BAB Radiologi
BAB Radiologi
PENDAHULUAN
Kolesistitis adalah inflamasi pada vesika fellea yang terjadi karena adanya
obstruksi pada duktus sistikus yang disebabkan oleh batu empedu dari vesika
fellea. Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik tetapi jika
terjadi komplikasi seperti perforasi atau gangren maka menyebabkan prognosis
menjadi buruk. Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris
yang memburuk secara progresif. Sekitar 60 70% pasien melaporkan adanya
riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya
serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan
atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah
antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat
ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut
merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.1
1
vesika fellea disertai sludge positif berarti ditemukan endapan pada saluran
empedu, baik vesika fellea maupun duktus kholeduktus. Hidrops biasanya
disebabkan oleh stenosis atau obstruksi duktus sistikus sehingga empedu tidak
dapat masuk ke kandung pada keadaan kandung empedu normal. Isi kandung
empedu berupa cairan keputihan yang biasanya jernih yang berasal dari kelenjar
dinding, sedangkan garam empedu yang di hati akan diresorpsi. Biasanya tidak
ada radang karena tidak didapatkan bakteri patogen. Kadang menimbulkan nyeri
spontan dan nyeri tekan. Hidrops kandung empedu dapat menyebabkan
kolesistitis akut atau empisema. Penanganan hidrops kandung empedu adalah
kolesistektomi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kanalikuli yang kompleks. Duktulus biliaris yang kecil, dan duktus biliaris yang
lebih besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri
hepatika dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris
interlobulus ini bergabung untuk membentuk duktus biliaris septum yang lebih
besar yang bergabung untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri, yang
3
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESA ( AUTOANAMNESA)
4
gorengan dan nyeri juga menjalar kebagian ulu hati dan punggung kanan. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, jika bagian yg nyeri ditekan akan semakin sakit.
Pasien juga mengeluhkan demam sebelum masuk rumah sakit, demam turun jika
minum obat namun kembali demam setelahnya dan mual dirasakan bersamaan
dengan nyeri perut, mual hilang timbul dan tidak disertai muntah. Sesak dirasakan
pasien sejak dirumah sakit, pasien mengaku sering batuk namun tidak berdahak
dan sembuh jika beristirahat setelah kerja.
Pasien biasanya makan utama 3 kali sehari dan sering makan gorengan
yang banyak minyak. Sejak sakit nafsu makan pasien agak berkurang, namun
tidak ada penurunan berat badan pada pasien. Pasien tidak nafsu makan karena
ketika makan nyeri perutnya memberat.
Pasien buang air kecil dengan frekuensi normal (5 kali sehari), pancaran
normal, berwarna agak keruh seperti teh sejak 1 minggu yang lalu, saat ini pasien
mengunakan urin bag dan urin masih keruh. Riwayat keluar darah, keluar batu
saat buang air kecil dan nyeri saat buang air kecil disangkal oleh pasien. Buang air
besar pasien normal, 1 kali sehari, volume normal, dengan warna kuning,
konsistensi padat. Riwayat susah atau nyeri saat buang air besar, buang air besar
dengan keluar darah disangkal oleh pasien.
Pasien mengaku pada bulan Desember tahun 2016 pernah masuk rumah
sakit di RSUD KMRT Wongsonegoro karena nyeri perut kanan atas juga, namun
dari hasil pemeriksaan semuanya dikatakan normal dan pasien hanya diberi obat
penghilang rasa sakit.
5
Pasien mengatakan sering batuk jika sesak timbul setelah berkerja berat
Pasien biasanya makan utama 3 kali sehari dan sering makan gorengan
yang banyak minyak. Jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Sejak sakit nafsu
makan pasien agak berkurang, namun tidak ada penurunan berat badan pada
pasien. Pasien tidak nafsu makan karena ketika makan nyeri perutnya memberat.
Minum alkohol dan merokok disangkal. Pasien minum air putih 3-5 gelas perhari.
Riwayat sosial:
Pasien sudah bercerai dan tinggal bersama dengan anaknya usia 9 tahun.
Sehari-hari pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan bekerja 8 jam sehari. Untuk
biaya rumah sakit pasien menggunakan BPJS Non-PBI.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNIS
6
Tanda-tanda vital
Berat badan : 50 kg
BMI : 18,52kg/m2
VAS : 6/10
KEADAAN REGIONAL
Kulit : warna kulit kuning langsat, ikterus (-), sianosis (-), kering
(-), pigmentasi (-).
Mata :
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Xantelasma (-) Xantelasma (-)
Konjungtiva Anemis (-) Anemis (-)
7
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sclera Ikterik (-) Ikterik (-)
Kornea Jernih Jernih
Arcus senilis (-) Arcus senilis (-)
Reflek kornea (+) Reflek kornea (+)
Pupil Bulat, isokor, 3 Bulat, isokor, 3
mm, RCL (+), RCTL mm, RCL (+), RCTL
(+) (+)
Lensa Jernih Jernih
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Visus VOD = 6/60 VOS = 6/60
TIO (digital) Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pem. Lain Lapang pandang Lapang pandang
normal normal
Telinga :
AD AS
Bentuk Normotia Normotia
Daun telinga Fistel preaurikuler (-) Fistel preaurikuler (-)
Fistel retroaurikuler (-) Fistel retroaurikuler (-)
Abses mastoiditis (-) Abses mastoiditis (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tarik aurikuler (-) Nyeri tarik aurikuler (-)
Liang telinga Serumen (-) Serumen (-)
Lapang Lapang
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Membran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
timpani
Tes Penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8
Hidung : Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada
deviasi, mukosa tidak hiperemis, sekret -/-
THORAX
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri
Cor
Perkusi : Redup
9
Auskultasi : BJ I&II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : membuncit, sikatriks (-), striae (-), venektasi (-), gerakan usus (-).
Palpasi : Supel
EKSTREMITAS
Superior Inferior
Edema -/- +/+
Clubbing finger -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
Kuku Spoon nails - Spoon nail -
Pitting edem : -/-
STATUS NEUROLOGIS
b. brudzinsky I :(-)
10
c. brudzinsky II :(-)
d. Laseque :(-)
e. Kernig :(-)
5555 5555
7. Sensorik
a. ekseroseptif
raba halus : baik
b. propioseptif
getar : baik
posisi : baik
b. tumit-lutut : baik
b. triceps : +/+
11
c. patella : +/+
d. Achilles : +/+
b. babinski :(-)
c. chaddock :(-)
d. schaefer :(-)
e. Gordon :(-)
f. oppenheim :(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap (20/4/2017) DINAS KESEHATAN
12
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
AS.URAT 3,6
13
Pemeriksaan darah lengkap (22/4/2017) DINAS KESEHATAN
HB 10 g/dL 13,50-17,50
HT 30,1 % 41,00-53,00
HT 30,1 % 35,00-47,00
GDS 106
Widal NEGATIF
S,Typhi O
S,Typhi H NEGATIF
14
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ph 6,00 - 7,35-7,45
Kristal - /lp
HT 26,00 % 35,00-47,00
Ureum 15,6
Na 137,0 135,0-147
Ca 1,05 1,12-1,32
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
FOTO THORAX AP
16
Kesan :
Cor : normal
USG ABDOMEN
17
18
HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas meningkat,
tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V.Hepatika tidak melebar.
Duktus biliaris intra-ekstrahepatal tak melebar.
LINE ukuran normal, parenkim homogen, V.Lienalis tak melebar, tak tampak
nodul
GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS tak
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa
GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS tak
melebar, tak tampak batu, tak tampak massa
AORTA tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran noduli limfatici paraaorta
KESAN:
19
Fattyliver grade II
Hydrops vesika fellea disertai sludge dan kholesistitis dan kalsifiksai pada
dinding
DIAGNOSIS
Nyeri perut kanan atas ec fattyliver grade II, hydrops vesika fellea disertai
sludge , kolesistits dan klasifikasi dinding vesika fellea DD Kolelitiasis ,
kolangitis
Hipoalbumin
PENATALAKSANAAN
Terapi Farmakologi
20
- inj ceftriakson 2x1gr
PROGNOSIS
Tanggal Keterangan
21
29/4/2017 Koreksi Albumin 20% 100cc
BAB IV
PEMBAHASAN
Etiologi
22
lisolesitin karena kerja enzim fosfolipase pada lesitin empedu dan radang akibat
bakteri.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan
peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran
keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin
empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa
glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa
terpajan langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan
di dalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan
mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat
mengganggu aliran darah kemukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri;
baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organismeorganisme tersebut dapat menyebabkan
hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya
menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulosa terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar
kasus ini terjadi pada pasien dengan keadaan paskaoperasi, trauma berat (misalkan
kecelakaan lalu lintas), luka bakar luas dan sepsis. Faktor lain yang turut berperan
adalah dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan
pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri (misalnya Leptospira,
Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera).
Pada kasus ini, kemungkinan yang dapat menjadi penyebab atau etiologi
kolesistitis akut adalah karena adanya batu empedu (kalkulosa). Batu empedu ini
menyebabkan keradangan mekanis akibat peningkatan tekanan. Peningkatan
tekanan intraluminal menyebabkan gangguan aliran darah ke mukosa sehingga
mukosa menjadi rusak. Stasis aliran empedu akibat adanya batu juga
menyebabkan peraangan pada kandung empedu. Hal ini dibuktikan dengan
23
pemeriksaan USG yang ditemukan batu dan telah dilakukannya pembedahan yaitu
laparoscopy cholesistectomy eksplorasi. Pasien juga tidak mengeluhkan demam
dan tidak ada leukositosis dari hasil pemeriksaan laboratorium sehingga penyebab
infeksi bisa disingkirkan. Namun tidak tertutup kemungkinan juga, batu yang
telah ada dapat menyebabkan infeksi pada kandung empedu.
Pada kasus ini, pasien awalnya merasakan nyeri di perut kanan atas dan
epigastrium. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Bersifat hilang timbul. Pasien juga
mengatakan senang makan makanan berlemak seperti daging dan makan utama 3
kali sehari (sebelum sakit). Disini pasien mengeluhkan nyerinya sering timbul
setelah makan. Nyerinya juga kadang-kadang menjalar sampai ke punggung
kanan. Pasien juga mengeluh nyerinya lebih memberat ketika disentuh pada
daerah yang nyeri. Disini pasien juga mengeluhkan adanya panas badan dan
masih dirasakan saat pemeriksaan di rumah sakit.
24
Pasien juga mengeluh warna kencingnya kemerahan seperti warna teh,
namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Tapi tidak ada kencing yang
bercampur darah atau nyeri saat kencing. Sehingga adanya batu saluran kencing
dapat disingkirkan. Frekuensi kencing dan volumenya juga normal. Pasien juga
mengeluh batuk sejak lama dan kadang keluar dahak berwarna kekuningan,
namun lebih sering susah untuk mengeluarkan dahak tersebut. Pasien juga
mengeluh sesak yang hilang timbul sejak 10 tahun yang lalu. Sesak ini semakin
meburuk ketika melakukan aktivitas. Selain itu pasien juga memiliki riwayat mata
berwarna kuning dan ketika masuk rumah sakit warna matanya kembali kuning,
namun kuning tidak ditemukan pada badan atau bagian tubuh yang lain. Keluhan
lain seperti rambut rontok, berat badan menurun drastis, pembesaran payuadara
atau gusi berdarah disangkal oleh keluarga pasien sehingga tanda-tanda sirosis
tidak ditemukan pada pasien. Adanya riwayat kekuningan maka patut dipikirkan
adanya suatu Jaundice yang dapat diakibatkan defek pada prehepatal, intrahepatal,
ataupun posthepatal. Apabila jaundice disebabkan oleh gangguan post hepatal
akibat obstruksi ductus biliaris ataupun duktus koledokus seperti pada kasus ini
yaitu akibat adanya batu empedu atau bisa juga karena pankreatitis obstruktif
maka kerap kali akan dirasakan nyeri ulu hati terutama saat makan disamping
terdapat riwayat kekuningan. Namun pada inspeksi abdomen tidak ditemukan
adanya Cullen sign dan grey turner sign sehingga pancreatitis obstruktif dapat
disingkirkan.
25
4.3 Pemeriksaan Fisik
26
empedu oleh karena stasis cairan empedu meskipun tidak didapatkan adanya
demam.
27
sempurna yang ditandai dengan meningkatnya HCO3- diikuti dengan peningkatan
PCO2 dan pH yang normal.
Pada foto sinar tembus abdomen mungkin ditemukan batu empedu. Foto
polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya
pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu radiopak oleh karena
mengandung kalsium cukup banyak. Pada kholesistogram menunjukkan kandung
empedu non-fungsionil pada serangan akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatik. Adapun gambaran pada USG mungkin dijumpai batu, gambaran
double layer dan penebalan dinding kandung empedu. Pemeriksaan CT-scan
dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil dan tidak
terlihat pada pemeriksaan USG. Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography
(ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan
terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien berisiko tinggi
menjalani laparoskopi kolesistektomi.
28
akan kembali pulih, namun harus diingat juga untuk menghindari kekambuhan
sebaiknya pasien mulai mengurangi atau menghindari makanan berlemak.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
29