Lapsus Fraktur
Lapsus Fraktur
Pembimbing:
dr. Zakiyah, Sp. Rad
Disusun Oleh :
Atika Rachmi H2A012038
Ahid Auliya F. H2A012018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : Tn. C
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Semarang
No. CM : 51.86.01
Ruang : Bangsal Anggrek
Tanggal Masuk : 4 Desember 2016
Tanggal Pemeriksaan : 7 Desember 2016
2
Riwayat sakit yang sama : Disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat sakit gula / DM : Disangkal
Riwayat sakit jantung : Disangkal
Riwayat asma / peny. Paru : Disangkal
Riwayat sakit gijal : Disangkal
Riwayat pengobatan : Sudah mendapatkan obat anti nyeri dan antibiotik
dari RS Kariadi
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat operasi : Disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum jamu : Disangkal
Riwayat merokok : Disangkal
Riwayat minum obat-obatan/alkohol : Disangkal
Riwayat minum-minuman suplemen : Disangkal
3
- Respiratory rate : 20x/menit, irama reguler
- Suhu : 36,8oC (aksiler)
4. Status Internus
a) Kepala
Kesan mesocephal
b) Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+) , racoon eye (-/-)
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), pembesaran KGB(-/-), battle sign
(-/-)
d) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), Tonsil T1-T1,
faring hiperemis (-)
f) Leher
Simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal), nyeri tekan(-), JVP
meningkat (-)
g) Thorax
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Lateral >Antero Lateral >Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)
Arcus Costa Normal Normal
4
3. Perkusi Sonor diseluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)
3. Perkusi
Suara lapang Sonor di seluruh Sonor di seluruh
paru lapang paru lapang paru
Peranjakan paru Sulit dinilai Sulit dinilai
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)
SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)
Cor
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi :
batas atas : ICS II parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III parasternal sinistra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
5
kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinistra 1 cm kearah
medial
konfigurasi jantung : dalam batas normal
- Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
h) Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-), spider
nevi (-).
Auskultasi : Bising usus (+) tiap 5 detik, bruit hepar (-), bruit aorta abdominalis(-),
bruit a. iliaca dextra (-), bruit a. iliaca sinistra (-).
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-),
ruang traube (timpani).
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, Obturator Sign(+)
i) Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Jaundice -/- -/-
Status lokalis :
Regio Antebrachii Dextra
Look : tidak dapat dinilai (tertutup balut)
Feel : nyeri tekan (+), krepitasi (-), akral hangat (+), sensasi (+), capp refill
(tidak dapat dinilai),
Move : tidak dapat dinilai (tertutup balut)
6
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin
Leukosit 16.47 10^3 /uL 3.6-11
Eritrosit 4.28 (L) 10^6 /uL 4.4-5.9
Hemoglobin 12.60 (L) g/dl 13.2-17.3
Hematokrit 38.30 (L) t 40-52
MCV 89.50 fL 80-100
MCH 29.40 pg 26-34
MCHC 32.90 g/dl 32-36
Trombosit 170 10^3/uL 150-440
RDW 13.00 # 11.5-14.5
PLCR 34.6 # -
Diff count
Eosinofil Absolute 1.57 (H) 10^3/uL 0.045-0.44
Basofil Absolute 0.04 10^3/uL 0-0.2
Netrofil Absolute 3.52 10^3/uL 1.8-8
Limfosit Absolute 1.62 10^3/uL 0.9-5.2
Monosit Absolute 0.47 # 0.16-1
Eosinofil 21.70 (H) # 2-4
Basofil 0.60 # 0-1
Neutrofil 48.80 50-70
Limfosit 22.40 # 25-40
Monosit 6.50 2-8
2) Pemeriksaan Radiologi
7
Gambaran foto antebrachii dextra AP dan Lateral:
Struktur tulang : Normal
Tak tampak reaksi litik dan sklerotik
Tampak diskontinuitas epiphise Radius 1/3 Distal
Aposisi dan Alignment tidak baik
Sela Sendi tidak menyempit
Tidak ada dislokasi
Soft tissue : baik
KESAN : Epiphisiolisis Radius Desxtra 1/3 distal
IV. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis
kasus ini adalah close fraktur Epiphisiolisis Radius Desxtra 1/3 distal
V. Penatalaksanaan
Bidai
8
Infus RL 20 tpm
Rujuk spesialis Bedah
VI. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad Fungsionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
9
A. Anatomi Manus
B. Trauma
10
Trauma dibagi atas tujuh bentuk, yaitu trauma mekanik, trauma panas, trauma
bahan kimia, trauma listrik, trauma radiasi, trauma biologis dan trauma emosi.2,3
1. Trauma mekanik
Salah satu ciri yang paling khas dalam trauma mekanik adalah terjadinya
fraktur tulang yang patah . Apabila seseorang mempertahankan dirinya terhadap
suatu pukulan atau benturan , kemungkinan besar os ulnaris nya akan patah. Tulang
radius juga akan patah apabila seseorang yang jatuh, menopang badan hanya dengan
salah satu tangannya saja.2
2. Trauma panas
Trauma panas dapat terjadi karena adanya jaringan yang terbakar secara
langsung atau membeku, akibat tekanan suhu yang terlalu dingin. Bisa juga secara
berharap seluruh tubuh mendapatkan panas yang berlebihan atau karena dingin yang
terlalu rendah2
3. Trauma Bahan kimia
Trauma bahan kimia dapat terjadi karena memakan racun, misalnya fosfor
kucing yang terdapat dalam korek api zaman dahulu.2
4. Trauma listrik
Trauma listrik ini merupakan bentuk syok akibat tersengat bentuk syok
akibat tersengat listirik bertegangan tinggi. Trauma seperti ini bisa merusak jantung,
otak, bahkan sering mengakibatkan kematian.2
5. Trauma Radiasi
Trauma radiasi dapat terjadi akibat hujan debu radioaktif yang berasal dari
letusan bom. Bahkan, cahaya matahari pun dapat menyebabkan trauma (sunburn) ini2
6. Trauma Biologi
Trauma biologi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, malaria, gigitan
ular dan segala gangguan dari makhluk biologi lainnya.2
7. Trauma emosi
Trauma emosi biasanya disebabkan oleh teman sendiri atau sesama manusia2
C. Fraktur
11
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.2
1. Etiologi
Fraktur Tibia dan Fibula biasanya terjadi karena pukulan langsung, jatuh
dalam posisi fleksi, gerakan memuntir yang keras, dan trauma langsung dari arah
samping.2
2. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai
keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat
berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai
kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.2,3
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka
karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan
menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan
untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang
otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada
pada posisi yang kaku.2,3
3. Jenis Fraktur
Fraktur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :2,3
a. Fraktur tertutup ( closed ), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan hubungan dunia luar.
b. Fraktur terbuka ( Open / Compound ), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur terbuka terbagi
atas tiga derajat ( menurut R Gustillo ), yaitu :
1) Derajat I :
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat II
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerousakan jaringan lunak, tidak luas
c) Fraktur kominutif sedang
12
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi
atas :
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang dsebabkan
oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi masif
c) Luka pada pembulu arteri / saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jarigan lunak
4. Deskripsi fraktur
Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal hal yang perlu dideskripsikan adalah :2,3
a. Komplit atau tidak komplit
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada gambar.
2) Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penamang tulang
seperti :
1) Hairline fracture ( patah retak rambut )
2) Buckle fracture atau torus frakrure, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, biasa pada distal radius
anak anak
3) Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
b. Bentuk garis patah dan hubungan dengan mekanisme trauma
1) Garis patah melintang : Trauma angulasi atau langsung
2) Garis patah oblic : Trauma angulasi
3) Garis patah spiral : Trauma rotasi
4) Garis kompresi : Trauma aksial fleksi pada tulang spongiosa
5) Fraktur avulsi : Trauma tarikan / traksi otot pada insersinya di tulang,
missal tulang patella
13
c. Jumlah garis patah
1) Fraktur kominutif : Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2) Fraktur segmental : Garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.
Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal.
3) Fraktur multipel : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan temapatnya, misalnya fraktur femur, dan fraktur tulang
belakang.
d. Bergeser atau tidak bergeser
1) Fraktur undisplaced ( tidak bergeser ), garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser, poriosteriumnya masih utuh.
2) Fraktur displaced ( bergeser ), terjadi pergeseran fragmen fragmen
fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi dalam :
a) Dislokasi ad longitudinam cum con tractionum ( pergeseran searah
sumbu dan overlapping )
b) Dislokasi ad axim ( pergeseran yang membentuk sudut )
c) Dislokasi ad latus ( pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauhi ).
e. Fraktur Epifisis
Klasifikasi fraktur epifisis dengan separasi menurut Salter dan Harris
14
Tipe I : Separasi seluruh epifisis
Tipe II : Separsai epifisis dengan fragmen metafisis
Tipe III : Separasi parsial epifisis
Tipe IV : Separasi parsial epifisis dengan fragmen metafisis
Tipe V : Kompresi pada lempeng epifisis
f. Komplikasi tanpa komplikasi, bila ada harus disebut.
Komplikasi dapat berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau
sistemik, oleh trauma akibat pengobatan. Dalam menegakan diagnosis
fraktur harus disebut jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai
nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang ( proksimal, tengah,
atau distal ), komplit atau tidak, bentuk garis patah, jumlah garis patah,
bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup, dan komplikasi bila ada.
Contoh :
1) Fraktur proksimal kanan garis patah oblik, displaced disl okasi ad latus
terbuka derajat satu, neurovaskuler distal baik
2) Fraktur kondilus lateralis humerus sinistra, displaced, tertutup dengan
paralisis nervus radialis.
15
secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang
mana tulang tersebut saling berdekatan.
c. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang
diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
d. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di
bawah lokasi fraktur.
e. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
digerakkan.
f. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
6. Diagnosis
a. Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadnya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma,
arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan
( mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat
lain secara sistematik darikepala, muka, leher, dada dan perut.2,3
b. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umumseperti syok pada fraktur
multipel ,fraktir pelfis, fraktur terbuka ; tanda tanda sepsis pada fraktur
terbuka yang mengalami infeksi.2,3
c. Pemeriksaan status lokasi
Tanda tanda klinis pada fraktur tulang panjang :2,3
1) Look, cari apakah terdapat :
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada
fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan
Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak
bisa berjalan. Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan
kanan, misalnya, pada tungkai bawah meliputi apparenth length (jarak
antara ubilikus dengan maleolus medialis) dan true lenght (jarak antara
SIAS dengan maleolus medialis).
16
2) Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak
dilakukan lagi karena akan menambah trauma.
3) Move, untuk mencari :
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang
spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan
ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri
bila digerakan, baik pada gerakan aktif maupun pasif seberapa jauh
gangguan gangguan fungsi, gerakan geraka yang tidak mampu
digerakan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi),
dan kekuatan.
d. Pemeriksaan Penunjang2,3.4
1) Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross-test, dan urinalisa.
2) Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
a) 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral/obliq
b) Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
c) Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang
cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali,
yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
18
v. Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia
hingga otot. Eksisi otot yang tidak vital, buang tulang tulang
kecil yang tidak melekat pada periostium. Pertahankan fragmen
tulang besar yang perlu untuk stabilitas.
vi. Luka fraktir terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu
ditutup satu minggu kemudian setela edema menghilang
( secondari suture ) atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka
tidak terlalu lebar ( jahit luka jarang ).
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan dari hasil anamnesis pasien mengeluh lengan bawah
sebelah kanan terasa nyeri sejak . Nyeri dirasakan terus menerus. Selain itu pasien juga
mengeluhkan tangan bengkak, kesemutan, pusing dan mati rasa pada jari jari tangan
kanan.
19
Sedangkan Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis hanya dapat dinilai sebagian
karena pasien post operasi sehingga masih terbalut perban. Tidak didapatkan racoon eye
maupun battle sign dan epistaksis pada pasien.
Dari hasil pemeriksaan Radiologi didapatkan adanya fraktur pada epifise os Radius
dengan separasi seluruh epifisis (tipe I Salter dan Harris). Alignment dan aposisi tidak
baik. Tidak didapatkan adanya dislokasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2011
2. Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2000
3. King, Maurice, dkk. Bedah Primer Trauma. Jakarta. EGC. 2001
4. Malueka, Russdy Ghazali. Radiologi diagnostic. Yogyakarta . pustaka cendekia. 2008
20
5. Thomas, Mark A. Terapi dan rehabilitasi Fraktur. Jakarta. EGC. 2011
21