oleh
1. Kasus
Pneumonia
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar. Sebaliknya bronkus kiri
lebih panjang, dan lebih sempit. Bronkus kiri dan kanan bercabang
menjadi bronkus lobaris lalu bercabang lagi menjadi brokus
segmentalis dan akhirnya bercabang menjadi bronkiolus terminalis,
yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan tetapi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah.
6) Alveolus
Bronkiolus terminalis merupakan asinus yaitu unit fungsional paru-
paru yang menjadi tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari:
a) Bronkiolus respiratorius. Terkadang memiliki alveoli pada
dindingnya.
b) Duktus alveolaris seluruhnya dilapisi oleh alveoli
c) Sakus alveolus terminalis merupakan struktur akhir paru paru.
Dalam setiap paru-paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas sebuah
lapangan tenis yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas (sel tipe I)
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang menghasilkan surfaktan (sel
tipe II) untuk mengurangi tegangan permualaan, mengurangi resistensi
terhadap pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi. Di dalam alveolus terjadi proses
membunuh kuman kuman yang dilakukan oleh sel makrofag. Alveolus
dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis yang disebut
septum. Lubang kecil pada dinding ini disebut pori-pori kohn, yang
memungkinkan komunikasi antara sakus alveolus terminalis.
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan
karbon dioksida tersebut. Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis. Untuk melaksanakan
fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar
(Guyton, 2007), yaitu:
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi
B. Definisi
Ada beberapa pengertian dari pneumonia yaitu sebagai berikut.
1. Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi (Mansjoer, 2000).
2. Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran gas
tidak dapat berlangsung pada daerah ygang mengalami konsolidasi dan darah
dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Soemantri, 2007).
3. Pneumonia disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur atau oleh benda asing Pneumonia merupakan peradangan akut pada
paru-paru dengan akumulasi eksudat di dalam alveoli dan saluran pernafasan
yang mengganggu proses pernafasan (Smeltzer, 2001).
4. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli , dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung.
Gambar 6. Pneumonia
C. Penyebab
Penyebab utama pneumonia adalah bakterial dan atipikal (Baughman,
2000). Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi, kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus
(Soemanti, 2007). Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua setelah
Pneumonia pneumococcus adalah Haemophilus influenzae tipe B (HIB),
kemudian pada bayi yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis
jiroveci.
a b
D. Klasifikasi
1) Berdasarkan umur
a) Kelompok umur < 2 bulan
(1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu
(jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang
tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang,
mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di
bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit,
penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah),
serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
(2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit
dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
(1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan
sulit dibangunkan.
(2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi
tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
(3) Pneumonia ringan
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
(4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
(5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah
diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan
antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada,
frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.
2) Berdasarkan etiologi
Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi
Kelompok Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis Legionnaires disease
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal
Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
Menurut PDPI (2003) pneumonia dapat diklasifiasikan menjadi 3 yaitu
sebagai berikut.
a) Berdasarkan klinis dan epidemologi :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular pada orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau nosokomial
pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat
inap untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam
setelah masuk
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised
b) Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia backerial atau tipikal, beberapa bakteri misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c) Pneumonia virus, disebabkan oleh virus influenza
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) disebabkan oleh Aspergillus Fumigatus
c) Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat
terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella
merupakan organism penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat
disebut pneumonitis interstisial. Hal ini lebih cenderung disebabkan
oleh virus atau oleh bakteri atipikal
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan pneumonia
adalah sebagai berikut (Smeltzer, 2001).
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk ketika bernapas dan batuk
4) Takipneu
5) Pernapasan mendengkur
6) Pernapasan cuping hidung
7) Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan
8) Sakit kepala
9) Myalgia, ruam dan faringitis pada klien pneumonia atipikal
10) Warna mata menjadi lebih terang
11) Bibir bidang kuku sianotik
12) Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak ditempat tidur dengan condong
kea rah depan
13) Sputum berbusa pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, klebsiella, dan streptokokus
14) Sputum kental pada pneumonia yang diakibatkan oleh pneumonia
klebsiella
15) Sputum berwarna hijau pada pneumonia yang dakiatkan oleh H. Influenza
F. Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat
menghirup bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan
dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-
batuk atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga
gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut
keluar pada saat itu terjadi proses peradangan. Lobus bagian bawah paru-paru
paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang
berurutan (Price, 2005).
a. Kongesti (24 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke
dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit
dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
Akibat dari masuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga
terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasu di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
comience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
akan menyebabkan peningkatan suhu sehingga muncul masalah keperawatan
hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di jalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif. Jika sputum masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
G. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi
menyertai pneumonia adalah sebagai berikut.
1) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
2) Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura
3) Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah
4) Gagal nafas
5) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
7) Pneumonia interstitial menahun
8) Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Soemantri, 2007).
1) Chest X-ray, mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial) dapat menyatakan abses luas/infiltrat, empiema
(stapilococcus), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial) atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia
mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
I. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
a) Pemberian antibiotik
Penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah seperti penicillin,
cephalosporin. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus
dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas
mekanik.
b) Antibiotik misalnya ampisilin, kloramfenikol, sefatoksin, amkasin
c) Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
d) Pemberian O2
e) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a) Oksigenasi 1-2 L/menit.
b) Humidifikasi dengan nebulizer
c) Fisioterapi dada
d) Pengaturan cairan
e) Pendidikan kesehatan terkait pneumonia
Etiologi : jamur, bakteri ,virus
protozoa dll
J. Pathways
Terhirup/teraspirasi
Proses peradangan
Infeksi
Peningkatan suhu tubuh peningkatan konsentrasi protein
Eksudat dan serous masuk kedalam
alveoli cairan alveoli
Kerja sel goblet me
Konsolidasi di alveoli
Akumulasi sputum Difusi
dijalan napas
Complience paru menurun
Akumulasi cairan di alveoli
Hipoksia Jaringan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
K. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian Umum
a) Identitas klien
Angka kejadian tertinggi pada usia balita sedangkan pada usia dewasa
dapat ditemukan akibat satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu
daya tahan tubuh. Pneumonia merupakan penyebab mortalitas pada
dewasa muda. Insidensi pneumonia pada laki-laki dan wanita sama.
b) Keluhan Utama
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan kepala nyeri.
c) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk
yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk
produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan
seringkali berbau busuk.
d) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang dapat menjadi factor utama terjadinya pneumonia seperti
penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Misnadirly, 2008).
e) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif.
f) Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya kebiasaan
minum alkohol, kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan, aktifitas
atau olahraga, dan stress
g) Pengkajian fisik (B1-B6)
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.
(1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya
ketidaksimetrisan pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan
lapang paru untuk menentukan letak gangguan di paru sebelah mana.
Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada
pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada lobus paru
sebelah mana.
(2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan dengan
adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
(3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
(4) B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi adanya
penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah atau
syok hipovolemik.
(5) B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal
atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
(6) B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.
2) Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret pada bronkus
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan
saturasi O2
4. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
5. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
6. Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
3) Perencanaan keperawatan
15. mengurangi
kecemasan keluaga
3. Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:
Jaringan Perifer - Status sirkulasi Status sirkulasi
berhubungan dengan - Manajemen cairan 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetahui tanda-tanda gangguan
penurunan saturasi O2 - Tanda vital perifer (nadi perifer, edema, kapillary perifer
Setelah dilakukan tindakan refill, warna dan temperatur
keperawatan selama 3 x 24 ekstremitas)
jampasien menunjukkan 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 2. Mengetahui tanda-tanda gangguan
keefektifan jalan nafas dibuktikan perifer
dengan kriteria hasil : 3. Inpseksi kulit adanya luka 3. Agar luka ditangani darin infeksi
a. Tekanan darah sistolik dbn karena beresiko mengalami delay
b. Tekanan darah diastolik dbn healing
c. Kekuatan nadi dbn 4. Kaji tingkat nyeri 4. Mengetahui tingkat nyeri klien
d. Rata-rata tekanan darah dbn 5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau 5. Meningkatkan venous return
e. Nadi dbn lebih tinggi dari jantung untuk
f. Tekanan vena sentral dbn meningkatkan venous return
g. Tidak ada bunyi hipo jantung 6. Ubah posisi klien minimal setiap 2 6. Meminimalkan dekubitus
abnormal jam sekali
h. Tidak ada angina 7. Monitor status cairan masuk dan 7. Mengontrol volume yang masuk
i. AGD dbn keluar ke dalam jantung dan paru
8. Memudahkan mengatur posisi
j. Kesimbangan intake dan output 8. Gunakan therapeutic bed
klien
24 jam
9. Meminimalkan kelemahan
k. Perfusi jaringan perifer 9. Dorong latihan ROM selama bedrest
ekstremitas pasca bedrest
l. Kekuatan pulsasi perifer 10. Meminimalkan kelemahan
m. Tidak ada pelebaran vena 10. Dorong pasien latihan sesuai
ekstremitas pasca bedrest
n. Tidak ada distensi vena kemampuan
jugularis 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk 11. mencegah peningkatan viskositas
o. Tidak ada edema perifer mencegah peningkatan viskositas darah
p. Tidak ada asites darah
q. Pengisian kapiler 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau 12. mencegah koagulasi darah
r. Warna kulit normal antikoagulan
s. Kekuatan fungsi otot 13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit 13. memantau keadaan darah
t. Kekuatan kulit
u. Suhu kulit hangat Manajemen cairan
v. Tidak ada nyeri ekstremitas 1. Catat intake dan output cairan 1. menghitung balance cairan
2. Monitor status hidrasi 2. mengetahui kebutuhan cairan
3. Monitor tanda-tanda vital 3. mengetahui status klien
4. Monitor status nutrisi 4. mengontol nutrisi
9. Untuk menurunkan
suhu
Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta:
RGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.