suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejalanya antara lain sakit
kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mongering, tidak ada nafsu makan
atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita menstruasi berhenti (Almatsier,
2004).

Vitamin C
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa vitamin C berkhasiat untuk
penyembuhan maupun pencegahan influenza, walaupun hasil penelitian
menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi sebagian besar hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pemberian vitamin C ternyata dapat meringankan
dan memperpendek lamanya penyakit, dan juga memperkecil infeksi sampingan
yang biasanya menyertai penyakit yang menunjukkan resistensi. Peran vitamin C
pada infeksi diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan
menetralkan radikal bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk
membunuh jamur, kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh (Nursalam,
2008).

4
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat. Beberapa sel dalam
system imun mengandung sampai lima puluh kali vitamin C dibandingkan di
dalam darah. Hal ini mungkin untuk melindungi sel-sel tersebut dari kerusakan
yang ditimbulkan akibat senyawa yang dihsilkan saat melawan infeksi (Nursalam,
2008).
Vitamin C dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim dan kofaktor. Fungsi
vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin C diperlukan
untuk hidroksilasi prolin dan lisn menjadi hidroksiprolin, bahan penting dalam
pembentuk kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi
integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks
tulang, dentin gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Dengan
demikian vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan
bawah kulit, dan pendarahan gusi (Winarno, 1985).
Kekurangan vitamin C ditandai antara lain lelah, lemah, napas pendek,
kejang otot tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit
menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan di bawah kulit, perdarahan
gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan mata kering, rambut rontok,luka
sukar sembuh, terjadi anemia, depresi dan timbul gangguan saraf (Almatsier,
2004). Kelebihan vitamin C berasal dari makanan tidak menimbulkan gejala.
Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan tiap hari dapat
menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal
(Almatsier, 2004).

Vitamin D
Vitamin D mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit di mana
tulang tidak mampu melakukan klasifikasi. Vitamin D dapat dibentuk tubuh
dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cakupan sinar matahari
konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat disintesis di
dalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon.
Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi
melalui makanan (Almatsier, 2004).

5
Fungsi vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan
tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormone-hormon paratiroid dan
kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium dan
fluor. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah membantu pergeseran tulang
dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk
diendapkan pada pergeseran tulang. Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut (Linder MC, 2006) :
a. Di dalam saluran cerna, kalsitoril, meningkatkan absorpsi aktif vitamin D
dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium dan protein
pengikat fosfor pada mukosa usus halus.
a. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormone paratiroid merangsang
pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah.
b. Di dalam ginjal, kalsitirol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor.
Vitamin D diperoleh tubuh melalui sinar matahari dan makanan. Penduduk
daerah tropic tidak perlu menghiraukan kemungkinan vitamin D. Bayi dan
anak-anak dianjurkan berada di bawah sinar matahari beberapa waktu tiap
hari. Sumber utama vitamin D di daerah nontropik adalah dari makanan.
Makanan hewani merupakan sumber utama vitamin D dalam bentuk
kolakelsiferol yaitu kuning telur, hati, krim mentega dan minyak hati ikan.
Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D yang baik
(Almatsier, 2004).
Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan pada tulang yang
dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa.
Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia
terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi
lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan
pergelangan), tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan
fontanel terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah
rusak. Kelebihan vitamin D akan menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah
kelebihan absorpsi vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan klaisfikasi

6
berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ
tubuh lain (Almatsier, 2004).

2.4.2 Mineral
Mineral merupakan unsur anorganik dan mempunyai peranan penting
dalam pengaturan banyak proses tubuh (yaitu transmisi sel saraf, pembentukan
darah, kontraaksi otot, keseimbangan asam basa) dan dalam pembentukan struktur
seperti tulang, gigi, kulit, serta jaringan lunak. Tubuh memiliki umpan balik yang
sangat rumit untuk mengatur keseimbangan mineral, seperti dalam metabolisme
kalsium, pembentukan dan perombakan tulang (Wilkes, 2000)
Menurut Bender (1990) dalam Mutiara (2006), mineral digolongkan
kedalam mineral mikro dan makro. Mineral makro adalah mineral yang
dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral
mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Mineral diperlukan tubuh dalam
jumlah bervariasi, mulai dari satuan gram per hari untuk unsur - unsur mineral
makro (besi, zinc, tembaga) mikrogram (selenium, kromium) per hari untuk
unsure-unsur mineral mikro yang disebut juga trace elements.

Ca (Kalsium)
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. dari
jumlah ini 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama
dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat
pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa.
Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Di dalam cairan ekstraseluler
dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel,
seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga
permeabilitas membran sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormonehormon dan
faktor pertumbuhan. Fungsi kalsium yaitu pembentukan tulang dan gigi
(Almatsier, 2004).

7
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan
dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang
baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan
sayuran hijau merupakan sumberkalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan
ini mengandung banyak zat yag menghambat penyerapan kalsium seperti serat,
fitat dan oksalat (Almatsier, 2004).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua
orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dan tulangnya.
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang
dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari.kadar kalsium darah yang sangat
rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat
saraf terhadap rangsangan meningkat, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada
kaki (Almatsier, 2004).
Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal.
Di samping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah BAB). Kelebihan kalsium
bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain
(Almatsier, 2004).

Fe (Zat Besi)
Zat besi adalah suatu zat dalam tubuh manusia yang berkaitan dengan
ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia zat besi
memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk mengankut oksigen dari paru-
paru ke jaringan dan mengankut electron di dalam proses pembentukan enerhi di
dalam sel. Untuk mengakut oksigen, zat besi harus bergabung dengan protein
membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah dan mioglobin di dalam serabut
otot. Bila bergabung dengan protein di dalam sel zat besi membentuk enzim yang
berperan dalam pembentukan energi di dalam sel (Garrow, 1993). Menurut
Parakkasi, besi dibutuhkan untuk produksi hemoghlobin sehingga anemia gizi
besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan
kandungan hemoglobin yang rendah (Zarianis, 2006).

8
Defisiensi besi yang terjadi pada masa kritis dalam perkembangan otak
akan mengakibatkan kerusakan yang menetap dan mengakibatkan gejala sisa
seperti perkembangan yang terlambat. Anemia defisiensi besi sampai saat ini
merupakan masalah nutrisi di seluruh dunia terutama di Negara berkembang dan
diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia defisiensi besi
(Ramakrishnan U, 2001).
Lozoff dkk, (1991) dalam penelitian kohortnya, menyatakan bahwa
defisiensi besi yang berat dan lama pada masa bayi dapat menyebabkan
perkembangan kognitif dan motorik yang lambat pada usia 5 tahun. Selanjutnya
mendapatkan bahwa defisiensi besi yang berat dan kronis pada masa bayi yang
merupakan masa kritis, masa pertumbuhan, dan diferensiasi otak biasanya akan
menetap. Dalam pemantauan selanjutnya pada masa anak ditemukan fungsi
kognitif yang buruk dan rendahnya prestasi sekolah, anak cenderung merasa
cemas, memiliki gangguan perhatian. Studi jangka panjang efek anemia
kekurangan zat besi di Costa Rica dan Chile menunjukkan bahwa anak-anak yang
mengalami anemia memiliki skor tes yang lebih rendah dari anak-anak yang tidak
anemia (Walter, 1993; Lozof B, et. Al., 2006).
Hal yang sama ditemukan pada penelitian di Amerika Serikat, dimana nilai
rata-rata matematika pada anak yang menderita anemia defisiensi lebih rendah
dibanding anak tanpa anemia defisiensi besi. Penelitian di daerah perkebunan Aek
Nabara bekerjasama dengan fakultas Psikologi USU, pada anak usia 7-14 tahun
yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh hasil bahwa full IQ tidak
melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi kognitif
terurama dalam bidang aritmatika (Bidasari, 2008).
Agar terhindar dari situasi kekuranga zat besi, perbanyaklah konsumsi
makanan yang kaya kandungan besi seperti daging tanpa lemak, kerang, hati,
telur, tiram, unggas, dan ikan-ikanan. Sementara sumber nabati bisa diperoleh dari
kacang-kacangan, kentang, nasi, gandum, dan sayur-sayuran, khususnya bayam.
Untuk mempermudah penyerapan zat besi dalam tubuh, konsumsilah protein
hewani dengan makanan yang mengandung vitamin C dalam suatu hidangan
(Garrow, 1993).

9
Zn (Zink)
Zink merupakan mikronutrien yang erat kaitannya dengan system
endokrin. Zink dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan reproduksi.
Kekurangan zink menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
keterlambatan perkembangan seksual terutama pada anak (Fraker PJ dan King
LE, 2004; marjoilene. Et.al., 2008).
Bukti-bukti penelitian juga menunjukkan bahwa kekurangan zink akan
menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh, meningkatnya angka morbiditas
akibat penyakit infeksi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik
maupun kognitif semakin banyak (Caufield dkk, 1998).
Kekurangan zink dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan
perkembangan, pertumbuhan tersendat-sendat dan meningkatkan resiko penyakit
menular pada bayi dan anak-anak. Beberapa bukti juga mempengaruhi
perkembangan kognitif, motorik dan perilaku anak. Kelebihan seng hingga dua
sampai tiga kali AKG menurunkan absorpsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh
kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol. Megubah nilai lipoprotein dan
tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram
atau lebih dapat menyebabkan muntah atau diare, anemia dan gangguan
reproduksi (Almatsier, 2004).
Sumber paling baik adalah sumber protein hewani terutama daging, hati,
kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber
yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologic yang rendah (Almatsier,
2004).

Yodium
Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu sebanyak
kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. sekitar 75% dari iodium
ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis hormon
tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan triiodotironin (T3). Hormon - hormon ini
diperlukan unutk pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan mental hewan

10
dan manusia. Sisa iodium ada di dalam jaringan lain, terutama di dalam kelenjar
ludah, payudara dan lambung serta di dalam ginjal. Di dalam darah yodium
terdapat dalam bentuk iodium bebas atau terikat dengan protein (Almatsier, 2004).
Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan laut
berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber iodium
terbaik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga
tanaman yang tumbu di daerah pantai mengandung cukup banyak iodium.
Semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula kandungan iodiumnya,
sehingga tanaman yang tumbuh di daerah tersebut termasuk rumput yang dimakan
hewan sedikit sekali atau tidak mengadung iodium (Almatsier, 2004).
Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon
perangsang tiroid/ TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih
banyak iodium. Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid membesar dalam
usaha meningkatkan pengambilan iodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran
ini menampak dinamakan gondok sederhana. Bila terdapat secara meluas di suatu
daerah dinamakan gondok endemik. Gondok dapat menampakkan diri dalam
bentuk gejala yang luas, yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan
pembesaran kelenjar tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan iodium adalah malas
dan lamban. Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh
abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak menyebabkan
kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2004).

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi 2005


N Kelompok Vitamin Vitamin Vitamin
Fe Zn Ca Yodium
o Umur A C D
Pria
1 600 50 5 13 14 1000 120
10-12 tahun
Wanita
2 600 50 5 20 12,6 1000 120
10-12 tahun
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1593/MENKES/SK/XI/2005

11
2.5 Taburia
Taburia adalah tambahan multivitamin dan mineral untuk memenuhi
kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita usia 6 - 59 bulan dengan prioritas
balita usia 6 - 24 bulan (KEMENKES RI, 2013).

2.5.1 Manfaat Taburia


1. Nafsu makan anak meningkat.
2. Anak tidak mudah sakit.
3. Anak tumbuh dan berkembang sesuai usia.
4. Anak tidak menderita anemia (kurang darah) sehingga lebih cerdas dan ceria
(KEMENKES RI, 2013).

2.5.2 Kandungan Taburia


Taburia mengandung 12 macam vitamin dan 4 macam mineral yang sangat
dibutuhkan untuk tumbuh kembang dan mencegah terjadinya anemia (kurang
darah) pada anak balita. Fungsi dari multivitamin dan mineral dalam Taburia
(KEMENKES RI, 2013):
a. Vitamin
1. Vitamin A
Memelihara kesehatan mata, kekebalan tubuh dan meningkatkan
pertumbuhan anak.
2. Vitamin B1
Meningkatkan nafsu makan, pertumbuhan, dan fungsi pencernaan dan
saraf.
3. Vitamin B2
Memelihara kesehatan kulit, fungsi penglihatan, mencegah pecah-pecah
pada sudut bibir dan pertumbuhan.
4. Vitamin B3
Meningkatkan nafsu makan, kesehatan kulit, dan daya ingat.
5. Vitamin B6
Membantu pembentukan sel darah merah, pertumbuhan, dan mencegah
gangguan fungsi otak.

12
6. Vitamin B12
Meningkatkan nafsu makan, fungsi saraf, pembentukan sel darah merah,
dan mencegah gangguan mental.
7. Vitamin C
Mencegah sariawan dan perdarahan gusi meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit, serta mencegah kelesuan dan kurang darah.
8. Vitamin D
Membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta mencegah gangguan gigi
rapuh.

9. Vitamin E
Membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah gangguan
bicara dan penglihatan.
10. Vitamin K
Membantu pembekuan darah, pembentukan dan perbaikan tulang.
11. Asam Folat
Membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah penyakit
(infeksi) dan kelelahan.
12. Asam Pantotenat
Mencegah kelelahan dan mengatasi sulit tidur pada anak.

b. Mineral
1. Iodium
Membantu pertumbuhan dan perkembangan mental, serta mencegah kretin
(anak cebol dan terbelakang mental).
2. Seng
Meningkatkan pertumbuhan, fungsi saraf dan otak, serta nafsu makan.
3. Selenium
Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan.
4. Zat Besi
Meningkatkan nafsu makan, dan mencegah anemia (kurang darah) dengan
gejala 5 L (letih, lemah, lesu, lelah, dan lalai).

13
2.5.3 Sasaran Taburia
Balita usia 6 - 59 bulan dengan prioritas usia 6 - 24 bulan dengan
pertimbangan pada usia tersebut merupakan periode emas pertumbuhan
(KEMENKES RI, 2013).

2.5.4 Jumlah Taburia yang Diberikan


1. Dalam satu bulan anak mendapat Taburia sebanyak 15 saset dengan
pemberian selama 4 bulan.
2. Taburia diberikan pada anak setiap dua hari sekali sebanyak 1 (satu)
saset.
3. Satu saset Taburia sebaiknya dihabiskan sekaligus pada saat makan pagi
(KEMENKES RI, 2013).

2.5.5 Cara Pemberian Taburia


1. Cuci tangan terlebih dahulu dengan sabun dan air bersih mengalir.
2. Sobek saset Taburia lalu taburkan pada makanan utama (nasi, jagung,
kentang, ubi, sagu, dll) yang akan dimakan anak saat makan pagi.
3. Makanan yang sudah dicampur Taburia harus segera dimakan dan dihabiskan
oleh anak.
4. Taburia sebaiknya tidak boleh dicampur dengan makanan berair, (sayuran
berkuah) dan minuman (air, teh, susu) karena akan mengubah warna makanan
dan dikhawatirkan anak tidak dapat menghabiskan.
5. Taburia tidak boleh dicampur dengan makanan panas, karena akan
menimbulkan rasa dan bau yang kurang enak (KEMENKES RI, 2013).

2.5.6 Hal-hal yang Perlu Diketahui Selama Anak Makan Taburia


a. Ada kemungkinan tinja anak berwarna hitam yang disebabkan adanya zat besi
pada Taburia. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena tidak membahayakan
kesehatan.
b. Selain itu ada kalanya terjadi susah buang air besar. Hal ini dapat diatasi
dengan memberi air minum lebih banyak kepada anak (KEMENKES RI, 2013)

2.6 Penilaian Status Gizi

14
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku
yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan
laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim
penilai. Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada
periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi (1) survei asupan
makanan, (2) pemeriksaan biokimia, (3) pemeriksaan klinis, serta (4) pemeriksaan
antropometris (Arisman, 2009)

2.6.1 Pemeriksaan Antropometri


Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis
kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan
tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis, serta faktor
lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial-ekonomi). Pengaruh
lingkungan, terutama gizi, lebih penting daripada latar belakang genetis atau
faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran tubuh tertentu
dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi (Arisman, 2009).
Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis
pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan, murah,
cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta hasil
pengukurannya lebih akurat. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh
manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap
berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak
di bawah kulit (Supariasa, 2002).
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan, ketepatan,
kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; di samping keberadaan nilai baku acuan
yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku suatu negara
(Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan ini
didasarkan atas asumsi bahwa potensi tumbuh-kembang anak pada umumnya

15
serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat dan tinggi
badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku acuan ditujukan
sebagai perbandingan semata, bukan menggambarkan keidealan. Interpretasi
perbandingan ini digunakan sebagai bahan pertimbangan saat seseorang dipaksa
untuk memutuskan apakah nilai yang diharapkan itu harus 100% atau 90%, atau
dengan proporsi lain lagi. Sekedar pembakuan, WHO menganjurkan penggunaan
data dari NCHS sebagai acuan (Arisman, 2009). Menurut Supariasa (2006),
indeks antropometri dibagi 3 yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu
parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat
sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak misalnya karena
terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter
antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Sebaliknya dalam keadaan abnormal terdapat 2 kemungkinan
perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih
lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi mengingat karakteristik berat badan yang labil,
maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan
antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada
keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek, pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
relatif lama.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki
hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan

16
dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang
independent terhadap umur.
Pertambahan berat badan merupakan parameter yang paling sesuai karena
cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein yang
merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah kesehatan
gizi pada skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia. Parameter ini juga
cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan akut mengenai konsumsi bahan
makanan pokok dan mudah pelaksanaannya. Pemantauannya dapat dilakukan
berkesinambungan oleh masyarakat itu sendiri dengan biaya murah tanpa
memerlukan peralatan rumit dan keahlian khusus (Sediaoetama, 2006).
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting. Berat badan
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Di
samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis
obat dan makanan. Pada anak, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti
dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Pada remaja, lemak tubuh cenderung
meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi
penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan
lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Berat badan
merupakan pilhan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain:
1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat
karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara
periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas
di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan
penjelasan secara meluas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan
pengukur.
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk
didikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan
sebagai dasar pengisiannya.

17
6) Karena masalah usia merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi,
berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai
indeks yang tidak tergantung pada umur.
7) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang
tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh
masyarakat.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
a) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
b) Mudah diperoleh dan relatif mudah harganya.
c) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
d) Skalanya mudah dibaca.
e) Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Jenis timbangan yang digunakan adalah digital yang terdapat di
Puskesmas. Timbangan kamar mandi (bath room scale) tidak dapat dipakai
menimbang anak, karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubahubah
menurut kepekaan per-nya. Menimbang anak harus selalu diingat bahwa sebelum
anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 (nol). Antropometri sebagai indikator
status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter
adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: usia, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal
lemak di bawah kulit. Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi.
Kesalahan penentuan usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi
salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan usia yang tepat.
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lain dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat. Di samping itu
tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick), faktor umur
dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah

18
dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 cm. Cara mengukur:
a) Tempelkan dengan paku mikrotoice tersebut pada dinding yang lurus dasar
setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.
b) Lepaskan sepatu atau sandal.
c) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris,
kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus
menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke
depan.
d) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus
lurus menempel pada dinding.
e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan
mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur. Untuk
mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan sesuai dengan
standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan dari prosedur
standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan menunjukkan
kesalahan secara tepat sehingga perubahan dapat dilakukan sebelum
sumber kesalahan dapat dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa yang
perlu diperhatikan untuk menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan
ketrampilan apa yang perlu diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Penerbit Encourage
Creativity (EGC); Jakarta.

19
Bidasari. 2008. Dampak Suplementasi Besi dan Seng dalam Meningkatkan
Eritropoiesis pada Malaria Anak yang Diberi Obat Anti Malaria di
Daerah Endemis.
Caufield, LE., Zavaleta N., Shankar, AH., and marialdi, M., 1998. Potencial
Contribution to Maternal and Child Survival. Am. J. Clin Nutr.
68:2(S): 499S-508S
Depkes., 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk
2005-2009. Depkes, Jakarta.
Direktorat Jendreal Bina Gizi dan KIA., 2010. Kepmenkes RI tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Jendral Bina Gizi dan
KIA; Jakarta.
Fraker PJ, King LE. Reprogramming of the immune system during zinc
deficiency. Annu Rev Nutr 2004;24:277-98
Garrow, JS dan James, 1993, Human Nutrition and Dietetics, Ninth Edition.
Edinburgh: Churchill Livingstone, (online). Wikipedia.org. (diakses 14
April 2017)
Gibney M. J., 2005 Gizi Kesehaatan Masyarakat. Edisi Bahasa Indonesia. EGC,
Jakarta.
Linder MC, 2006. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Dalam Biokimia
Nutrisi dan Metabolisme Terjemahan Nutritional Biochemistry and
Metabolism. Jakarta : UI-Press.
Lozoff, B., Jimenez. E., Wolf, AW. Long-term developmental outcome of
infants with iron deficiency. N Engl J Med. 1991 Sep 5;325(10) : v 687-
94
Nursalam. 2008. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Soediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : PT Dian Rakyat.
Supariasa IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
Wilkes, GM. 2000. Buku Saku : Gizi pada Kanker dan Infeksi HIV. Jakarta :
penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Winarno. 1985. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

20
Zarianis, 2006. Hemoglobin. (online). Repository.usu.ac.id. (diakses 14 April
2017).

21

Anda mungkin juga menyukai