Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu

Anak Mela, perempuan, usia 6 tahun dibawa ibunya ke RS Untan dengan


keluhan pucat sejak 1 bulan SMRS. Mela merupakan penduduk pindahan dari jawa
Barat.Dari keterangan ibu diketahui bahwa Mela sudah tampat pucat sejak 1 bulan
yang lalu disertai dengan pembesaran perut tanpa adanya nyeri, kadang timbul
demam.Demam sembuh bila diberikan obat parasetamol dari Bidan.Selama itu BAB
dan BAK normal. Mela kemudian dirujuk dari Puskesmas ke RS Kerawang untuk
mendapatkan transfuse darah merah. Kondisi membaik setelah transfusi.Sejak 2
minggu SMRS ibu merasakan timbulnya benjolan2 sebesar kelereng di area lipat
paha dan leher, Mela mulai tampak pucat lagi dan dibadannya timbul memar kebiruan
spontan tanpa adanya trauma.Mela juga tampak semakin kurus meskipun napsu
makannya masih seperti biasa.Mela dibawa berobat ke RS Kerawang dan kembali
mendapat transfusi darah merah.Mela kemudian dibawa pulang ke Pontianak karena
keluarga ingin mencoba pengobatan alternatif.Namun karena kondisi Mela tidak
bertambah baik, Mela dibawa ke RS Untan untuk pemeriksaan lanjutan.
Saat tiba di RS Untan, kondisi Mela lemah, pucat disertai demam
tinggi.Kedua tungkai membengkak disertai bintik-bintik kemerahan di wajah dan
kedua tungkai.BAB cair kehitaman.BAK lancar.Asupan makanan berkurang.
Riwayat penyakit dahulu: Tidak ada riwayat sakit berat sebelumnya.Kadang-
kadang menderita batuk dan pilek. Riwayat keluarga: Tidak ada riwayat penyakit
kelainan darah atau keganasan.Tidak ada hubungan saudara antara ayah dan ibu
pasien. Lingkungan rumah terletak di lingkungan padat penduduk dan tidak terdapat
pabrik kimia.Rumah bersebelahan dengan sawah, sering disemprot pestisida.Riwayat
imunisasi dasar lengkap, lanjutan belum diberikan.Riwayat persalinan, tumbuh
kembang selama ini baik.Anak Mela diketahui senang mengkonsumsi sosis ayam dan
sapi, ikan kaleng, makan ringan dengan bumbu cabe didalamnya dan juga minuman-
minuman botol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Sadar, sakit berat, Sesak (+), sianosis (-)

Tanda vital: FN= 140x/mnt, FP= 45x/mnt, T=40,3C, TD= 110/60 mmHg

Status antropometri : BB 19,3 kg, TB 115 cm, LLA 12 cm

Kulit tampak petekiae dan purpura.Konjunctiva pucat.Pemeriksaan paru


tampak retraksi minimal interkostalis saat bernapas, bunyi napas
bronkovesikuler.Bunyi jantung dalam batas normal. Abdomen ditemukan
pembesaran, hepatomegali 5cm bac,tepi tumpul, kenyal, permukaan rata. Limpa
Shuffner IV, dan bising usus normal. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
multiple dileher kiri dan kanan, juga di area axilla dan inguinal dengan diameter
sekita 0,5 cm -1cm. Edema pada kedua tungkai.

1.2 Klarifikasi dan Definisi


-
1.3 Kata Kunci
1. Anak perempuan 6 tahun
2. Pucat
3. Lemah
4. Demam tinggi
5. Riwayat transfusi darah
6. Benjolan di paha dan leher
7. Pembesaran perut tanpa nyeri
8. Edema kedua tungkai
9. BAB carir kehitaman
10. Bintik-bintik merah di tungkai dan wajah
11. Terpapar pestisida
1.4 Rumusan Masalah
Anak perempuan 6 tahun dibawa ke RS dengan kondisi lemah, pucat, demam
tinggi, edema kedua tungkai disertai bintik-bintik merah di wajah dan kedua tungkai
serta BAB cair kehitaman dengan riwayat dua kali transfusi darah dan sering terpapar
pestisida.

1.5 Analisis Masalah

Anak perempuan 6 tahun

Pucat, lemah
Demam tinggi
Bintik-bintik merah di wajah dan tungkai
Pembesaran perut
Memar spontan Benjolan di lipat paha & leher

Tanda anemia Tanda infeksi


Tanda trombositopenia Tanda organomegali

Kegagalan sumsum tulang

Terpapar pestisida
Leukemia
Konsumsi sosis, ikan kaleng, makanan ringan, minuman
Anemia Aplastik
Riwayat transfuse darah

Pemeriksaan Penunjang:
Drah lengkap
Apusan darah tepi
Aspirasi sumsum tulang
immunophenotyping

Diagnosis Tata Laksana Prognosis


1.6 Hipotesis Pertanyaan Diskusi
Anak perempuan 6 tahun mengalami leukemia
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Proses pembentukan sel darah putih
2. Fungsi sel darah putih
3. Leukemia
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Klasifikasi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi Klinis
g. Diagnosis
h. Tata Laksana
i. Prognosis
j. Edukasi
4. Jelaskan perbedaan LLA dan LMA
5. Jelaskan mengenai anemia aplastic
6. Indikasi transplantasi sumsum tulang
7. Tatalaksana kegawatdaruratan pada kasus
8. Hubungan sering terpapar pestisida dengan kasus?
9. Hubungan kebiasaan asupan makanan pada anak dengan kasus
10. Mengapa anak mengalami penurunan berat badan?
11. Penyebab timbulnya benjolan pada lipatan paha dan leher anak pada kasus
12. Penyebab hepatosplenomegali pada kasus
13. Mengapa terjadi ptekie pada tungkai dan wajah?
14. Mengapa terjadi demam?
15. Mengapa BAB anak cair kehitaman?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pembentukan Sel Darah Putih1
Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel
stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed.
Selain sel-sel committed tersebut, untuk membentuk eritrosit dan membentuk
leukosit. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan
limfositik.Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda
yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik
dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas.
Gambar 1. Pembentukan Sel Darah (Hemopoiesis)1

Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit,


disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam
sirkulasi.Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti
sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang
bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam
sumsum.Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari.
Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area limfoid
kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah.
Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya
4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan.Pada
keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali
berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang
terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu
sendiri harus dimusnahkan. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-
20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan.Begitu masuk ke
dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar
untuk menjadi makrofag jaringan.Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup
hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan
menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan system pertahanan
lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi.
Limfosit terus menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan
pengaliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfe lain. Kemudian, setelah
beberapa jam, limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis
dan selanjutnya kembali memasuki limfe dan kembali ke jaringan limfoid
atau ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup
berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal
ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut.

2.2 Fungsi Sel Darah Putih2


Berikut ini adalah fungsi dan usia granulosit:
Neutrofil adalah spesialis fagositik. Selain itu, para ilmuwan baru-baru ini
menemukan bahwa neutrofil mengeluarkan suatu jaringan serat ekstrasel yang
dinamai neutrofil exnacellular (NET). Serat-serat ini mengandung bahan kimia
pemusnah bakteri, memungkinkan NET menjerat lalu menghancurkan
bakteri di luar sel. Karena itu, neutrofil dapat mematikan bakteri baik secara
intrasel dengan fagositosis maupun ekstrasel dengan NET yang
dikeluarkannya. Neutrofil hampir selalu merupakan pertahanan pertama
pada invasi bakteri dan, karena itu, sangat penring dalam respons
peradangan. Selain itu, sel ini melakukan pembersihan debris.
Eosinofil adalah spesialis jenis lain. peningkatan eosinofil dalam darah
(eosinofilia) berkaitan dengan keadaan alergik (misalnya asma dan hay
fever) dan dengan infestasi parasit internal (misalnya cacing). Eosinofil jelas
tidak dapat menelan parasit cacing yang ukurannya jauh lebih besar, tetapi sel
ini melekat ke cacing dan mengeluarkan bahan-bahan yang mematikannya.
Basofil adalah leukosit yang paling sedikit dan paling kurang dipahami. Sel
ini secara struktur dan fungsi cukup mirip dengan sel mast, yang tidak pernah
beredar dalam darah tetapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Para
peneliti telah membuktikan bahwa basofil berasal dari sumsum tulang
sementara sel mast berasal dari sel prekursor di jaringan ikat.
Limfosit membentuk pertahanan imun terhadap sasaran-sasaran yang
limfosit tersebut telah terprogram secara spesifik. Terdapat dua jenis
limfosit, limfosit B dan limfosit T (sel B dan T). Limfosit B menghasilkan
antibodi, yang beredar dalam darah dan bertanggung jawab dalam
imunitas humoral, atau yang diperantarai oleh antibodi. Limfosit T tidak
memproduksi antibodi; sel ini secara langsung menghancurkan sel
sasaran spesifiknya dengan mengeluarkan beragam zat kimia yang
melubangi sel korban, suatu proses yang dinamai imunitas selular. Sel
sasaran dari sel T mencakup sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel kanker.
Limfosit hidup sekitar 100 sampai 300 hari. Selama periode ini, sebagian besar
secara terus-menerus terdaur ulang antara jaringan limfoid, limfe, dan darah,
dan hanya menghabiskan waktu beberapa jam di dalam darah. Karena itu,
seriap saar hanya sebagian kecil dari limfosit total berada di dalam darah
Gambar 2. Elemen selular dan hitung sel darah manusia yang normal 2

2.3 Leukemia
a. Definisi dan Epidemiologi3-5
Leukemia merupakan penyakit keganasan jaringan hematopoetik
yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal
dengan sel darah abnormal (neoplastik)1. Insiden leukemia negara Barat
adalah 13 per 100.000 penduduk per tahun2.Leukemia akut pada masa anak-
anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insidensi rata-rata 4-4,5
kasus/tahun/100.000 anak di bawah 15 tahun. Di negara berkembang 83%
LLA, 17% LMA, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit
hitam.Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada
anak.Terdiri dari 2 tipe, yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) 82% dan
leukemia mieloblastik akut (LMA) 18%.Leukemia kronik mencapai 3% dari
seluruh leukemia pada anak. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk
LLA dan mendekati 1 untuk LMA. Puncak kejaidan pada umur 2-5 tahun,
spesifik untuk anak kulit putih dengan LLA, hal ini disebabkan banyaknya
kasus pre B-LLA pada rentang usia ini sedangkan kejadian ini tidak tampak
pada kulti hitam

b. Etiologi5,6
Penyebab leukemia masih belum dketahui namun anak-anak dengan
cacat genetic (trisomi 21, sindrom Blooms, anemia Fanconis dan ataksia
telangiectasia) mempunyai lebih tinggi untuk menderita leukemia.
Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan pasca
natal.Moskow melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan
paternal/maternal terhadap pestisida dan minyak bumi.Terdapat peningkatan
resiko leukemia pada keturunannya.
Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik seperti dilaporkan di
Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom.Meskipun demikian
paparan radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak mengarah pada
peningkatan insidens leukemia, demikan juga halnya dengan radias dosis
rendah.Namun hal ini masih merupakan perdebatan.Pemeriksaan X-Ray
Abdomen selama trimester I kehamilan menunjukkan peningkatan LLA
sebanyak 5 kali.
Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor resiko terjadinya
leukemia pada anak.Faktor faktor tersebut adalah penyakit ginjal pada ibu,
penggunaan seplemen oksigen, asfiksia, berat badan lahir >4500 gram, dan
hipertensi saat hamil.Ibu hamil yang mengkonsumsi alcohol meningkatkan
resiko terjadinya leukemia pada bayi, terutama LMA.
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui.Faktor
keturunan dan sindroma predisposisi genetic lebih berhubungan dengan LLA
yang terjadi pada anak-anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis
yang berhubungan dengan LLA yaitu,
1 Radiasi ionik. Orang orang yang selamat dari ledakan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki mempunyai resiko relative keseluruhan 9,1 untuk
berkembang menjadi LLA
2 Paparan benzen kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang,
kerusakan kromosom dan leukemia
3 Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pad usia di atas 60 tahun
4 Obat kemoterapi
5 Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA
Penyebab LMA tidak diketahui secara pasti. Beberapa faktor
predisposisi LMA yaitu, benzene, radiasi ionic, trisomy kromosom 21
mempuyai resiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia
khususnya LMA tipe M7, dan pengobatan dengan kemoterapi sitotoksik
dengan jenis yang sering memicu LMA yaitu golongan alkylating agent dan
topoisomerase II inhibitor.

c. Klasifikasi7
Klasifikasi leukemia yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi
dari FAB (French-American-British).Klasifikasi inimerupakan klasifikasi
morfologi dan didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang
domiman dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia.
Leukemia Limfoblastik Akut
L-1 Leukemia limfositik akut anak-anak;
populasi sel homogen
L-2 Leukemia limfositik akut pada dewasa;
populasi sel heterogen
L-3 Leukemia jenis limfoma Burkitt: sel
besar, populasi sel homogen
Leukemia Mieloblastik Akut
M-0 Berdiferensiasi minimal
M-1 Diferensiasi granulositik tanpa maturasi
M-2 Diferensiasi granulositik dengan maturasi
sampai stadium promielositik
M-3 Diferensiasi granulositik dengan
promielosit hipergranular, dihubungkan
dengan koagulasi intravascular diseminata
M-4 Leukemia mielomonosit akut; garis sel
monosit dan granulosit
M-5a Leukemia monosit akut; berdiferensiasi
buruk
M-5b Leukemia monosit akut; berdiferensiasi
baik
M6 Eritroblastosis yang menonjol dengan
diseritropoesis
M7 Leukemia megakariosit

d. Patofisiologi8
Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel induk
hematologi atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel
leukemia akan mengakibatkan1 :
Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi kegagalan sum sum tulang
Infiltrasi sel leukemia kedalam organ sehingga menimbulkan
organomegali
Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik

e. Manifestasi Klinis9-11
Leukemia bermanifestasi simptomatik melalui efeknya terhadap
hematopoiesis, dimana terjadi trombositopenia, anemia, dan neutropenia
sebagaimana sel-sel pada sumsum tulang digantikan oleh sel ganas.Efek-efek
tersebut seperti pucat, lemas, tidak memiliki tenaga, cepat lelah, mudah
memar, perdarahan mukosa, demam, rentan terhadap infeksi atau infeksi
berkepanjangan.Perdarahan, ptekia, dan purpura lebih sering ditemukan pada
LMA.Nyeri tulang adalah hal umum yang terjadi pada anak dengan LLA (40-
50% kasus), tetapi jarang terjadi pada dewasa (5-10% kasus).Nyeri tulang
terutama pada sternum, femur, dan tibia.
Peningkatan signifikan dari jumlah leukosit adalah ciri klasik dari
leukimia, tetapi pansitopenia lebih sering terjadi, terutama pada pasien LLA di
segala usia atau pada pasien LMA dewasa, yang mungkin memiliki disfungsi
sumsum sebelumnya (mielodisplasia). Hanya 10% pasien dengan LMA atau
LLA yang baru terdiagnosa memiliki jumlah leukosit lebih dari 100.000/L.
Pasien-pasien ini merupakan kelompok dengan prognosis buruk dan lebih
beresiko untuk penyakit sistem saraf pusat, sindrom lisis tumor, dan
leukostasis karena impedansi aliran darah dari penggumpalan intravaskular
oleh sel blast (karena ukurannya lebih besar dibanding sel leukosit normal),
yang lebih lengket daripada sel mieloid atau limfoid yang matur. Leukostasis
dapat bermanifestasi sebagai perubahan status mental, kelumpuhan saraf
kranial intermiten atau terus-menerus, terutama yang melibatkan otot
ekstraokular, priapismus, sesak nafas, atau nyeridada pleuritik akibat emboli
leukemia kecil di pembuluh darah parau.Selain itu juga dapat menimbulkan
gangguan metabolik seperti hipoglikemia dan hiperurisemia.Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) lebih sering terjadi pada LMA (khususnya
LPA) dibanding LLA.
Leukemia juga dapat menyebabkan penurunan berat badan.Sel-sel
leukemia mungkin menumpuk di hati dan limpa, menyebabkan pembesaran
dari organ ini, sehingga menimbulkan rasa penuh atau pembengkakan di
perut.Sel LLA dapat menyebar ke kelenjar getah bening, menyebabkan
pembengkakan di bawah kulit, namun jarang terjadi pada sel LMA. Terkadang
sel leukemia dapat menyebar ke organ lain seperti sistem saraf pusat, dan
menyebabkan gejala seperti nyeri kepala, kelemahan, kejang, muntah,
gangguan keseimbangan, atau pandangan kabur, namun penyebaran ke organ
lain sering ditemukan pada LMA dibanding LLA.

f. Diagnosis6,8
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis leukemia.Gejala klinik leukemia akut sangat
bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari sampai
minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi tiga golongan
besar:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu: anemia, neutropenia, dan
trombositopenia.
2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh: cachexia, keringat malam,
dan hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal.
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain,
seperti:
- Nyeri tulang dan nyeri sternum
- Limfadenopati superfisial
- Splenomegaly atau hepatomegali
- Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
- Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku
kuduk.
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti
berikut:
1. Darah tepi
- Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan
timbul cepat
- Trombositopenia, sering sangat di bawah 10 x 106/L
- Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun
(aleukemic leukemia). Sekitar 25 % menunjukkan leukosit normal atau
menurun, sekitar 50% menunjukkan leukosit meningkat 10.000-
100.000/mm3, dan 25% meningkat di atas 100.000/mm3.
2. Apusan darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblast,
promielosit, limfoblast, monoblast, eritroblast atau megakariosit) yang
melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai pseudo
Pelger-Huet Anomaly, yaitu neutrophil dengan lobus sedikit (dua atau
satu) yang disertai hipo atau agranular.
Pada pemeriksaan sumsum tulang, menunjukkan hiperseluler, hampir
semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh
sel blast, dengan adanya leukemic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel
muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara).Sistem hemopoesis normal
mengalami depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum
tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
Pemeriksaan immunophenotyping sangat penting untuk menentukan
klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk
pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.
Di negara berkembang, diagnosis harus dipastikan dengan aspirasi
sumsum tulang (BMA) secara morfologi, immunofenotip dan karakter
genetik.Leukemia dapat menjadi kasus gawat darurat dnegan komplikasi
infeksi, perdarahan, atau disfungsi organ yang terjadi secara sebagai akibat
leukostasis.
g. Tata Laksana5
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan
suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan
pengobatan komplikasi antara lain berupa tranfusi darah, pemberian
antibiotic, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur,
pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukimianya
berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis
susunan saraf pusat dan rumatan.Klasifikasi resiko nomal atau risiko tinggi
menentuan protokol kemoterapi.
Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan kadar 3-4 obat yang
berbeda (deksametason, vinkristin, L-asparagininase dana tau antrasiklin).
Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial atau
gagal.Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi
komplit dan untuk profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat.Hasil yang
diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisis dan meningkatkan
kesembuhan. Terapi SSP yaitu secara langsung diberikan melalui injeksi
intratekal dengan obat metotreksat sering dikombinasi dengan infus berulang
metotreksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat pengobatan (3-5
gr/m2).
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptupurin tiap
hari dan metotreksat sekali semnggu, secara oral dengan sitostatika lain
selama perawatan tahun pertama.
Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan beebas
gejala klinis leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel
blas <5% dari sel berinti, hemoglobin >12g/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit
>3000/ul dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit >2000/ul,
jumlah trombosit > 100.000/ul dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.
Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk
sembuh khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps
mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.
h. Prognosis6
1. LLA
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal
dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis.
Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani
kemoterapi awal.
Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak
tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah
pengobatan.Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik.
Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari
25.000 sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik
daripada penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.
2. LMA
50-85% penderita LMA memberikan respons yang baik terhadap
pengobatan.
20-40% penderita tidak lagi menunjukkan tanda-tanda leukemia dalam
waktu 5 tahun setelah pengobatan; angka ini meningkat menjadi 40-50%
pada penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang.
Prognosis yang paling buruk ditemukan pada:
- penderita yang berusia diatas 50 tahun
- penderita yang menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran untuk
penyakit lain.

i. Edukasi8,13
Segera datang ke dokter apabila ada efek samping pengobatan yang
muncul
Apabila setelah selesai pengobatan dan tiba-tiba muncul gejala leukemia
lagi, segera kembali ke dokter karena leukemia bisa relaps
Anjurkan kepada pasien untuk selalu melakukan pemeriksaan rutin untuk
mencegah kejadian kembali timbulnya leukemia
Jelaskan kepada pasien, selama terapi pengobatan harus disiplin agar hasil
terapi yang dijalani baik1
Beritahukan juga hasil pengobatan tergantung dari jenis leukemia yang
diderita

2.4 Perbedaan LLA dan LMA5,6,13,14

LLA LMA
Definisi Keganasan klonal dari sel-sel Penyakit yang ditandai dengan
prekursor limfoid. Lebih dari trasformasi neoplastik dan
80% kasus, sel-sel ganas gannguan deferensiasi sel-sel
berasal dari limfosit B, dan proginitor dari sel myeloid.
sisanya merupakan leukemia
sel T.
Epidemiologi Insidensi LLA 1/60.000 orang Di negara maju seperti Amerika
per tahun, dengan 75% pasien Serikat LMA merupakan 32 % dari
berusia kurang dari 15 tahun. kasus leukemia. Penyakit ini lebih
Insidensi puncaknya usia 3-5 sering ditemukan pada dewasa
tahun. LLA lebih banyak (85%) dari pada anak (15%).
ditemukan pada pria daripada Insidensi LMA umumnya tidak
perempuan berbeda dari masa anak- anak
hingga masa dewasa muda.
Sesudah usia 30 tahun, insidensi
LMA meningkat secara
eksponensial sejalan dengan
meningkatnya usia. Insidensi LMA
pada orang yang berusia 30 tahun
adalah 0,8%, pada orang yang
berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan
pada orang yang berusia diatas 65
tahun adalah sebesar 13,7%.
Secara umum tidak ada kaitan
adanya variasi etnik tentang
insidensi LMA
Manifestasi Anemia (pucat, letargi dan Diawali dengan prolonged
dispnea) preleukemia, biasanya ditunjukkan
Neutropenia (demam, malaise, adanya kekurangan produksi Sel
mudah infeksi mulut, darah normal sehingga terjadi
tenggorokan, kulit, anemia refrakter, neutropenia atau
pernapasan dan infeksi trombositopeni, kecenderungan
lainnya) perdarahan disebabkan oleh
Trombositopenia (memar
trombositopenia dan DIC, infiltrasi
spontan, purpura, perdarahan
organ.
gusi)
Infiltrasi organ (hepatomegaly,
splenomegaly, meningeal
syndrome)
Diagnosis Investigasi hematologi Investigasi hematologi
menunjukkan anemia menunjukkan anemia
normokromik normositik normokromik normositik dengan
dengan trombositopenia. trombositopenia. Hitung total
Hitung total jumlah leukosit jumlah leukosit biasanya
biasanya menurun, normal atau meningkat dan pemeriksaan apus
meningkat hingga 200 x 109/L darah menunjukkan sel blas.
atau lebih. Pemeriksaan apus Sumsum tulang hiperselular dan
darah menunjukkan sel blas. umumnya mengandung banyak sel
Sumsum tulang hiperselular blas leukemia.
dengan >20% sel blas Morfologi mieoloblas:
leukemia. - Kromatin: lebih halus
- Nukleoli: lebih prominen, lebih
Morfologi mieoloblas:
banyak (>2)
- Kromatin: bergumpal
- Auer rod: positif
- Nukleoli: lebih samar, lebih
- Sel pengiring: netrofil
sedikit.
- Auer rod: negative
- Sel pengiring: limfosit
Tatalaksana Terapi spesifik LLA adalah Terapi spesifik AML ditentukan
dengan kemoterapi dan oleh usia dan performa pasien.
terkadang dengan radioterapi. Pada pasien usia muda sceara
Terdapat beberapa fase yang primer diterapi dengan kemoterapi
biasanya memiliki 4 komponen intensif, (Gambar 4).
(Gambar 3).
Faktor yang menentukan terapi
meliputi usia, jenis kelamin,
dan hitung leukosit.

Gambar 4. Flowchart terapi LMA14


Gambar 3. Flowchart terapi LLA14
Prognosis Survival rate 5 tahun 81%1 Survival rate>40%
98% remisi komplit Bisa relaps dalam 1 tahun bila
tanpa terapi lebih lanjut

2.5 Anemia Aplastik5,8


Anemia aplastic merupakan gangguan hematopoiesis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatic yang menekan sumsum
tulang.
Ditemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastic derajat
berat pada saat didiagnosis.Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki
dan perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens pada laki-laki
lebih banyak dibanding wanita.
Secara etiologi penyakit ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu:
1. Faktor kongenital: sindroma Fanconi
2. Faktor didapat yang dihubungkan dengan:
- Bahan kimia: benzene, insektisida
- Obat: kloramfenikol, antirematik, anti tiroid, mesantoin (anti konvulsan,
sitostatika)
- Infeksi: hepatitis, tuberculosis milier
- Radiasi: radioaktif, sinar Rontgen
- Transfusionassociated graft-versus-host disease
Patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas, namun ada
tiga teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu: kerusakan sel
induk hematopoitik, kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang, dan proses
imunologik yang menekan hematopoiesis.
Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa
aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik, dan trombopoitik, serta aktifitas relative
sistem limfopoitik dan sistem retikulo endothelial (SRE). Aplasia sistem
eritropoitik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai
dengan merendahnya kadar Hb, hematokrit dan hitung eritrosit serta MCV. Secara
klinis anak tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti
anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya.Oleh
karena sifatnya aplasia sistem hematopoitik, maka umumnya tidak ditemukan
icterus, pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah bening.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis berupa pucat, perdarahan, tanpa
adanya organomegali (hepatosplenomegali).Gambaran darah tepi menunjukkan
pansitopenia dan limfositosis relative.Diagnosis pasti ditentukan dengan
pemeriksaan biopsy sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat kurang, banyak
jaringan penyokong dan jaringan lemak; aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik
dan trombopoitik.Diantara sel sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan
limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel).
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya
infeksi dan perdarahan:
- Pengobatan terhadap infeksi
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam
ruangan khusus yang suci hama.Pemberian obat antibiotika hendaknya
dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang.
- Transfusi darah
- Transplantasi sumsum tulang
2.6 Indikasi Transplantasi Sumsum Tulang15-18
Hematopoietic stem cell transplantation (HSCT) telah dilakukan selama
30 sebagai indikasi terutama penyakit keganasan hematologi.Penyakit yang sering
diindikasikan menggunakan allogenic HSCT yaitu acute myeloid leukemia
(AML), acute lymphoblastic leukemia (ALL) dan keganasan hematologi
lainnya.Indikasi HSCT pada anak dan dewasa berbeda.ALL pada dewasa selalu
berhubungan dengan prognosis buruk dan HSCT sering dilakukan tetapi pada
anak ALL lebih baik prognosisnya dengan kemoterapi.Chronic myeloid
leukemia(CML) dan limfoma umunya diindikasinya HSCT pada dewasa tetapi
tidak pada anak-anak.
Penyakit non-maligna
Kelainan metabolic genetik - Adrenoleukodystrophy, sindrom Hurler,
metachromatic leukodystrophy, osteopetrosis dll
Penyakit imun genetik - Severe combined immunodeficiency, sindrom
Wiskott-Aldrich, dll
Acquired immune deficiency syndrome - HIV
Penyakit sel darah merah genetik - Pure red cell aplasia, sickle cell
disease, talasemia beta dll
Kegagalan sumsum tulang Anemia aplastic berat, anemia Fanconi dll
Penyakit autoimun sklerosis sistemik, severe systemic juvenile rheumatoid
arthritis, lupus, sclerosis multipel, penyakit Chron, dll
Penyakit maligna/premaligna
Acute lymphoblastic leukemia (ALL)
Acute myelogenous leukemia (AML)
Chronic myelogenous leukemia (CML)
Juvenile myelomonocytic leukemia
Myelodysplastic syndromes
Plasma cell disorders
Hodgkin dan non-Hodgkin lymphoma

2.7 Tatalaksana Kegawatdaruratan pada Kasus19


Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan
yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis
atau evaluasi tindakan operasi dengan segera.Penatalaksanaan awal yang dapat
dilakukan adalah primary survey melalui ABCDE yaitu:
a) A: airway, menjaga airway dengan kontrol servikal
b) B: breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi
c) C: circulation dengan control perdarahan
d) D: disability, yakni status neurologis
e) E: Exposure/environmental control

Dalam kasus ini, anak datang dengan frekuensi napas di atas normal yakni
45 kali/menit dan frekuensi napas 140kali/menit, maka perlu penanganan jalan
napas dan perbaikan sirkulasi. Anak juga dating dengan keadaan pucat dan Hb 4,7
(normal pada anak usia 6 tahun= 11,5), maka perlu dilakukan transfuse darah
Packed Red Cell (PRC) karena sesuai dengan indikasi (anemia disertai tanda-
tanda kebutuhan oksigen, seperti sesak dan palpitasi). Untuk menangani demam
anak dengan suhu 40,30C (diduga karena infeksi bakteri), maka diberikan
paracetamol dan antibiotic spectrum luas. Kondisi anak terus dipantau agar
kondisinya tetap stabil hingga penatalaksanaan selanjutnya yang sesuai dengan
diagnosis penyakit.
Pencegahan terhadap infeksi dapat dilakukan pada kasus dengan
memberikan pengertian pada pasien dan keluarganya agar selalu mencuci tangan,
menghindari kontak dengan orang yang sedang sakit.Selama tahap pengobatan
induksi dan intensifikasi perhatikan nutrisi serta menghindari buah atau sayur
yang mentah maupun makanan lainnya yang tidak dipasteurisasi.
2.8 Hubungan Sering Terpapar Pestisida dengan Kasus20-22
Terdapat 2 teori translokasi kromosom pada leukemia anak, translokasi
pertama terjadi di dalam kandungan, yaitu telah ada pemajanan pestisida atau
bahan kimia lain yang menyebabkan translokasi kromosom, anak yang akan
dilahirkan telah mewarisi bakat untuk leukemia di kemudian hari meskipun belum
tentu terjadi.
Pada proses embriogenesis, gen yang berasal dari ayah berperan penting
dalam proses pembentukan dan fungsi plasenta; apabila gen tersebut telah
bermutasi akan muncul ekspresi gen anak yang menyimpang. Bila ditambah lagi
dengan ibu terpajan pestisida secara kontinu selama kehamilan, anak menjadi
sangat berisiko menderita leukemia di kemudian hari.
Translokasi kedua setelah lahir, dapat terjadi sampai usia balita,
penyebabnya selain pajanan zat kimia berbahaya, sistem kekebalan tubuh anak
dan infeksi virus pada usia anak dikatakan juga mempunyai pengaruh cukup
besar.
Pada anak dengan faktor risiko leukemia, terjadi perubahan DNA tertentu
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara onkogen dengan gen supresor tumor
yang menyebabkan sel sumsum tulang berubah menjadi leukemia.

2.9 Penyebab Anak Mengalami Penurunan Berat Badan23


Leukemia juga dapat menyebabkan penurunan berat badan. Sel-sel
leukemia mungkin menumpuk di hati dan limpa, menyebabkan pembesaran dari
organ ini, dan dapat menekan organ lain seperti lambung, sehingga menimbulkan
rasa kenyang walaupun hanya mengkonsumsi makanan dalam jumlah kecil, yang
mengakibatkan anak kehilangan nafsu makan dan lama- kelamaan mengalami
penurunan berat badan. Selain itu, pasien leukemia dapat mengalami cachexia
dimana terjadi keadaan hiperkatabolik yang dapat mengakibatkan penurunan
berat badan.

2.10 Penyebab Hepatosplenomegali, dan Benjolan pada Lipatan Paha dan


Leher7
Pada kasus leukemia, khususnya Leukemia limfositik kronik (LLA)
memiliki manifestasi berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum
tulang dan tempat-tempat ekstramedular atau di luar sumsum tulang, seperti
kelenjar getah bening, hepar dan lien.Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hepatosplenomegali dan timbulnya benjolan pada lipatan paha dan leher anak
yang diduga akibat infiltrasi sel-sel leukemia.

2.11 Penyebab Ptekie pada Tungkai dan Wajah24-26


Ptekie merupakan manifestasi perdarahan akibat
trombositopenia.Trombositopenia adalah istilah untuk jumlah trombosit yang
kurang dari nilai normal. Perdarahan spontan baru terlihat pada jumlah
tro,bosit< 20.000/mm3. perdarahan akibat trombositopenia merupakan
komplikasi paling sering dari leukemia akut. Berkurangnya jumlah trombosit
pada leukemia akut biasanya merupakan akibat infiltrasi sumsum tulang atau
kemoterapi, selain itu dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti
koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme
sekunder terhadap pembesaran limpa. Proses infiltrasi di sumsum tulang
mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik sehinga terjadi
penurunan jumlah megakariosit yang berakibat menurunnya produksi
trombosi. Kemoterapi pada leukemia dapat menyebabkan kerusakan langsung
sumsum tulang sehingga menyebabkan peroduksi trombosit menurun.
Koagulasi intravaskuler diseminata yang sering terjadi pada leukemia akut
terutama leukemia promielositik akut mengakibatkan trombosit banyak
terpakai dalam proses koagulasi.

2.12 Penyebab Demam27


Keganasan pada darah dapat menyebabkan keadaan
neutropenia.Demam dengan tanpa diketahui penyebabnya dapat
bermanifestasi pada leukemia yang diduga disebabkan oleh pelepasan sitokin
atau dapat berhubungan dengan infeksi sekunder karena neutropenia dan
imunosupresi.

2.13 Penyebab BAB Anak Cair Kehitaman


BAB anak cair kehitaman dapat terjadi akibat terjadinya perdaraha
pada lambung yang diduga akibat keadaan trombositopenia sehingga darah
akan mengalami proses oksidasi ketika melewati asam lambung dan
menghasilkan warna hitam.
2.14 Interpretasi Data Pemeriksaan Fisik dan Data Tambahan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak perempuan 6 tahun mengalami leukemia akut
DAFTAR PUSTAKA

1. Effendi Z. Peranan leukosit sebagai anti inflamasi alergik dalam tubuh. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2009.
2. Sherwood L. Human physiology: From cells to systems. 9 th ed. Canada: Cengage
Learning; 2016.
3. Launder TM, Lawnicki LC, Perkins ML. Introduction To Leukemia nad The
Acute Leukemia. Dalam: Harmening DM (Editor). Clinical Hematology and
Fundamentals of Hemostasis. Philadelphia: F.A Davis Company; 2002. Halm.
272-74.
4. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC;2003. Hlm.72,137-47.
5. Permono, Bambang dkk. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Cetakan
Keempat. Badan Penerbit IDAI. 2012.
6. Sudoyo A, Setiyohadi B, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
7. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC. 2005. Hal. 271-2
8. Bakta, IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 2006
9. Greer JP. Foerster J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber DA, Means Jr
RT. Wintrobes Clinical Hematology, 12th ed. Philadephia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008. P. 1791-1955.
10. American Cancer Society. Leukemia: Acute Lymphocytic Overview. [cited May
23rd 2016]. Available at:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003054-pdf.pdf.
11. American Cancer Society. Leukemia: Acute Myeloid (Myelogenous)[cited May
23rd 2016]. Available at:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003110-pdf.pdf.
12. American Cancer Society. Leukemia: Acute Myeloid (Myelogenous)[cited May
23rd 2016]. Available at:http://www.cancer.org/cancer/leukemia-
acutelymphocyticallinadults/detailedguide/leukemia-acute-lymphocytic-after-
follow-up\
13. National Cancer Institute; Surveillance, Epidemiology and End Result Program.
United State.
14. Hoffbrand AV, Moss PAH. Essential haematology. 6th ed. UK: Wiley-Blackwell;
2011.
15. Htter G, Nowak D, Mossner M, Ganepola S, Mssig A, Allers K. Long-term
control of HIV by CCR5 Delta32/Delta32 stem-cell transplantation. N Engl J
Med. 2009 Feb 12. 360(7):692-8.
16. Schoofs M. A Doctor, a mutation and a potential Cure for AIDS. Wall Street
Journal. November 7, 2008.
17. Rabusin M, Andolina M, Maximova N,. Haematopoietic SCT in autoimmune
diseases in children: rationale and new perspectives. Bone Marrow Transplant.
2008 Jun. 41 Suppl 2:S96-9.
18. Craig RM, Traynor A, Oyama Y, Burt RK. Hematopoietic stem cell
transplantation for severe Crohn's disease. Bone Marrow Transplant. 2003 Aug.
32 Suppl 1:S57-9.
19. American College of Surgeons Committee on Trauma. Abdominal and Pelvic
Trauma In: Advanced Trauma Life Support for Doctors ATLS Student Course
Manual. Ed.8. USA: American College Surgeon. 2004
20. Wiemels J. Chromosomal translocation in childhood leukemia: Natural history,
mechanism and epidemiology. J Natl Cancer Inst Monogr. 2008;39:87-90.
21. Turner MC, Wigle DT, Krewski D. Residential pesticides and childhood
leukemia: A systematic review and meta-analysis. Environ Health Perspect.
2010;118:33-40.
22. Lanzkowsky P. Leukemias. In: Lanzkowsky P, editor. Manual of pediatric
hematology and oncology. 4th ed. California: Elsevier; 2005. p. 415-52.
23. American Cancer Society. Childhood Leukemia. US: American Cancer Society;
2015.
24. Wirawan R. Diagnosis Keganasan Darah dan Sumsum Tulang. Dalam:
Suryaatmadja, ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta:
Bagian Patologi Klinik FKUI.2005.
25. Liles DK, Knupp CL. Quantitative and qualitative plateltes disorder and vascular
disorders. In: Harmening DM, eds. Clinical Hematology and Fundamentals of
Hemostasis edition 4. Philadelphia: FA. Davis Company.2002.
26. Falanga A, Barbui T. Coagulopathy of acute promyelocytic leukemia. Acta
Haematol.2001.
27. Hastings C, Torkildson J, Agrawal AK, Hastings C, Childrens Hospital Medical
Center Oakland C. Handbook of pediatric hematology and oncology: Childrens
Hospital & Research Center Oakland. Chichester, West Sussex, UK: Wiley-
Blackwell; 2012

Anda mungkin juga menyukai