Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologis

Droplet Mycobacterium tuberculosis masuk melalui saluran napas dan akan


menimbulkan fokus infeksi di jaringan paru. Fokus infeksi ini disebut fokus primer
(fokus Ghon). Kuman kemudian akan menyebar secara limfogen dan menyebabkan
terjadinya limfangitis lokal dan limfadenitis regional. Gabungan dari fokus primer,
limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut sebagai kompleks primer. Jika
sistem imun penderita tidak cukup kompeten infeksi akan menyebar secara
hematogen/ limfogen dan bersarang di seluruh tubuh mulai dari otak,
gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, hingga
endometrial.(PDPI, 2006)
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen melalui
nodus limfatikus para-aorta dari fokus tuberkulosis di luar tulang belakang yang
sebelumnya sudah ada. Pada anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus
primer di paru, sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner
(usus, ginjal, tonsil). Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang
melalui pleksus venosus paravertebral Batson. (Agrawal, 2010)
Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan infl amasi paradiskus.
Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum tulang belakang dan
osteoporosis terjadi pada tulang. Destruksi tulang terjadi akibat lisis jaringan tulang,
sehingga tulang menjadi lunak dan gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan
otot torakolumbal. Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder
akibat tromboemboli, periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi
pada vertebra torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan vertebra,
maka lesi kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior badan vertebra
sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih pipih daripada bagian
posterior.8 Resultan dari hal-hal tersebut mengakibatkan deformitas kifotik.
Deformitas kifotik inilah yang sering disebut sebagai gibbus. (Jain, 2010)
pada orang dewasa spondilitis TB banyak terjadi pada vertebra torakal bagian
bawah dan lumbal bagian atas, khususnya torakal 12 dan lumbal 1, pada anak-anak
spondilitis TB lebih banyak terjadi pada vertebra torakal bagian atas.(Mason, 2005)
Cold abscess dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses
infeksi, terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot psoas (disebut juga
abses psoas) atau jaringan ikat sekitar hingga kemudian membentuk traktus
sinus/fistel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal atau regio gluteal.(Vitriana,
2002)
TB non-contiguous merupakan lesi tuberculosis yang terdiri dari lebih dari satu
fokus infeksi vertebra yang disebut juga sebagai skipping lesion. TB non-contiguous
ini terjadi akibat penyebaran hematogen melalui pleksus venosus batson. (Polley,
2009)
Defisit neurologis pada pasien Spondilitis TB terjadi akibat beberapa proses :
1. Penyemputan kanalis spinalis oleh abses paravertebral
2. Sublukasio facet joint
3. Jaringan granulasi
4. Vasculitis, thrombosis arteri/vena spinalis
5. Kolaps vertebrae
6. Abses epidural
7. Invasi duramater, medulla spinalis sehingga terjadi Space occupying lesion.
(Albar, 2002)

Defisit neurologis dan lesi kifotik (gibus) pada pasien spondylitis TB lebih sering
terjadi pada pasien dengan lesi di vertebrae torakal dan jarang terjadi pada lesi
vertebrae lumbal. Hal diatas diakibatkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Arteri Adamkiewicz merupakan arteri utama yang memsuplai medulla
spinalis segmen torakolumbal terdapat pada vertebrae torakal 10 sisi kiri,
sehingga obliterasi (thrombosis) pada arteri ini akan mebyebabkan deficit
neurologis (paraplegia)
2. Diameter medulla spinalis dengan foramen vertebralis yang berbeda, dimana
pada foramen vertebralis lumbal lebih besar sehingga lebih memberikan
ruangan bila terjadi kompresi medulla spinalis. (Jain, 2010)

Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada Spondilitis TB mirip dengan gejala klinis klasik TB paru, yaitu
demam sub-febris, menggigil, malaise, penurunan BB bermakna. Namun selain
gejala klinis seperti diatas pasien juga sering mengeluhkan adanya nyeri local tidak
spesifik pada darah vertebrae yang terinfeksi. Jika ditemukan gejala klinis seperti
deformitas kifosis, maka proses infeksi spondylitis TB telah berlangsung selama tiga
empat bulan. (Jain, 2010)
Defi sit neurologis terjadi pada 12 50 persen penderita.10 Defi sit yang mungkin
antara lain: paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikular dan/ atau sindrom kauda
equina. Nyeri radikuler menandakan adanya gangguan pada radiks (radikulopati).
Spondilitis TB servikal jarang terjadi, namun manifestasinya lebih berbahaya karena
dapat menyebabkan disfagia dan stridor, tortikollis, suara serak akibat gangguan n.
laringeus. Jika n. frenikus terganggu, pernapasan terganggu dan timbul sesak napas
(disebut juga Millar asthma).8 Umumnya gejala awal spondilitis servikal adalah kaku
leher atau nyeri leher yang tidak spesifi k.(Li, 2007)
Gejala klinis Paraplegia pada pasien spondylitis TB merupakan komplikasi yang
paling berbahaya dan hanya terjadi pada 4-38% penderita. 9 Paraplegia terbagi
menjadi 2 yaitu:
1. Early Onset Paraplegia, yaitu terjadi akibat proses akut dalam 2 tahun
pertama diakibatkan oleh kompresi medulla spinalis oleh abses ataupun
akibat proses infeksi langsung.
2. Late Onset Paraplegia yaitu terjadi pada saat penyakit sudah tenang yaitu
akibat tekanan jaringan fibrosa atau tonkolan tulang akibat proses destruksi
vertebrae sebelumnya. (Agrawal, 2010)
Gejala klinik motoric biasanya terjadi lebih dahulu dikarenakan proses patologi
terjadi pada bagian anterior, dimana posisi motoneuron ada di kornu anterior
medulla spinalis. Sedangkan keluhan gangguan sensoris hanya terjadi jika adanya
keterlibatan dengan bagian posterior medulla spinalis. (Njoku, 2007)

Diferential Diagnose
Gejala klinis yang sering membawa pasien memeriksakan diri adalah nyeri
punggun tak spesifik, deformitas kifotik (Gibus) kompresi medulla spinalis
(Paraplegia, Parestesia). Sehingga sangat penting membedakan spondylitis TB
dengan beberapa diagnosis seperti:
1. Spondilitis Piogenik merupakan penyakit dengan presentasi yang sangat
mirip dengan spondylitis TB namun yang membedakan adalah bakteri
penyebabnya yaitu,Staphylococcus aureus, Streptococcus dan
pneumococcus. 30 Spondilitis Piogenik lebih sering mengenai vertebrae
servikal dan lumbal sedangkan spondylitis TB pada vertebrae torakan dan
lebih dari satu vertebrae. Namun secara pasti untuk membedakan adalah
dilakukannya pewarnaan Gram specimen tulang melalui tindakan invasive
(biopsy perkutan atau terbuka)
2. Tumor metastatic spinal dimana penyakit ini menunjukan kompresi medulla
spinalis. Neplasma yang cenderung bermetastasis ke tulang belakang adalah
Ca payudara, prostat, paru, limfoma, sarcoma dan mieloma
3. Keganasan primer yaitu paling sering terjadi pada anak-anak dan
menyebabkan gejala klnis kompresi medulla spinalis meliputi neuroblastoma,
sarcoma ewing, dan hemangioma. Yang membedakan adalah pada
spondylitis TB di temukan abses dan fragmen tulang.
4. Fraktur Kompresi terjadi akibat adanya trauma yang bermakna dimana
kekuatan benturan harus cukup keras untuk dapat meretakkan vertebrae
kecuali ditemukan osteoporosis sehingga mudah terjadi fraktur kompresi.
Proses trauma fleksi-kompresi menyebabkan fraktur dengan gambaran
(Wedge Shaped) yaitu bagian segmen anterior yang lebih kecil
5. Spondilitis Bruselosis yaitu merupakan pertimbangan pertama pada negara
dengan insidensi bruselosis yang cukup tinggi. Dimana gejala khas pada
spondylitis bruselosis adalah demam tinggi, keringat dingin, dan nyeri sendi.
Sedangkan pada spondylitis TB keluhan yang sering ditemukan adalah
gangguan neurologis dan deformitas. (Kurtaran, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. Tuberculosis of Spine. Journal of
Craniovertebral Junction and Spine 2010, 1: 14.
Infectious and noninfectious infl ammatory disease aff ecting the spine. Dalam:
Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Disease of the Spine and Spinal Cord. Oxford
University Press Inc. 2000. c. 9 h.325 335.
Albar Z. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia Kedokteran No.
137, 2002 29
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia.Grafi ka. Jakarta. 2006. hal. 5
Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-
UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN dr. Ciptomangunkusumo. 2002.
Jain AK, Dhammi IK, Jain S, Mishra P. Kyphosis in spinal tuberculosis-Prevention and
correction. Indian J Orthop 2010 Apr-Jun; 44(2): 127136.
Polley P, Dunn R. Noncontiguous spinal tuberculosis: incidence and management.
Eur Spine J (2009) 18:10961101.
Li YW, Fung YW. A case of cervical tuberculous spondilitis: an uncommon cause of
neck pain. Hong Kong j. emerg. med. Vol. 14(2) Apr 2007.
Njoku CH, Makusidi MA, Ezunu EO. Experiences in Management of Potts paraplegia
and Paraparesis in Medical Wards of Usmanu Danfodiyo University Teaching
Hospital, Sokoto, Nigeria. Annals of African Medicine. Vol. 6, No .1; 2007: 22 25
Harada Y, T Osamu, Matsunaga N. Magnetic Resonance Imaging Charasteristics of
Tuberculous Spondylitis vs. Pyogenic Spondylitis. Clinical Imaging 32 (2008) 303
309.
Kurtaran B, Sarpel T, Tasova Y, Candevir A, et al. Brucellar and tuberculous
spondylitis in 87 Adult patients: a Descriptive and Comparative case series.
Infectous Diseases in Clinical Practice. May 2008. Vol.16,No.3.

Anda mungkin juga menyukai