kontinyu. Di samping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan
untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang semonokromator mungkin.
Seperangkat sumber yang dapat
memberikan garis emisi yang tajam dari suatu
unsur yang spesifik tertentu dikenal sebagai
lampu pijar hallow cathode. Dengan pemberiaan
tegangan pada arus tertentu, logam mulai
memijar, dan atom-atom logam katodenya akan
teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan
tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada
panjang gelombang tertentu.
Bagian-bagian AAS adalah sebagai berikut (Day, 1986).
a. Lampu katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki
masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur
yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda
Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi
dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur.
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam
sekaligus.
b. Tabung gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas
asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20000 K, dan ada juga
tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di
dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometri Serapan Atom
c. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner
berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang
berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.
d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator
dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas energi yang
diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa digunakan ialah monokromator
difraksi grating.
e. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,
yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap
oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi sinar menjadi
energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan
data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika monokromatornya
sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah
barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah detektor
photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa
yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak
menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu
menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda
besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat
maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat
bantu lain seperti autosampler.
f. Sistem pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau
gambar yang dapat dibaca oleh mata.
g. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar
pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada spektrofotometry
serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar asap yang
dihasilkan tidak berbahaya.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia
dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua
analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain
yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat
kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung
(Protective Agent).
b. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau
bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala
untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak
terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk
mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis
penambahan standar (Standar Adisi).
c. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu
melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini
mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah
diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb,
K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.
d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi
molecular, dan penghamburan cahaya.
Hukum Lambert Beer:
I
A=log ( )
Io
=a . b . c
Dengan A = absorban
Io = intensitas sinar datang
I = intensitas sinar yang diteruskan
a = tetapan absorptivitas
b = panjang jalan sinar
c = konsentrasi
Pada lebar nyala api yang tetap, hukum Lambert-Beer dapat disederhanakan menjadi A =
k . c dengan k = a . b. Konsentrasi sampel dapat diukur dengan mengekstrapolasikan nilai
absorbansi pada kurva standar yaitu kurva antara absorbansi dengan konsentrasi Fe.
Kandungan Fe (Besi) dalam Air Sumur
Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar. Adanya
kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi
kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu
kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning
pada diding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP
No.20 Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang dibolehkan
adalah 0,3 mg/lt, dan kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang dibolehkan adalah 0,1
mg/lt.
Kadar kesadahan (pH) air normal yang tidak menyebabkan masalah adalah 7 (6,8
7,2). Air yang berkadar kesadahan normal (pH 7 atau antara 6,8 7,2) dapat melarutkan
semua jenis mineral termasuk zat besi.
Jenis-jenis gas dimaksud adalah CO2 dan H2S. Beberapa gas terlarut dalam air tersebut
akan bersifat korosif.
Mengandung bakteri.
F. HASIL PENGAMATAN
G. H. Prosedur Percobaan I. Hasil J. Dugaan/ Reaksi K. Kesimpulan
N Pengamatan
AX.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
AZ. Pada Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar Fe yang terdapat dalam
air sumur (Ketintang Baru) dengan menggunakan instrumen AAS atau spektroskopi
serapan atom (AAS). Dalam percobaan ini digunakan Hollow katoda Fe. Prinsip
penembakan sinar oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dalah dalam katoda akan dipilih
energi yang cocok untuk menembakkan suatu atom menjadi suatu atom yang tereksitasi.
Sinar yang keluar dalam katoda dipilih hanya sinar dari eksitasi Fe, yaitu dengan cara
memprogram panjang gelombangnya yang sesuai dengan panjang gelombang Fe (248,3
nm).
BA. Pengukuran kadar Fe dengan menggunakan AAS dilakukan pada kondisi atom
berbentuk gas, sehingga larutan Fe yang encer mengalami pembakaran pada ruang
pengkabutan oleh O2 dan asetilena sehingga berbentuk gas. Hasil atomisasi di tembak
oleh sinar dari HCL, atom logam yang di tembak tersebut mengalami eksitasi menuju
tingkat energi yang lebih tinggi karena mendapatkan tambahan energi dari tembakan
HCL. Setelah itu atom logam kembali ke keadaan dasar dengan melepaskan energi yang
diamati berupa warna nyala, dalam hal ini warna nyala atom Fe berarna biru tua.
Sedangkan atom yang tidak diserap oleh HCL di teruskan kedetector untuk dibaca dalam
bentuk angka absorbansi.
BB. Percobaan ini dilakukan dengan cara menyiapkan larutan standar Fe dengan
konsentrasi 1,2,4,6 dan 8 ppm yang diperoleh dari pengenceran larutan kerja 50 ppm.
Tujuan pembuatan larutan standar ini adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang
nantinya akan digunakan untuk menghitung kadar Fe dalam sampel air sumur.
BC. Dari larutan standar yang telah dibuat, diukur absorbansinya dan diperoleh
data sebagai berikut :
BD. K
BE. A
onsentr
bsorba
asi
nsi
(ppm)
BG. 0
BF.0.5 .0143
BH. 2 BI. 0.0676
BK. 0
BJ.6 .2043
BL. 1 BM. 0
0 .3258
BN. 1 BO. 0
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
8 .5224
BP.
BQ.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
0.1
0
0 2 4 6 8 101214161820
Konsentrasi
BT. Setelah dibuat kurva larutan standar, diperoleh persamaan garis lurus yaitu y=
0.0291x + 0.0147 dengan regresi sebesar 0.9932.
BU. Kemudian setelah larutan standar tersedia, dilakukan pembuatan larutan
blanko, yaitu larutan yang tidak mengandung sampel atau hanya terdiri dari pelarut saja.
Larutan blanko digunakan untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analat
atau sampel. Selanjutnya menyiapkan larutan sampel air sumur yang akan diuji dengan
menggunakan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm. Larutan air sumur ditambah
HNO3 1%, tujuannya untuk mencegah terjadinya endapan dalam air, karena ion besi dapat
mengalami hidrolisis dan membentuk Fe(OH)3 yang berwujud padatan. Dengan
pemberian HNO3 akan memberikan suasana asam sehingga hidrolisis tidak dapat terjadi
dan ion besi tetap larut dalam air. Reaksi:
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
CB. Berdasarkan uji kadar Fe dalam air sumur dengan menggunakan instrumen
AAS, diperoleh kandungan Fe dalam air sumur adalah sebesar -0.358 mg/L. Konsentrasi
bernilai negatif karena air sumur tidak mengandung Fe (ion besi). Persamaan garis lurus
yang diperoleh dari larutan standar adalah y = 0,0291x + 0,0147 dengan regresi 0,9932.
CC. DAFTAR PUSTAKA
CD.BBPT. Tanpa Tahun. Cara Pengolahan Air Sumur Untuk Kebutuhan Air Minum
(Online). http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Akua/akua.html, diakses pada
Minggu, 25 Mei 2015.
CE. Day, R. A Jr dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kualitatif Edisi ke Enam. Jakarta:
Penerbit Erlangga
CF. Setiarso, Pirim, dkk. 2015. Panduan Praktikum Kimia Analitik III (MSA). Surabaya:
Jurusan Kimia, UNESA.
CG.Skoog, Douglas A. et. al. 1996. Fundamental of Quantitative Chemical Analytical
Chemsitry. Orlando: Saunders College Publishing.
CH.Webmaster. 2013. Masalah Air Tanah yang Mengandung Zat Besi (Online).
http://mesinlaundry.com/masalah-air-tanah-yang-mengandung-zat-besi-fe/, diakses
pada Minggu, 25 Mei 2015.
CI. LAMPIRAN FOTO
CJ.
CK.
CL.
CM.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur
CN.
CO.
CP.
CQ.
CR.
CS. Pengujian kadar Fe dalam air
CT. sumur dengan menggunakan
CU.
instrumen SSA