LP Schizofren
LP Schizofren
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Schizofrenia Tipe Paranoid
2. Klasifikasi
a. Schizophrenia Paranoid
Merupakan schizophrenia yang dikarakteristikkan dengan adanya
kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan
waham kejar atau waham kebesaran ( Townsend, 1998).
b. Schizophrenia Katatonik
Merupakan salah satu jenis schizophrenia yang ditandai dengan
regiditas otot, negativisme, kegembiraan berlebih atau posturing
( mematung). Ciri penyerta lain adalah gerakan stereotypic,
manerisme, dan fleksibilitas lilin ( waxy flexibility) dan gejala yang
sering dijumpai adalah mutisme ( Ingram, 1995).
c. Schizophrenia Hebefrenik
Merupakan jenis schizophrenia yang ditandai dengan adanya
percakapan dan perilaku yang kacau serta afek yang datar, gangguan
asosiasi, pasien mempunyai sikap yang aneh , menunjukkan perilaku
menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan higiene dan
penampilan diri dan terjadi sebelum usia 25 tahun ( Isaac, 2005).
d. Schizophrenia Tak Terinci
Menurut Arif ( 2006) schizophrenia tak terinci merupakan sejenis
schizophrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk
digolongkan pada tipe schizophrenia tertentu. Schizophrenia tak
terinci dikarakteristik dengan perilaku yang disorganisasi dan gejala-
gejala psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari satu tipe/
kelompok kriteria schizophrenia ( Townsend, 1998). Menurut FKUI
( 2002), klien schizophrenia tak terinci merupakan gangguan jiwa
yang memenuhi kriteria umum schizophrenia tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk memenuhi kriteria residual atau depresi pasca
schizophrenia. Schizophrenia tak terinci ( undifferentiated) didiagnosis
dengan memenuhi kriteria umum untuk diagnosa schizophrenia, tidak
memenuhi kriteria untuk schizophrenia paranoid, hebefrenik, katatonik
dan tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia tidak terinci atau
depresi pasca schizophrenia ( Liza, 2008).
e. Schizoaffective
Merupakan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang
berkarakteristik schizophrenia, ada tembahan indikasi kelainan alam
perasaan, seperti depresi atau mania ( Townsend, 1998).
f. Schizophrenia Residual
Merupakan eksentrik tetapi gejala-gejala psikosis saat perilaku
diperiksa/ dirawat tidak menonjol. Menarik diri dan afek yang serasi
merupakan karakteristik dari kelainan ini, pasien memiliki riwayat
paling sedikit satu episode schizophrenia dengan gejala-gejala yang
menonjol ( Townsend, 1998).
3. Etiologi
Menurut Ingram (1995) penyebab schizophrenia tak terinci seperti
schizophrenia pada umumnya tidak diketahui, akan tetapi hal-hal yang
dapat diketahui sebagai faktor presipitasi dan predisposisi terjadinya
schizophrenia antara lain :
a. Faktor Predisposisi
1) Herediter
Adanya faktor genetik dapat berisiko terjadinya penyakit
schizophrenia, dimana risiko bagi masyarakat umum 1 % pada
orang tua risiko schizophrenia 5 % pada saudara kandung 8 %
dan anak-anak 10 %. Gambaran terakhir ini menetap walaupun
anak telah dipisahkan dengan orang tua kandung sejak lahir, pada
kembar monozigote 30 - 40%.
2) Pola Asuh Keluarga
Banyak penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak
khususnya atas personalitas orang tua tetapi belum ada hasil
b. Faktor presipitasi
1) Lingkungan
Faktor lingkungan cukup berperan dalam menampilkan penyakit
pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa schizophrenia bukan suatu penyakit,
tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang dapat
ditoleransi dalam keluarga dan masyarakat.
2) Ekspresi Emosi Keluarga yang Berlebihan
Jika keluarga schizophrenia memperlihatkan emosi yang
berlebihan seperti pasien dihina atau terlalu banyak dikekang
dengan aturan- aturan yang berlebihan, maka kemungkinan
kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapatkan obat
neuroleptik, angka kekambuhan di rumah dengan ekspresi emosi
rendah dan pasien minum obat teratur sebesar 12 % dengan
ekspresi emosi rendah dan tanpa obat 42 %, ekspresik emosi
tinggi dengan tanpa obat angka kekambuhan 92 %.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Hawari ( 2006), tanda dan gejala dari schizophrenia antara lain:
a. Gejala Positif
1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional
meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan
( stimulus).
3) Kekacauan Alam Pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara
dengan semangat dan gembira berlebihan.
5) Merasa dirinya orang besar, merasa serbaa mampu, serba
hebat dan sejenisnya.
6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada
ancaman terhadap dirinya.
7) Menyimpan rasa permusuhan.
b. Gejala Negatif
1) Alam perasaan ( affect) tumpul atau mendatar. Gambaran
alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang ridak
menunjukkan ekspresi.
2) Menarik diri atau mengasingkan diri.
3) Kontak emosianal amat miskin, pendiam
4) Pasif dan apatis
5) Sulit dalam berpikir abstrak
6) Pola pikir stereotipy
7) Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif,
tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta
tidak ingin apa-apa.
5. Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan
serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan
akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya
reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor
dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b. Hiperdopaminegia pada sistem meso limbik berkaitan dengan gejala
positif
c. Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatal
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala
ekstrapiramidal.
Jalur dopaminergik saraf :
a. Jalur nigrostriatal: dari substansia nigra ke basal ganglia fungsi
gerakan, EPS
b. Jalur mesolimbik: dari tegmental area menuju ke sistem limbik
memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.
c. Jalur mesokortikal: dari tegmental area menuju ke frontal cortex
kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
d. Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary
pelepasan prolaktin.
e. Terdiri dari 3 fase :
1) Premorbid : semua fungsi masih normal
2) Prodomal : simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas,
gangguan tidur, curiga). Pada fase ini, individu mengalami
kemunduran dalam fungsi- fungsi mendasar ( pekerjaan dan
rekreasi) dan muncul symptom nonspesifik seperti gangguan
tidur, ansietas, konsentrasi berkurang, dan deficit perilaku.
Simptom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase
prodromal dan berarti sudah mendekati menjadi fase psikosis.
3) Psikosis :
a) Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas, misalnya
waham, halusinasi, gangguan proses piker, pikiran kacau.
Simptom negative menjadi lebih parah sampai tak bisa
mengurus diri. Berlangsung 4 8 minggu
b) Stabilisasi : 6 18 bulan
c) Stabil : terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin
dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi
pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan
Clozaril (Clozapine)
1) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
a) Haldol (haloperidol)
b) Stelazine ( trifluoperazine)
c) Mellaril (thioridazine)
d) Thorazine ( chlorpromazine)
e) Navane (thiothixene)
f) Trilafon (perphenazine)
g) Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka
waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat
dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat
digunakan pada newer atypic antipsychotic.
2) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping
bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa
contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
a) Risperdal (risperidone)
b) Seroquel (quetiapine)
c) Zyprexa (olanzopine)
3) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien
yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional.
Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna
untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.
Para ahli merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
b. Terapi Psikososial
1) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
2) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana
pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang
terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga
adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10
% dengan terapi keluarga.
3) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.
4) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis.
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien
skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli
terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan
pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap
curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas
yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
c. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena
gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan
utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi
dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus
direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit
menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung
dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas
hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga
pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
C. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial b.d harga diri rendah
2. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b.d menarik
diri
3. Kurang perawatan diri b.d menarik diri
F. Perencanaan Keperawatan
1. Isolasi sosial b/d harga diri rendah
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Isolasi sosial Tujuan umum:
b.d harga diri Klien dapat
rendah melakukan hubungan
sosia secara
bertahap
Tujuan khusus 1: a. Klien dapat a. Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
Klien dapat mengungkapkan percaya akan menimbulkan
- Sapa klien secara ramah
membuna hubungan perawaannya kepercayaan klien
b. Ekspresi wajah baik secara verbal
saling percaya kepada perawat sehingga
bersahabat maupun nonverbal
akan memudahkan dalam
c. Ada kontak mata - Perkenalkan diri dengan
d. Menunjukkan rasa pelaksanaan tindakan
sopan
senang - Tanya nama lengkap klien selanjutnya
e. Mau berjabat
dan nama panggilanyang
tangan
disukai
f. Mau menjawab
- Jelaskan tujuan
salam
pertemuan, jujur dan
g. Klien mau duduk
menepati janji
berdampingan
- Tunjukkan sikap empati
h. Klien mau dan menerima klien apa
mengutarakan adanya
- Beri perhatian kepada
masalah yang
klien
dihadapi
b. Beri kesempatan untuk
mengungkapkan
perawaannya tentang
penyakit yang diderita
c. Sediakan waktu untuk
mendengarkan klien
b. Katakan pada klien bahwa
dia adalah seorang yang
berharga dan bertanggung
jawab serta mampu
menolong dirinya
sendiri
Tujuan khusus 2: Klien mampu a. Diskusikan kemampuan dan Reinforcement positif
Klien dapat mempertahankan aspek positif yang akan meningkatkan
mengidentifikasi aspek yang positif dimilikiklien dan beri harga diri klien
kemampuan dan reinforcement atas
aspek positif yang kemampuan
dimiliki mengungkapkan
perasaannya
b. Saat bertemu klien
hindarkan memberi
penilaian negatif
b. Utamakan memberi pujian
yang realistis
Tujuan khusus 3: a. Kebutuhan klien a. Diskusikan kemampuan Peningkatan kemampuan
Klien dapat menilai terpenuhi klien yang masih dapat klien akan mendorong
b. Klien dapat
kemampuan yang digunakan selama sakit klien untuk madiri
melakukan b. Diskusikan juga
data digunakan
aktivitas terasarah kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaan di
rumah sakit dah di rumah
nantinya
Tujuan khusus 4: a. Klien mampu a. Rencanakan bersama klien Pelaksanaan kegiatan
Klien dapat beraktivitas sesuai aktivitas yang dapat secara mandiri menjadi
menetapkan dan kemampuan dilakukan setiap hari sesuai modal awal untuk
b. Klien mengikuti
merencanakan kemampuan, kegiatan meningkatkan harga diri
TAK
kegiatan sesuai mandiri, kegiatan dengan
kemampuan bantuan minimal, kegiatan
dengan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan klien
sesuai toleransi kondisi klien
c. Berikan contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan (sering
klien takut
melaksanakannya)
Ingram I.M. 1995. Catatan Kuliah Psikiatri (Terjemahan), 6th. Jakarta: EGC