Anda di halaman 1dari 2

Rumah Adat Joglo; Keindahan,

Kemegahan, dan Nilai-Nilai Sosial Kultural

Rumah adat merupakan warisan dari leluhur yang tak ternilai, juga merupakan karya seni
khas budaya jawa. Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah adat Kudus. terdiri
atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang
sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain
sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah
bisa berbentuk pencu.

Rumah joglo bukan hanya sekedar konstruksi rumah belaka, namun juga hadir sebagai seni
konstruksi. Joglo juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya.
Keindahan menjadi inti dari rumah joglo selain sikap religiusitasnya. Itu semua terefleksi
dalam arsitektur rumah joglo.

Dalam hal pintu, joglo memiliki tiga buah pintu masuk, yaitu pintu utama yang letaknya di
tengah. Pintu kedua dan ketiga berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Makna
simbolis terekam dari ketiga bagian pintu tersebut bahwa kupu tarung yang berada di tengah
untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan.

Gedongan merupakan ruang bagian dalam. Gedongan ini dijadikan sebagai mihrab, tempat
Imam memimpin salat. Gedongan ini dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang
disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga kerap digunakan sebagai tempat tidur
pengantin bagi anak-anaknya.

Jaga satru merupakan bagian lain dari rumah joglo, yang khusus digunakan untuk umat dan
terbagi menjadi dua bagian. Sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk
jamaah pria. Di ruang jaga satru, di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang
yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder. Tiang tersebut sebagai simbol kepemilikan
rumah dan berfungsi sebagai petanda atau tonggak untuk mengingatkan pada pemiliknya
tentang keesaan tuhan.

Terdapat empat tiang utama di ruang dalam. Tiang itu disebut soko guru yang melambangkan
empat hakikat kesempurnaan hidup. Dapat juga ditafsirkan sebagai hakikat dari sifat
manusia. Kehadiran bentangan dan tiang penyangga dengan atap bersusun (biasanya
dibiarkan menyerupai warna aslinya) menjadi ciri khas dari kehadiran sebuah pendopo dalam
rumah dengan gaya ini. Hal ini juga untuk menunjukkan status sosial pemiliknya.

Tumpang dan sunduk merupakan penyambung atau penghubungan bagian soko guru. Posisi
tumpang di atas sunduk. Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”.

Lapisan balok kayu biasanya terdapat dibagian paling atas soko guru. Lapisan balok ini yang
membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran
ke bagian luar ini dinamakan elar. Dalam bahasa jawa elar berarti sayap. Sedangkan
pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini menopang bidang atap, sementara
Tumpang-sari menopang bidang langit langit joglo (pamidhangan).

Rumah joglo dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu Muda (Nom), Tua (Tuwa), Laki-
laki (Lanang), dan Perempuan (Wadon). Muda merupakan jogloTua merupakan joglo yang
bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi (melar).

Tua merupakan joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan
atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah). Laki-laki merupakan joglo yang terlihat
kokoh karena rangkanya relatif tebal. Perempuan (wadon/padaringan kebak) merupakan joglo
yang rangkanya relatif tipis/pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru. Ukurannya
harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang/saka-saka yang lain. Di kedua ujung tiang-
tiang ini terdapat ornamen/ukiran.

Anda mungkin juga menyukai