Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Schizofrenia Tipe Paranoid

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Menurut harnawati ( 2008) schizophrenia adalah gangguan yang
umumnya ditandai olehdistorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan
khas, dan oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,
menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan
menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat
diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)
Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam
otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang
salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) (Arif,
2006).
Schizophrenia adalah bentuk psikosa yang dijumpai sejak dulu
namun pengetahuan kita tentang sebab musabah dan patogenesisnya
sangat kurang ( FKUI, 2006).
Menurut Isaac ( 2005) schizophrenia merupakan sekelompok reaksi
psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu termasuk
berpikir dan berkomunikasi, menerima, menginterpretasikan realitas,
menunjukkan emosi, dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima
secara sosial.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat
kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya
(Rusdi Maslim, 1997; 46).

2. Klasifikasi
a. Schizophrenia Paranoid
Merupakan schizophrenia yang dikarakteristikkan dengan adanya
kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan
waham kejar atau waham kebesaran ( Townsend, 1998).
b. Schizophrenia Katatonik
Merupakan salah satu jenis schizophrenia yang ditandai dengan
regiditas otot, negativisme, kegembiraan berlebih atau posturing
( mematung). Ciri penyerta lain adalah gerakan stereotypic,
manerisme, dan fleksibilitas lilin ( waxy flexibility) dan gejala yang
sering dijumpai adalah mutisme ( Ingram, 1995).
c. Schizophrenia Hebefrenik
Merupakan jenis schizophrenia yang ditandai dengan adanya
percakapan dan perilaku yang kacau serta afek yang datar, gangguan
asosiasi, pasien mempunyai sikap yang aneh , menunjukkan perilaku
menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan higiene dan
penampilan diri dan terjadi sebelum usia 25 tahun ( Isaac, 2005).
d. Schizophrenia Tak Terinci
Menurut Arif ( 2006) schizophrenia tak terinci merupakan sejenis
schizophrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk
digolongkan pada tipe schizophrenia tertentu. Schizophrenia tak
terinci dikarakteristik dengan perilaku yang disorganisasi dan gejala-
gejala psikosis yang mungkin memenuhi lebih dari satu tipe/
kelompok kriteria schizophrenia ( Townsend, 1998). Menurut FKUI
( 2002), klien schizophrenia tak terinci merupakan gangguan jiwa
yang memenuhi kriteria umum schizophrenia tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk memenuhi kriteria residual atau depresi pasca
schizophrenia. Schizophrenia tak terinci ( undifferentiated) didiagnosis
dengan memenuhi kriteria umum untuk diagnosa schizophrenia, tidak
memenuhi kriteria untuk schizophrenia paranoid, hebefrenik, katatonik
dan tidak memenuhi kriteria untuk schizophrenia tidak terinci atau
depresi pasca schizophrenia ( Liza, 2008).
e. Schizoaffective
Merupakan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang
berkarakteristik schizophrenia, ada tembahan indikasi kelainan alam
perasaan, seperti depresi atau mania ( Townsend, 1998).
f. Schizophrenia Residual
Merupakan eksentrik tetapi gejala-gejala psikosis saat perilaku
diperiksa/ dirawat tidak menonjol. Menarik diri dan afek yang serasi
merupakan karakteristik dari kelainan ini, pasien memiliki riwayat
paling sedikit satu episode schizophrenia dengan gejala-gejala yang
menonjol ( Townsend, 1998).

3. Etiologi
Menurut Ingram (1995) penyebab schizophrenia tak terinci seperti
schizophrenia pada umumnya tidak diketahui, akan tetapi hal-hal yang
dapat diketahui sebagai faktor presipitasi dan predisposisi terjadinya
schizophrenia antara lain :
a. Faktor Predisposisi
1) Herediter
Adanya faktor genetik dapat berisiko terjadinya penyakit
schizophrenia, dimana risiko bagi masyarakat umum 1 % pada
orang tua risiko schizophrenia 5 % pada saudara kandung 8 %
dan anak-anak 10 %. Gambaran terakhir ini menetap walaupun
anak telah dipisahkan dengan orang tua kandung sejak lahir, pada
kembar monozigote 30 - 40%.
2) Pola Asuh Keluarga
Banyak penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak
khususnya atas personalitas orang tua tetapi belum ada hasil
b. Faktor presipitasi
1) Lingkungan
Faktor lingkungan cukup berperan dalam menampilkan penyakit
pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa schizophrenia bukan suatu penyakit,
tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang dapat
ditoleransi dalam keluarga dan masyarakat.
2) Ekspresi Emosi Keluarga yang Berlebihan
Jika keluarga schizophrenia memperlihatkan emosi yang
berlebihan seperti pasien dihina atau terlalu banyak dikekang
dengan aturan- aturan yang berlebihan, maka kemungkinan
kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapatkan obat
neuroleptik, angka kekambuhan di rumah dengan ekspresi emosi
rendah dan pasien minum obat teratur sebesar 12 % dengan
ekspresi emosi rendah dan tanpa obat 42 %, ekspresik emosi
tinggi dengan tanpa obat angka kekambuhan 92 %.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Hawari ( 2006), tanda dan gejala dari schizophrenia antara lain:
a. Gejala Positif
1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional
meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan
( stimulus).
3) Kekacauan Alam Pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya.
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara
dengan semangat dan gembira berlebihan.
5) Merasa dirinya orang besar, merasa serbaa mampu, serba
hebat dan sejenisnya.
6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada
ancaman terhadap dirinya.
7) Menyimpan rasa permusuhan.
b. Gejala Negatif
1) Alam perasaan ( affect) tumpul atau mendatar. Gambaran
alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang ridak
menunjukkan ekspresi.
2) Menarik diri atau mengasingkan diri.
3) Kontak emosianal amat miskin, pendiam
4) Pasif dan apatis
5) Sulit dalam berpikir abstrak
6) Pola pikir stereotipy
7) Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif,
tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta
tidak ingin apa-apa.

5. Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan
serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan
akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya
reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor
dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b. Hiperdopaminegia pada sistem meso limbik berkaitan dengan gejala
positif
c. Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatal
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala
ekstrapiramidal.
Jalur dopaminergik saraf :
a. Jalur nigrostriatal: dari substansia nigra ke basal ganglia fungsi
gerakan, EPS
b. Jalur mesolimbik: dari tegmental area menuju ke sistem limbik
memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.
c. Jalur mesokortikal: dari tegmental area menuju ke frontal cortex
kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
d. Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary
pelepasan prolaktin.
e. Terdiri dari 3 fase :
1) Premorbid : semua fungsi masih normal
2) Prodomal : simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas,
gangguan tidur, curiga). Pada fase ini, individu mengalami
kemunduran dalam fungsi- fungsi mendasar ( pekerjaan dan
rekreasi) dan muncul symptom nonspesifik seperti gangguan
tidur, ansietas, konsentrasi berkurang, dan deficit perilaku.
Simptom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase
prodromal dan berarti sudah mendekati menjadi fase psikosis.
3) Psikosis :
a) Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas, misalnya
waham, halusinasi, gangguan proses piker, pikiran kacau.
Simptom negative menjadi lebih parah sampai tak bisa
mengurus diri. Berlangsung 4 8 minggu
b) Stabilisasi : 6 18 bulan
c) Stabil : terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan

6. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif


1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang- 1. Gangguan
kadang menyimpang pikiran/waham
2. Persepsi kuat 2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten 3. Reaksi emosional 3. Kesulitan untuk
pengalaman berlebih/berkurang memproses emosi
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku ganjil (tidak 4. Ketidakteraturan
lazim)
5. Hubungan sosial 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

Gambar 1.1 Rentang Respon Schizofrenia


(Stuart dan Laraia, 2007)

7. Penatalaksanaan
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin
dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi
pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan
Clozaril (Clozapine)
1) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
a) Haldol (haloperidol)
b) Stelazine ( trifluoperazine)
c) Mellaril (thioridazine)
d) Thorazine ( chlorpromazine)
e) Navane (thiothixene)
f) Trilafon (perphenazine)
g) Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka
waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat
dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat
digunakan pada newer atypic antipsychotic.
2) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping
bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa
contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
a) Risperdal (risperidone)
b) Seroquel (quetiapine)
c) Zyprexa (olanzopine)
3) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien
yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional.
Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna
untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.
Para ahli merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
b. Terapi Psikososial
1) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
2) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana
pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang
terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga
adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10
% dengan terapi keluarga.
3) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam
cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.
4) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis.
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien
skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli
terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan
pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap
curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas
yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
c. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena
gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan
utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi
dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus
direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit
menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung
dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas
hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga
pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

C. Pohon Masalah

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Identitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa
pubertas.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit
biasanya akibat adanya kumunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat terkait dengan faktor etiologi yakni
keturunan, endokrin, metabolisme, susunan syaraf pusat, kelemahan ego
4. Psikososial
a. Genogram
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-
16 % skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri
kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar 2-15 %, saudara kandung
7-15 %.
b. Konsep Diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai
pasien akan mempengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan Sosial
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun, berdiam diri.
d. Spiritual
Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
e. Status Mental
f. Penampilan Diri
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju
tidak tepat, resliting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik
sebagai manifestasi kemunduran kemauan pasien.
g. Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
h. Aktifitas Motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri
(katalepsia).
i. Emosi
Emosi dangkal
j. Afek
Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
k. Interaksi Selama Wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap
lawan bicara, diam.
l. Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
m. Proses Berfikir
Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
n. Kesadaran
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan dengan
dan pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah
terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan (secara
kualitatif).
o. Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang
baik.
p. Kemampuan penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau
tidak tepat.
q. Tilik diri
Tak ada yang khas.
5. Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya,
makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal
makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, intirahat tidur.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial b.d harga diri rendah
2. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b.d menarik
diri
3. Kurang perawatan diri b.d menarik diri
F. Perencanaan Keperawatan
1. Isolasi sosial b/d harga diri rendah
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Isolasi sosial Tujuan umum:
b.d harga diri Klien dapat
rendah melakukan hubungan
sosia secara
bertahap
Tujuan khusus 1: a. Klien dapat a. Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
Klien dapat mengungkapkan percaya akan menimbulkan
- Sapa klien secara ramah
membuna hubungan perawaannya kepercayaan klien
b. Ekspresi wajah baik secara verbal
saling percaya kepada perawat sehingga
bersahabat maupun nonverbal
akan memudahkan dalam
c. Ada kontak mata - Perkenalkan diri dengan
d. Menunjukkan rasa pelaksanaan tindakan
sopan
senang - Tanya nama lengkap klien selanjutnya
e. Mau berjabat
dan nama panggilanyang
tangan
disukai
f. Mau menjawab
- Jelaskan tujuan
salam
pertemuan, jujur dan
g. Klien mau duduk
menepati janji
berdampingan
- Tunjukkan sikap empati
h. Klien mau dan menerima klien apa
mengutarakan adanya
- Beri perhatian kepada
masalah yang
klien
dihadapi
b. Beri kesempatan untuk
mengungkapkan
perawaannya tentang
penyakit yang diderita
c. Sediakan waktu untuk
mendengarkan klien
b. Katakan pada klien bahwa
dia adalah seorang yang
berharga dan bertanggung
jawab serta mampu
menolong dirinya
sendiri
Tujuan khusus 2: Klien mampu a. Diskusikan kemampuan dan Reinforcement positif
Klien dapat mempertahankan aspek positif yang akan meningkatkan
mengidentifikasi aspek yang positif dimilikiklien dan beri harga diri klien
kemampuan dan reinforcement atas
aspek positif yang kemampuan
dimiliki mengungkapkan
perasaannya
b. Saat bertemu klien
hindarkan memberi
penilaian negatif
b. Utamakan memberi pujian
yang realistis
Tujuan khusus 3: a. Kebutuhan klien a. Diskusikan kemampuan Peningkatan kemampuan
Klien dapat menilai terpenuhi klien yang masih dapat klien akan mendorong
b. Klien dapat
kemampuan yang digunakan selama sakit klien untuk madiri
melakukan b. Diskusikan juga
data digunakan
aktivitas terasarah kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaan di
rumah sakit dah di rumah
nantinya
Tujuan khusus 4: a. Klien mampu a. Rencanakan bersama klien Pelaksanaan kegiatan
Klien dapat beraktivitas sesuai aktivitas yang dapat secara mandiri menjadi
menetapkan dan kemampuan dilakukan setiap hari sesuai modal awal untuk
b. Klien mengikuti
merencanakan kemampuan, kegiatan meningkatkan harga diri
TAK
kegiatan sesuai mandiri, kegiatan dengan
kemampuan bantuan minimal, kegiatan
dengan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan klien
sesuai toleransi kondisi klien
c. Berikan contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan (sering
klien takut
melaksanakannya)

Tujuan khusus 5: Klien mampu a. Berikan kesempatan Melalui aktivitas, klien


Klien dapat beraktivitas sesuai kepada klien mencoba akan mengetahui
melakukan kegiatan kemampuan kegiatan yang telah kemampuannya
sesuai dengan direncanakan
b. Beri pujian atas usaha dan
kondisi sakit dan
keberhasilan klien
kemampuannya
c. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan di rumah
Tujuan khusus 6: a. Klien mampu a. Beri pendidikan kesehatan Perhatian keluarga dan
Klien dapat melakukan apa kepada keluarga tentang pengertian keluarga akan
memanfaatkan yang diajarkan cara merawat klien dengan membantu meningkatkan
b. Klien mau
system pendukung isolasi social dan harga diri harga diri klien
memberikan
yang ada rendah
dukungan b. Bantu kelluarga memberi
dukungan selama klien
dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan dirumah
2. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b/d menarik diri
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Resiko Tujuan umum:
perubahan Klien dapat
persepsi berinteraksi dengan
sensori: orang lain sehingga
halusinasi tidak terjadi
pendengaran halusinasi
Tujuan khusus 1: a. Klien dapat a. Bina hubungan saling Hubungan saling percaya
b/d menarik diri
Klien dapat mengungkapkan percaya akan menimbulkan
- Sapa klien secara ramah
membuna hubungan perasaan dan kepercayaan klien
baik secara verbal
saling percaya keberadaannya kepada perawat sehingga
secara verbal maupun nonverbal akan memudahkan dalam
b. Klien mau - Perkenalkan diri dengan
pelaksanaan tindakan
menjawab salam sopan
selanjutnya
c. Klien mau berjabat - Tanya nama lengkap klien
tangan dan nama panggilanyang
d. Mau menjawab
disukai
pertanyaan - Jelaskan tujuan
e. Ada kontak mata
pertemuan, jujur dan
f. Klien mau duduk
menepati janji
berdampingan
- Tunjukkan sikap empati
dengan perawat
dan menerima klien apa
adanya
- Beri perhatian kepada
klien
b. Beri kesempatan untuk
mengungkapkan
perawaannya tentang
penyakit yang diderita
c. Sediakan waktu untuk
mendengarkan klien
c. Katakan pada klien bahwa
dia adalah seorang yang
berharga dan bertanggung
jawab serta mampu
menolong dirinya
sendiri

Tujuan khusus 2: Klien dapat a. Kaji pengetahuan klien Dengan mengetahui


Klien dapat menyebutkan tentang perilaku menarik diri tanda dan gejala menarik
menyebutkan penyebab menarik diri dan tanda-tandanya diri akan menentukan
b. Beri kesempatak kepada
penyabab menarik yang berasal dari : langkah intervensi
klien untuk mengungkapkan
diri a. Diri sendiri selanjutnya
b. Orang lain perasaan penyebab
c. Lingkungan
menarik diri atau tidak mau
bergaul
c. Diskusikan dengan klien
tentang perilaku menarik
diri, tanda dan gejala
c. Berikan pujian tentang
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya
Tujuan khusus 3: Klien dapat a. Kaji pengetahuan klien Reinforcement positif
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan dan dapat meningkatkan
menyebutkan keuntungan manfaat bergaul dengan harga diri
keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Beri kesempatan kepada
bersosialisasi dengan orang lain, misalnya
klien untuk mengungkapkan
orang lain dan banyak teman, tidak
perasaannya tentang
kerugian todak sendiri, bias
keuntungan berhubungan
bersosialisasi dengan berdiskusi, terasa
dengan orang lain
orang lain ramai, dapat
c. Diskusikan dengan klien
bercanda
tentang manfaat
berhubungan dengan orang
lain
d. Kaji pengetahuan klien
tentang kerugian bila todak
bergaul dengan orang lain
e. Beri kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan
perasaannya tentang
kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang
lain
f. Diskusikan dengan klien
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang
lain

3. Kurang perawatan diri b/d menarik diri


Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
Kurang Tujuan umum:
perawatan diri Pasien
b.d menarik diri
mengungkapkan
keinginan untuk
melakukan kegiatan
hidup sehari-hari
Tujuan khusus 1: Klien mampu a. Dukung pasien untuk Kegiatan mandiri dapar
Klien mampu melakukan aktivitas melakukan kegiatan hidup meningkatkan
melakukan kegiatan sehari-hari sehari-hari sesuai tingkat kemampuan aktivitas
hidup sehari-hari a. Pasien makan kemampuan pasien yang dapat dilakukan
b. Dukung kemandirian
secara mandiri dan sendiri tanpa klien
pasien, tapi berikan
mendemontrasikan bantuan.
b. Pasien memilih bantuan saat pasien tidak
suatu keinginan
pakaian yang dapat melakukan beberapa
untuk melakukannya
sesuai, berpakaian kegiatan
c. Perlihatkan secara konkret,
merawat dirinya
bagaimana melakukakn
tanpa bantuan.
c. Pasien memperta- kegiatan yang menurut
hankan kebersihan pasien sulit melakukannya
d. Bantu dalam menyiapkan
diri secara optimal
perlengkapan ADLs
dengan mandi
e. Berikan pengakuan dan
setiap hari dan
penghargaan positif untuk
melakukan
kemampuannya mandiri.
prosedur defekasi
dan berkemih
tanpa bantuan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif L.S. 2006. Skizofrenia, Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Jakarta:


Refika Aditama

Carpenito L.J. 1998. Diagnosa Keperawatan (Terjemahan), 6th Edition. Jakarta:


EGC

FKUI dan WHO. 2006. Model-Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa


(MPKP jiwa). Jakarta: FKUI

Hawari D. 2006. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:


balai penerbit FKUI

Ingram I.M. 1995. Catatan Kuliah Psikiatri (Terjemahan), 6th. Jakarta: EGC

Isaac A. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik


(Terjemahan), 3th Edition. Jakarta: EGC

Keliat B.A. 1994. Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC

Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya.


Airlangga University Press

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga Untuk Perawat Dan Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: CV
Sagung Seto

Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 17 Mei 2016

Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 17 Mei 2016

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai