Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesistitis adalah inflamasi pada vesika fellea yang terjadi karena adanya
obstruksi pada duktus sistikus yang disebabkan oleh batu empedu dari vesika
fellea. Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik tetapi jika
terjadi komplikasi seperti perforasi atau gangren maka menyebabkan prognosis
menjadi buruk. Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris
yang memburuk secara progresif. Sekitar 60 70% pasien melaporkan adanya
riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya
serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan
atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah
antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat
ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut
merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.1

Diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu dan sebanyak


sepertiga dari orang-orang ini menderita kolesistitis akut. Kolesistektomi baik
untuk kolik biler berulang atau untuk kolesistitis akut merupakan prosedur bedah
yang paling umum, sekitar 500.000 operasi per tahun. Insiden kolesistitis
meningkat seiring bertambahnya usia. Peningkatan insiden pada pria lanjut usia
diduga dikaitkan dengan perubahan hormon androgen terhadap estrogen.
Distrubusi jenis kelamin untuk kolesistitis adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pada pria. Prevalensi kolesistitis lebih tinggi pada orang-orsng
keturunan Skandinavia, Pima, India. Di Amerika Serikat orang kulit putih
memiliki prevalensi lebih tinggi daripada orang kulit hitam. Sejauh ini belum ada
epidemiologi penduduk Indonesia, insiden kolesistitis di Indonesia relative lebih
rendah di banding negara-negara barat. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
wanita dan meningkat pada usia diatas 40 tahun.2

Hidrops vesika fellea adalah terjadinya pembesaran ukuran pada vesika


fellea, sehingga ukuran vesika fellea lebih besar daripada seharusnya. Hidrops

1
vesika fellea disertai sludge positif berarti ditemukan endapan pada saluran
empedu, baik vesika fellea maupun duktus kholeduktus. Hidrops biasanya
disebabkan oleh stenosis atau obstruksi duktus sistikus sehingga empedu tidak
dapat masuk ke kandung pada keadaan kandung empedu normal. Isi kandung
empedu berupa cairan keputihan yang biasanya jernih yang berasal dari kelenjar
dinding, sedangkan garam empedu yang di hati akan diresorpsi. Biasanya tidak
ada radang karena tidak didapatkan bakteri patogen. Kadang menimbulkan nyeri
spontan dan nyeri tekan. Hidrops kandung empedu dapat menyebabkan
kolesistitis akut atau empisema. Penanganan hidrops kandung empedu adalah
kolesistektomi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Empedu dibentuk dalam lobulus hati, disekresi kedalam jaringan

kanalikuli yang kompleks. Duktulus biliaris yang kecil, dan duktus biliaris yang

lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri

hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris

interlobulus ini bergabung untuk membentuk duktus biliaris septum yang lebih

besar yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri, yang

pada gilirannnya akan bersatu membentuk duktus koledukus. Duktus hepatikus

komunis yang bergabung dengan duktus sistikus kandung empedu untuk

membentuk duktus koledukus yang memasuki duodenum (sering setelah

menggabung duktus pankreatikus mayor) melalui ampula vater.1

3
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Maskanah


Tempat/tanggal lahir : Semarang/ 5-9-1971
Umur : 45 tahun
Status Perkawinan : Janda (bercerai)
Pendidikan Terakhir : SD (lulus)
Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan kuli bagunan
Alamat : Girikusumo Mranggen, Demak, Jawa Tengah
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa Tengah
Agama : Islam
Jaminan : BPJS Non-PBI
Ruangan : Nakula 2
Tanggal masuk RS : 22-4-2017

ANAMNESA ( AUTOANAMNESA)

Tanggal Pemeriksaan : 28 April

Keluhan Utama : nyeri perut kanan atas

Keluhan Tambahan : demam, mual, sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak 1 bulan terakhir,


dirasakan memberat sejak 1 minggu ini SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul
dengan lama waktu nyeri sekitar 20 menit, memberat setelah banyak makan

4
gorengan dan nyeri juga menjalar kebagian ulu hati dan punggung kanan. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, jika bagian yg nyeri ditekan akan semakin sakit.
Pasien juga mengeluhkan demam sebelum masuk rumah sakit, demam turun jika
minum obat namun kembali demam setelahnya dan mual dirasakan bersamaan
dengan nyeri perut, mual hilang timbul dan tidak disertai muntah. Sesak dirasakan
pasien sejak dirumah sakit, pasien mengaku sering batuk namun tidak berdahak
dan sembuh jika beristirahat setelah kerja.

Pasien biasanya makan utama 3 kali sehari dan sering makan gorengan
yang banyak minyak. Sejak sakit nafsu makan pasien agak berkurang, namun
tidak ada penurunan berat badan pada pasien. Pasien tidak nafsu makan karena
ketika makan nyeri perutnya memberat.

Pasien buang air kecil dengan frekuensi normal (5 kali sehari), pancaran
normal, berwarna agak keruh seperti teh sejak 1 minggu yang lalu, saat ini pasien
mengunakan urin bag dan urin masih keruh. Riwayat keluar darah, keluar batu
saat buang air kecil dan nyeri saat buang air kecil disangkal oleh pasien. Buang air
besar pasien normal, 1 kali sehari, volume normal, dengan warna kuning,
konsistensi padat. Riwayat susah atau nyeri saat buang air besar, buang air besar
dengan keluar darah disangkal oleh pasien.

Sebelumnya pasien sudah dirawat di Puskesmas selama 3 hari namun tidak


kunjung membaik dan akhirnya dirujuk ke RSUD KMRT Wongsonegoro dengan
keluhan nyeri perut kanan atas tersebut. Terkait keluhannya ini pasien sudah
diberikan obat paracetamol tab 500mg, omeprazol caps 30mg dan ciprofluoxacin
dari puskesmas.

Pasien mengaku pada bulan Desember tahun 2016 pernah masuk rumah
sakit di RSUD KMRT Wongsonegoro karena nyeri perut kanan atas juga, namun
dari hasil pemeriksaan semuanya dikatakan normal dan pasien hanya diberi obat
penghilang rasa sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengatakan memiliki riwayat sesak jika beraktivitas berat sejak 2


bualan terakhir.

5
Pasien mengatakan sering batuk jika sesak timbul setelah berkerja berat

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit paru dan TBC disangkal

Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat penyakit paru disangkal

Riwayat makan dan minum:

Pasien biasanya makan utama 3 kali sehari dan sering makan gorengan
yang banyak minyak. Jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Sejak sakit nafsu
makan pasien agak berkurang, namun tidak ada penurunan berat badan pada
pasien. Pasien tidak nafsu makan karena ketika makan nyeri perutnya memberat.
Minum alkohol dan merokok disangkal. Pasien minum air putih 3-5 gelas perhari.

Riwayat sosial:

Pasien sudah bercerai dan tinggal bersama dengan anaknya usia 9 tahun.
Sehari-hari pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan bekerja 8 jam sehari. Untuk
biaya rumah sakit pasien menggunakan BPJS Non-PBI.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS INTERNIS

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis , GCS 15 (E4M6V5)

6
Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 120/80 mm Hg

Nadi : 88 x / menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

Pernafasan : 16 x / menit, tipe pernapasan thorako-abdominal

Suhu : 36,3 o C diukur dengan termometer digital pada dahi

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 156 cm

BMI : 18,52kg/m2

VAS : 6/10

KEADAAN REGIONAL

Kulit : warna kulit kuning langsat, ikterus (-), sianosis (-), kering
(-), pigmentasi (-).

Kepala : Bentuk dan ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut


warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak tampak kelainan
kulit kepala.

Mata :
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Xantelasma (-) Xantelasma (-)
Konjungtiva Anemis (-) Anemis (-)

7
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sclera Ikterik (-) Ikterik (-)
Kornea Jernih Jernih
Arcus senilis (-) Arcus senilis (-)
Reflek kornea (+) Reflek kornea (+)
Pupil Bulat, isokor, 3 Bulat, isokor, 3
mm, RCL (+), RCTL mm, RCL (+), RCTL
(+) (+)
Lensa Jernih Jernih
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Visus VOD = 6/60 VOS = 6/60
TIO (digital) Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pem. Lain Lapang pandang Lapang pandang
normal normal

Telinga :
AD AS
Bentuk Normotia Normotia
Daun telinga Fistel preaurikuler (-) Fistel preaurikuler (-)
Fistel retroaurikuler (-) Fistel retroaurikuler (-)
Abses mastoiditis (-) Abses mastoiditis (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tarik aurikuler (-) Nyeri tarik aurikuler (-)
Liang telinga Serumen (-) Serumen (-)
Lapang Lapang
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Membran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
timpani
Tes Penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
Hidung : Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada
deviasi, mukosa tidak hiperemis, sekret -/-

Mulut : Bentuk simetris, perioral sianosis (-) , lidah kotor (-) ,


letak uvula di tengah, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
hiperemis (-)

Leher : Trakhea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba


membesar

Kelenjar Getah Bening : Preauricular, postauricular, tonsilar, submental,

submandibula, cervical, supraclavicula, inguinal


tidak teraba membesar.

THORAX

Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Cor

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavicula line sinistra

Perkusi : Redup

Batas atas : ICS II parasternal line sinistra

Batas kanan : ICS V sternal line dextra

Batas kiri : ICS V midclavicula line sinistra

9
Auskultasi : BJ I&II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : membuncit, sikatriks (-), striae (-), venektasi (-), gerakan usus (-).

Perkusi : hipertimpani seluruh lapang perut

Auskultasi : Bising usus (+) normal (8x/menit)

Palpasi : Supel

Hepar : teraba membesar 2 jari dibawah arkuskosta, tepi


tumpul, permukaan kenyal, nyeri tekan (+)

Lien: tidak teraba,

Ginjal: ballotement (-/-)

Nyeri tekan pada perut kanan atas dan epigastrium (+)


(pasien menyeringai saat dipalpasi pada epigastrium dan
perut kanan atas), Murphy sign (+).

EKSTREMITAS

Superior Inferior
Edema -/- +/+
Clubbing finger -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
Kuku Spoon nails - Spoon nail -
Pitting edem : -/-

STATUS NEUROLOGIS

1. Kesadaran : Compos Mentis , GCS 15 (E4M6V5)


2. Rangsang meningeal :(-)
a. kaku kuduk :(-)

b. brudzinsky I :(-)

10
c. brudzinsky II :(-)

d. Laseque :(-)

e. Kernig :(-)

3. Peningkatan TIK :(-)


4. Pupil : bulat, isokor, 3mm, reflek cahaya +/+
5. N. Cranialis : baik
6. Motorik : baik
a. trofi (lengan, tungkai) : eutrofi

b. tonus (lengan, tungkai) : normotonus

c. kekuatan : 5555 5555

5555 5555

7. Sensorik
a. ekseroseptif
raba halus : baik

raba tajam : baik

b. propioseptif
getar : baik

posisi : baik

8. Sistem otonom : baik


9. Fungsi cerebellum&koordinasi : baik
a. telunjuk-hidung : baik

b. tumit-lutut : baik

10. Fungsi luhur : baik


11. Reflek fisiologis
a. biceps : +/+

b. triceps : +/+

11
c. patella : +/+

d. Achilles : +/+

12. Reflek patologis


a. hoffman tromner :(-)

b. babinski :(-)

c. chaddock :(-)

d. schaefer :(-)

e. Gordon :(-)

f. oppenheim :(-)

i. klonus paha :(-)

j. klonus kaki :(-)

13. Tanda regresi & dementia :(-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap (20/4/2017) DINAS KESEHATAN

12
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

HB 11,4 g/dL 12,00-16,00

HCT 34,5 % 41,00-53,00

MCV 89,1 fL 80,00-100,00

MCH 29,3 Pg 26,00 34,00

MCHC 33 g/dL 31,00 36,00

TROMBOSIT 558 103/L 150,00-440,00

LEUKOSIT 12,3 fL 6,80 10,00

GDS 117 g/dL

AS.URAT 3,6

WIDAL. 1/160 NEGATIF


S,Typhi O

S,Typhi H 1/160 NEGATIF

13
Pemeriksaan darah lengkap (22/4/2017) DINAS KESEHATAN

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

HB 10 g/dL 13,50-17,50

HT 30,1 % 41,00-53,00

MCV 88,9 fL 80,00-100,00

MCH 29,4 Pg 26,00 34,00

MCHC 33,2 g/dL 31,00 36,00

PLT 517 103/L 150,00-440,00

LEUKOSIT 5,9 fL 6,80 10,00

Pemeriksaan darah lengkap (22/4/2017) RSUD KMRT WONGSONEGORO

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

HB 10,2 g/dL 11,7-15,5

HT 30,1 % 35,00-47,00

PLT 517 103/L 150,00-440,00

LEUKOSIT 5,9 fL 3,6-11

GDS 106

SGOT 21 U/L 11,00 -33,00

SGPT 17 U/L 11,00 50,00

Na 124 mmol/L 136-145


Kalium 2,7 mmol/L 3,5 5,10
Ca 1,5

Widal NEGATIF

S,Typhi O

S,Typhi H NEGATIF

Pemeriksaan urin (22/4/2017) Urine rutin

14
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan

Ph 6,00 - 7,35-7,45

Leucocyte Neg Le/mikroL Negatif

Nitrite Neg Negatif

Protein Neg Md/dl Negatif

Glucose Norm Mg/dl Normal

Ketone Neg Mg/dl Negatif

Urobilinogen Neg Mg/dl Negatif

Bilirubin Neg Mg/dl Negatif

Eritrocyte Neg Ery/mikroL Negatif

Warna Kuning p.yellow

Lekosit 6-8 /lp <6/lp

Eritrosit - /lp <3/lp

Kristal - /lp

Sel eitel gepeng 4-5 /lp

Pemeriksaan darah (25/4/2017)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

HB 9,2 g/dL 11,7-15,5

HT 26,00 % 35,00-47,00

PLT 298 103/L 150,00-440,00

LEUKOSIT 6,5 fL 3,6-11

Ureum 15,6

Creatinin 0,3 mg/dL 0,50 0,90


Na 127 mmol/L 136-145
Kalium 0,99 mmol/L 3,5 5,10
15
Pemeriksaan darah (29/4/2017)

Pemeriksaan Hasil Normal

Albumin 1,7 3,4-4,4

Na 137,0 135,0-147

Kalium 3,10 3,50-5,0

Ca 1,05 1,12-1,32

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

FOTO THORAX AP

Trakea tidak deviasi

Cor : besar , bentuk, letak normal

Pulmo : corakan bronkovaskuler meningkat dan tampak bercak

Diafragma dan sinus costophrenicus kanan dan kiri normal

Tulang: tak tampak lesi litik dan sklrotik

16
Kesan :

Cor : normal

Pulmo: gambaran Pneumonia

Tulang: tak tampak kelainan

USG ABDOMEN

17
18
HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas meningkat,
tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatika tidak melebar.
Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.

VESIKA FELEA membesar, dinding menebal, tampak gambaran pericystic fluid


dan klasifikasi, lumen penuh isi sludge

LINE ukuran normal, parenkim homogen, V.Lienalis tak melebar, tak tampak
nodul

PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak melebar

GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS tak
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa

GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS tak
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa

AORTA tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran noduli limfatici paraaorta

VESIKA URUNARIA dinding tak menebal, reguler, tak nampak batu/massa

Tak tampak efusi pkeura. Tak tampak cairan bebas intraabdomen

KESAN:

19
Fattyliver grade II

Hydrops vesika fellea disertai sludge dan kholesistitis dan kalsifiksai pada
dinding

Tak tampak kelainan lainnya pada orga intraabdomen pada sonografi


abdomen diatas

DIAGNOSIS

Nyeri perut kanan atas ec fattyliver grade II, hydrops vesika fellea disertai
sludge , kolesistits dan klasifikasi dinding vesika fellea DD Kolelitiasis ,
kolangitis

Sesak ec bronkopneumonia DD bronkitis

Anemia ec anemia normositik normokrom

Gangguan elektrolit ec hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia

Hipoalbumin

PENATALAKSANAAN

TERAPI non Farmakologi:

- Diet hindari makanan berlemak, perbanyak makan sayuran dan


buah tinggi serat

- minum air 8 gelas/hari untuk menjaga kadar air dalam cairan


empedu

- turunkan berat badan sampai berat badan ideal

Terapi Farmakologi

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

20
- inj ceftriakson 2x1gr

- inj metronidazol 3x500mg/8jam

- paracetamol 3 x 500 mg (k/p)

- nebulizer ventolin 1 ampul setiap 6 jam (k/p sesak)

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

Tanggal Keterangan

22/4/2017 Pasien datang ke UGD RSUD KMRT Wongsonegoro dengan


keluhan utama nyeri perut kanan atas. Inj Ceftriazone 2x1gr

22/4/2017 Pasien MRS dirawat di Ruang Nakula, cek laboratorium


(darah lengkap, kimia klinik, urin rutin)

23/4/2017 Nyeri perut yang dirasakan semakin meningkat (VAS 6/10)

24/4/2017 Cek laboratorium (darah rutin,ur,cr,elektrolit), KSR 3x1


selama 3 hari dan New diatab 3xII

26/4/2017 Konsultasi radiologi (foto thorax AP dan USG abdomen), inj


metronidazol 3x500mg, infus NaCl 3% 3 hari lagi, infus
Aminofluid 1 kolf/hari

28/4/2017 Inj furosemid 2x1, tetap lanjutkan aminofluid, cek


Laboratorium (albumin, elektrolit)

21
29/4/2017 Koreksi Albumin 20% 100cc

BAB IV

PEMBAHASAN

Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat


akut, kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut
pada kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai
dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90%
kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus.
Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori
terkait sebelumnya.

Etiologi

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah


stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akalkulosa
akut). Sedikitnya 3 faktor berperan pada patogenesis kolesistitis yaitu keradangan
mekanis akibat peningkatan tekanan, radang kimiawi yang disebabkan pelepasan

22
lisolesitin karena kerja enzim fosfolipase pada lesitin empedu dan radang akibat
bakteri.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan
peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran
keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin
empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa
glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa
terpajan langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan
di dalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan
mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat
mengganggu aliran darah kemukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri;
baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organismeorganisme tersebut dapat menyebabkan
hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya
menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulosa terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar
kasus ini terjadi pada pasien dengan keadaan paskaoperasi, trauma berat (misalkan
kecelakaan lalu lintas), luka bakar luas dan sepsis. Faktor lain yang turut berperan
adalah dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan
pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri (misalnya Leptospira,
Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera).

Pada kasus ini, kemungkinan yang dapat menjadi penyebab atau etiologi
kolesistitis akut adalah karena adanya batu empedu (kalkulosa). Batu empedu ini
menyebabkan keradangan mekanis akibat peningkatan tekanan. Peningkatan
tekanan intraluminal menyebabkan gangguan aliran darah ke mukosa sehingga
mukosa menjadi rusak. Stasis aliran empedu akibat adanya batu juga
menyebabkan peraangan pada kandung empedu. Hal ini dibuktikan dengan

23
pemeriksaan USG yang ditemukan batu dan telah dilakukannya pembedahan yaitu
laparoscopy cholesistectomy eksplorasi. Pasien juga tidak mengeluhkan demam
dan tidak ada leukositosis dari hasil pemeriksaan laboratorium sehingga penyebab
infeksi bisa disingkirkan. Namun tidak tertutup kemungkinan juga, batu yang
telah ada dapat menyebabkan infeksi pada kandung empedu.

4.2 Manifestasi Klinis

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas


dan pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis sangat sugestif. Gejala klinis bervariasi dari radang
ringan sampai bentuk gangren yang berat pada dinding kandung empedu.
Serangan akut sering merupakan eksaserbasi dari radang menahun. Keluhan
utama adalah nyeri perut yang hebat dan menetap di hipokhondrium kanan atau
epigastrium dan menyebar ke angulus scapula kanan dan bahu kanan dan jarang
sekali ke bahu kiri. Kadang kadang jika batu terletak di leher kandung empedu
atau di duktus, nyeri bersifat kolik. Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernafasan dalam dapat
ditemukan. Serangan nyeri sering didahului makan terlalu banyak terutama
makanan berlemak. Sering disertai mual dan perut kembung, tetapi jarang sampai
muntah. Muntah timbul bila terdapat batu pada saluran empedu bagian distal.1,3

Pada kasus ini, pasien awalnya merasakan nyeri di perut kanan atas dan
epigastrium. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Bersifat hilang timbul. Pasien juga
mengatakan senang makan makanan berlemak seperti daging dan makan utama 3
kali sehari (sebelum sakit). Disini pasien mengeluhkan nyerinya sering timbul
setelah makan. Nyerinya juga kadang-kadang menjalar sampai ke punggung
kanan. Pasien juga mengeluh nyerinya lebih memberat ketika disentuh pada
daerah yang nyeri. Disini pasien juga mengeluhkan adanya panas badan dan
masih dirasakan saat pemeriksaan di rumah sakit.

24
Pasien juga mengeluh warna kencingnya kemerahan seperti warna teh,
namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Tapi tidak ada kencing yang
bercampur darah atau nyeri saat kencing. Sehingga adanya batu saluran kencing
dapat disingkirkan. Frekuensi kencing dan volumenya juga normal. Pasien juga
mengeluh batuk sejak lama dan kadang keluar dahak berwarna kekuningan,
namun lebih sering susah untuk mengeluarkan dahak tersebut. Pasien juga
mengeluh sesak yang hilang timbul sejak 10 tahun yang lalu. Sesak ini semakin
meburuk ketika melakukan aktivitas. Selain itu pasien juga memiliki riwayat mata
berwarna kuning dan ketika masuk rumah sakit warna matanya kembali kuning,
namun kuning tidak ditemukan pada badan atau bagian tubuh yang lain. Keluhan
lain seperti rambut rontok, berat badan menurun drastis, pembesaran payuadara
atau gusi berdarah disangkal oleh keluarga pasien sehingga tanda-tanda sirosis
tidak ditemukan pada pasien. Adanya riwayat kekuningan maka patut dipikirkan
adanya suatu Jaundice yang dapat diakibatkan defek pada prehepatal, intrahepatal,
ataupun posthepatal. Apabila jaundice disebabkan oleh gangguan post hepatal
akibat obstruksi ductus biliaris ataupun duktus koledokus seperti pada kasus ini
yaitu akibat adanya batu empedu atau bisa juga karena pankreatitis obstruktif
maka kerap kali akan dirasakan nyeri ulu hati terutama saat makan disamping
terdapat riwayat kekuningan. Namun pada inspeksi abdomen tidak ditemukan
adanya Cullen sign dan grey turner sign sehingga pancreatitis obstruktif dapat
disingkirkan.

Berdasarkan hasil heteroanamnesis yang telah dilakukan kepada keluarga


pasien, didapatkan gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat
pada kolesistitits akut. Nyeri perut yang dirasakan pasien memang sudah 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sering dirasakan setelah pasien makan
daging ayam atau babi. Pasien juga dikatakan sulit untuk menghindari makanan
berlemak. Pasien juga sempat mual namun tidak pernah muntah. Namun masih
diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya dalam mengonfirmasi dugaan
tersebut.

25
4.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik didapatkan demam. Pergerakan perut terbatas, nafas


tertahan, distensi abdomen lokal dan otot dinding perut kanan atas mengalami
kekakuan. Pada pemeriksaan palpasi timbul nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu
yang tegang dan membesar, namun pada pasien ini tidak ditemukan. Inspirasi
dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kuadran kanan atas biasanya
menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (murphy sign). Ketokan
ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara
mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi
abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan
peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asal
tidak ada perforasi.Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan
menggigil disertai leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema (jika eksudat
yang terkandung pada kandung empedu hampir seluruhnya terdiri dari pus) dan
perforasi kandung empedu dipertimbangkan.

Pada pemeriksaan fisik status generalis terhadap pasien didapatkan


penderita masih terlihat (inspeksi) lemas sehingga hanya berbicara sedikit-sedikit
ketika ditanya. Suhu aksila juga meningkat. Pada inspeksi perut juga terlihat
adanya distensi pada perut. Tanda ikterus pada mata sudah tidak ditemukan lagi.
Saat dilakukan palpasi pada epigastrium dan perut kanan atas masih dirasakan
nyeri. Pasien juga berhenti bernafas ketika dilakukan penekanan pada daerah nyeri
(Murphy sign +).

Pada auskultasi dada diapatkan tanda bronkiektasis yaitu adanya


penurunan vesikuler pada region basal di lapang paru sinistra. Pada pasien juga
ditemukan adanya ronkhi pada ketiga region lapang paru sinistra dan region basal
pada lapang paru dekstra. Oleh sebab itu berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan terdapat kesesuaian dengan tanda-tanda peradangan pada kandung

26
empedu oleh karena stasis cairan empedu meskipun tidak didapatkan adanya
demam.

4.4 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan darah pasien kolesistitis ditemukan leukositosis lebih


dari 10.000/cmm dengan gambaran lekosit polimorfonuklear. Tes faal hati
menunjukkan serum bilirubin bisa meningkat ringan, serum aminotransferase juga
bisa meningkat ringan, tetapi biasanya kurang dari 5 kali batas normal.
Pemeriksaan alkali phosphatase biasanya meningkat pada 25% pasien dengan
kolesistitis. Pemeriksaan enzim amylase dan lipase diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amylase juga dapat meningkat
pada kolesistitis.

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan laboratorium beberapa kali yaitu


darah lengkap sebanyak 2 kali, kimia klinik sebanyak 3 kali, faal hemostasis
sekali dan urinalisis sekali. Pada hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya
leukositosis. Namun didapatkan anemia ringan normokromik mikrositer. Pada
pemeriksaan kimia klinik ditemukan bilirubin direk meningkat hal ini disebabkan
oleh stasis cairan empedu oleh karena adanya batu. SGOT dan SGPT juga
meningkat. Alkali phospatase serum juga meningkat pada pasien ini. Namun
disini tidak dilakukan pemeriksaan enzim amylase dan lipase untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya pankreatitis. Pada pemerikaan urinalisis
ditemukan warna kecoklatan dimana normalnya adalah kekuningan. Warna
kuning pada urin normal merupakan warna yang berasal dari ekskresi bilirubin.
Namun karena terdapat gangguan dalam ekskresi bilirubin akibat adanya batu
empedu maka cenderung terjadi penumpukan kadar bilirubin dalam darah
sehingga warna urin akan kecoklatan. Meskipun tidak terdapat leukositosis akan
tetapi pada urin ditemukan adanya leukosit dan urobilinogen serta bilirubin
urinnya positif. Pasien juga mengalami alkalosis metabolik yang terkompensasi

27
sempurna yang ditandai dengan meningkatnya HCO3- diikuti dengan peningkatan
PCO2 dan pH yang normal.

Pada foto sinar tembus abdomen mungkin ditemukan batu empedu. Foto
polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya
pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu radiopak oleh karena
mengandung kalsium cukup banyak. Pada kholesistogram menunjukkan kandung
empedu non-fungsionil pada serangan akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatik. Adapun gambaran pada USG mungkin dijumpai batu, gambaran
double layer dan penebalan dinding kandung empedu. Pemeriksaan CT-scan
dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil dan tidak
terlihat pada pemeriksaan USG. Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography
(ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan
terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien berisiko tinggi
menjalani laparoskopi kolesistektomi.

Pada kasus ini dilakukan USG abdomen yang memperlihatkan adanya


batu multiple di kandung empedu yang berukuran 2,4 cm yang mendukung
adanya cholelitiasis. pada pasien juga dilakukan foto thoraks dan didapatkan
adanya bronkiektasis dan efusi pleura kiri. Untuk mendukurng diagnosis
bronkiektasis dan menyingkirkan PPOK juga dilakukan tes spirometriyang
mendapatkan hasil dengan risiko sedang. Namun pada pasien tidak dilakukan CT
Scan Abdomen dan ERCP yang merupakan pemeriksaan gold standard pada batu
empedu.

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi diet bebas, namun disini


ditambahkan ekstra putih telur karena pasien mengalami hipoalbuminemia. Diet
bebas diberikan karena penurunan nafsu makan pasien disebabkan oleh nyeri yang
diraskannya, jadi setelah penyebab dihilangkan yaitu batu nafsu makan pasien

28
akan kembali pulih, namun harus diingat juga untuk menghindari kekambuhan
sebaiknya pasien mulai mengurangi atau menghindari makanan berlemak.

Pasien diberikan analgetik yaitu paracetamol dan pethidin untuk


meredakan nyeri perutnya. Pasien diberikan cepoferazon sulbactam sebagai
profilaksis infeksi. UDCA diberikan untuk mengatasi kolesistitisnya. Paracetamol
sebagai antipiretik. Untuk keluhan batuk dan sesak pasien diberikan ambroxol dan
nebulizer ventolin setiap 6 jam.Obat-obatan pasca operasi meliputi levofluoxacin
dan ranitidine.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Isselbacher, Kurt.dkk, 2000. Harrisons Principles of internal Medicines edisi

13 vol.4. Penyakit Kandung Empedu Dan Duktus Bilaris. Hal 1688-1699.

Jakarta: EGC.MC-Graw Hill.


2. Pridady. 2009. Kolesistitis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Edisi

1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

29

Anda mungkin juga menyukai