Anda di halaman 1dari 5

a.

Cumene Hydroperoxide Process (Hock Process)

Terdapat beberapa proses untuk memproduksi fenol dengan

menggunakan cumene. Semua proses terdiri atas dua reaksi kimia

fundamental: cumene terosidasi dengan udara dan membentuk

cumene hydroperoxide, dan pemisahan cumene hydroperoxide

untuk menghasilkan fenol dan aseton. Pada proses ini sekitar 0.48

kg aseton dan 0.75 kg fenol dihasilkan dari setiap kg bahan baku

cumene.

Secara umum, pabrik fenol dengan basis Cumene Hydroperoxide

Process dapat dibagi menjadi dua area utama. Pada area reaksi,

cumene yang terbentuk dari alkilasi benzene dan propilen,

dioksidasi untuk membentuk cumene hydroperoxide (CHP). CHP

dipekatkan dan dipisahkan untuk menghasilkan fenol dan aseton.

Hasil samping dari reaksi oksidasi adalah asetofenon dan dimetil

benzil alkohol (DMBA). DMBA terhidrasi dalam reaksi pemisahan

untuk membentuk alpha-methylstyrene (AMS).

Pada area pemurnian, dilakukan pengolahan dan pemurnian

produk aseton dan fenol. Selain itu, pada tahap ini alpha-

methylstyrene di hidrogenasi kembali menjadi cumene atau diolah

menjadi produk AMS. AMS terhidroganasi di reycle mencadi bahan

baku untuk area reaksi. Hasil keseluruhan dari proses cumene

adalah 96 mol %.

Oksidasi cumene untuk menghasilkan cumene hydroperoxide

(CHP) biasanya dicapai dengan tiga sampai empat reaktor


pengoksidasi yang disusun seri, dimana konversi untuk tiap reaktor

sama. Cumene segar dan cumene recycle dimasukkan ke dalam

reaktor pertama. Udara digelembungkan pada dasar reaktor dan

keluar menuju atap reaktor lain. Reaktor pengoksidasi dioperasikan

pada tekanan rendah sampai sedang. Akibat adanya reaksi

eksoterm pada reaksi oksidasi, panas dihasilkan dan harus dibuang

dengan pendingin eksternal. Satu bagian cumene direaksikan untuk

membentuk dimetilbenzil alkohol dan asetofenon. Methanol

terbentuk pada reaksi asetofenon dan selanjutnya dioksidasi

menjadi formaldehid dan asam formiat. Air dalam jumlah sedikit

juga terbentuk dari reaksi-reaksi yang ada. Reaksi oksidasi ini

dipengaruhi oleh kondisi oksidasi, tempetatur, konversi, waktu

residence, dan oksigen pada tekanan parsial. Secara umum hasil

dari cumene hydroperoxide pada reaktor oksidasi adalah 95 mol %.

Hasil keluaran dari reaktor yang merupakan cumene yang belum

bereaksi akan di recycle dan dikembalikan sebagai bahan baku.

Udara dari reaktor oksidasi diolah kembali untuk memperoleh

99.99% cumene dan komponen organik volatil lainnya.

Cumene Hydroperoxide pekat yang dihasilkan pada tahap

pelucutan diumpankan menuju reaksi pemisahan. Reaksi pemisahan

dilakukan dengan menggunakan katalis asam seperti asam sulfat.

Kondisi reaktor pemisahan disesuaikan untuk mencapai temperatur

maksimum untuk menghasilkan yield fenol maksimum. Pada

umumnya yield yang dihasilkan pada pembuatan fenol

menggunakan CHP mencapai 98 mol %. Keluaran dari pemisahan


dengan menggunakan asam sebagai katalis untuk reaksi pemisahan

menghasilkan hasil samping seperti asam formiat dan asam asetat.

Karena itu diperlukan netralisasi dan ekstraksi untuk mengurangi

masalah korosi pada hilir.

Produk dari proses netralisasi terdiri atas aseton, fenol, air,

hidrokarbon, dan pengotor organik, yang dipisahkan dengan distilasi

kolom yang disusun seri. Selain itu, pada tahap ini, alpha-

methylstyrene diolah atau dihidrogenasi menjadi cumene.

Disebabkan oleh pertimbangan lingkungan, pabrik fenol dengan

proses CHP harus dilengkapi dengan pengolahan air khusus dimana

aseton dan fenol ikut terbuang pada aliran limbah cair. Selain itu,

oksidasi cumene untuk menghasilkan CHP terjadi pada kondisi yang

dekat dengan batas kebakaran (flammable limits). Selanjutnya, CHP

adalah material yang cenderung tidak stabil dimana dapat terurai

pada kondisi tertentu. Sehingga, pengolahan fenol dengan proses

CHP memerlukan banyak pertimbangan design kontrol dan

memperhatikan aspek keselamatan. (Kirk-Othmer, 1998)

b. Oksidasi Asam Benzoat

Pada proses dengan oksidasi mengguakan asam benzoate,

terdapat tiga reaksi kimia yaitu oksidasi toluene untuk

menghasilkan asam benzoate, oksidasi benzoate untuk membentuk

fenil benzoate, dan hidrolisis fenil benzoate untuk membentuk fenol.

Secara keseluruhan, proses ini terdiri atas dua tahap proses

kontinyu. Pada tahap pertama, oksidasi toluene untuk membentuk


asam benzoate didapat dengan menggunakan udara dan katalis

garam kobalt pada temperatur antara 121-177 C. reaktor

dioperasikan pada tekanan 206 kPa gauge (2,1 kg/cm 2 gauge) dan

konsentrasi katalis antara 0,1 0,3 %. Selanjutnya, produk dari

reaktor ini didistilasi sehingga didapatkan asam benzoate murni.

Secara garis besar yield dari proses ini dipercaya mencapai 68 mol

% toluene.

Tahap kedua dari proses ini, dimana asam benzoat teroksidasi

dan terhidrolisis menjadi fenol, dicapai dengan menggunakan dua

reaktor yang disusun seri. Pada reaktor pertama, asam benzoate

dioksidasi menjadi fenil benzoate dengan menggunakan udara dan

katalis campuran dari tembaga dan garam magnesium. Reaktor

dioperasikan pada 234C dan 147 kPa gauge (1,5 kg/cm 2 gauge).

Fenil benzoate lalu terhidrolisa dengan steam pada reaktor kedua

untuk membentuk fenol dan karbon dioksida. Proses ini dijalankan

pada temperature 200 C dan tekanan atmosfer. Secara

keseluruhan yield fenol yang terbentuk sekitar 88 mol %. (Kirk-

Othmer, 1998)

c. Sulfonasi benzena

Pada proses sulfonasi benzena, benzena direaksikan dengan

asam sulfat pekat yang akan menghasilkan asam benzenesulfonat

pada suhu 150o C. Asam benzensulfonat dinetralkan dengan natrium

sulfat untuk menghasilkan natrium benzensulfonat. Natrium

benzensulfonat kemudian direaksikan dengan natrium hidroksida


yang nantinya akan menghasilkan natrirum phenat.

Natrium phenat yang dihasilkan akan diasamkan dengan sulfur

dioksida yang ditambahkan sedikit asam sulfat untuk melepaskan

fenol dari garam natrium.

Fenol yang dihasilkan dari proses ini dapat mencapai kemurnian

88% dari seluruh proses pembuatan dengan menggunakan

benzene. Namun proses produksi fenol dengan cara ini sudah

dilarang karena alasan lingkungan dan ekonomi. (Kirk-Othmer,

1998)

1. Pembuatan fenol dengan cara Pirolisis.


Pirolisis adalah proses dekomposisi termal tanpa adanya

oksigen, cara ini memanfaatkan bahan baku yang berasal limbah

hasil pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit

(TKKS). Pirolisis cepat akan menghasilkan bahan bakar cair, yang

lebih dikenal dengan bio-oil dan mengahasilkan gas dan arang

padat. Namun dengan adanya penambahan proses lanjutan seperti

ekstraksi pada bio-oil hasil pirolisis maka akan diperoleh bahan-

bahan kimia salah satunya yaitu fenol (Bridgwater, 2004). Kelebihan

dari metode pirolisis ini adalah dari segi stok bahan baku yang

melimpah di alam berupa biomassa.

Anda mungkin juga menyukai