Anda di halaman 1dari 23

Skenario 1: BAB Berwarna Hitam

Nabila (1102010197)

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI GASTER

Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah
diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan
sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia,
fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan . Fundus
adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan
usus 12 jari duodenum.

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa.
Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan
hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume
sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana
pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut
sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis
adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan
otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut
mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam
lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di
lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan
anggota tubuh lainnya.

Gambar: Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot,
6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet [goblet cell],
sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau
lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel
parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan
enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm -3 asam lambung yang membuat
tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk
memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam
bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat
menyebabkan kematian pada sel tersebut.

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah
lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi
getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung
berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin
merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan
mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada
mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca 2+ dari susu sehingga
dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam
lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti bubur,
disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit
demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi
(mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum
akan berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan,
maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus
belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang
bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam
dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju
duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam,
lambung kosong kembali.

Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls parasimpatikus yang
disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan
terjadi pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar
lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran
cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan
dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan proses
umpan balik humoral.

Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang merupakan larutan
asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan,
lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan
denaturasi protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga
menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.

Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan sekresi getah
lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun
terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung
dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa akan
menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasi
nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan
stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel G antrum.
Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu mem-
bebaskan asam klorida. Pada sekresi asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan
oleh mastosit karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini
gastrin dapat bekerja.

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam lambung.
Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan refleks
kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.

Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan penurunan
sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan
menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung
lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak
sampai pada usus halus bagian atas.

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan pada
sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi HC1 dari lambung dan
kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.

Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ lainnya antara
lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat sekresi asam klorida,
gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan
turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan
sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.

Rangsang bau
Rangsang n.
dan rangsang
Vagus
kecap

Rangsang Rangsang
Lokal Ganglion
(makanan)

Degranulasi
mastosit Pembebasa
Stimulasi sel
n
G
asethilkolin

Pembebasan Pembebasan
histamin Gastrin

Stimulasi Sel
Parietal

Pembebasan
HCl
Bagan: Pengaruh Sekresi Sel Parietal

Mikroskopis

Bagian Gaster

Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus. Permukaan lambung ditandai dengan lipatan mukosa
yang disebut rugae. Dalam lipatan terdapat invaginasi atau cekungan yang disebut foveola gastrica (gastric
pit). Di dalam mukosa terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveola gastrica.

Fundus

Mukosa epitel selapis torak. Pada dasar gastric pit bermuara kelenjar fundus. Kelenjar tubulosa simpleks
dan lurus. Ada 4 macam sel kelenjar:

a. Sel mucus leher (neck cell)


b. Sel HCl (parietal cell)
c. Sel zimogen (chief cell)
d. Sel argentaffin
Gaster Pylorus

Foveola gastrica lebih dalam. Sel-sel kelenjar hampir homogen, semua sel mukus kelenjar pylorus
sering berkelok-kelok di dalam lamina propia. Kadang-kadang ditemukan nodulus lymphaticus yang
menembus sampai tunica submucosa. Tunica muscularis dengan lapisan circular sangat tebal membentuk
sphincter

2. BIOKIMIA SALURAN PENCERNAAN

Karbohidrat

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida


(maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada
tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan
pati/starch (gula tumbuhan).

Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (amilase) yang
dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini bekerja di mulut
sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung.
Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen
usus halus sekitar 15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara
mengkatalisis ikatan glikosida (14) dan menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida.

Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali
dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, -dekstrinase)
yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil
pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu monosakarida, terutama glukosa.

Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan fruktosa. Glukosa dan
galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi aktif sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa
dibawa masuk dari lumen ke interior sel dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan
oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi melalui protein pengangkut SGLT-1. Setelah
dikumpulkan di dalam sel oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar dari sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel
melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan pengangkut GLUT-5.

Lemak

Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya berbentuk trigliserida (bentuk lain
adalah kolesterol ester dan fosfolipid). Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase yang dihasilkan oleh sel
eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke lumen usus halus dan
menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase
pankreas, juga diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh kelenjar lingual dan enterosit, namun lipase yang
dihasilkan oleh bagian ini hanya mencerna sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna.

Untuk memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka proses tersebut dibantu oleh garam
empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati). Garam empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah
globulus-globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil (proses emulsifikasi). Pada emulsi
tersebut, lemak akan terperangkap di dalam molekul hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul
hidrofilik garam empedu berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut dalam air sehingga
lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.

Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan asam lemak yang dihasilkan
akan diangkut ke permukaan sel dengan bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol
dan lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar (permukaan). Monogliserida dan asam
lemak akan terperangkap di dalam misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah itu,
monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam sel dan disintesis kembali membentuk
trigliserida. Trigliserida yang dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron yang
larut dalam air. Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke cairan interstisium di dalam vilus dan
masuk ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk selanjutnya dibawa ke duktus torasikus dan memasuki
sistem sirkulasi.

Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan nontrigliserida seperti kolesterol
ester hidrolase (untuk mencerna kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna fosfolipase). Khusus
untuk asam lemak rantai pendek/sedang dapat langsung diserap ke vena porta hepatika tanpa harus
dikonversi (seperti trigliserida), hal ini disebabkan oleh sifatnya yang lebih larut dalam air dibandingkan
dengan trigliserida.

Protein

Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum lambung dan usus
halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis
protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat
baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada daging-dagingan). Selanjutnya, sel eksokrin
pankreas akan menghasilkan berbagai enzim, yaitu tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase yang
akan bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap enzim akan menyerang ikatan peptida yang berbeda dan
menghasilkan campuran asam amino dan rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan oleh protease
pankreas kebanyakan masih berupa fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam
amino.
Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan enzim aminopeptidase yang akan menghidrolisis
fragmen peptida menjadi asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil dari pencernaan ini adalah
asam amino dan beberapa peptida kecil.

Setelah dicerna, asam amino yang terbentuk akan diserap melalui transpor aktif sekunder (seperti
glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan pembawa lain dan
diuraikan menjadi konstituen asam aminonya oleh peptidase intrasel di sitosol enterosit. Setelah diserap,
asam-asam amino akan dibawa masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.

Garam dan air

Natrium dapat diserap secara pasif atau aktif di usus halus maupun di usus besar. Secara pasif Na +
dapat berdifusi di antara sel-sel epitel melalui taut erat yang bocor. Secara aktif, Na + menembus sel dengan
bantuan pompa Na+ bergantung ATPase. Pompa ini akan memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya
dan proses tersebut memerlukan energi. Setelah berada di dalam sel, Na + akan dipompa secara aktif ke ruang
lateral dan berdifusi ke dalam kapiler untuk selanjutnya diangkut menuju sistem sirkulasi. Perpindahan Na +
tersebut dapat mempengaruhi perpindahan zat-zat lain seperti Cl -, glukosa, dan asam amino, hal ini disebut
sebagai transpor aktif sekunder.

Penyerapan (perpindahan) Na+ akan menciptakan daerah dengan tekanan osmotik yang tinggi di
antara sel-sel. Dengan adanya tekanan osmotik yang tinggi ini, air (H 2O) akan masuk menembus sel menuju
ruang lateral (untuk menurunkan tekanan osmotik yang tinggi tersebut). Masuknya air mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga air tersebut akan didorong lagi ke ruang interior vilus untuk
selanjutnya diserap di kapiler darah.

Vitamin

Pada umumnya vitamin larut-air akan diserap bersama dengan air, dan vitamin larut-lemak akan
diangkut ke dalam misel dan diserap secara pasif bersama dengan produk akhir pencernaan lemak. Adapun
vitamin B12 bersifat unik, karena harus berikatan dengan faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel parietal
agar dapat diserap di ileum terminal.

Ion bikarbonat

Penyerapan ion bikarbonat agak sedikit berbeda dibandingkan dengan penyerapan zat-zat lainnya.
Ketika sodium (Na+) diserap oleh sel epitel, akan dilepaskan ion H + ke lumen usus. Ion H+ ini akan berikatan
dengan ion bikarbonat menjadi asam karbonat (H2CO3). Selanjutnya, asam karbonat ini akan terdisasosiasi
menjadi air dan karbon dioksida. Air akan diserap secara osmosis, sedangkan karbon dioksida akan diserap
ke kapiler darah dan dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Besi dan kalsium

Besi diserap sesuai dengan kebutuhan tubuh (tidak semua besi yang masuk akan diserap). Dari
lumen, besi akan dipindahkan ke sel epitel melalui transpor aktif, di mana besi Fe 2+ lebih mudah diserap
dibanding besi Fe3+. Dari epitel, besi kemungkinan akan diangkut ke kapiler darah oleh transferin atau
disimpan di sel dalam bentuk ferritin. Sedangkan penyerapan kalsium (Ca 2+) terjadi di duodenum, melalui
transpor aktif yang bergantung kepada pengaturan oleh hormon paratiroid dan vitamin D (vitamin D akan
menginduksi sintesis kalbindin, suatu protein pengikat kalsium intrasel). Penyerapan kalsium dapat
dihambat oleh asam fitat, yang terdapat dalam sereal.
Ion-ion lain

Potassium, magnesium, pospat dan ion lain diserap di mukosa intestinal. Ion monovalen lebih mudah
diserap dibandingkan dengan ion bivalen. Walaupun demikian, hanya sedikit ion bivalen yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia.

3. DISPEPSIA

Dispepsia merupakan istilah untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh /
begah.

Etiologi

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi
Helicobacter Pylori

Obat-obatan: NSAIDs, aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dll.

Penyakit pada hati, pankreas, sistem billier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik

Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner

Fungsional: tidak terdapat kelainan / gangguan struktural biokimia

4. ULKUS PEPTIKUM

DEFENISI

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus, lambung ataupun
duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke
bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan
ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi, ulkus peptik dapat ditemukan
pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,
dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung
merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari
banyak factor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptic.

ETIOLOGI DAN INSIDEN

Salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90% dari ulkus duodenum ialah adanya
reaksi inflamasi kronik akibat invasi dari Helicobacter Pylori yang mana paling banyak membentuk koloni
di sekitar antrum pylori. Sistem imun tidak dapat mengatasi infeksi ini, meskipun telah terbentuk antibody.
Keadaan inilah yang menyebabkan bakteri dapat menyebabkan gastritis kronik yang aktif oleh karena
teradinya gangguan regulasi gastrin dari bagian lambung yang terinfeksi Sekresi gastrin dapat menurun yang
menyebabkan keadaan hipo- maupun achlorida, dapat juga menjadi meningkat. Gastrin dapat menstimulasi
produksi dari asam lambung oleh sel parietal. Helicobacter akan terancam dengan peningkatan asam
lambung ini. Peningkatan kadar asam lambung mempunyai kontribusi besar terhadap erosi dari mukosa
yang dapat berkembang menjadi formasi ulkus.

Penyebab utama yang lain ialah NSAID. Lambung melindungi diri dari asam lambung dengan adanya
lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh prostaglandin. NSAID memblokade
fungsi dari cyclooxygenase 1 (cox-1), yang sangat penting dalam produksi prostaglandin. Anti inflamasi
selektif cox-2 seperti celecoxibe dan rofecoxibe kurang mempunyai peranan penting terhadap keadaan ulkus
pada mukosa lambung. Meningkatnya angka kejadian helicobacter pylori penyebab ulkus di dunia Barat
seiring dengan bertambahnya terapi medis, terutama meningkatnya penggunaan NSAID pada pasien
Arthritis. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya angka harapan hidup warga di Barat.

Insidensi ulkus duodenum telah jauh berkurang sejak 30 tahun yang lalu, meskipun angka kejadian
ulkus gaster meningkat sedikit oleh karena penggunaan secara luas dari NSAID. Turunnya angka kejadian
ini disadari sebagai suatu fenomena kohort independen terhadap kemajuan terapi penyakit. Fenomena kohort
mungkin dapat menjelaskan keadaan meningkatnya taraf hidup masyarakat seiring dengan menurunnya
angka kejadian infeksi dari Helicobacter Pylori.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara merokok dan formasi ulkus, namun
di penelitian lain mengatakan sebaliknya. Dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan makanan yang
merangsang seperti makanan pedas serta golongan darah tertentu bersifat ulserogenosa, hipotesis ini
bertahan hingga akhir abad ke-20 tapi telah terbantahkan terhadap proses terjadinya ulkus peptic. Suatu
hipotesa yang hampir mirip yaitu konsumsi dari alcohol yang disertai dengan infeksi dari Helicobacter
Pylori, keduanya harus saling bersamaaan, tak bias berdiri sendiri.

Gastrinomas atau Zollinger Ellison Syndrome ialah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
produksi hormone gastrin. Gastrin bekerja di sel parietal lambung untuk sekresi ion hydrogen di lumen
lambung. Bila hormone gastrin terus meningkat dapat menyebabkan hyperplasia sel parietal. Ion hydrogen
akan berikatan secara bebas dengan ion clorida membentuk asam klorida. Akumulasi asam klorida yang
terjadi secara terus-menerus memudahkan terjadinya ulkus di mukosa lambung.

Para peneliti juga terus melihat stres sebagai penyebab yang mungkin, atau setidaknya komplikasi,
dalam perkembangan ulkus. Ada perdebatan mengenai apakah stres psikologis dapat mempengaruhi
perkembangan ulkus gaster. Luka bakar dan trauma kepala, dari beberapa penelitian mengatakan kedua hal
ini dapat menyebabkan ulkus stres fisiologis, yang dilaporkan pada banyak pasien yang mengalami
gangguan ventilasi.

Sebuah pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Academy of Behavioral Medicine Research
menyimpulkan bahwa ulkus tidak murni sebuah penyakit infeksi dan gangguan fisiologis dalam lambung,
namun faktor-faktor psikologis juga memainkan peran penting. Para peneliti kini sedang mempelajari
bagaimana stres dapat mempromosikan infeksi H. pylori. Mereka menyimpulkan, Helicobacter pylori
tumbuh subur di lingkungan asam, dan keadaan stres dapat menyebabkan produksi asam lambung berlebih.
Hasill penelitian ini didukung oleh sebuah penelitian lain pada tikus yang menunjukkan bahwa stress yang
timbul akibat perendaman dalam jangka panjang dan infeksi Helicobacter pylori secara independen terkait
dengan pengembangan tukak lambung.

Sebuah studi pasien ulkus peptikum di sebuah rumah sakit Thailand menunjukkan bahwa stres kronis
itu sangat terkait dengan peningkatan risiko tukak lambung, dan kombinasi dari stres kronis dan waktu
makan yang tidak teratur adalah faktor risiko yang signifikan.

PATOGENESIS
Bagan: Patogenesa Peptic Ulcer Disease

GEJALA KLINIS

Gejala klinik yang dapat ditemukan pada penderita ulkus peptikum:

Heartburn yang terkait dengan waktu makan dan pola makan


Perut kembung dan sering merasa kenyang
Produksi air liur yang berlebih untuk mengatasi produksi asam yang berlebih
Mual dan muntah
Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan
Hematemesis yang dapat terjadi akibat ulkus yang menyebabkan perdarahan atau karena rangsangan
mukosa akibat muntah yang terjadi terus-menerus
Melena, kotoran berbau busuk karena kotoran teroksidasi dengan asam lambung
Peritonitis bila terjadi perforasi gaster ataupun duodenum

Asam lambung terbukti berperan dalam timbulnya ulkus. Pada ulkus duodenum sering ditemukan
hiperasiditas, namun pada ulkus lambung jumlah asam lambung normal ataubahkan sedikitjumlah asam
lambung. Ini disebabkan oleh keseimbangan antara faktor agresif dan defensif.

Faktor agresif meliputi:


1. Faktor internal: asam lambung dan enzim pepsin.
2. Faktor eksternal: bahan iritan dari luar, infeksi bakteri H. Pylori.

Faktor defensif, meliputi:


1. Lapisan mukosa yang utuh
2. Regenerasi mukosa yang baik
3. Lapisan mukus yang melapisi lambung.
4. Sekresi bikarbonat oleh sel-sel lambung
5. Aliran darah mukosa yang adekuat
6. Prostaglandin

Terjadinya suatu peradangan diduga disebabkan oleh:


1. Meningkatnya faktor agresif
2. Menurunnya faktor defensif
3. Gabungan kedua faktor diatas yang terjadi bersamaan
Gambar: Patofisiologi ulkus gaster akibat infeksi Helycobacter Pylori
1. Faktor agresif
Asam lambung sudah sejak dahulu dikenal sebagai faktor agresif yang utama karena sifat asamnya.
Asam lambung selain bersifat anti bakteri, sifat yang sebenarnya kita butuhkan untujk mensteerilkan suasan
makanan yang kita makan, juga bersifat merusak (destruktif). Selain itu peranan enzim pepsin juga penting.
Sesui dengan fungsinya yakni mencerna protein, maka mukosa saluan cerna yang mengandung protein juga
dicerna. Oleh karena itu, enzim ini bisa mencerna tidak hanya protein dari makanan yang kita makan, tetapi
juga mulosa saluran cerna itu sendiri, sehingga terjadi kerusakan mukos yang verfungsi melindumgi sel di
bawahnya. Proses ini disebut autodigestion.

Faktor lain yang dapat meningkatkan faktor agresif adalah faktor eksternal missalnya zat korosif atau
infeksi kuman Helicobacter pylori. Zat korosif yang sering masuk adalah makanan yang asam pedas, obat-
obatan tertentu (NSAID, anti inflamasi non steroid).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi asam lambung:


a. zat-zat kimiawi (gastrin, histamin)
b. sistem neuro-hormonal (nervus vagus)

Gastrin
Gastrin mrupakan hormon polipeptida yang merupakan salah satu pengtur sekresi sam
lambung.gasterin yang dihasilkan oleh sel G di mukosa lambung dibawa melalui aliran darah ke sel parietal.
Kemudian gastrin merangsang sekresi asam lambung. Produksi dan pelepasan gastrin dirangsang melalui
sistem saraf otonom yakni nervus vagus, jadi sekresi asam lambung juga dirangsang oleh sistem saraf
otonom melalui nervus vagus, yang bersifat kolinergik.

Histamin
Histamin banyak terdapat di lapisan mukosa lambung di sel mast. Pasa manusia terdapat beberpa tipe
reseptor histamin yang masing-masing berbeda lokasi dan reaksinya terhadap histamin, yaitu:
a. Reseptor H-1
Banyak terdapat di pembuluh darah dan otot polos. Perangsangan reseptor ini meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, dan dilatasi (pelebaran). Efek inisering disertai rasa sakit, panas, dan gatal.
Obat-obatan yang meghambat reseptor H-1 dikenal sebagai antihistamin yang umum, antara lain:
chlorfeniramin maleat, difenhidramin, siproheptadin, mebhidrolin nafadisilat dan lain-lain yang
menyebabkan sedasi. Kelompok yang tidak menyebabkan kantuk misalanya: terfenadin, astemizol,
fexofenadin, dan cetrizine dosis rendah.
b. Reseptor H-2
Histamin pada reseptor H-2 lambung erangsang produksi asam lambung. Obat yang menghambat
reepto H-2 ini disebut antagonis H-2 seperti, simetidin, ranitidin, dan famotidin. Pada ulkus duodenum,
faktor agresif lebih berperan dalam proses patogenesisnya. Penderita ulkus duodenum biasanya mensekresi
asam lambung lebih banyak daripada orang normal.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa derajat keasaman isi lambung dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
Jumlah sekresi asam lambung. Makin banyak, makin asam.
Jumlah makanan yang masuk dan sifatnya. Makanan yang tidak bersifat asam mengurangi suasana
asam di lambung.
Motilitas lambung. Makin cepat pengosongan, makin kurang asam lambung.

2. FAKTOR DEFENSIF
Kontinuitas lapisan mukosa/regenerasi mukosa
kontinuitas jaringan ini dipengaruhi berbagai hal yaitu: regenerasi sel mukosa, nutrisi umum, dll.
Regenerasi normal sel-sel mukosa lambung terjdi dalam 1-2 hari. Jika regenerasi sel ini terganggu,
pertahanan lambung juga terganggu.
Lapisan Mukus Lambung
Lapisan mukus merupakan suatu faktor yang penting dalam proses melindungi mukosa karena:
a. mukus terdiri atas glikoprotein, merupakan suatu jel yang kental dan lengket
b. bekerja sebagai pelumas sehingga dapat melindungi terhadap bahan yang keras dan tajam yang
lewat di atasnya
c. Mencegah difusi balik ion H+, mencegah difusi balik pepsin karena ion H+ dicegah masuk
kembali. Aktivasi pepsinogen yang ada di mukosa dicegah, sehingga pembentukan pepsin
dicegah dan tidak terjadi perusakan mukosa.
Bikarbonat
Sekresi bikarbonat dipengaruhi oleh sel-sel epitel sangat sedikit. Akan tetapi, bikarbonat yang sedikit
tersebut ditahan oleh membran sel epitel dan mukus. Dengan demikian, bikarbonat tersebut dapat
menetralisasi ion H+ yang mungkin masuk menembus mukus.
Aliran Darah Lambung
Sirkulasi darah dalam mukosa harus mencukupi untuk menjamin nutrisi (O 2 dan glukosa). Aliran
darah juga menyingkirkan asam yang terlalu banyak di dalam sel.
Prostaglandin
Zat ini banyak terdapat di mukosa lambung. Prostaglandin, terutama prostaglandin E, mempunyai
beberapa peranan dalam menjaga faktor defensif, yaitu merangsang terbentuknya mukus, ion
bikarbonat, menjaga aliran darah yang cukup, dan regenerasi sel-sel mukosa. Efek prostaglandin ini
juga didapat dengan pemberian analog prostaglandin. Pembentukan prostaglandin dihambat oleh
obat analgesik dan anti-inflamasi.

Pada ulkus lambung, penurunan faktor defensif lebih banyak berperan dalam patogenesis, berbeda
dengan ulkus duodenum, dimana faktor agresif yang berlebihan.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung
dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat
melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan
laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang
menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan
sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang
timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan
histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang
mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

Gambar: Penampakan ulkus gaster pada


Barium enema X-Ray

Gambar: Tampak Ulkus pada mukosa


lambung pada pemeriksaan endoskopi
DIAGNOSIS BANDING
1. GERD
2. Gastritis
3. Kanker Lambung
4. Infark Miokard akut
PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan adalah:
1. Menyembuhkan ulkus
2. Menghilangkan rasa nyeri
3. Mencegah kekambuhan

Prinsip Pengobatan adalah:


1. Menghilangkan/Mengurangi factor agresif
2. Meningkatkan factor defensive
3. Kombinasi keduanya

Pengobatan non medika mentosa:


1. Mengatur frekuensi makan
2. Jumlah makanan
3. Jenis makanan
4. Mengendalikan stress

Pengobatan medika mentosa:


1. Penetralisir asam lambung: antasida
2. Penghambat sekresi asam lambung: antihistamin-2, antikolinergik, pengha
3. Proton Pump Inhibitor
4. Obat protektor mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.
5. Antisecretory-cytoprotective agent: analog prostaglandin E, Ebrotidine.
6. Digestive enzyme
7. Obat prokinetik
8. Obat antiemetic
9. Antibiotik
10. Lain-lain: Antiansietas

a. Antasida
Antasida adalah obat yang bekerja lokal pada lambung untuk menetralkan asam lambung. Karena
antasida menetralkan asam lambung, maka pemberian antasida akan eningkatkan pH lambung sehingga
kemampuan proteolitik (penguraian protein) enzim pesin (yang aktif pada pH 2) serta sifat korosf asam
dapat dimnimalkan. Peningkatan pH lebih dari 5 dapat menmbulkan efek acid rebound. Acid rebound adalah
hipersekresi dari asam lambung untuk mempertahankan pH lambung yang normal (3 - 4). Dilihat dari sudut
efek yang merusak dari asam dan pepsin maka pencapaian pH yang ideal adalah pH 5 dimana kapasitas
proteolitik pepsin dapat dihilangkan dan efek korosif dari asam dapat diminimalkan.
Ada bermacam-macam antasida yang beredar di pasaran, baik jenis dan merk dagang. Antasid
merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan asam secara kimiawi misalnya kalsium karbonat,
alumunium hidroksida, magnesium hidroksida dalam kombinasi.
Indikasi Antasida adalah pengobatan simptomatik nyeri epigastrum, nyeri lambung dan rasa kembung
yang menyertai hipersiditas lambung, gastritis, ulkus lambung dan ulkus duodenum.
Antasida diberikan bersama simetidin atau tetrasiklin oral dapat mempengaruhi penyerapan obat-obat
tersebut. Karena itu diberikan dengan interval 2 jam. Antasida sampai sekarang masih tetap digunakan
secara luas dalam kombinasi dengan obat-obat antiulkus karena memberikan pengurangan rasa nyeri di ulu
hati dengan cepat dan efektif walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat diatasi dengan meningkatkan pH isi
lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah dapat dicapai dengan pemberian antasida, tetapi untuk
menyembuhkan ulkus diperlukan pemberian antasida yang sering dengan dosis yang mencukupi.
Pemberian dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan pH yang tinggi disertai acid rebound yang
akan menurunkan pH kembali, sehingga diperlukan pemberian antasida dengan interval yang makin pendek
(makin sering) agar pH tetap tinggi secara kontinyu. Dikenal 2 regimen dosis yaitu:
a. Pengobatan antasida yang intensif
Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1 dan 3 jam setelah makan
dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali pemberian).

b. Pengobatan antasida yang tidak intensif


Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk keperluan ini antasida
cukup diminum sesuai kebutuhan. Makanan dan minuman juga mempunyai kemmpuan untuk
menetralkan asam lambung, sehingga dikenal istilah pain food reliefe, tetapi netralusasi ini hanya
bersifat sementara, oleh karena 1 jam kemudian sekresi asam mencapai puncaknya. Karena itu rasa
nyeri akan timbul kembali, biasanya mulai kurang lebih 90 menit setelah makan. Adanya makanan
akan memperlambat pengosongan lambung sehing daya kerja antasida lebih panjang, yaitu sekitar 2
jam.
Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 - 40 menit, karena antasida dengan
cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah makan sekresi asam lambung mencapai maksimal,
karena itu pemberian antasida yang tepat adalah 1 jam sesudah makan dan daya kerja antasida akan
bertahan lebih lama karena makanan akan memperlambat pengosongan lambung. Antasida diberikan
lagi 3 jam sesudah makan dengan maksud untuk memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1 jam
lagi.
Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau terjadi perdarahan, dianjurkan
pemberian antasida tiap jam. Antsida adakalanya diberikan sebelum tidur maksudnya untuk
menetralkan asam lambung yang disekresi pada malam hari. Tetapi daya kerja ini terbatas karena
lambung dalam keadaaan kosong sehingga untuk menghilangkan nyeri pada malam hari sebaiknya
digunakan obat antisekresi asam.

b. Penyekat Reseptor H-2


Sering disebut juga sebagai antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat spesifik, hanya menghambat
reseptor H-2 saja yang terdapat dalam jumlah banyak di mukosa lambung. Penyekat reseptor H-2 bekerja
dengan menurunkan sekresi asam lambu ng dalam waktu yang lebih lama daripada efek antasida, sehingga
lebih efektif. Contohnya simetidin, ranitidin, famotodin, dan nizatidin.
Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara bersaing dengan histamin.
Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan reseptor tersebut karena mempunyai rumus bangun yang mirip
dengan histamin. Histamin, gastrin, dan asetilkolin terdapat di sel parietal lambung. Apabila histamin
berikatan dengan reseptornya, akan terbentuk siklik AMP (adenosin monofosfat) dan akan menjadi aktif.
Sedangkan jika gastrin dan asetilkolin yang berikatan dengan reseptornya masing-masing akan
menyebabkan peningkatan kadar kalsium intrasel, yang selanjutnya diperantarakan histamin dan reseptor
H-2. Peningkatan siklik AMP maupun kadar kalsium akan mengaktifkan pompa proton dari sel parietal.
Pompa proton merupakan suatu enzim H-K-ATPase yang memecahkan zat kimia pembawa energi yakni
ATP sehingga memberikan energi yang diperlukan untuk mengaktifkan pemompaan ion keluar masuk sel
parietal. Pompa proton akan secara aktif mengeluarkan ion H+ dari dalam sel ke kanalikuli dan menukarnya
dengan ion K+ dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar lagi dari sel parietal bersama-sama ion Cl-. Ion Cl- yang
dikeluarkan ini kemudian akan berikatan dengan ion H+ di kanlikuli membentuk asam lambung. Bila
reseptor histamin H-2 telah diikat oleh penyekat reseptor H-2, maka proses seperti diatas tidak terjadi dan
asam lambung tidak akan terbentuk.

c. Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sel parietal sehingga menghambat sekresi
asam lambung. Contohnya pirenzepine. Pirenzepin pada dosis yang cukup tinggi juga mempengaruhi
reseptor asetilkolin tipe lain sehingga dapat menyebabkan efek samping antikolinergik klasik seperti mulut
kering, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan miksi.Indikasi utama adalah
untuk ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga diindikasikan pada dispepsia karena efek antispasmodik
pada motilitas lambung (menurunkan motilitas lambung). Dosisi pirenzepin yang direkomendasikan adalah
1 tablet 50mg, 2 kali sehari sebelum makan. Obat antikolinergik lain misalnya atropin dan skopolamin butil
bromida tidak efektif menekan sekresi asam lambung.
d. Proton Pump Inhibitor
Proton Pump Inhibitor juga disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena memang menghambat kerja enzim
H-K-ATPase. Obat ini baru ditemukan tahun 80-an dan terbukti jauh lebih kuat hambatannya terhadap
sekresi asam lambung dibanding bloker H-2. waktu kerjanya juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali
sehari. Contohnya omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.
Golongan obat ini yang pertama kali dipasarkan ialah omeprazole. Omeprazole merupakan suatu pro-
drug yang tidak aktif di tubuh sampai diaktifkan di sel parietal. Omeprazole merupakan basa lemah sehingga
akan terkonsemtrasi pada bagian-bagian yang asam. Selain rongga lambung, pada tubuh satu-satunya tempat
dimana terdapat keasaman adalah kanalikuli sekretori sel parietal. PPI menghambat sekresi asam pada tahap
akhir yaitu di pompa proton.
Pada kanalikuli sekretori di sekitar pompa proton, omeprazole akan menarik proton (ion H+) dan
dengan cepat berubah menjadi sulfonamid tiofilik atau asam sulfenat, yang merupakan penghambat pompa
proton aktif. Sulfonamid akan bereaksi cepat dengan pompa proton dan menghambatnya secara efektif yaitu
menghambat sekresi asam sebanyak 95 % selama 24 jam. Untuk menghindari pemecahan omeprazole dalam
rongga lambung yang asam, adalah formulasi oralnya mengandung granul selaput enterik yang tahan asam.
Jadi omeprazole menghambat sekresi asam pada tahap akhir mekanisme sekresi asam yaitu di pompa
proton. Sifat omeprazole yang lipofilik sehingga mudah menembus membran sel parietal tempat sel
dihasilkan. Omeprazole hanya aktif dalam lingkungan asam dan tidak aktif pada pH fisiologis, sehingga
tidak menghambat pompa proton di tempat lain. Hal ini membuat omeprazole aman karen hanya
menghambat pompa proton di sel parietal lambung. Dengan menghambat produksi asam pada tahap ini,
berarti omeprazole mengontrol sekresi asam tanpa terpengaruh rangsangan lain (histamin, asetilkolin).

e. Mucosal protecting agent


Prinsip dari obat-obatan ini adalah melindungi mukosa lambung, baik secara langsung maupun tidak.
Obat yang melindungi secara langsung itu terjadi karena obat tersebut membentuk suatu gel yang melekat
erat pada mukosa lambung. Berbeda dengan antasida, obat ini melindumgi mukosa dan dapat melekat erat di
mukosa lambung, maka obat ini harus diberikan dalam keadaan perut kosong. Contohnya sukralfat dan
bismuth. Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung melindungi mukosa adalah analog prostaglandin yaitu
misoprostol.

f. Cytoprotective Agent (Setraksat)


Cytoprotective Agent merupakan golongan sitoprotektif karena meningkatkan mekanisme pertahanan
lambung dan duodenum. Peningkatan ketahanan mukosa ini disebabkan oleh peningkatan mikrosirkulasi.
Peningkatan aliran darah mukosa lambung menyebabkan peningkatan produksi mukus, produksi PgE, dan
perbaikan sawar mukosa. Dengan meningkatnya mikrosirkulasi, berarti suplai glukosa, oksigen dan zat-zat
makanan semakin meningkat sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel epitel mukosa semakin baik. Efek
utamanya adalah meningkatkan aliran darah mukosa lambung dan duodenum sehingga meningkatkan
regenerasi epitel mukosa dan produksi mukus dan menghambat difusi balik ion hidrogen serta konversi
pepsinogen menjadi pepsin di membran mukosa. Jadi dengan meningkatkan resistensi mukosa, setraksat
mempercepat penyembuhan ulkus peptikum dan memperpendek lama pengobatan.

g. Site Protective Agent (Sukralfat)


Sukralfat adalah kompleks alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi kental dan lengket dalam
lingkungan asam serta melekat erat ke protein di kawah ulkus. Sukralfat melindungi ulkus dari erosi lebih
lanjut dan menghambat kerja agresif pepsin dan empedu di tempat ulkus.

h. Tripotasium Dicitrato Bimustat (Colloidal Bismuth Subcitrate)


Pada pH asam, CBS akan membentuk endapan bismut oksiklorida dan bismut sitrat yang melekat
terutama pada tempat ulkus. Obat ini mempunyai efek membentuk barrier terhadap asam dan pepsin namun
tidak mempunyai efek menetralkan asam. In-vitro obat ini juga dilaporkan mempunyai efek bakteriostatik
terhadap kuman Helicobacter pylori. Biasanya dikombinasi dengan metronidazol dan amoksisilin atau
tetrasiklin (triple therapy).

i. Analog Prostaglandin E
Substansi ini terdapat secara alamiah dalam tubuh dan diketahui berperan di lambung. Derivat pertama
yang dipasarkan adalah Misoprostol. Misoprostol pertama kali dipasarkan di meksiko tahun 1985. obat ini
telah memsuki pasar dunia tetapi gagal baik klinis maupun komersial, karena itu diposisikan kembali untuk
pengobatan ulkus yang disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), kemudian
untuk pencegahan ulkus pada penderita yang menggunakan AINS. Obat ini dikembangkan untuk
memperkuat pertahanan mukosa.

j. Antibiotika
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman Helicobacter pylori dengan
gastritis kronik, ulkus duodenum dan kanker lambung. Ada banyak antibiotika yang secara in vitro sensitif
terhadap kuman ini. Tapi banyak yang kurang berhasil karena banyak antibiotika yang tidak aktif dalam
suasana asam. Sedangkan kuman Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana asam. Oleh karena itu,
antibiotika seperti amoksisilin harus dikombinasikan dengan obat penekan sekresi asam lambung yang kuat.
Pengobatan ideal untuk membasmi kuman ini belum ditetapkan.
Hasil konsensus asia pasifik tahun 1997 mengeluarkan pedoman eradikasi Helicobacter pylori dengan
triple therapy yang terdiri dari:

1. PPI dosis standar 2 kali sehari


Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari
2. PPI dosis standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Metronidazol 400 mg 2 kali sehari

Semua obat diatas diberikan selama 7 hari. Regimen ini memberikan efektifitas sekitar 90%. Namun
lebih dari 30% penderita mengalami efek samping dengan pengobatan ini, sebagian besar berupa efek
samping ringan. Suatu alternatif lain yan diberikan selama 2 minggu (efektifitas 80%) ialah:
Omeprazole 40 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 500 mg 4 kali sehari

k. Obat-obat Lain
Ada beberapa obat yang juga bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti obat antiansietas seperti
Diazepam dan Cholordiazepoxide. Dasarnya adalah untuk mengurangi stres, sehingga mengurangi juga
pembentukan asam lambung.

l. Obat prokinetik (Metoklopropamid dan Domperidone)


a. Metoklopropamid
Metoklopropamid adalah obat yang bekerja melalui susunan saraf pusat untuk merangsang
motilitas lambung. Metoklopropamid mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan
sfingter esofagus bawah. Kedua sifat ini membantu mengurangi refluks (pengaliran kembali) asam
lambung ke esofagus. Indikasi utama adalah heartburn (rasa panas menusuk di ulu hati dan dada),
dispepsia dan mual/muntah selama pengobatan dengan kemoterapi. Efek samping dihubungkan dengan
efeknya terhadap susunan saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan, pusing dan lesu. Diare juga merupakan
masalah pada beberapa penderita dan merupakan akibat dari peningkatan motilitas lambung.

b. Domperidone
Digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran cerna bagian atas. Penggunaan utama adalah
mengontrol rasa mual dan muntah tanpa melihat penyebabnya. Domperidone meningkatkan motilitas
lambung dengan menghambat reseptor dopamin di dinding lambung.

KOMPLIKASI
Ulkus yang telah berlangsung lama akan menimbulkan komplikasi dan harus segera dilakukan tindakan
pembedahan. Komplikasi ulkus peptikum harus ditanamkan dalam pikiran kita, beberapa di antaranya:
1. Intraktibilitas
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti bahwa terapi medic
telah gagal mengatasi gejala-gejala secar adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri,
kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak
mampu mengikuti cara pengobatan.
2. Perforasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas
sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum. Tukak biasanya pada dinding anterior duodenum atau
lambung, karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum.
3. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau jaringan parut,
terjadi pada sekitar 5% dari penderita ulkus peptikum.Obstruksi lebih sering timbul pada penderita
ulkus duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat dengan sfingter
pylorus.
4. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, setidaknya ditemukan
pada 25% kasus selama perjalanan penyakit. Tempat yang paling sering mengalami perdarahan
adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria
pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
5. Keganasan
Untuk menegakkan adanya suatu keganasan diperlukan pemeriksaan biopsy sitologi jaringan.

5. POLA MAKAN DALAM ISLAM


Jika kita mengamati pola makan Rasulullah SAW, maka kita akan dapati bahwa beliau mengumpulkan beberapa
aspek diantaranya aspek faidah, kenikmatan dan penjagaan terhadap kesehatan. Seperti yang ditetapkan oleh ilmu kedokteran
baik dulu maupun sekarang, bahwa mengkonsumsi makanan secara berlebihan akan mengakibatkan berbagai penyakit, dan
beliau tidak pernah makan hingga kekenyangan. Beliau bersabda:

Cukuplah bagi manusia untuk mengkonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya)

Akan tetapi manusia secara tabiat enggan untuk mengkonsumsi makan dengan pola ini dan mungkin kebanyakan
kita tidak mampu untuk melakukannya, jika demikian keadaannya maka diperbolehkan makan tapi hendaknya jangan
melebihi sepertiga dari perut kita, sebagaimana sabda beliau:

Jika tidak bisa demikian, maka hendaknya ia memenuhi sepertiga lambungnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman
dan sepertiga untuk bernafas

Ibnul Qayyim rahimahullah membagi tingkat makanan menjadi tiga tingkatan:


1. Tingkat kebutuhan: seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW
2. Tingkat cukup: yaitu mengisi sepertiga perutnya untuk untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan
sepertiga untuk bernafas, danhikmah dibalik itu dikarenakan perut kita mempunyai kapasitas yangsangat tebatas
dan jika semuanya dipenuhi dengan makanan makamaka tidak ada tempat lagi untuk minum dan sulit
bernafas
3. Tingkat berlebihan: tingkat ini bisa membahayakan dirinya tanpa ia sadari

Berikut ini beberapa tata cara dan adab makan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW:
1. Membaca basmallah sebelum makan
2. Duduk dengan baik tegap dan tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung sehingga makanan akan turun
dengan sempurna. Dan Rasulullah SAW telah melarang kita untuk makan sambil bersandar. Beliau bersabda:
Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar
3. Mencuci tangan sebelum makan
4. Menggunakan tangan kanan
5. Bersikap sederhana dan tidak berlebih-lebihan ketika makan
6. Memulai makan dari yang dekat dan tidak memenuhi mulut dengan makanan yang banyak
7. Tidak banyak bicara ketika sedang makan
8. Disunnahkan untuk makan secara berjamaah dan tidak berpencar sendiri-sendiri, karena jamaah akan mempererat
persaudaraan dan menyebabkan turunnya barokah pada makanan kita
9. Ketika makan berjamaah dalam suatu tempat makan jangan mengembalikan apa yang tersisa ditangan ke tempat
makan, akan tetapi ambilah suapan yang sedikit hingga tidak bersisa
10. Tidak mengeluarkan suara keras ketika mengunyah makanan, karena hal itu mengganggu orang lain
11. Jangan melihat-lihat orang yang sedang makan, karena hal itu akan mengganggu perasaan merekaa dan mengurangi
selera makan
12. Tidak menyisakan makanan di piring, bahkan kita dianjurkan untuk membersihkan tangan dan jari-jari kita dengan
mulut ketika selesai makan dan jika ada makanan yang jatuh supaya dipungut dan dibersihkan kemudian dimakan
13. Membaca hamdalah dan doa setelah makan
14. Mencuci tangan setelah makan

Anda mungkin juga menyukai