Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik

1. Pengertian Stroke Hemoragik


Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular
Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau
setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan
mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah
otak (Hudak dan Gallo, 1997) .
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah.
Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat
cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan
juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa faktor risiko stroke hemoragik, yaitu:
1) Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan
dinding arteri sampai pecah.
2) Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3) Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
4) Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi).
5) Konsumsi alkohol.
6) Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara,
kulit, dan tiroid.
7) Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri
di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
8) Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9) Overdosis narkoba, seperti kokain.

2. Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya
perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg
pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis,
dan pernafasan mengorok.

1
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1) Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2) Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3) Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

3. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan
sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-
lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1) Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2) Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3) Kesulitan menelan.
4) Kesulitan menulis atau membaca.
5) Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6) kehilangan koordinasi.
7) Kehilangan keseimbangan.
8) Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9) mual atau muntah.
10) Kejang.
11) Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal
atau kesemutan.
12) Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau
semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20
menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak
semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh
arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut.
Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi
peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok
atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh

2
ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson,
2006)

5. Komplikasi
Menurut Batticaca (2008; 60)
1) Gangguan otak yang berat.
2) Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular.

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan
adalah :
1) Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas
darah, biokimia darah, elektolit.
2) CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk
memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3) Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah sistem
arteri karotis ) .
4) Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
5) MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik ).
6) EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarachnoid.

7. Penatalaksanaan Medis
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik
adalah sebagai berikut :
1) Posisi kepala dan badan atas 20 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh
mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan.
3) Tanda tanda vital diusahakan stabil.
4) Bed rest.
5) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.

3
6) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonok.
9) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10) Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11) Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN STROKE HEMORAGIC

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu

4
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat obat antib koagulan,
aspirin, vasodilator, obat obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah
spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
1. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda
tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)

5
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi
pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga

6
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan refleks
patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori.

7
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat.
2.1.3 Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
Pernafasan 16-20 kali permenit).

Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap 2
Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.

8
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis,
bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata kata/ kalimat.

Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang
diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar; atau mengalami kerusakan
pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia
adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol
bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti
ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat
tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca, dan
menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata
sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan
yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak
nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan
tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka mata,
tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.

9
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia
motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat
menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau Pus
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari
bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi
artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik
dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien
tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel yang
diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat
menggunakan system bel regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar.
Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan,
demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang.
Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban ya/tidak, selanjutnya
kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons
pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan
berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai
proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut
dan lebih kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan
asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari pembicaraan
yang merendahkan pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang
kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan
intelektual pasien seringkali tetap baik.

10
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara
yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi
sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika
memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang
terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan
sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat
mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi
kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan
pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang
berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot
board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika
berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk
menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi
kepala ke salah satu sisi.

11
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan handroll keras pada teelapak tangan dengan jari jari dan ibu jari
saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan
pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki
yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk)
dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong
bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong
diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon
proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh
yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.
11) Kolaborasi
o Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan
ambualsi pasien.
o Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
o Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen
dan trolen(Doenges, 1999).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi
gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.

12
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan kontrol
muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa adanya
distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk mengendalikannya di dalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan
melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui
mulut.

5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas
untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh.
Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-
menerus.
3) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah

13
penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri
untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.

6. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf


sensori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa.
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan
sensori
Intervensi :
1) Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional : Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,
sebagai penetapan rencana tindakan.
2) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi
bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda
untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas
lainnya.
Rasional : Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan
intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan
kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang
berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan

14
terhadap suhu air dengan tangan yang normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya
trauma.
5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh
yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang
membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk
merawata sisi yang sakit.
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.

6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.


Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan
yang berhubungan dengan sensori berlebih.
7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari
persepsi dan integrasi stimulus.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan nafas tetap
efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas

15
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.

8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien mampu
mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :

16
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder

Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
1. Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih yang berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per
hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien tidak
mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
- Konsistensi feses lunak.
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi

17
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
eliminasi reguler.

4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus
oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

1.2.4 Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama fase
implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian
rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien tersebut atau
perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat
harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya. (Basford. 2006,
Hal 22)

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran


darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
- Memberikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya
- Menganjurkan kepada klien untuk bed rest total.
- Mengobservasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
2 Jam.
- Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal
tipis).
- Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

18
- Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
- Berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
2) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
- Mengkaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
- Membedakan antara afasia dengan disartria.
- Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
- Meminta pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka mata,
tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
- menunjukan objek dan meminta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
- Meminta pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau Pus
- Meminta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
- Menempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien
tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
- Memberikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar
kebutuhan, demonstrasi).
- Mengatakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang.
Menggunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban ya/tidak, selanjutnya
Mengembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons
pasien.
- Menghargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari pembicaraan
yang merendahkan pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang
kebanggaan pasien.
- Berkolaborasi : Mengkonsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
- mengkaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan
cara yang teratur.
- Mengubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan
jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
- Meletakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat
mentoleransinya.
- Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat
masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas
bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.
- Menyokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot
board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
- Menempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

19
- Menempatkan handroll keras pada teelapak tangan dengan jari jari dan ibu
jari saling berhadapan.
- Memposisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
- Membantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan
pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki
yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk)
dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong
bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong
diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
- Menganjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan
daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
- Berkolaborasi
o Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan
ambualsi pasien.
o Membantu dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
o Memberikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti
baklofen dan trolen(Doenges, 1999).
4) Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
- Menentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
- Meleetakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
- Meletakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
- Memberikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
- Memulai memberi makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air.
- Menganjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
- Berkoloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau
makanan melalui selang.
5) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese / hemiplegi.
- Menentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri.
- Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh.
- Menghindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
- Memberikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya.
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
6) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan

20
pada saraf sensori.
- menentukan kondisi patologis klien
- Mengkaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul,
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
- Memberikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu
benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-
batas lainnya.
- Melindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang
berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan
terhadap suhu air dengan tangan yang normal
- Menganjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua
bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit,
latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu
untuk merawata sisi yang sakit.
- Menghilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
- Melakukan validasi terhadap persepsi klien.

7) Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan


dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
- Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
- Mengubah posisi tiap 2 jam sekali.
- Memberikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
- Mengobservasi pola dan frekuensi nafas.
- Mengauskultasi suara nafas.
- Melakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
8) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
- Menganjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin.
- Mengubah posisi tiap 2 jam.
- Menggunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol.
- Melakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.
- Mengobservasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
- Menjaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.

21
9) Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
- Mengidentifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
- Mengajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
- Mengajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
- Bila masih terjadi inkontinensia, Mengurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan.
- Memberikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc
per hari bila tidak ada kontraindikasi).

10) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake


cairan yang tidak adekuat.
- Memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
- Mengauskultasi bising usus.
- Menganjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
- Memberikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
- Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
- Mengkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif,
suppositoria).

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila masalah
tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha untuk
mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali rencana
perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang ada.
(Basford. 2006, Hal : 24).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
3. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
4. Tidak terjadi gangguan nutrisi.
5. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
6. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

22
7. Jalan nafas tetap efektif.
8. Integritas kulit baik.
9. Eliminasi urin dapat terkontrol.
10. Konstipasi tidak terjadi.

23

Anda mungkin juga menyukai