Pada zaman dahulu, sebelum kampung Lento ini menjadi sebuah kampung, disitu dijadikan
tempat berkubangnya kerbau. Sering kali kerbau terlepas dan hanya meninggalkan lento-nya atau
wohe (tempat mengikat tali pada hidung Kerbau). Pemilik Kerbau ini berasal dari kampung
Pongkor, yang sekarang menjadi kampung tetangga dari kampung Lento. Kampung Lento dulu,
selain menjadi tempat memelihara hewan, orang Pongkor menjadikannya tempat untuk berkebun
dan membuat pondok besar yang biasa disebut Kampong dan semakin lama semakin banyak
membuat pondok di tempat itu. Karena semakin banyak orang Pongkor yang membuat pondok di
tempat itu, maka tua gendang Pongkor menetapkan untuk dijadikan kampung baru dan
membagi gendang yang diberi nama kampung Lento. Alasan diberi nama kampung Lento karena
hewan peliharaan mereka sering kali terlepas dan yang ditinggalkan hanya lento-nya atau wohe
(namun kedua kata ini memiliki arti dan penggunaan yang berbeda, lento berarti tali simpul yang
berhubungan langsung dengan wohe yang diikat pada hidung Kerbau sedang wohe adalah suatu
benda yang biasanya terbuat dari karet seperti busur yang berukuran kecil dan ditempatkan pada
Suku pertama yang ada disitu adalah suku Dango dan suku Papang. Suku Dango ini
berasal dari kampung Keka kecamatan Poco Ranaka. Nama suku Dango ini diambil dari nama
keraeng Dango yang memimpin suku Dango itu. Sedangkan suku Papang berasal dari Pongkor
Satar Mese. Nama papang ini juga diambil dari nama pemimpin suku Papang itu sendiri. Alasan
kedua suku ini berada dikampung Lento karena mereka mengambil istri di kampung Lento.
Kemudian menyusul juga suku riwu dan suku-suku lain yang mendiami kampung Lento dan
sampai sekarang ada sembilan (9) Panga atau suku yang ada dikampung Lento, yaitu: Suku
Pupung, Suku Riwu, Suku Racang, Suku Tenda, Suku Maro, Suku Pongkor (suku Papang), Suku
Makasar, Suku Kuleng, Suku Dango.Jumlah Lingko ada dua sebelas (11) yaitu Golo Langkok,
Golo Nanus, Golo Cimpa, Wae Cebu, Meler, Golo Cepang, Mok, Lento, Rakas, Golo Rame, dan
Golo Numpang.
Pada mulanya kampung Lento bergabung dengan Desa Pocolia yang terdiri dari tujuh (7)
anak kampung yaitu: Kampung Pongkor, Kampung Uwu, Kampung Pandang, Kampung Lento,
Kampung Wangkung, Kampung Maro, Kampung Nul. Ada pun orang-orang yang sudah
menjabat sebagai kepala desa Pocolia, yaitu: Bapak Yohanes Loos(1971-1977), Bapak Sirilus
Gaduk (1978-1987), Bapak Yohanes Ranu (1988-1996), Bapak Feliks Falous (1997-2006),
Bapak Yoseph Robertus Hadiman (2002 - sampai sekarang). Pada tahun 2011, kampung Lento
menjadi desa tersendiri setelah memekarkan diri dari desa Pocolia yang terdiri dari dua anak
kampung, yaitu kampung Lento dan kampung Wangkung dan kepala desanya adalah Bapak
Amat Mateus yang dilantik pada tanggal 14 April 2011 (wawancara dengan Bapak Simon Enjo
Adapun nama-nama Tua Golo yang pernah memimpin dikampung lento yaitu: Bapak
Mundus Jahong, Bapak Lorens Tangur, Bapak Yohanes Ranu. Sedangkan tuaa teno yang
pernah memimpin dikampung Lento, yaitu: Bapak Adolf Sogal, Bapak Bakung Rampas, Bapak
Yohanes Nasang, Bapak Pius Ramat, Bapak Leo Haman, Bapak Gaspar Was dan Milkior
Hadan .
Kampung Lento berada di Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur. Batas
Ekonomi
Sebelah Timur Wejang Mawe Poco Ranaka
bidang ekonomi,
masyarakat kampung Lento boleh dikatakan hidupnya cukup baik, Hal ini dilihat dari rumah-
rumah penduduk yang rata-rata berdinding papan dan berlantai semen, walaupun masih ada yang
berrumah bambu dan berlantai tanah. Dari sebagian besar penduduk kampung Lento, ada
sebagian kecil yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai sewasta dan juga
memiliki kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat.Sedangkan untuk
sumber penghasilan yang paling besar dikampung Lento adalah kopi, cengkeh, dan coklat
sehingga masyarakat bisa membiayai hidup dan biaya pendidikan anak-anak mereka.
Pada umumnya, masyarakat kampung Lento berpendidikan rendah sekolah dasar (SD),
sedangkan sebagian kecil dari masyarakat Lento berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas
(SLTA) serta perguruan tinggi (PT). Walaupun demikian, pada umumnya masyarakat kampung
Lento terutama orang tua selalu mengupayakan agar anaknya dapat mengenyam pendidikan
sampai perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar dapat dijadikan modal dasar untuk mencerdaskan
kehidupan masyarakat Lento pada masa yang akan datang. Masyarakat terutama orang tua
menganggap bahwa pendidikan anak adalah suatu hal yang sangat penting. Hal ini sejalan
dengan berbagai program pendidikan di desa Lento, seperti Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Generasi Sehat Cerdas (PNPM GSC) yang telah membantu meringankan biaya
pendidikan anak Sekolah Dasar melalui pemberian beasiswa serta meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan anak yang disebabkan adanya sosialisasi yang dilakukan
oleh instansi atau Dinas Pendidikan. Jarak antara kampung Lento dengan ibu kota kecamatan
(Pusat pendidikan SMA) yang mudah ditempuh dan dijangkau juga turut menjadi sebuah
motivasi tersendiri dalam mendorong minat anak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang
lebih tinggi.
memiliki sebuah sarana ibadah (Kapela) sebagai sarana doa setiap hari Minggu dan hari raya
serta saling memberi informasi dan penguatan antar warga. Kegiatan berdoa bersama masih
terpelihara baik, sehingga melalui kegiatan ini umat berkumpul bersama sehingga dengan mudah
Masyarakat kampung Lento sangat kental dengan ikatan sosial budaya, terutama gotong
royong sebagai warisan leluhur. Hal ini masih melekat erat dalam masyarakat dan nilai-nilai
luhur yang terkandung dalam setiap ritual adat yang sifatnya mengikat, seperti budaya Sida,
budaya lonto leok atau bermusyawarah ketika ada masalah dan budaya-budaya lain. Sampai pada
saat ini budaya itu tetap menjadi pedoman hidup orang Manggarai, khususnya pada masyarakat
Lento. Orang Manggarai pada umumnya selalu yakin bahwa kehidupan sosial budaya yang di
wariskan dari nenek moyang orang Manggarai tentunya sangat berpengaruh pada relasi sosial
masyarakat. Hal ini paling menonjol dalam hubungan woenelu yaitu, keluarga kerabat yang
terbentuk atas dasar hubungan perkawinan antara kedua keluaraga kerabat (Nggoro, 2006:55).
Dalam hubungan woenelu akan merajut kebersammaanya melalui upacara-upacara
misalnya anak wina memberikan bantuan kepada saudara laki-laki pada saat saudara laki-laki
menikah atau membayar belis istrinya yaitu berupa uang atau hewan sesuai dengan kebutuhan
dari saudara laki-laki tersebut. Selain dalam upacara pekawinan, dalam ritual adat lainya juga
seperti upacara kematian masih menjunjung tinggi nilai kebersamaanya yaitu memberi uang
duka pada awal kematian, dan juga ada yang namanya sida mata. Sida mata biasanya
dilaksanakan/dibicarakan pada hari setelah acara makan besama wakatu saung ta,a. (Nggoro,
2006:175).
Acara saung ta,a biasanya dilaksanakan pada hari ketiga setelah kematian yang
mempunyai makna bahwa antara orang yang meninggal dengan orang yang masih hidup tidak
ada lagi hubungan dan keluarga yang ditinggalkan tidak lagi ingat pada dia yang meninggal.
Kebersamaan orang Manggarai pada umumnya dalam hal duka atau kematian, dimana pada
waktu kematian itu tidak hanya keluarga yang mampunyai hubungan darah dengan orang yang
meninggal yang memberikan sumbangan berupa uang yang disebut dengan seng wae lu,u dan
juga beras atau sumbangan apa saja yang layak dalam duka tersebut, tetapi juga masyarakat atau
warga kampung seluruhnya sebagai keluaraga luas ikut bagian dalam memberikan sumbangan
atau solidaritas dalam kebersamaan. Yang paling menarik dalam kehidupan sosial orang
Manggarai adalah disaat bertamu, dalam hal ini orang Manggarai pada umumnya sangat
menunjukkan nilai kebersamaan melalui cerita atau berbagi kasih, saling membagi pengalaman
hidup dan pada saat itu juga orang Manggarai pada umumnya, dan khusus pada orang Lento para
tamu yang datang akan disuguhi dengan rokok, minuman misalnya kopi, teh, susu atau juga
alkohol, makananya seperti kue, jagung, ubi-ubian, kacang-kacangan dan lain-lain. Semua
makanan dan minuman ini tidak perlu dibayar oleh para tamu yang datang.
Selain itu juga kekhasan orang Manggarai adalah disaat anak rona atau saudara dari istri
datang mengunjungi rumah saudari nya, buah tangan yang biasanya di bawah adalah beras dan
daging babi, sedangkan bentuk penerimaan yang dihidangkan dalam menyambut kedatangan
anak rona oleh saudari atau anak wina yaitu menyembeli hewan seperti ayam, bebek, atau juga
anjing sebagai lauk, dan minumanya adalah alcohol . Dan biasanya daging babi yang dibawah
oleh anak rona tidak boleh dimakan lagi oleh anak rona tersebut, tetapi daging babi itu hanya
dimakan oleh anak wina, dan anak rona hanya diperbolehkan makan daging ayam, bebek dan
daging anjing. Hal ini mampunyai alasan bahwa dalam budaya Manggarai anak rona yang
datang mengunjungi anak wina, wajib membawa buah tangan sebagai oleh-oleh seperti beras dan
daging babi, sedangkan buah tangan dari anak wina untuk anak rona adalah ayam. Ini adalah
kebiasaan yang terjadi dalam kehidpan budaya orang Manggarai pada umumnya.
Kondisi lingkungan kampung Lento yang masih alamiah dan didukung dengan tatanan
pemukiman yang cukup teratur, bersih dan rapih serta tersediahnya tempat mandi cuci kakus
(MCK) keluarga yang cukup memadai menjadi aspek pendukung bagi masyarakat Lento untuk
hidup sehat. Hal ini juga didukung dengan adanya ketahanan pangan yang cukup, misalnya
tersedianya sayur mayur dan juga pola makan yang cukup teratur sehingga dapat menekan angka
kurang gizi terutama pada ibu hamil dan balita. Selain itu, kondisi yang turut medukung
masyarakat kampung Lento ialah adanya fasilitas kesehatan serta tenaga kesehatan yang selalu
memberikan penyuluhan kesehatan setiap bulan kepada masyarakat dalam kegiatan posyandu.
Sedangkan, untuk membantu keluarga yang tidak mampu telah disediakan jamkesmas untuk
Potensi yang terdapat di tengah masyarakat Lento sangat bervariasi dan memadai,
sehingga apabila semua potensi yang ada dimanfaatkan dengan baik dan maksimal, maka dapat
mengatasi semua masalah yang dihadapi. Kampung Lento memiliki lahan pertanian yang cukup
luas dan hal ini didukungi dengan kesuburan tanah yang cukup serta memiliki aneka hasil
pertanian, seperti kopi, coklat, fanili, padi, dan cengkeh. Hasil pertanian lainnya seperti kacang-
Kampung Lento memiliki lahan yang cukup luas untuk memelihara hewan ternak. Hal ini
didukung dengan ketersediaan pakan ternak, sehingga dapat menunjang untuk pengembangan
ternak besar, seperti sapi, kerbau, kuda dan hewan lainnya.Saat ini, usaha ternak masih