Anda di halaman 1dari 17

ANEMIA PADA IBU HAMIL

A. Kehamilan
Kehamilan secara alami dapat terjadi dengan terpenuhinya beberapa

persyaratan mutlak, antara lain : sperma suami yang normal, mulut rahim

dan rongga rahim yang normal, saluran telur (tubafallopi) yang intak

(bebas dan tidak buntu), indung telur (ovarium) normal, serta pertemuan

sel sperma dan sel telur (ovum) pada saat yang tepat (masa subur)

(Prasetyadi, Frans.O.H, 2012 : 19).


Fertilisasi merupakan proses terjadinya pembuahan yaitu saat sel

sperma dan sel telur bertemu. Proses ini adalah salah satu proses biologis

yang sangat penting, diawali dengan pelepasan sel telur (ovulasi) oleh

indung telur pada puncak masa subur. Pembuahan dapat terjadi dalam

waktu beberapa jam setelah ovulasi, proses ini terjadi di saluran telur

(Prasetyadi, Frans.O.H, 2012 : 20).


Tiga pembagian waktu kehamilan yaitu trimester pertama apabila

kehamilan masih berumur 0-12 minggu. Trimester kedua, apabila umur

kehamilan lebih dari 12-28 minggu, serta trimester ketiga apabila umur

kehamilan lebih dari 28-40 minggu (Siswosuharjo, Suwignyo, dkk, 2010 :

43).

B. Anemia Pada Ibu Hamil


1. Definisi Anemia Pada ibu Hamil

Menurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana kadar

hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang

bersangkutan (Tarwoto, dkk, 2007 : 30).


Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar

hemoglobin dibawah nilai normal. Pada penderita anemia lebih sering

disebut dengan kurang darah, kadar sel darah merah dibawah nilai normal

(Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114).

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah

dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu

memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan

(Tarwoto, dkk, 2007 : 30).

Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya kurang dari

11gr%. Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh terhadap

keselamatan dirinya, tetapi juga pada janin yang dikandungnya (Wibisono,

Hermawan, dkk, 2009 : 101).

Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah

kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia

pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan, jika tidak mengalami

anemia pada saat kunjungan pertama, masih mungkin terjadi anemia

pada kehamilan lanjutannya (Proverawati, 2011 : 129).

Anemia juga disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang

mengandung zat besi atau adanya gangguan penyerapan zat besi dalam

tubuh (Wibisono, Hermawan, dkk, 2009 : 101).

2. Tanda dan gejala anemia pada Ibu Hamil


Bila kadar Hb < 7gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas.

Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu

hamil berdasarkan kriteria WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu:


a. Normal > 11gr%
b. Ringan 8-11gr%
c. Berat <8gr%
(Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114)
Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah,

pucat dan mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas

normal (Feryanto, Achmad, 2011 : 37).

Menurut Proverawati (2011) banyak gejala anemia selama

kehamilan, meliputi:

a. Merasa lelah atau lemah


b. Kulit pucat progresif
c. Denyut jantung cepat
d. Sesak napas
e. Konsentrasi terganggu

3. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil


Menurut Tarwoto,dkk, (2007:13) penyebab anemia secara umum

adalah:
a. Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor

kemiskinan.
b. Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.
c. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang

banyak, perdarahan akibat luka.


Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah

kekuangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan

komponen pembentuk Hb. Oleh karena itu disebut Anemia Gizi Besi.
Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi

kebutuhan.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
(Feryanto, Achmad, 2011 : 37-38)
4. Patofisiologi Anemia Pada Ibu Hamil
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah

karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta

dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% pada

trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada pada bulan ke-9,


menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah

partus (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 115).


5. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
Klasifikasi Anemia Dalam kehamilan menurut Tarwoto,dkk, (2007 :

42-56) adalah sebagai berikut:


a. Anemia Defesiensi Besi
Anemia defesiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak didunia, yang

disebabkan oleh suplai besi kurang dalam tubuh.

b. Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat.
c. Anemia Aplastik
Terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel

darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel yang

mengakibatkan anemia.
d. Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik disebabkan karena terjadi peningkatan hemolisis dari

eritrosit, sehingga usianya lebih pendek.


e. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat dan pembesaran limpa

akibat molekul Hb.


6. Diagnosis Anemia pada kehamilan
Pemeriksaan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli,

yaitu membandingkan secara visual warna darah dengan alat standar.


a. Alat dan bahan
1. Lancet/jarum penusuk
2. Kapas alkohol dalam tempatnya
3. Bengkok
4. Kapas kering
5. Hb meter
6. Alat pengaduk
7. Aquadest
8. HCl 0,1 n
b. Prosedur kerja
1) Jelaskan prosedur yang dilakukan
2) Cuci tangan
3) Berikan HCl 0,1 n pada tabung Hb meter sebanyak 5 tetes
4) Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan

penusukan pada kapiler di jari tangan atau tungkai


5) Lakukan penusukan dengan lancet atau jarum pada daerah perifer

seperti jari tangan.


6) Setelah darah keluar, usap dengan kapas kering
7) Kemudian ambil darah dengan pengisap pipet sampai garis yang

ditentukan
8) Masukkan ke dalam tabung Hb meter dan encerkan dengan aquadest

hingga warna sesuai dengan pembanding Hb meter


9) Baca hasil tunggu 5 menit dengan g % ml darah
10) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
(Hidayat, A.Azis, dkk, 2005 : 269-271)
Setelah dilakukan pengukuran Hb menggunakan Hb Sahli, WHO

menetapkan 3 kategori anemia pada ibu hamil yaitu:


a. Normal > 11 gr%
b. Ringan 8-11 gr%
c. Berat < 8 gr%
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 114)

Departemen kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut:


a. Ringan sekali : Hb 11g/dl-batas normal
b. Ringan : Hb 8g/dl-<11g/dl
c. Sedang : Hb 5g/dl-<8g/dl
d. Berat : < 5g/dl
(Tarwoto, dkk, 2007 : 31)
7. Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil

Menurut WHO
Adapun kadar Hb menurut WHO pada perempuan dewasa dan ibu

hamil adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1
Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil Menurut
WHO
Hb Anemia
Jenis Kelamin Hb Normal Kurang Dari
(gr/dl)
13.5-18.5
Lahir (aterm) 13.5
Perempuan
dewasa tidak 12.0-15.0 12.0
hamil
Perempuan
dewasa hamil:
Trimester
Pertama : 0-12 11.0-14.0 11.0
minggu
Trimester Kedua :
10.5-14.5 10.5
13-28 minggu
Trimester ketiga :
11.0-14.0 11.0
29 aterm
(Tarwoto, 2007:64)

8. Faktor Resiko Anemia Dalam Kehamilan


Tubuh berada pada resiko tinggi untuk menjadi anemia selama

kehamilan jika:
a. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
b. Hamil dengan lebih dari satu anak
c. Sering mual dan muntah
d. Tidak mengkonsumsi cukup zat besi
e. Hamil saat masih remaja
f. Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi)
(Proverawati, Atikah, 2011 : 134)
9. Pengaruh Anemia Pada Kehamilan
Zat besi terutama sangat diperlukan di trimester tiga kehamilan.

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada trimester ketiga, karena

pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri

sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir (Sinsin, Lis, 2008 : 65 ).


Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia

juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh


tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil anemia

meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Resiko

kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah

dan angka kematian perinatal meningkat. Pengaruh anemia pada

kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya

gangguan kelangsungan kehamilan (Abortus, partus prematurus),

gangguan proses persalinan (atonia uteri, partus lama), gangguan pada

masa nifas (daya tahan terhadap infeksi dan stress, produksi ASI rendah)

dan gangguan pada janin (abortus, mikrosomia, BBLR, kematian perinatal)

(Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114-115).


10. Pencegahan Anemia Kehamilan
Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya

anemia jika sedang hamil. Makan makanan yang tinggi kandungan zat

besi (seperti sayuran berdaunan hijau, daging merah dan kacang tanah)

dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang

diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Pemberian vitamin untuk

memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat besi dan folat. Pastikan

tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap hari. Jika mengalami

anemia selama kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil

suplemen zat besi. Pastikan bahwa wanita hamil diperiksa pada kunjungan

pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia (Proverawati, Atikah, 2011

: 137).
11. Pengobatan Anemia Kehamilan
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet

mengandung 200 mg ferro sulfat dan 0,25 mg asam folat. Wanita yang

sedang hamil dan menyusui, kebutuhan zat besinya sangat tinggi

sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Minumlah 1


(satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1

(satu) tablet setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu)

tablet tambah darah paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40

hari setelah melahirkan.


Perawatan diarahkan untuk mengatasi anemia. Transfusi darah

biasanya dilakukan untuk setiap anemia jika gejala yang dialami cukup

parah (Proverawati, Atikah, 2011 : 136).

C. Taksiran Berat Badan Janin


1. Pengertian Janin
Masa Embrional, meliputi masa pertumbuhan intrauterin sampai usia

kehamilan 8 minggu, ketika ovum yang dibuahi mengadakan pembelahan

menjadi organ-organ yang hampir lengkap sampai terbentuk struktur

yang akan berkembang menjadi bentuk manusia. Misalnya sistem

sirkulasi, berlanjut terus sampai minggu ke-12. Masa fetal meliputi masa

pertumbuhan intrauterin antara usia kehamilan minggu ke 8-12 sampai

dengan minggu ke-40 (pada kehamilan normal/aterm), ketika organisme

yang telah memiliki struktur lengkap tersebut mengalami pertumbuhan

dan perkembangan yang pesat, sampai pada keadaan yang

memungkinkan untuk hidup dan berfungsi di dunia luar (Prasetyadi,

Frans.O.H, 2012 : 38).

Pengertian janin yaitu hasil dari konsepsi yang terjadi antara sel

sperma dan sel telur yang tumbuh dan berkembang dalam rahim seorang

wanita yang dimulai dari usia 0 s/d 36-40 minggu (Prasetyadi, Frans.O.H,

2012 : 40).

Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat

dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Jika ibu mengalami anemia selama


kehamilan maka berisiko untuk memiliki bayi lahir prematur atau berat

badan bayi lahir rendah (Kusmiyati, Yuni, dkk, 2008 : 38).

Pada bayi baru lahir, yang dikatakan berat badan normal yaitu

sekitar 2500-3500 gram apabila ditemukan berat badan kurang dari 2500

gram maka dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (Hidayat,

A.Azis, 2008 : 69).

Salah satu penyebab dari BBLR adalah anemia pada ibu hamil

karena kekurangan zat besi. Kebutuhan zat besi sekitar sekitar 1000 mg

selama hamil atau naik sekitar 200-300%. Perkiraan besarnya zat besi

yang perlu ditimbun selama hamil 1.040 mg. Dari jumlah itu, 200 mg zat

besi tertahan oleh tubuh ketika melahirkan dan 840 mg sisanya hilang.

Sebanyak 300 mg besi ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg untuk

pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah

dan 200 mg hilang ketika melahirkan. Kebutuhan zat besi pada trimester

pertama relatif lebih sedikit yaitu sekitar 0.8 mg per hari, tetapi pada

trimester dua dan trimester tiga meningkat menjadi 6.3 mg perhari

(Tarwoto, dkk, 2007 : 65).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pada Janin


Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan berat badan janin adalah:
a. Gizi Ibu
Gizi makanan ibu berpengaruh pada pertumbuhan janin. Pengaturan gizi yang baik akan

berpengaruh positif, sedangkan bila kurang baik maka pengaruhnya negatif. Pengaruh ini

tampak jelas pada bayi yang baru lahir dalam hal panjang dan besarnya. Panjang dan

besarnya bayi dalam keadaan normal bila gizi juga baik. Gizi yang berlebihan mengakibatkan

bayi terlalu panjang dan terlalu besar. Bayi yang terlalu panjang dan terlalu besar bisa

menyulitkan proses kelahiran. Sedangkan ibu yang kekurangan gizi, bayinya pendek, kecil,

dan kondisi kesehatannya kurang baik.


b. Aktifitas Fisik
Pada saat hamil ibu tetap perlu melakukan aktifitas fisik, Tetapi terbatas pada aktifitas

ringan. Aktifitas fisik yang berat bisa menyebabkan keguguran kandungan, apalagi bila

dilakukan pada bulan-bulan awal kehamilan. Aktifitas fisik yang berat bisa mengakibatkan

kelelahan, misalnya Ibu hamil yang bekerja terlalu berat disebabkan karena terlalu banyak

aktifitas yang cukup menyita energi dan konsentrasi, besarnya janin akan menyusut atau

berkembangnnya tidak baik. kelelahan dapat menurunkan nafsu makan. Jika nafsu makan

menurun, maka pasokan nutrisi bagi janin dapat terganggu. Perkembangan dan pertumbuhan

bayi yang ada dalam kandugan bisa terganggu dan tidak bisa berkembang sempurna.
c. Penyakit yang di Derita Ibu
Penyakit yang diderita ibu pada saat hamil bisa berakibat negatif kepada janin yang

dikandung. Akibat negatif yang bisa ditimbulkan adalah kematian pada saat di dalam

kandungan atau terbentuknya organ-organ tubuh jari yang tidak sempurna atau cacat.
Penyakit ibu yang bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin di dalam

kandungan antara lain : kolera, malaria, anemia dan lain-lain.

(http://rosy46nelli.wordpress.com/2009/11/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-

perkembangan-janin-dan-individu/)

3. Penentuan Taksiran Berat Badan Janin Berdasarkan Tinggi

Fundus Uteri (TFU)


Pada setiap kunjungan ibu hamil dilakukan pemeriksaan menyeluruh.

Apabila hasil wawancara atau temuan fisik mencurigakan, dilakukan

pemeriksaan lebih mendalam. Salah satu pemantauan kehamilan yang

dilakukan adalah pengukuran tinggi fundus uteri. Pengukuran TFU dapat

membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko tinggi misalnya pada ibu

hamil dengan anemia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pengukuran TFU memegang peranan penting dalam pemeriksaan

kehamilan (Koesno, Harni, 2006).


Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi

fundus dan membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain

simpisis pubis, umbilikus dan prosesus xipoideus. Cara tersebut dilakukan

dengan atau tanpa memperhitungkan ukuran tubuh ibu. Sebaik-baiknya

pemeriksaan tersebut hasilnya masih kasar dan dilaporkan hasilnya

bervariasi (Kusmiyati,Yuni, dkk, 2008 : 51).


Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi fundus uteri, lebih

disarankan menggunakan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari

tepi atas simpisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat dan

dapat diandalkan. Diketahui bahwa pengukuran dengan menggunakan

pita ukur memberikan hasil yang lebih konsisten antar-individu. Juga telah

dibuktikan bahwa teknik ini sangat berguna dinegara berkembang sebagai

alat tapis awal dan dapat dilakukan oleh para dokter dan bidan dengan

efisiensi yang setara (Kusmiyati, Yuni, dkk, 2008 : 51).


Penting untuk diketahui bahwa pita ukur yang digunakan hendaknya

terbuat dari bahan yang bisa mengendur (seperti yang digunakan para

penjahit). Kandung kemih hendaknya kosong. Pengukuran dilakukan

dengan menempatkan ujung dari pita ukur pada tepi atas simfisis pubis

dan dengan tetap menjaga pita ukur menempel pada dinding abdomen

diukur jaraknya kebagian atas fundus uteri. Ukuran ini biasanya sesuai

dengan umur kehamilan dalam minggu setelah umur kehamilan 28

minggu (Kusmiyati, Yuni, dkk, 2008 : 51).


Berdasarkan Rumus Johnson Toshack, untuk menghitung Taksiran berat badan

janin melalui pengukuran tinggi fundus adalah sebagai berikut:

TBBJ (Taksiran Berat Badan Janin) = (Tinggi Fundus Uteri (cm) N ) x 155

gram.
Keterangan :

N= 13 bila kepala belum memasuki Pintu Atas Panggul (PAP)

N= 12 bila kepala masih berada di atas spina ischiadika

N= 11 bila kepala sudah melewati Pintu Atas Panggul (PAP)

Misalnya tinggi fundus uteri ibu 28 cm, sementara kepala janin masih

belum memasuki PAP. Maka perhitungannya adalah (28-13)x155=2325

gram. Jadi taksiran berat badan janin yang didapat adalah 2325 gram

(http://www.scribd.com/doc/55725594/Rumus-Johnson)

Pengukuran Tinggi Fundus Uteri pada ibu hamil dengan anemia sangat

diperlukan untuk mengetahui berat badan janin sebelum bayi lahir.

Menurut Kristiyanasari kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan

atau hambatan pada pertumbuhan janin . Anemia gizi dapat

mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, BBLR, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas dan

kematian perinatal. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat

meningkatkan resiko morbiditas maupu mortalitas ibu dan bayi,

kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan Prematur lebih besar.

4. Empat metode pengukuran Tinggi Fundus Uteri


a. Metode I
Menentukan TFU dengan mengkombinasikan hasil pengukuran dari

memperkirakan dimana TFU berada pada setiap minggu kehamilan

dihubungkan dengan simpisis pubis wanita, umbilikus dan ujung jari dari

prosesus xifoid dan menggunakan lebar jari pemeriksa sebagai alat ukur.
Ketidak akuratan metode ini:
1) Wanita bervariasi pada jarak simpisis pubis ke prosesus xifoid, lokasi

umbilikus diantara 2 titik.


2) Lebar jari pemeriksa bervariasi antara yang gemuk dan yang kurus.
Keuntungan :

a) Digunakan jika tidak ada pita pengukur


b) Jari cukup akurat untuk menentukan perbedaan yang jelas antara

perkiraan umur kehamilan dengan tanggal dan dan dengan temuan hasil

pemeriksaan dan untuk mengindikasi perlunya pemeriksaan lebih lanjut

jika ditemukan ketidaksesuaian dan sebab kelainan tersebut.

b. Metode II

Metode ini menggunakan alat ukur Caliper. Caliper digunakan dengan

meletakkan satu ujung pada tepi atas simpisis pubis dan ujung yang lain

pada puncak fundus. Kedua ujung diletakkan pada garis tengah

abdominal. Ukuran kemudian dibaca pada skala cm yang terletak ketika 2

ujung caliper bertemu. Ukuran diperkirakan sama dengan minggu

kehamilan setelah sekitar 22-24 minggu. Keuntungan mengukur dengan

cara ini adalah lebih akurat dibandingkan pita pengukur terutama dalam

mengukur TFU setelah 22-24 minggu kehamilan (dibuktikan oleh studi

yang dilakukan Engstrom,Mc.Farlin dan Sitler). Kerugiannya adalah jarang

digunakan karena lebih sulit, lebih mahal, kurang praktis dibawa, lebih

susah dibaca, lebih susah digunakan dibandingkan pita pengukur.

c. Metode III
Menggunakan pita pengukur dimulai dari titik nol pita pengukur

diletakkan pada tepi atas simfisis pubis dan pita pengukur ditarik

melewati garis tengah abdomen sampai puncak. Hasil dibaca dengan

skala cm.
Keuntungan:
1) Lebih murah, mudah dibawa, mudah dibaca hasilnya, mudah digunakan.
2) Cukup akurat
d. Metoda IV
Menggunakan pita pengukur tapi metode pengukurannya berbeda.

Garis nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis digaris

abdominal, tangan yang lain diletakkan didasar fundus, pita pengukur

diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah, pengukuran dilakukan

sampai titik dimana jari menjepit pita pengukur. Sehingga pita pengukur

mengikuti bentuk abdomen hanya sejauh puncaknya dan kemudian

secara relatif lurus ketitik yang ditahan oleh jari-jari pemeriksa, pita tidak

melewati slope anterior dari fundus. Caranya tidak diukur karena tidak

melewati slope anterior tapi dihitung secara matematika sebagai berikut:


1) Sebelum fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus,

tambahan 4 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centimeternya

diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan


2) Sesudah fundus mencapai tinggi yang sama dengan umbilikus,

tambahkan 6 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total

centimeternya yang diukur diperkirakan sama dengan jumlah minggu

kehamilan. (http://www.bascommetro.com/2010/04/pengukuran-tinggi-

fundus-uteri.html)

5. Kurva Berat Badan Lahir dan Berat Badan Janin Menurut David

Hull Derek I. Johnston.


Setelah dilakukan pengukuran tinggi fundus uteri pada ibu hamil

trimester III, diperoleh hasil Berat Badan Janin yang dapat dikonversikan

kedalam kurva menurut Hull Derek I. Johnston seperti dibawah ini:


Gambar 2.1
Kurva Berat Badan Lahir dan Berat Badan Janin Menurut David Hull Derek
I. Johnston

Berat badan lahir yang digambarkan pada grafik pertumbuhan berat

badan terhadap usia gestasi membantu kita dalam menentukan

kelompok-kelompok bayi. Bayi dengan berat badan lahir antara garis

sentil 10 dan sentil 90 adalah bayi normal sesuai masa kehamilan. Bayi

dengan berat badan lahir lebih dari sentil 90 adalah bayi besar untuk

masa kehamilan. Dan bayi dengan berat badan lahir lebih kecil dari sentil

10 adalah kecil untuk masa kehamilan. Kecil untuk masa kehamilan juga

mencakup dismatur. Kita perlu menentukan apakah bayi tergolong besar

untuk masa kehamilan atau kecil untuk masa kehamilan atau prematur

atau postmatur, karena setiap kategori mempunyai masalah sendiri-

sendiri yang dapat diantisipasi dan diobati.

6. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (Lila)


Merupakan penilaian antropometri pada ibu hamil dengan cara

pengukuran langsung. Pengukuran ini dapat bermanfaat untuk

mengetahui keadaan status gizi ibu hamil serta mendeteksi apakah ibu

hamil menderita KEK (Kurang Energi Kronik). Pengukuran Lila pada ibu

hamil adalah untuk mendeteksi resiko terjadinya kejadian bayi dengan

BBLR. Resiko KEK untuk ibu hamil adalah apabila Lila < 23.5 cm.
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan

masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan dibawah ini:
1. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi

pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak

bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Kekurangan

asupan gizi pada tirmester I dikaitkan dengan tingginya kejadian bayi lahir

prematur, kematian janin, dan kelainan pada sistem saraf pusat bayi.

Sedangkan kekurangan energi pada trimester I dan II dapat menghambat

pertumbuhan janin atau tak berkembang sesuai usia kehamilannya.


2. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat

mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya

(prematur), perdarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan

operasi cendrung meningkat.


3. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir

mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, lahir dengan

berat badan lahir rendah (BBLR) (Hidayat, A. Azis, 2012 : 278-281).

7. Kerangka Teori

Faktor resiko terjadinya ( Anemia):


Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
Hamil dengan lebih dari satu anak
Sering mual dan muntah
Tidak mengkonsumsi cukup zat besi
Hamil saat masih remaja
Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi)

Faktor yang mempengaruhi Berat Badan Janin:


Gizi Ibu
Aktifitas fisik
Penyakit yang di derita Ibu :
Berat Badan Janin:
Normal
Rendah
(Anemia)

Anda mungkin juga menyukai