Aslina Propulsi
Aslina Propulsi
BAB I
PENDAHULUAN
memperhitungkan semua faktor yang terlibat dalam aksi baling-baling,selain itu juga
rumit sehingga perlu untuk menciptakan suatu alat yang dapat memperhitungkan
kecepatan serta ketelitian, hal ini yang dimaksud adalah propeller ( baling baling ).
BAB II
LANDASAN TEORI
(1+k1) = 0,93+{0,487118(B/Lwl)]1,06806.(T/Lwl)0,46106.
(Lwl/LR)0,121563.(Lwl3/)0,3486/(1 Cp)0,604247)}
5. Perhitungan Hambatan Gesek ( Rf ) ditentukan dengan formula :
RF = CF 0,5 S VS2
6. Perhitungan harga bagian tambahan ( 1+k2 ) ditentukan dengan formula :
(1+k 2 )S APP
( 1 + k2 )eq = S APP
Rw = C1.C2.P5...g.e (KN )
9. Perhitungan tahanan tekanan tambahan dari haluan gembung dekat permukaan air
( RB ) dapat dihitung dengan formula :
RB = 0,11 . . g . (KN )
10. Perhitungan tekanan tambahan akibat adanya transom yang terbenam ( R TR ) dapat
dihitung dengan formula :
( KN )
11. Perhitungan tahanan akibat korelasi model kapal ( RA )
( KN )
12. Perhitungan tahanan total (RT)
RT = Rf.(1+k1) + RAPP + Rw + RB + RTR + RA (KN)
13. Perhitungan Daya efektif dalam satuan KW
PE = RT . Vs ( KW )
14. Perhitungan daya kuda efektif dalam satuan HP EHP = PE / 0,7355 (HP)
II.3.2. Mesin
Kemampuan mesin yang maksimum sehingga dapat menghasilkan laju kisaran
yang ditentukan dan berlayar pada kecapatan dinas menjadikan kapal beroperasi
secara ekonomis. Hal ini terjadi jika kurva kapal baling-baling melalui titik laju
kisaran maksimum.
Daya yang diperlukan untuk menghasilkan laju kisaran maksimum diperoleh
dengan mempergunakan mesin yang jumlah silindernya banyak. Daya yang sama
dapat juga diperoleh dengan mempergunakan mesin yang silindernya sedikit. Dengan
demikian harga mesin akan lebih murah tetapi konsumsi bahan bakarnya lebih banyak.
Hal ini menyebabkan pemilik kapal cenderung memilih mesin yang mempunyai
silinder banyak dengan harga mahal tetapi biaya operasi bahan bakarnya lebih murah.
2).Kerugian karena adanya daya tahan pada daun propeller sewaktu bergerak didalam
air. Hal ini disebabkan oleh viskositas air dan gesekan air pada daun tersebut.
Kerugian ini dikurangi dengan mempergunakan daun propeller yang sempit.
Dengan mempersempit luas tiap daun maka luas permukaan daun berkurang. Untuk
mendapat luasan permukaan daun total yang sama seperti sebelum daun
dipersempit maka jumlah daun ditambah tetapi effisiensi daun berkurang. Menurut
hasil percobaan ditangki percobaan. Hanya sedikit exit perbedaan effisiensi pada
propeller berdaun tiga dengan empat dan antara empat dengan lima. Effisiensi akan
berkurang dengan bertambahnya jumlah daun propeller Z.
Keuntungan daun propeller berdaun banyak untuk mengurangi getaran kapal
yang ditimbulkan oleh propeller terutama pada besar dengan propeller tunggal
Propeller effisiensi didefinisikan sebagai berikut :
p =
DHP ( Delivered horse power ) yaitu tenaga kuda yang ditransmisikan dari
poros kepropeller. DHP diukur dengan percobaan open water test. Propeller dicoba
tanpa dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini berbeda dengan DHP
sesungguhnya. Perbandingan antara kedua DHP yang berbeda tersebut menghasilkan
relative rotative efficiency (rr).
PC = ; PC =
mempergunakan propeller tunggal. Harga propeller effisiensi pada open water test
ep, harga wake dan harga thrust deducation diikut sertakan dalam perhitungan.
Dalam perencanaan propeller sebaiknya nilai err yang dipakai tidak lebih dari
1,03 dengan mengabaikan apakah ada tonjolan tonjolan ( tiang kemudi yaitu
bagain depan kemudi yang dipasang dibelakang atau dimuka propeller.
II.4.9 Kavitasi
Secara singkat kavitasi adalah pembentukan gelembung gelembung pada
permukaan daun. Sering terjadi pada bagian belakang permukaan daun / back side.
Kavitasi baru diketahui tahun 1890 oleh Charles Parson ( inggris ) dari pengalamanya
mengenai perahu-perahu kecepatan tinggi. Peristiwa itu ia buktikan pada kapal turbin.
Apabila tekanan pada permukaan pungung daun dikurangi sampai suatu harga
dibawah tekanan statis fluida maka akan menyebabkan tekanan daun menjadi negatif.
Pada kenyataanya tekanan negatif tidak dapat terjadi. Hal ini menyebabkan suatu
reaksi lain. Fluida meninggalkan permukaan daun kemudian membentuk gelembung-
gelembung / kavitasi . Gelembung gelembung ini berisi udara atau uap air.
Gelembung-gelembung terjadi ditempat puncak lengkungan tekanan rendah.
Gelembung gelembung yang terjadi akan melintasi dan menyusur permukaan
daun sampai kebelakang daun dan akan hancur pada daerah yang tekananya tinggi
dibanding tekanan yang terjadi pada permukaan punggung daun. Gaya yang terjadi
pada proses penghancuran gelembung-gelembung ini kecil tetapi luas permukaan yang
dipengaruhi oleh gaya ini lebih kecil dibanding gaya yang mempengaruhinya sehingga
akan timbul tekanan yang besar berwujud letusan. Gaya letusan ini menyebabkan
ratique / lelah pada daun.
Teori lain menyatakan bahwa peletusan atau penghancuran gelembung
-gelembung tidak terjadi. Hal ini terjadi adalah gelembung tadi mengecil sampai
sangat kecil dan bertekanan sangat tinggi. Tekanan yang sangat tinggi ini
menyebabkan ratique pada permukaan daun.
Peletusan gelembng kavitasi dapat dikurangi dengan menghindari adanya
puncak tekanan rendah yang mencolok pada punggung permukaan daun. Tekanan
rendah yang terjadi dapat diperbaiki dan puncak yang mencolok dapat diratakan
dengan mengurangi beban permukaan daun. Jadi, dengan memperluas permukaan
daun dapat mengurangi kavitasi.
BAB III
PENYAJIAN DATA
V
Fn = gL
= 0,226
- Menghitung Luas Bidang Basah ( S )
B
S = L (2T + B) CM (0,453 + 0,4425 CB + (-0,2862) CM - 0,003467 T +
RF = 46,957876 kN
- Menghitung Tahanan Tambahan ( RAPP )
RAPP = 0,5 VS2 SAPP(1 + k2)eq CF
= 7,5015 kN
- Menghitung Tahanan Ombak ( RW )
RW = c1c2c5sexp{m1Fnd + m2cos(Fn-2)}
= 24,912 kN
- Menghitung Tahanan Transom ( RTR )
RTR = 0,5V2ATc6
= 22,964 kN
- Menghitung Tahanan Angin ( RA )
RA = 1/2V2SCA
Dimana :
S = Luas bidang tangkap angin ( m2 )
= Massa jenis udara ( kg/m3 )
RA = 12,791 kN
- Menghitung Tahanan Total ( RT )
Rtotal = RF(1 + k1) + RAPP + RW + RB + RTR + RA
= 125,044 kN
BAB IV
PEMBAHASAN
=3 m
6. Jarak sumbu poros kelunas (E) (Principal Of Naval Architecture Vol. II Hal.
159)
E = 0,045 T + 0,5 Dp
= 1,7025 m
= 49,0652
Rt
T = 1t
= 155,916 KN
21. Quasi Propulsive Coefficient (QPC)
QPC = o x R x H
= 0.682
22. Koreksi QPC terhadap asumsi
Koreksi = {(asumsi - QPC)/asumsi} x 100%
= 0,673 % memenuhi (<<1 % )
23. Trust Horse Power (THP) "Harvald Resistance and Propulsion of Ships, hal
133 )
THP = T Va
= 864,737 KW = 1159,631 HP
24. Delivery Horse Power ( DHP ) (Principal Of Naval Architecture Vol. II Hal.
202)
DHP = EHP/d
= 1131,298 KW = 1517,08 HP
25. Shaft Horse Power (SHP)
Dalam buku "Basic Ship Theory" Vol. II hal 403 diberikan formula :
SHP = DHP/s
dimana :
transmisi = 0.980 (for ship machinery aft)
maka :
SHP = 1154,376 KW = 1548,04 HP
26. Tekanan pada poros propeller
Dari buku "tahanan dan propulsi kapal" hal.199 :
Po - Pv = 99,6 - ( 10,05 x h )
= 65,756 KN/m2
27. Nilai Ae/Ao ( Rasio luas bentang daun propeller )
Dari buku "principal of naval architecture" hal.183 :
Ae/Ao = {(( 1,3 + ( 0,3 x Z ) x T) / ((Po-Pv) x Dp2)} + k
dimana :
T = 155,771 KN
VA = 12 knot = 6,1728 m/s
Dpmax = 3 m
h = 3,367 m
n = 3,809 rps
aE = AE/AO
Uraia
No Formula 0,40
n
0 0,52 0,55
0 Dari Grafik 0,55 0,554 0,55
1 Wageningen 7 6 4
Dari Grafik 0,45 0,455 0,45
2 J Wageningen 1 7 7
Dari Grafik 0,09
3 KT Wageningen 0,1 0,096 5
Dari Grafik 0,019 0,01
4 KQ Wageningen 0,02 2 9
Dari Grafik 0,73 0,729 0,72
5 P/D Wageningen 2 6 9
Ae/A0 = 0,52
0 = 0,5546
J = 0,4557
KT = 0,096
KQ = 0,0192
P/D = 0,7296
D = 2,6 m
P = 1,92317
Pitch Distribution = 0,37 m
Va = 4,76 m/s = 9,254 knot
A0 = 8,04
Ae = Ad = 4,183
Ap = Ad (1,067 (0,229 P/D))
= 3,55
Vr2 = Va2 + (0,7 n D)2
= 749,617
T
Tc = Ap 0,5 Vr
2
= 0,126
188,2+ 19,62 H
0,7R = Va 2+ 4,836 n2 D 2
= 0,346
Untuk 0.7R = 0.30 didapat nilai TC diagram sebesar 0.177. Setelah didapat
nilai c diagram selanjutnya dicek dengan syarat kavitasi untuk menentukan apakah
propeller yang dipilih mengalami kavitasi atau tidak. Contoh kasus Untuk tipe
Propeller B3-35:
Dari tabel perhitungan C(r) didapat panjang chord maksimum pada 0,6R = 0,91 m.
Dengan menggunakan nilai panjang chord maksimum, dapat dihitung panjang
masing-masing chord ( C(r) ), panjang nilai chord trailing edge ( C(te) ) dan nilai
chord leading edge ( C(le) ) dengan mengalikan dengan nilai persentasi berikut :
r/R c(r) nilai c(r) c(te) nilai c(te) c(le) nilai c(le)
0,2 74,73% 0,680 28,68% 0,261 46,05% 0,419
0,3 83,91% 0,764 32,69% 0,298 51,22% 0,466
0,4 91,53% 0,833 36,62% 0,333 54,91% 0,500
0,5 97,05% 0,884 40,33% 0,367 56,72% 0,516
0,6 100% 0,910 44,08% 0,401 55,92% 0,509
0,7 99,19% 0,903 46,95% 0,427 52,24% 0,476
0,8 92,85% 0,845 47,77% 0,435 45,08% 0,410
0,9 75,77% 0,690 45,01% 0,410 30,76% 0,280
1 - - 14,87% 0,135 - -
2. Picth Diagram
P= P/D x Dp Dimana P/D = dari grafik = 0,685
= 1,8 m Dp = diameter propeller = 2,612983 m
jadi :
P/ 2 = 0,285 m
maka :
0.2 R = P/ 2 x 82,20% = 0,234 m
0.3 R = P/ 2 x 88,70% = 0,253 m
0.4 R = P/ 2 x 95,00% = 0,271 m
0.5 R = P/ 2 x 99,20% = 0,283 m
0.6 R = P/ 2 x 100% = 0,285 m
4. Perhitungan momen puntir (Mp) dan gaya tangensial (F) dan spie
a. Momen puntir
Mp = (75 x 80 x N)/2 n dimana, N = SHP = 1801,67 HP
= 7139,08 Kgm n = 228,57 rpm
b. Gaya tangensial
F = Mp/ (Ds/2) Dimana Ds = diameter poros
F = 59578,1 Kg = 251,2368 mm = 0,251 m
c. Ukuran Spie
Panjang (l) = (1,0~1,5)Ds = 251,237 mm
Lebar (b) = 0.3Ds = 75,371 mm
Tebal (t) = F/(Pa x L) = 47,428 mm
dimana :
Pa = tegangan permukaan spie
Pa = 5 kg/mm2
= 226,1131 mm
Dari rules "BKI 1996" Vol.III Sec.4.D.2 hal. 4-3, nilai diameter taper du tidak
boleh kurang dari 60% ds
4. Diameter nut d1 dan diameter mur ass baling-baling d2
d1 = 60% ds d2 = d1 + ( 80% x d1 )
= 150,7421 mm = 271,336 mm
5. Diameter hub d3 dan diameter lingkar baut d4
d3 = ( 1,8 ~ 2,0 ) x ds d4 = ( 2,2 ~ 2,4 ) x ds
= 2,0 x ds = 2,4 x ds
= 477,3499 mm = 602,968 mm
6. Diameter flens kopling df
Dari buku "Machine Design" hal 482 diberikan formula :
df = ( 2 x d4 ) - d3
= 728,5867 mm
7. Diameter baut pada kopling flens dk
dk = 16 x {(106 x Pw)/(n1 x z x D x Rm)}1/2
Dimana :
z = jumlah baut yang direncanakan
= 12 buah
D = d4 = diameter jarak lingkar baut
Maka :
dk = 18,559 mm
E. Perencanaan Spie Pada Kopling Flens
1. Gaya tangensial pada permukaan poros F
Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso hal 25 diberikan formula :
F = T / (ds/2)
= 45291,657 kg
2. Ukuran Spie
* lebar b = ( 25 ~ 35 )% x ds
= 30% x ds
= 75,37104 mm
* panjang l = ( 0,75 ~ 1,5 ) x ds
= 1 x ds
= 251,2368 mm
* tinggi h = 2xt
Dimana :
t = tebal benaman
= F / (l x P)
= 18,02748 mm
P = Tekanan permukaan spie
= 10 kg/ mm2
l = panjang pasak (mm)
maka :
h = 36,055 mm
BAB V
ENGINE PROPELLER MATCHING
Menentukan persamaan yang terbentuk dari hunbungan antara kecepatan dan tahanan
kapal. Data kecepatan dan tahanan kapal dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Vs (knot) Vs (m/s) Rt (KN)
11 5,66 109,35
12 6,17 124,93
13 6,69 149,40
14 7,2 166,19
15 7,72 183,45
KT-SM = 120% x J2
J J KT seatrial KT sea margin
0 0 0,000 0,000
0,1 0,01 0,010 0,013
0,2 0,04 0,042 0,050
2.0
0.5
0.0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
J
Menentukan nilai KQ, KT dan dari grafik open water test B4-55, dengan P/Db =
0,68. Dari kurva didapat nilai sebagai berikut :
KT-sea trial
KT-Sea Margin
KT
KQ
efisiensi
V.2.1. Menentukan Karakteristik Beban Propeller Trial Condition (Clean Hull) dan Service
Condition
1. Trial Condition (Clean Hull)
Q Prop = KQ x x n2 x D5
Dimana :
Q = torsi propeller
Rps (np) P
%Rp Rps Rpm DHP SHP BHP %BH
Rpm Engine prop propelle Q Prop propelle
m Engine Propeller (kw) (KW) (KW) P
eller r2 r
0% 0 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0 0 0 0,00
10% 160 2,67 24,62 0,41 0,17 0,44 0,18 1,14 1,16 1,18 0,08
20% 320 5,33 49,23 0,82 0,67 1,77 1,45 9,10 9,28 9,47 0,64
30% 480 8,00 73,85 1,23 1,51 3,97 4,89 30,70 31,32 31,96 2,14
40% 640 10,67 98,46 1,64 2,69 7,06 11,59 72,77 74,25 75,77 5,08
50% 800 13,33 123,08 2,05 4,21 11,03 22,63 142,12 145,02 147,98 9,93
60% 960 16,00 147,69 2,46 6,06 15,89 39,11 245,59 250,60 255,71 17,15
70% 1120 18,67 172,31 2,87 8,25 21,62 62,10 389,98 397,94 406,06 27,23
80% 1280 21,33 196,92 3,28 10,77 28,24 92,70 582,13 594,01 606,14 40,65
90% 1440 24,00 221,54 3,69 13,63 35,75 131,98 828,86 845,77 863,03 57,88
100% 1600 26,67 246,15 4,10 16,83 44,13 181,05 1136,98 1160,18 1183,86 79,40
2. Service Condition
Q Prop = KQ x x n2 x D5
P
%Rp Rpm Rps Rpm Rps (np) DHP SHP BHP %BH
Q Prop propelle
m Engine Engine Propeller propeller propeller2 (kw) (KW) (KW) P
r
0% 0 0 0 0,00 0,00 0 0 0 0 0 0,00
10% 160 2,67 24,62 0,41 0,17 0,48 0,20 1,24 1,27 1,29 0,09
20% 320 5 49,2 0,82 0,67 1,92 1,58 9,92 10,12 10,33 0,69
30% 480 8 73,8 1,23 1,51 4,33 5,33 33,48 34,16 34,86 2,34
40% 640 10,67 98,5 1,64 2,69 7,70 12,64 79,35 80,97 82,62 5,54
50% 800 13,33 123,08 2,05 4,21 12,03 24,68 154,98 158,14 161,37 10,82
60% 960 16 147,7 2,46 6,06 17,32 42,64 267,81 273,27 278,85 18,70
70% 1120 18,67 172,3 2,87 8,25 23,58 67,72 425,27 433,95 442,80 29,70
80% 1280 21,33 196,9 3,28 10,77 30,80 101,08 634,80 647,76 660,98 44,33
90% 1440 24 221,5 3,69 13,63 38,98 143,92 903,85 922,29 941,12 63,12
100% 1600 26,67 246,2 4,10 16,83 48,12 197,43 1239,85 1265,15 1290,97 86,58
Dimana : Q = torsi propeller
250
200
TRIAL
P propeller (KW) 150 SERVICE
100
50
0
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
RPS PROPELLER
600
400
200
0
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
RPS PROPELLER
100.00
80.00
KARAKTERISTIK
60.00 PROPELLER
POWER (%)
KARAKTERISTIK MESIN
40.00
20.00
0.00
0 50 100 150
RPM (%)
Dimana :
K = LxAx k x Z
L = langkah torak (m) = 0,385 m
A = Luasan torak (m2) = 0,05307 m2
k = konstanta yang besarnya langkah torak = 0,1925
100
80
30% BMEP 40% BMEP 50% BMEP 60% BMEP 70% BMEP
60
BHP (%)
40
20
80% BMEP 90% BMEP 100% BMEP P propeller
0
0 20 40 60 80 100 120
RPM (%)
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Mesin yang digunakan :
1. Mesin yang Digunakan
Merek Mesin = CATERPILLAR 3516C-A
Daya Mesin = 1491 KW
= 2000 HP
Bore = 170 mm
Stroke = 190 mm
Berat Mesin = 6,538 ton
Ratio Compresi = 14 : 1
Speed = 1600 RPM
Lenght = 3083,7 mm
Width = 2036,9 mm
Height = 1967 mm
Propeller yang digunakan:
Type = B4-55
P/Db = 0,68
J = 0,386
= 0,522
D = 2,6
RPM propeller = 246,154
Gear Box yang di gunakan :
Merk : ZF Marine Masson
Type : ZF 7661
Rasio : 6,500
a. Efisiensi suatu kapal berpengaruh pada baik dan buruknya baling-baling (propeller)
ditinjau dari segi produktivitasnya dalam menghasilkan daya dorong dan
didefenisikan dalam rasio antara tenaga pendorong yang menghasilkan gaya
dorong tersebut.
b. Faktor-faktor yaang mempengaruhi efisiensi propeller suatu kapal adalah :
~ Besarnya tahanan total pada suatu kapal
~ Besarnya kecepatan
~ Faktor deduksi gaya dorong
~ Fraksi arus ikut
~ Jumlah daun dan diameter baling-baling
~ Sarat pada suatu kapal
c. Kavitasi pada suatu kapal merupakan fenomena yang terjadi apabila baling-baling
bekerja dengan beban yang relatif tinggi daan merupakan proses dinamis dalam
fluida
d. Dalam mendesain suatu propeller perlu diperhatikan korelasi antara efisiensi dan
kavitasi pada suatu kapal
V.2 Saran
Dalam merancang suatu propeller , kita jangan terpaku pada satu literatur atau buku
saja, tetapi sebaiknya bisa merujuk dari beberapa buku agar hasil akhir yang kita
dapatkan bisa memuaskan.
Jadwal asistensi harus jelaS
Proses cara penggambaran propellernya harus diajar disetiap pertemuan, agar
mahasiswa tidak kesusahan.
DAFTAR PUSTAKA
Carlton, J.S. [1994], Marine Propellers and Propulsion. Butter worth-Heinemann Ltd.
London.
Fyson, J [1985], Design of Fishing Vessels. Food and Agriculture Organization of the
United Nations Fishing News Book Ltd, Farnham, England.
Rumus / Referensi
Ae / Ao = + k, di mana k = 0 ; Z = 4
Jarak sumbu poros ke lunas
(Principal of Naval Architecture Vol.II Hal. 159)
E = 0,045 . T + 0,5 Dpopt
Tinggi air diatas poros ( h ) immersion of propeller shaft
(Tahanan dan propulsi kapal, Harvald. Hal.199)
h =((DE)+H) dimana H = % LWL
Effisiensi lambung ( H )
("Introduction to naval Architecture, Thomas C.Gillmer" Hal.243)
H = ( 1 t ) / ( 1 Wm )
Efisiensi Rotasi (R)
R = 0,95 ~ 1,00 ( untuk Twin Screw )
Quasi Propulsif Coeficient (QPC)
QPC = O. H. R
LAMPIRAN