Anda di halaman 1dari 11

ANTISIPASI Agar Tidak Melanggar UU ITE ?

ANTISIPASI KENA UU ITE!!


Sukpandiar idris advokat: Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) mulai berlaku pada Senin, 28 November 2016. Hal ini menuntut
masyarakat agar lebih berhati-hati di ranah media sosial.

Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan
informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian.

"Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan
mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian
terhadap kelompok tertentu," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang
Hukum Henry Subiakto di Jakarta, Sabtu (26/11).

[28/11 05.36] Sukpandiar idris advokat: Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), unsur dengan sengaja dan tanpa hak selalu
muncul dalam perumusan tindak pidana siber. Tanpa hak maksudnya tidak memiliki alas
hukum yang sah untuk melakukan perbuatan yang dimaksud. Alas hak dapat lahir dari peraturan
perundang-undangan, perjanjian, atau alas hukum yang lain. Tanpa hak juga mengandung
makna menyalahgunakan atau melampaui wewenang yang diberikan.

Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE ialah dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).

Bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Sebenarnya, tujuan pasal ini adalah mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan
perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Isu
SARA dalam pandangan masyarakat merupakan isu yang cukup sensitif. Oleh karena itu, pasal
ini diatur dalam delik formil, dan bukan delik materil.

Contoh penerapannya adalah apabila seseorang menuliskan status dalam jejaring sosial informasi
yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat
untuk membenci atau melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU
ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat penegak Hukum (APH) untuk
menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut

[28/11 05.41] Sukpandiar idris advokat: Pada dasarnya, untuk dikatakan sebagai fitnah perbuatan
tersebut harus memenuhi unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP):

Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan
untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu
dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum
penjara selama-lamanya empat tahun.

Unsur-unsur dari Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah:

1. Seseorang;
2. Menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan;
3. Orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan tersebut
diketahuinya tidak benar;

Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista
pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia
melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum
karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp 4.500,-

Mengenai Pasal 311 ayat (1) KUHP ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudulKitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
mengatakan bahwa kejahatan pada pasal ini dinamakan memfitnah. Atas pasal ini, R. Soesilo
merujuk kepada catatannya pada Pasal 310 KUHP no. 3 yang menjelaskan tentang apa itu
menista.

Dalam penjelasan Pasal 310 no. 3, sebagaimana kami sarikan, R. Soesilo mengatakan antara lain
bahwa untuk dikatakan sebagai menista, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh
seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar
(diketahui orang banyak).

Sebagai tambahan, mengenai perbuatan yang dituduhkan dalam Pasal 310 KUHP ini, S.R.
Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Sianturi berpendapat (hal. 560)
bahwa yang dituduhkan itu dapat berupa berita yang benar-benar terjadi dan dapat juga isapan
jempol belaka.

[28/11 06.03] Sukpandiar idris advokat: KATA KATA KEBENCIAN:

1. TANDUK NAJED

2. DASAR WAHABI

3. DASAR CHINA LO

4. DASAR AHLUL BID'AH.

5. DASAR SYIRIK LOE

6. MONYET LOE

7. BABI LOE.

INTINYA SESUATU YG MENYAKITKAN ORANG/ KELOMPOK YG DITUJU.

SOLUSI dari advokat Sukpandiar:

1. NASIHATI LANGSUNG ORANG TSB EMPAT MATA SAJA

2. GAK USAH RIBUT DI MEDSOS

3. JIKA UDAH KITA NASIHATI TETAP NGEYEL GAK USAH DIBULLY.


4. PERBANYAK ISTIGHFAR

5. BERKATA BAIK ATAU DIAM.

6.TIDAK SEMUA VIDEO, TULISAN , GAMBAR ATAU SEJENISNYA KITA SHARE.

7. TIDAK MENYEBUT NAMA ORANG/ GOLONGAN SECARA VULGAR, CUKUP


GOLONGAN "NGANU".INISIALPUN KITA HINDARI.

8. Hindari gambar yg memancing komentar kebencian seperti gambar Pak Tito mirip Aidit y ?.
Atao Ahok di disejajarkan dgn toilet. Dan sejenisnya.

Undangan sbg pembicara silahkan hubungi 081314495785/0811195824

Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama


Baik dalam UU ITE
July 27, 2015 at 1:38am

Sekedar sharing....

Anda senang membully, bertengkar, menghina, mengolok-olok seseorang, membuat seseorang


merasa tidak nyaman/tidak suka? baik dengan sengaja atau tidak, baik di media sosial maupun
dalam pergaulan sehari-hari? Bersyukurlah bila anda tidak ada tuntutan dari orang yang anda
serang. Sebab anda bisa di jerat Undang-Undang ITE maupun Hukum Pidana. Berikut ini saya
nukilkan undang-undang tersebut sebagai penambah wawasan agar kita lebih arif dalam
membicarakan seseorang, baik itu kepribadiannya maupun soal agamanya.

Bila itu menyangkut Aqidah seseorang, anda benar atau tidak Undang-undang ini bisa
mempersulit anda karena Hukum yang digunakan adalah Hukum Negara, bukan Hukum Allah.
Hidarilah menyerang seseorang, kecuali anda tahu apa yang anda lakukan.

__________
Seputar UU ITE dan Cybercrime

oleh Dr. Ronny, M.Kom, M.H (Ronny Wuisan)

Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum
pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah
Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU
ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan
kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU
ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila
dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu,
penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP.
Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan
merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan
menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.

pasal 27 ayat (3) UU ITE

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 310 ayat (1) KUHP


Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana
berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan
dengan sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP.

Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi


elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan
dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi
pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.

SANKSI - Pasal 45 UU ITE


(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan
memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.

Pasal 36 UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain"

Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan


penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi
orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau
denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

Sanksi (Pasal 45 Ayat 2) UU ITE


Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

==============

PENGHINAAN
Oleh : Anis Kismadi, SH

PENGHINAAN UMUM
Ada tujuh macam penghinaan yang masuk ke dalam kelompok penghinaan umum, ialah:

1. Pencemaran/Penistaan lisan,

2. Pencemaran/Penistaan tertulis,

3. Secara terbuka,

4. Fitnah,

5. Penghinaan ringan (obyektif/subyektif/tdk disengaja),

6. Pengaduan fitnah

7. Menimbulkan persangkaan palsu.

PENGHINAAN KHUSUS

1. Penghinaan terhadap kepala Negara RI dan atau wakilnya (Pasal 134, 136 bis
dan 137 KUHP). Oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tanggal 6
Desember 2006 Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.

2. Penghinaan terhadap kepala negara sahabat (Pasal 142 KUHP)


3. Penghinaan terhadap wakil negara asing di Indonesia (Pasal 143 dan 144
KUHP) .

4. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan RI dan lambang negara RI (Pasal


154a KUHP).

5. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan negara lain (Pasal 142a).

6. Penghinaan terhadap pemerintah RI (Pasal 154, 155 KUHP). Oleh Mahkamah


Konstitusi dalam putusannya No.6/PUU-V/2007 tanggal 16 Juli 2007 kedua
norma kejahatan Pasal ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

7. Penghinaan terhadap golongan penduduk Indonesia tertentu (Pasal 156 dan


157 KUHP).

8. Penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum (Pasal 207, dan 208
KUHP).

9. Penghinaan dalam hal yang berhubungan dengan agama, yaitu:

- Penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156a).


- Penghinaan terhadap petugas agama yang menjalankan tugasnya (Pasal 177 butir
1 KUHP).
- Penghinaan mengenai benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 butir 2
KUHP).

PENGHINAAN atau pencemaran nama baik seseorang adalah ketentuan hukum yang paling
sering digunakan untuk melawan media massa. Fitnah yang disebarkan secara tertulis dikenal
sebagai libel, sedangkan yang diucapkan disebut slander.

Fitnah lazimnya merupakan kasus delik aduan. Seseorang yang nama baiknya dicemarkan bisa
melakukan tuntutan ke pengadilan sipil, dan jika menang bisa mendapat ganti rugi. Hukuman
pidana penjara juga bisa diterapkan kepada pihak yang melakukan pencemaran nama baik.

Ancaman hukum yang paling sering dihadapi media atau wartawan adalah menyangkut pasal-
pasal penghinaan atau pencemaran nama baik. Dalam KUHP setidaknya terdapat 16 pasal yang
mengatur soal penghinaan. Penghinaan terhadap Presiden dan wakil Presiden diancam oleh pasal
134, 136, 137.
Penghinaan terhadap Raja, Kepala Negara sahabat, atau Wakil Negara Asing diatur dalam pasal
142, 143, 144. Penghinaan terhadap institusi atau badan umum (seperi DPR, Menteri, DPR,
kejaksaan, kepolisian, gubernur, bupati, camat, dan sejenisnya) diatur dalam pasal 207, 208, dan
209. Jika penghinaan itu terjadi atas orangnya (pejabat pada instansi negara) maka diatur dalam
pasal 316. Sedangkan penghinaan terhadap anggota masyarakat umum diatur dalam pasal 310,
311, dan 315. Selain itu, masih terdapat sejumlah pasal yang bisa dikategorikan dalam delik
penghinaan ini, yaitu pasal 317 (fitnah karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada
penguasa), pasal 320 dan 321 (pencemaran atau penghinaan terhadap seseorang yang sudah
mati).

PASAL PASAL PENGHINAAN

Pasal 134, 136, 137


-> Penghinaan terhadap Presiden dan wakil Presiden, dengan cara menyiarkan, menunjukkan,
menempelkan di muka umum

-> Pidana 6 tahun penjara

Pasal 142
->Penghinaan terhadap Raja/Kepala Negara sahabat
->Pidana 5 tahun penjara

Pasal 143, 144


->Penghinaan terhadap wakil negara asing
->Pidana 5 tahun penjara

Pasal 207, 208, 209


->Penghinaan terhadap Penguasa dan Badan Umum
->Pidana 6 bulan penjara

Pasal 310, 311, 315, 316


->Penyerangan/pencemaran kehormatan atau nama baik seseorang, tuduhandengan tulisan
->Pidana 9 bulan, 16 bulan penjara

Pasal 317
-> Fitnah pemberitahuan palsu, pengaduan palsu
-> Pidana 4 tahun penjara

Pasal 320, 321


->Penghinaan atau pencemaran nama orang mati
->Pidana 4 bulan penjara
Delik Aduan
Ketentuan hukum penghinaan bersifat delik aduan, yakni perkara penghinaan terjadi jika ada
pihak yang mengadu. Artinya, masyarakat yang merasa dirugikan oleh pemberitaan persnama
baiknya tercemar atau merasa terhinaharus mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa diusut.

Kasus penghinaan terhadap Presiden, Wakil Presiden, dan Instansi Negara, termasuk dalam delik
biasa, artinya aparat hukum bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan tanpa harus
ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Logika dari ketentuan ini adalah presiden, wakil
presiden, dan instansi negara adalah simbol negara yang harus dijaga martabatnya. Selain itu,
posisi jabatannya tidak memungkinkan mereka bertindak sebagai pengadu.

Dalam KUHP sejatinya tidak didefinisikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan,
akibatnya perkara hukum yang terjadi seringkali merupakan penafsiran yang subyektif.
Seseorang dengan mudah bisa menuduh pers telah menghina atau mencemarkan nama baiknya,
jika ia tidak suka dengan cara pers memberitakan dirinya. Hal ini menyebabkan pasal-pasal
penghinaan (dan penghasutan) sering disebut sebagai ranjau bagi pers, karena mudah sekali
dikenakan untuk menuntut pers atau wartawan.

Selain itu ketentuan ini juga sering dijuluki sebagai pasal-pasal karet, karena begitu lentur
untuk ditafsirkan dan diinterpretasikan. Terlebih-lebih jika pelanggaran itu terkait dengan
presiden, wakil presiden, dan instansi negara..

Hakikat penghinaan adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, golongan,
lembaga, agama, jabatan, termasuk orang yang sudah meninggal.
Dalam KUHP disebutkan bahwa penghinaan bisa dilakukan dengan cara lisan atau tulisan
(tercetak). Adapun bentuk penghinaan dibagi dalam lima kategori, yaitu: pencemaran,
pencemaran tertulis, penghinaan ringan, fitnah, fitnah pengaduan dan fitnah tuduhan.
Kategorisasi penghinaan tersebut tidak ada yang secara khusus ditujukan untuk pers, meskipun
demikian bisa dikenakan untuk pers, dengan ancaman hukuman bervariasi antara empat bulan
hingga enam tahun penjara.

Pers sering harus berhadapan dengan anggota masyarakat yang merasa dirugikan oleh suatu
pemberitaan. Penafsiran adanya penghinaan atau pencemaran nama baik (dalam pasal 310
KUHP) ini berlaku jika memenuhi unsur:

1. Dilakukan dengan sengaja, dan dengan maksud agar diketahui umum


(tersiar)
2. Bersifat menuduh, dalam hal ini tidak disertai bukti yang mendukung
tuduhan itu.

3. Akibat pencemaran itu jelas merusak kehormatan atau nama baik seseorang.

---

TINDAKAN DAN HUKUMAN ATAS KONTEN/POSTING PROVOKATIF

PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 28 Ayat 1-2 UU ITE

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).

SANKSI

Pasal 45 UU ITE

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Anda mungkin juga menyukai