Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Session

INVERSIO UTERI

Oleh:

Amatullah Fauziyyah 1210313053

Preseptor:

dr. Adriswan, SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR. M. DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal akibat
komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan. 1 WHO memperkirakan
sejumlah 25% dari 100.000 kematian ibu didunia setiap tahunnya disebabkan
perdarahan postpartum sebagai komplikasi dari persalinan. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu
(AKI) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.2
Perdarahan postpartum (PPP) masih menjadi salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas ibu paling banyak baik di seluruh dunia terutama negara
berkembang seperti Indonesia. PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45%
terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi
lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setalah bayi lahir.3
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan post partum dapat dibagi
menjadi PPP primer, terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh
atonia uteri, robekan jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus jarang,
PPP dapat disebabkan karena inversio uteri. PPP sekunder terjadi setelah 24 jam
persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta. Inversio uteri merupakan kasus
yang jarang pada perdarahan post partum, tetapi keadaan tersebut menyebabkan
kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan. Inversio
uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri masuk ke kavum uteri, bahkan ke
dalam vagina dengan dinding endometrium sebelah luar. Tekanan yang dilakukan
pada fundus uteri ketika uterus tidak berkontraksi baik, tarikan pada tali pusat,
hipotonia uteri dapat merupakan awal masuknya fundus uteri ke dalam kavum
uteri, dan dengan adanya kontraksi berturut-turut menodorng fundus yang terbalik
ke bawah.4
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka
yang berbeda dan bervariasi berkisar antara 1:5000 sampai 1:20.000 persalinan.
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan
kegawatdaruratan obstetri, karena dapat menimbulkan syok, perdarahan, bahkan
sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat
terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan
keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-
70% dari jumlah kasus.3,5,6
Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu
dengan cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta,
melalui tarikan yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah
ada tanda-tanda lepasnya plasenta. Serta mengenal secara dini dan
penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat inversio uteri.7,8
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui gejala dan tanda-
tanda serta penanganan yang adekuat terhadap inversio uteri sehingga risiko
morbiditas dan mortalitas ibu dapat dikurangi.

1.2.Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari Inversio Uteri.

1.3. Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dokter muda Obstetri Ginekologi mengenai Inversio Uteri.

1.4. Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
dirujuk dari berbagai literatur.

1.5. Manfaat Penulisan


Melalui makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan
pengetahuan dokter muda Obstetri Ginekologi mengenai Inversio Uteri
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus (fundus uteri)
memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam
kavum uteri, bahkan ke dalam vagina atau keluar vagina dengan dinding
endometriumnya sebelah luar. Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana badan
rahim berbalik, menonjol melalui serviks ke dalam atau ke luar vagina.4
Inversio uteri merupakan kegawatdaruratan pada kala III yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan,
terjadi tiba-tiba dalam kala III persalinan atau segera setelah plasenta keluar .7

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang
berbeda dan bervariasi berkisar antara 1:5000 sampai 1:20.000. Di India
kejadiannya 1 dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di
Amerika 1 dari 23.127 persalinan, di Canada 1 dari 3737 persalinan dan di
Perancis 1 dari 20000 persalinan.5
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan
merupakan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok
bahkan sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio
uteri dapat terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut
menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup
tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.4

2.3 Etiopatogenesis
Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya
dengan pasti dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium.
Inversio uteri sebagian dapat terjadi spontan dan lebih sering terjadi karena
prosedur tindakan persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah. 2
Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri non
obstetri dan inversio uteri puerperalis.3
Pada inversio uteri non obstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan
mioma uteri submukosa yang terlahir, polip endometrium dan sarkoma uteri yang
menarik fundus uteri ke arah bawah yang dikombinasikan dengan kontraksi
miometrium yang terus menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda
asing.7 Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri yang berasal dari
kavum uteri antara lain; 1) Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2)
Dinding uterus yang tipis, 3) Dilatasi dari serviks uteri, 4) Ukuran tumor, 5)
Ketebalan tangkai dari tumor, dan 6) Lokasi tempat perlekatan tumor.
Pada inversio uteri purperalis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering
disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik. Bila terjadi spontan,
lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida terutama yang mendapat
MgSO4 IV untuk terapi PEB dan cenderung untuk berulang pada kehamilan
berikutnya. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas uterus atau
kelainan kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat menyebabkan inversio
uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonia uteri, kelemahan otot
kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada
batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karena tali pusat yang pendek. Pada
kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali
pusat yang kuat dari plasenta yang berimplantasi di fundus uteri.2,4
Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun
kala III sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus). Dibuktikan
bahwa lebih banyak kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak
dan hampir tidak pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya mendapatkan
kasus inversio uteri. Harer dan Sharkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh
teknik penanganan persalinan yang salah.2,4
Gambar 2.1 Penarikan tali pusat berlebihan menyebabkan inversio uteri

2.4 Faktor Pendukung


Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio
uteri yaitu: 4
Faktor predisposisi
1. Abnormalitas uterus
a. Plasenta adhesiva
b. Tali pusat pendek
c. Anomali kongenital (uterus bikornus)
d. Kelemahan dinding uterus
e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan)
f. Riwayat inversio uteri sebelumnya
2. Kondisi fungsional uterus
a. Relaksasi miometrium
b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus
c. Pemberian MgSO4
d. Atonia uteri
Faktor pencetus
1 Pengeluran plasenta secara manual
2 Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan
dan lain-lain.
3 Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:
a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat
b. Prasat Crede
c. Penarikan tali pusat yang kuat
d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana
4 Partus presipitatus
5 Gemelli
Tabel 2.1 Faktor Predisposisi Inversio Uterus8
Faktor Persalinan Faktor Pasien
Manuver Crede Riwayat inversion uteri sebelumnya
Tonus uterus yang lemah Tumor uterus dan anomaly lainnya
Plasenta tertanam di fundus Paritas rendah
Pemberian oksitosin, terutama pada Usia muda
pemberian bolus, dan traksi tali pusat Kelemahan struktur muscular dan
dengan plasenta, baik melekat ligament uterus
sebagian ataupun seluruhnya pada
Primipara, berkaitan dengan kala I
uterus (adherent placenta)
fase aktif yang cepat
Penggunaan relaksan uterus
Tali pusat pendek
Macrosomia
Tekanan intraabdominal tinggi

2.5 Klasifikasi
1.
Berdasarkan gradasi beratnya :
a. Inversio uteri ringan : jika fundus uteri terputar balik menonjol ke
dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari kavum uteri.
b. Inversio uteri sedang : jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam
vagina.
c. Inversio uteri berat : bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik
dan sebagian sudah menonjol keluar vagina atau vulva.
2. Berdasarkan derajat kelainannya:
a. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum
melewati kanalis servikalis.
b. Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah
melewati kanalis servikalis.
c. Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol
keluar dari vulva.

Gambar 2.2 Derajat Inversio Uteri


3.
Berdasarkan pada waktu kejadian:
a. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah
kelahiran bayi atau plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks
uteri.
b. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi
kontraksi cincin serviks uteri.
c. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari
4 minggu ataupun sudah didapatkan gangren.
4. Berdasarkan etiologinya:
a. Inversio Uteri Non Obstetri
Biasanya disebabkan oleh mioma uteri submukosum atau neoplasma
yang lain
b. Inversio Uteri Obstetri
Merupakan inversio uteri tersering yang terjadi setelah persalinan.
c. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
d. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

2.6 Gejala Klinis


Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga
diagnosis sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Inversio uteri ditandai
dengan tanda-tanda:4
-
Syok karena kesakitan
-
Perdarahan banyak bergumpal
-
Pada vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang
masih melekat
-
Bila baru terjadi, prognosis cukup baik, akan tetapi bila kejadiannya cukup
lama, jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia,
nekrosis, dan infeksi.
Syok merupakan gejala yang sering menyertai suatu inversio uteri. Syok
atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terjadi,
oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang terjadi setelah persalinan tidak
disertai dengan perdarahan yang berarti untuk memperkirakan suatu inversio uteri.
Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat, akibat ligamentum yang terjepit di
dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan pada peritoneum atau akibat
syok kardiovaskuler.
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula
terjadi perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila
plasenta lepas atau telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada
kontraksi uterus. Perdarahan tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah
ada sebelumnya, bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian
terjadi dalam dua jam postpartum akibat perdarahan atau syok.
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri,
bahkan kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus
uteri dijumpai pada pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor
lunak di dalam atau di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan
yang berat (komplit) tampak tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang
plasenta masih melekat dengan ostium tuba dan endometrium berwarna merah
muda dan kasar serta berdarah.
Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang
terlahir, pada mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan
berada pada tempatnya serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada
kehamilan dan persalinan yang cukup bulan atau hampir cukup bulan. Pada kasus
inversio uteri yang kronis akan didapatkan gangren dan strangulasi jaringan
inversio oleh cincin serviks.
Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala
yang khas maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :2
1 Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi
2 Palpasi abdomen segera setelah persalinan
3 Periksa dalam
4 Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri

2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri dilakukan palpasi abdomen dan
pemeriksaan dalam.
1 Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat
dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan
nekrosis.
2 Pemeriksaan dalam :
Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus
uteri cekung ke dalam.
Bila komplit, fundus uteri tidak dapat diraba, di atas simfisis uterus
teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

2.8 Diagnosis Banding


Saat ditemukan kasus inversio uteri perlu dipikirkan kemungkinan
terjadinya myoma geburt dikenal juga dengan mioma uteri submukosa
pedinkulata, yaitu tumor jinak miometrium (submukosa) bertangkai sehingga
dapat keluar dari rongga uterus ke vagina melalui kanalis servikalis.Untuk
membedakan inversio uteri dan myoma geburt, perlu dilakukan pemeriksaan
sonde uterus.Pada myoma geburtsonde uterus dapat dimasukkan hingga ujung
kavum uteri, sedangkan pada inversio uteri sonde tidak dapat dimasukkan ke
kavum uteri (buntu). Jika dilakukan biopsi jaringan dan pemeriksaan histologi
ditemukan endometrium pada inversio uteri atau miometrium pada myoma
geburt. Diagnosis banding lain untuk inversio uteri adalah syok hipovolemik
akibat penyebab lain.

2.9 Penatalaksanaan
Sebagai tindakan pencegahan, dalam memimpin persalinan harus selalu
waspada akan kemungkinan terjadinya inversio, misalnya pada partus presipitatus,
plasenta manual, tarikan pada tali pusat, tindakan memijat-mijat pada uterus yang
lembek. Prinsip penatalaksanaan inversio uteri adalah kerja sama tim (obstetri
ginekologi dan anestesi) dalam mengatasi syok akibat perdarahan dan melakukan
tindakan reposisi uterus.
Menurut panduan pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan RI bekerjasama dengan
POGI dan WHO, algoritma penanganan perdarahan post partum akibat inversio
uteri adalah lakukan reposisi segera (atau bersiaplah untuk merujuk pasien). Bila
tidak berhasil, lakukan laparatomi atau histerektomi.
Sebelum melakukan reposisi inversio uteri, atasi syok akibat pendarahan
dengan memberikan oksigen 8 liter/menit, memasang IV line 2 jalur dengan
resusitasi cairan kristaloid (guyur), crossmatch 4 unit darah serta persiapan
transfusi dan monitor tanda-tanda vital pasien. Jika pasien sangat kesakitan,
berikan petidin (1 mg/kgBB) IM atau IV secara perlahan atau anestesi umum jika
diperlukan. Basuh uterus dengan larutan antiseptik dan tutup dengan kain basah
(dengan NaCl hangat) menjelang operasi.
Reposisi manual inversio uteri :
Pasang sarung tangan DTT
Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali
melalui serviks, dimulai dari bagian fundus. Gunakan tangan lain untuk
membantu menahan uterus dari dinding abdomen. Setelah reposisi
berhasil, tangan dipertahankan sampai uterus terus berkontraksi dan kalau
perlu dipasang tampon ke dalam kavum uteri dan vagina. Tampon dilepas
setelah 24 jam dan sebelumnya sudah diberi uterotonika.
Gambar 2.4 Reposisi manual inversio uteri
Sumber dari : The Obstetrician & Gynaecologist, 2009

Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan reposisi hidrostatik


- Pasien dalam posisi Tredelenburg dengan kepala lebih rendah
sekitar 50 cm dari perineum.
- Siapkan sistem douche yang sudah didisinfeksi, berupa selang 2 m
berujung penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan
tabung berisi air hangat 3-5 L (atau NaCl) dan dipasang setinggi
2m.
- Identifikasi forniks posterior
- Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sambil menutup
labia sekitar ujung selang dengan tangan.
- Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula
Gambar 2.5 Reposisi Hidrostatik
Sumber dari : The Obstetrician & Gynaecologist, 2009

Reposisi umumnya tidak sulit.Pada inversio uteri menahun prosedur diatas


tidak dapat dilakukan karena lingkaran kontraksi pada ostium uteri eksternum
sudah mengecil dan menghalangi lewatnya korpus uteri. Dalam hal ini perlu
dilakukan operasi setelah infeksi diatasi. Tindakan operatif untuk inversio uteri
antara lain dapat dilakukan dengan operasi menurut Spinnell, Haultin dan
Huntington, dapat juga dilakukan histerektomi (jarang).
Jenis-Jenis Reposisi Inversio Uteri:
1. Reposisi manual cara Johnson
Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan seluruh tangan ke dalam jalan
lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari yang lain pada cervical utero junction dan
fundus uteri dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dari rongga pelvis
dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi umbilikus.
Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan pada ligamentum rotundum
akan memperlebar cincin servik, selanjutnya akan menarik fundus uteri ke
arah luar melewati cekungan.
2. Reposisi manual cara Jones
Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan pada bagian tengah dari
fundus uteri yang terbalik, sementara itu diberikan tekanan ke atas secara
lambat. Sementara itu serviks ditarik dengan arah yang berlawanan dengan
ring forceps.
3. Reposisi manual cara OSullivan
OSullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis untuk mereposisi
inversio uteri pueperalis. Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada tiang
infus dan lebih kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet
ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan
mengalir cepat, dan tangan operator menutup introitus untuk mencegah keluar
cairan. Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat.
Setelah inversio terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat.
Kemudian pasien diberi 0,5 mg ergonovine intravena. Lalu diberikan infus
1000 cc dekstrose 5% dengan oksitosin 20 unit. Reposisi dari uterus biasanya
didapatkan dalam 5-10 menit.
4. Reposisi operatif cara Huntington
Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi dilanjutkan dengan
menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep
Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada kedua sisinya, kemudian ditarik
ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula.
Selain tarikan ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten
akan mempermudah pelaksanaan prosedeur tersebut.
5. Reposisi operatif cara Haultin
Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang
dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian
dimasukkan melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan
diberikan tekanan pada fundus atau tekanan secara simultan dari tangan
asisten. Bila reposisi telah komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan terputus
dengan chromic.
6. Reposisi operatif cara Spinelli
Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara
dinding anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari
retraktor dan dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior.
Kemudian plika kandung kemih dipisahkan dari serviks dan segmen bawah
rahim. Insisi mediana dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit
membagi cincin konstriksi. Insisi dilakukan pada linea mediana sampai fundus
uteri. Uterus dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada
permukaan endometrium yang terbuka dan membuat tekanan yang berlawanan
dengan ibu jari pada bagian peritoneal.
7. Reposisi operatif cara Kustner
Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis.
Dengan cara membuka dinding posterior kavum douglas.
8. Subtotal vaginal histerektomi
Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus dengan benang
zeyde no.1 untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada
korpus uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai
organ adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan yang terjadi
dirawat. Keadaan pangkal tuba ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan
lain dievaluasi. Dengan bantuan sonde transuretra diidentifikasi vesika
urinaria. Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus
tahap II kurang lebih 2 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan
pemotongan melingkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan
tahap II. Langkah selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong dan
dijahit dengan chromic catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan,
tunggul uterus dimasukkan ke dalam vagina. Operasi selesai.

2.10 Komplikasi
a. Perdarahan post partum ec atonia uteri
b. Syok hipovolemik
c. Syok neurogenik karena nyeri hebat
d. Endometritis (sepsis)
e. Gangguan miksi
f. Usus inkarserata

2.11 Prognosis
Inversio uteri (jarang) merupakan komplikasi obstetri yang umumnya
terjadi pada kala II persalinan dan mengancam nyawa, sehingga memerlukan
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan segera. Prognosis inversio uteri
dipengaruhi oleh kecepatan waktu penatalaksanaan. Semakin cepat ditangani,
semakin baik prognosisnya.
BAB 3
KESIMPULAN

Inversio uteri merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan post


partum saat kala III persalinan atau sesudahnya. Perdarahan postpartum adalah
suatu kegawatdaruratan obstetri dan merupakan penyebab kematian ibu di seluruh
dunia. Sebab yang paling umum dari perdarahan ibu dengan perdarahan hebat
akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang sesuai, termasuk
pemberian obat-obatan, prosedur klinis sederhana, transfusi darah dan atau
operasi. Semua ibu hamil harus didorong untuk mempersiapkan kehamilan dan
kesiagaan terhadap komplikasi, dan agar melahirkan dengan bantuan seorang
dokter atau bidan, yang dapat memberikan perawatan pencegahan pendarahan
postpartum.
Keluarga dan masyarakat harus mengetahui tanda-tanda bahaya utama,
termasuk pendarahaan masa kehamilan. Semua ibu harus di pantau secara ketat
setelah melahirkan terhadap tanda-tanda perdarahan abnormal, dan para
pemberian perawatan harus dapat dan mampu menjamin akses ke tindakan
penyelamatan hidup bilamana diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organisation.WHO recomendations for the prevention and


treatment of postpartum haemorrhage 2012;1-48
2. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesahatan Indonesia Tahun 2014;1-382
3. Baskett TF. Acute uterine inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol
Can 2002; 24: 953-956
4. Sarwono. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2010.
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2008: 880-2
6. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abnormalities of the third stage of
labor. In: Williams obstetrics. 21st ed, New York: Appleton & Lange, 2006;
642-3
7. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteraan EGC, 2002; 304-6
8. Elosegui JJH, et al. 2011. Conservative management of recurrent puerperal
uterine inversion with bakri ballon tamponade. Open Journal of Obstetrics and
Gynecology: 197- 201

Anda mungkin juga menyukai