Anda di halaman 1dari 9

Molekul, Vol. 11. No. 1.

Mei, 2016: 92 - 100

KERUSAKAN DIMENSI SERAT AKIBAT BIOPULPING PADA


Acacia mangium

PHYSICAL DAMAGES OF WOOD FIBER IN Acacia mangium DUE TO


BIOPULPING TREATMENT

Ridwan Yahya1*, Mucharromah1, Devi Silsia1, dan Septiana1


1
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, Bengkulu, Indonesia
*email: ridwanyahya@unib.ac.id
Received 25 February 2016; Accepted 4 April 2016; Available online 16 May 2016

ABSTRAK
Biopulping adalah pemberian jamur pada serpih untuk mengurangi komponen kimia
material yang tidak diinginkan dalam pembuatan pulp. Penelitian pendahuluan
menunjukkan bahwa biopulping terhadap kayu mangium berupa pemberian jamur
Phanerochaeta chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan meningkatkan persentase
kadar holoselulosa dan -selulosa. Selain komponen kimia, dimensi serat juga sangat
menentukan kualitas kertas yang dihasilkan. Pertanyaannya adalah bagaimana keutuhan
dan dimensi serat dari kayu yang telah diberi jamur tersebut. Penelitian ini bertujuan
mengetahui dampak pemberian jamur P. chrysosporium terhadap keutuhan dan dimensi
serat. Kegiatan riset dimulai dengan memperbanyak biakan murni P. chrysosporium
selama 14 hari di dalam media pertumbuhan, kemudian diinokulasikan ke serpih kayu pada
konsentrasi 5% dengan waktu inkubasi 0, 15 dan 30 hari. Serpih hasil inokulasi dibuat stik
berukuran 1 mm x 1 mm x 20 mm, dan kemudian dimaserasi dengan franklin solution pada
suhu 60 oC selama 48 jam. Pengamatan kerusakan dilakukan terhadap 40 serat untuk setiap
perlakuan menggunakan mikroskop pada pembesaran 400x. Dilakukan juga pengukuran
dimensi serat hasil inokulasi. Diperoleh hasil bahwa serpih batang mangium yang telah
diinokulasi menunjukkan persentase kerusakan serat 0%. Serat-serat hasil inokulasi
memiliki panjang yang terkategorikan sedang dan dinding yang tergolong tipis.
Kata kunci : biopulping, dimensi serat, keutuhan serat, mangium

ABSTRACT
Biopulping is fungal pretreatment of wood chips to reduce unused chemical composition of
material in pulping. Preliminary study showed that pretreatment of Phanerochaeta
chrysosporium to Acacia mangium Willd can reduce lignin and improve holocellulose and
cellulose content of the material. Fiber dimension recognized as other important factor for
paper properties. The question is how the integrity and dimensions of the wood fiber that
has been pretreated with the fungus. The objectives of present study were to know effect of
pretreatment of P. chrysosporium to the integrity and dimensions of the fiber. The P.
chrysosporium was cultured for 14 days in growth medium, and inoculated to wood chips
5% (w/v) and incubated for 0, 15 and 30 days. The inoculated wood chips were chipped
into 1 mm x 1 mm x 20 mm and macerated using franklin solution at 60 oC for 48 hours.
Forty fibers from each incubated time were analized their physical damages using a light
microscope at a 400 magnification. The inoculated fibers were measured theirs
dimensions. The physical damage percentage of fibers pretreated using P. chrysosporium
was 0%. Length and wall thickness of the pretreated fibers were can be categorized as
middle class and thin fibers, respectively.

92
Kerusakan Dimensi Serat Akibat Biopulping Pada Acacia mangium...(Ridwan Yahya, dkk)

Keywords : biopulping, fiber integrity, fiber dimension, mangium


PENDAHULUAN Phanerochaeta chrysosporium (Singh et
al., 2010).
Industri pulp di Indonesia umumnya
Jamur P. chrysosporium telah
memanfaatkan kayu sebagai bahan baku
digunakan oleh Yahya, Mucharromah, dan
dan menggunakan proses sulfat atau kraft
Silsia (2007) dalam penelitian biopulping
di dalam pengolahannya. Proses kraft
terhadap kayu mangium (Acacia mangium
dipilih karena memiliki beberapa
Willd). Kayu mangium dipilih pada
keunggulan dibandingkan dengan proses
penelitian tersebut dan juga pada
mekanik atau kimia pulp lainnya (Da Re,
penelitian saat ini karena mangium adalah
Papinutti, Forchiassin, & Levin, 2010).
kayu yang paling dominan sebagai bahan
Keunggulan tersebut antara lain dapat
baku industri pulp di Indonesia (Yahya,
mengolah berbagai jenis kayu baik sejenis
Sugiyama, Silsia & Gril, 2010) dan telah
maupun campuran, selain itu waktu
dilakukan berbagai riset untuk
pemasakan yang relatif pendek,
meningkatkan kualitasnya sebagai
menghasilkan rendemen dan kualitas pulp
penghasil pulp (Yahya, Koze &
yang tinggi (Singh, Sulaiman, Hashim,
Sugiyama, 2011; Yahya, Sundaryono,
Rupani, & Peng, 2010). Namun disamping
Imai, & Sugiyama, 2015).
keunggulan tersebut, proses pembuatan
Dari enam kombinasi konsentrasi
pulp ini juga memiliki kelemahan, yaitu
dan waktu inkubasi telah yang dicoba
menghasilkan gas berbau berupa hidrogen
diperoleh hasil bahwa kombinasi
sulfida (H2S) dan metil merkaptan
konsentrasi 10% dan waktu inkubasi 45
(CH3SH) serta warna pulp yang gelap
hari merupakan kombinasi perlakuan
(Liew et al., 2011). Hasil yang demikian
jamur yang paling sesuai untuk serpih
ini menyebabkan tingginya kebutuhan
sebagai bahan baku pulp kertas karena
bahan pemutih dan bahan organik
menghasilkan kadar lignin terendah dan
terklorinasi dari limbah proses pemutihan
mampu meningkatkan persentase
pulp yang tidak dapat didaur ulang. Hal
holoselulosa dan alpha selulosa.
ini akan menimbulkan pencemaran
Penurunan konsentrasi lignin
lingkungan akibat proses pembuatan dan
karena telah diberi jamur, secara teoritis
pemutihan pulp (Singh et al., 2010).
tentunya memberikan kontribusi positif
Berbagai upaya telah dilakukan
bagi proses pemasakan pulp. Zat kimia
untuk mengatasi masalah di atas misalnya
dan atau waktu pemasakan tentunya dapat
dengan teknologi biopulping. Biopulping
dikurangi, karena esensi pemberian zat
diartikan sebagai perlakuan pendahuluan
kimia dan waktu pemasakan terkait
berupa pemberian jamur sebelum pulping.
dengan kegiatan pengeluaran lignin pada
Pemikiran ini didasari pada pengamatan
serpih untuk menjadi pulp (Ferraz et al.,
bahwa selama ini jamur pelapuk putih
2008; Fonseca et al., 2014). Namun
(white rot fungi) telah dikenal sebagai
berdasarkan penelusuran literatur
organisme yang dapat mendegradasi
maksimal yang penulis lakukan (Battan,
komponen kayu terutama lignin (Levin,
Sharma, Dhiman, & Kuhad, 2007; van
Villalba, Da Re, Forchiassin, & Papinutti,
Beek et al., 2007; Yang, Zhang, Wang,
2007; Singh et al., 2010; Ashger, Iqbal, &
Fu, & Li, 2007; van Heerden, le Roux,
Asad, 2012; Giles, Zackeru, Elliot, &
Swart, Gardmer-Lubbe, & Botha, 2008;
Parrow, 2012). Pada proses pulping,
Singh et al., 2010; Giles, Galloway, Elliot,
kehadiran lignin ini justru sangat tidak
& Parrow, 2011; Albert & Padhiar, 2012;
diperlukan, karena itu jamur ini kemudian
Singh, Sulaiman, Hashim, Peng, & Singh,
dimanfaatkan untuk proses pendahuluan
2013; Fonseca et al., 2014), belum ada
sebelum pemasakan chips. Salah satu
publikasi yang membahas hubungan
jamur yang telah dicoba dan efektif adalah
pemberian jamur dengan kerusakan serat.

93
Molekul, Vol. 11. No. 1. Mei, 2016: 92 - 100

Keuntungan penggunaan cendawan satu jam. Tumpukan serpih tersebut


pelarut lignin dalam proses biopulping kemudian didinginkan sebelum nantinya
adalah untuk memudahkan proses diinokulasi dengan isolat jamur P.
pemisahan serat dan mengurangi bahan chrysosporium.
kimia dalam proses pemutihan agar tidak Penelitian ini menggunakan
terlalu mencemari lingkungan. Namun Rancangan Acak Lengkap dengan 3
bila cendawan yang digunakan juga perlakuan yaitu waktu inkubasi 0 hari, 15
mampu merusak serat maka kualitas hari dan 30 hari. Setiap perlakuan diulang
kertas yang dihasilkan tentunya juga akan 3 kali, sehingga total percobaan adalah 9
menurun, karena selain komponen kimia, satuan.
dimensi serat juga menentukan kualitas
Perbanyakan Isolat
kertas (Pirralho et al., 2014). Penelitian ini
bertujuan mengamati kerusakan serat Perbanyakan biakan murni P.
akibat pemberian jamur P. chrysosporium chrysosporium yang diperoleh dari
dan mengetahui kelayakan serat-serat Laboratorium Patologi Fakultas Pertanian
tersebut sebagai bahan baku pulp IPB dilakukan dengan menggunakan
berdasarkan dimensinya. medium-PDA. Isolat murni tersebut
diperbanyak dengan cara menginokulasi
METODE PENELITIAN sebanyak satu ujung jarum ent P.
chrysosporium ke bagian tengah Petri
Sampel Penelitian yang telah berisi medium PDA padat
Penelitian ini menggunakan enam secara aseptik. Biakan diinkubasi hingga
pohon sebagai ulangan yang terpilih memenuhi cawan petri yang memerlukan
secara random dari 120 pohon Acacia waktu sekitar 14 hari.
mangium Willd. Ke 120 pohon tersebut
Inokulasi
terpilih secara purposif dengan kriteria
berumur 7 (tujuh) tahun, berbatang lurus Serpih dengan berat 21 g BKT yang
dan bebas cacat. Selanjutnya pada setiap telah steril selanjutnya diinokulasi dengan
pohon diambil sampel berupa lempeng memberikan 5 mL suspensi P.
setebal 2 cm dari bagian batang. Lempeng chrysosporium, kemudian dikocok supaya
dari batang berasal dari bagian tengah merata dan diinkubasi dalam suhu ruang.
pohon (antara pangkal bekas tebangan Suspensi isolat tersebut dibuat dengan
dengan bagian ujung yang berdiameter 8 menggunakan biakan jamur P.
cm). chrysosporium hasil inkubasi 14 hari yang
diblender kemudian diberi 1,05 g per
Metode Penyiapan Sampel kantong. Pengamatan dilakukan pada 0,
Lempengan yang diperoleh 15 dan 30 hari setelah inokulasi.
kemudian dibuat serpih dengan ukuran 2,5 Penghentian aktivitas jamur P.
cm x 2,0 mm x 2,5 cm. Kemudian dipilih chrysosporium setelah berakhirnya setiap
serpih yang berkualitas dan berukuran masa inkubasi dilakukan dengan
relatif seragam yaitu bebas mata kayu dan menempatkan serpih tersebut pada freezer
yang tertinggal pada saringan yang yang bersuhu - 20 oC.
berukuran lubang 5/8 3/8 inch.
Pengamatan Kerusakan Serat
Berat serpih setiap ulangan adalah
21 g Berat Kering Tanur (BKT). Setiap Tumpukan-tumpukan serpih yang
tumpukan serpih tersebut direndam dalam telah diinokulasi jamur P. chrysosporium
air, lalu dimasukkan ke dalam kantong dan telah habis masa inkubasinya
plastik tahan panas. Setelah itu ditutup kemudian dibuat berbentuk potongan kecil
kapas dan dibalut kain kasa, selanjutnya berukuran menyerupai korek api dengan
dilakukan sterilisasi dengan autoklaf pada ukuran 1 mm x 1 mm x 20 mm. Sampel
suhu 121 oC, tekanan 1,2 atmosfir selama tersebut selanjutnya dimaserasi dengan

94
Kerusakan Dimensi Serat Akibat Biopulping Pada Acacia mangium...(Ridwan Yahya, dkk)

menggunakan Fraklins solution yaitu ditentukan setelah dilakukan pengukuran


60% asam asetat glasial dan 40% hidrogen serat pendahuluan terhadap 100 serat.
peroksida pada suhu 60 oC selama 48 jam.
Pengukuran Dimensi Serat
Serat-serat yang telah terpisah
dimasukkan ke dalam botol, selanjutnya Selain mengamati kerusakan serat,
diwarnai dengan memberi dua tetes dimensi dari serat yang telah diberi jamur
safranin. Agar safranin merata pada P. chrysosporium tersebut juga diukur.
seluruh serat maka botol tersebut Pengukuran dilakukan dengan mikroskop
digoyang pelan-pelan. Serat yang telah terhadap serat hasil maserasi. Dimensi
diwarnai tersebut kemudian dibilas yang diukur adalah panjang serat,
dengan aquades (murni) dan disterilisasi diameter serat dan diameter lumen.
dengan bilasan alkohol berturut-turut 30%, Panjang dari serat diukur pada
50%, 70% dan 90%. pembesaran 10 x 10 dan diameter serta
Pengamatan tingkat kerusakan serat lumennya pada pembesaran 10 x 40
dilakukan dengan menggunakan menggunakan mikrometer. Nilai tebal
mikroskop pada pembesaran 400 x. dinding serat diperoleh melalui
Pengamatan dilakukan dengan cara pengurangan nilai diameter serat dengan
meletakkan preparat serat pada gelas diameter lumen kemudian dibagi 2.
objek, selanjutnya gelas objek diletakkan
di atas meja pengamatan mikroskop. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan dengan melihat Kerusakan Serat
keutuhan serat, apabila serat tersebut tidak
utuh atau mengalami kerusakan yang Hasil pengamatan terhadap 360
disebabkan oleh aktivitas hifa jamur, serat (40 serat per ulangan) pada 3
maka dibuat persentase kerusakan serat perlakuan konsentrasi isolat P.
yang bersangkutan dengan formula : chrysosporium ditemukan bahwa, ternyata
persentase kerusakan serat adalah 0%
{R2L}{100} (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa sampai
K= pada pengamatan 400x tidak terlihat
{N}
Perhitungan persentase kerusakan serat adanya kerusakan serat akibat pemberian
berdasarkan pada Gambar 1. jamur (Gambar 1). Dapat
diintrepretasikan bahwa perfomance serat
tetap utuh walaupun telah diinkubasi
dengan jamur P. chrysosporium pada
konsentrasi 5% dengan waktu inkubasi
hingga 30 hari.
Hasil pengamatan ini sejalan dengan
pernyataan Hood (2003) bahwa cendawan
P. chrysosporium mendegradasi lignin
Gambar 1. Skema kerusakan serat tanpa merusak selulosa kayu.
Keterangan : Sebagaimana diketahui bahwa selulosa
K : Persentase kerusakan (%) hanya ditemui pada dinding sel. Singh et
R : Jarak antar lokasi serat yang rusak al. (2010) menjelaskan bahwa jamur yang
dengan ujung serat terkategorikan white rot fungi
L : Panjang serat yang diamati menghasilkan enzim ligninase yang
N : Total serat yang diamati (40 serat) berfungsi menyerang kandungan lignin
Jumlah serat yang diamati tingkat dari kayu.
kerusakan dimensi seratnya masing- Lamella tengah sejati adalah lapisan
masing adalah 40 serat. Jumlah ini yang terletak di antara dua dinding primer
serat dan berfungsi sebagai perekat antara

95
Molekul, Vol. 11. No. 1. Mei, 2016: 92 - 100

serat-serat tersebut. Khalil, Yusra, Bhat, & 45 hari telah menyebabkan pengurangan
Jawaid, (2010) mengatakan bahwa lignin pada kayu mangium secara statistik
konsentrasi lignin tertinggi ditemukan sangat signifikan, namun di lain pihak
pada lamella tengah sejati. Sementara itu tidak menunjukkan penurunan kadar
telah umum diketahui bahwa dinding atau holoselulosa dan alpha selulosa.
serat disusun oleh lignin dan holoselulosa, Yao, Wu, Xing, Zhou & Pu (2010)
sedangkan zat ekstraktif kebanyakan melaporkan bahwa kadar lignin batang
melengket pada lumen atau rongga sel. mangium adalah 21,65%. Nilai lignin
Diduga bahwa serangan jamur yang tersebut terkategorikan sedang karena
terjadi hanya sampai pada lignin yang masih dalam kisaran 19-33% (Departemen
terdapat pada lamella tengah sejati Pertanian, 1976). Hal ini diduga menjadi
tersebut sehingga belum merusak struktur salah satu penyebab tidak terjadi
dinding seratnya. Dugaan tersebut degradasi holoselulosa dan -selulosa
didasarkan pada hasil penelitian Yahya et karena lignin yang merupakan makanan
al., (2007) yang menunjukkan bahwa utama jamur masih tersedia dalam jumlah
akibat pemberian jamur P. chrysosporium cukup banyak, utamanya pada lamela
pada konsentrasi 10% dan waktu inkubasi tengah sejati.
Tabel 1. Hasil pengukuran persentase kerusakan serat batang A. mangium pada berbagai
perlakuan konsentrasi dan lama inkubasi jamur P. chrysosporium
Persentase kerusakan
Perlakuan Rata-rata
I II III
k5w0 0% 0% 0% 0%
k5w15 0% 0% 0% 0%
k5w30 0% 0% 0% 0%
Keterangan : rata-rata diperoleh dari setiap perlakuan dibagi dengan 3 ulangan.

(a) (b)
Gambar 1. Serat batang kayu Acacia mangium Willd tanpa (a) dan yang telah (b) diberi
jamur P. chrysosporium pada konsentrasi 5% dan lama inkubasi 30 hari.
Tabel 2. Nilai rata-rata hasil pengukuran dimensi serat batang mangium pada tiga
perlakuan waktu inkubasi jamur P. chrysosporium.
Dimensi Serat (mikron)
Perlakuan Panjang serat Diameter Diameter Tebal dinding
() serat () lumen () sel ()
k5w0 897,93 161,26 22,73 4,63 15,04 4,68 3,84 1,30
k5w15 950,12 163,94 21,54 4,87 14,86 3,79 3,35 1,62
k5w30 970,32 141, 87 22,50 4,35 16,98 4,61 2,76 1,12
Keterangan : Nilai rata-rata standar deviasi serat

96
Kerusakan Dimensi Serat Akibat Biopulping Pada Acacia mangium...(Ridwan Yahya, dkk)

Kualitas Serat Hasil Inokulasi Jamur menghasilkan pulp dengan rendemen yang
P. chrysosporium terkategorikan tinggi (46,12%) menurut
(Departemen Pertanian, 1976). Pirralho et
Rekapitulasi hasil pengukuran
al. (2014) mengatakan bahwa panjang
dimensi serat pada 3 waktu inkubasi
serat berpengaruh positif terhadap
disajikan pada Tabel 2. Klasifikasi
kekuatan tarik dan jebol dari kertas yang
panjang serat menurut International
dihasilkan, sementara ketebalan dinding
Association of Wood Anatomist (IAWA),
serat tersebut berbanding terbalik dengan
menyebutkan bahwa serat dengan panjang
kekuatan sobeknya. Berdasarkan uraian
antara 901 sampai dengan 1600 m
ini, dapat diprediksi bahwa serat batang
terkategorikan serat dengan panjang
mangium yang telah diinokulasi jamur
sedang (IAWA Committee, 1989).
dengan konsentrasi 5% hingga waktu
Panjang serat batang mangium yang
inkubasi 30 hari akan dapat menghasilkan
telah diinokulasi jamur P. chrysosporium
pulp yang juga berendemen dan
dengan waktu inkubasi 0, 15 dan 30 hari
berkekuatan mekanik yang tinggi.
berturut-turut adalah 897,93 , 950,12 dan
970,32 m. Berdasarkan data ini dapat
dikatakan bahwa panjang dari serat yang KESIMPULAN
telah diberi jamur P. chrysosporium Serpih batang mangium yang telah
tersebut terkategorikan memiliki panjang diinokulasi dengan jamur P.
yang sedang. Kategori dari serat mangium chrysosporium pada konsentrasi 5% dan
hasil inokulasi ini sama dengan kategori waktu inkubasi hingga 30 hari tidak
panjang serat dari batang sengon mengalami kerusakan serat (0%), artinya
(Paraseriathes falcataria L. Nielsen) serat-serat penyusun serpih kayu tetap
yaitu 1,07 m, yang juga tergolong utuh, walaupun telah diberi jamur
sedang (Ishiguri, et al., 2007) tersebut. Serat-serat itu memiliki panjang
IAWA membagi ketebalan dinding yang terkategorikan sedang dan dinding
serat atas tiga kategori yaitu: sangat tipis, yang tergolong tipis (sampai tebal)
tipis sampai tebal dan sangat tebal. Sangat sehingga diprediksi akan menghasilkan
tipis jika diameter rongga tiga kali lipat pulp yang berendemen tinggi dan kertas
atau lebih dari tebal dua dinding serat. yang kuat.
Dinding serat disebut tipis sampai tebal
jika diameter rongga kurang dari 3 kali DAFTAR PUSTAKA
tebal dua dinding serat dan masih terlihat Albert, S., & Padhiar, A. (2012).
terbuka rongganya. Terkategorikan Characterisation of biologically
dinding serat sangat tebal jika rongga serat pretreated raw materials for
hampir tertutup semuanya (IAWA biopulping process. International
Committee, 1989). Jika didasarkan pada Journal of Applied Biology and
klasifikasi ini, maka serat batang Pharmaceutical technolgy, 3(4),
mangium yang telah diinokulasi dengan P. 369-375. Retrieved from
chrysosporium termasuk berdinding tipis http://www.ijabpt.org/applied-
(sampai tebal) atau belum terkategorikan biology/characterisation-of-
sangat tebal (Tabel 2). Tebal dinding serat biologically-pretreated-raw-
sengon yang diteliti oleh (Ishiguri et al., materials-for-biopulping-
2009) juga terkategorikan tipis. process.php?aid=4872
Fatriasari & Risanto (2011) Ashger, M., Iqbal, H.M.N., Asad, M.J.,
melaporkan bahwa batang sengon yang (2012). Kinetic characterization of
panjang dan ketebalan dinding seratnya
puried laccase produced from
terkategorikan sama dengan serat Trametes versicolor IBL-04 in solid
mangium yang telah diinokulasi dengan
jamur 5% selama 30 hari, mampu

97
Molekul, Vol. 11. No. 1. Mei, 2016: 92 - 100

state bio processing of corn cobs. stage fungal biopulping for


BioResources 7, 1171-1188. improved enzymatic hydrolysis of
Battan, B., Sharma, J., Dhiman,S S., and wood. Bioresource Technology,
Kuhad, R,C. (2007). Enhanced 102(17), 80118016.
production of cellulose-free http://doi.org/10.1016/j.biortech.201
thermostable xylanase by Bacillus 1.06.031
pumilus ASH and its potential Giles, R. L., Zackeru, J. C., Elliott, G. D.,
application in paper industry. & Parrow, M. W. (2012). Fungal
Enzyme and Microbial Technology. growth necessary but not sufficient
41, 733-739. for effective biopulping of wood for
Da Re, V., Papinutti, L., Forchiassin, F., lignocellulosic ethanol applications.
Levin, L., (2010). Biobleaching of International Biodeterioration &
loblolly pine kraft pulp with Biodegradation, 67, 17.
Trametes trogii culture uids http://doi.org/10.1016/j.ibiod.2011.1
followed by a peroxide stage. 1.007
Application of Doehlert Hood, I. (2003). An introduction to fungi
experimental design to evaluate of wood in Queensland. University
process parameters. Enzyme and of New England Printery.
Microbial Technology. 46, 281-286. IAWA Committee. (1989). 1AWA list of
Departemen Pertanian. (1976). microscopic features for hardwood
Vademekum Kehutanan. Jakarta. identification with an appendix on
Fatriasari, W., & Risanto, L. (2011). The non-anatomical information, 1AWA
properties kraft pulp sengon wood Bulletin New Series, 10: 219 - 332.
(Paraserianthes falcataria): Ishiguri, F., Eizawa, J., Saito, Y., Lizuka,
Differences of cooking liquor K., Yokota, S., Priadi, D., &
concentration and bleaching Yoshizawa, N. (2007). Variation in
sequence. Widyariset, 14(3), 589 the wood properties of
598. Paraserianthes falcataria planted in
Ferraz, A., Guerra, A., Mendona, R., Indonesia. IAWA Journal, 28(3),
Masarin, F., Vicentim, M. P., 339348.
Aguiar, A., & Pavan, P. C. (2008). Ishiguri, F., Hiraiwa, T., Iizuka, K.,
Technological advances and Yokota, S., Priadi, D., Sumiastri, N.,
mechanistic basis for fungal & Yoshizawa, N. (2009). Radial
biopulping. Enzyme and Microbial variation of anatomical
Technology, 43(2), 178185. characteristics in Paraserianthes
http://doi.org/10.1016/j.enzmictec.2 falcataria planted in Indonesia.
007.10.002 IAWA Journal, 30(3), 343 352.
Fonseca, M. I., Faria, J. I., Castrillo, M. Khalil, H. P. S. A, Yusra, A. F. I., Bhat,
L., Rodrguez, M. D., Nuez, C. E., A. H., & Jawaid, M. (2010). Cell
Villalba, L. L., & Zapata, P. D. wall ultrastructure, anatomy, lignin
(2014). Biopulping of wood chips distribution, and chemical
with Phlebia brevispora BAFC 633 composition of Malaysian cultivated
reduces lignin content and improves kenaf fiber. Industrial Crops and
pulp quality. International Products, 31(1), 113121.
Biodeterioration & Biodegradation, http://doi.org/10.1016/j.indcrop.200
90, 2935. 9.09.008
http://doi.org/10.1016/j.ibiod. Levin, L., Villalba, L., Da Re, V.,
2013.11.018 Forchiassin, F., & Papinutti, L.
Giles, R. L., Galloway, E. R., Elliott, G. (2007). Comparative studies of
D., & Parrow, M. W. (2011). Two- loblolly pine biodegradation and

98
Kerusakan Dimensi Serat Akibat Biopulping Pada Acacia mangium...(Ridwan Yahya, dkk)

enzyme production by Argentinean versicolor for pitch control:


white rot fungi focused on Influence on extractive contents,
biopulping processes. Process pulping process parameters, paper
Biochemistry, 42(6), 9951002. quality and effluent toxicity.
http://doi.org/10.1016/j.procbio.200 Bioresource Technology, 98(2),
7.03.008 302311.
Liew, C. Y., Husaini, A., Hussain, H., http://doi.org/10.1016/j.biortech.200
Muid, S., Liew, K. C., & Roslan, H. 6.01.008
A. (2011). Lignin biodegradation van Heerden, A., le Roux, N. J., Swart, J.,
and ligninolytic enzyme studies Gardner-Lubbe, S., & Botha, A.
during biopulping of Acacia (2008). Assessment of wood
mangium wood chips by tropical degradation by Pycnoporus
white rot fungi. World Journal of sanguineus when co-cultured with
Microbiology and Biotechnology, selected fungi. World Journal of
27(6), 14571468. Microbiology and Biotechnology,
http://doi.org/10.1007/s11274-010- 24(11), 24892497.
0598-x http://doi.org/10.1007/s11274-008-
Pirralho, M., Flores, D., Sousa, V. B., 9773-8
Quilh, T., Knapic, S., & Pereira, H. Yahya, R., Koze, K., & Sugiyama, J.
(2014). Evaluation on paper making (2011). Fibre length in relation to
potential of nine Eucalyptus species the distance from vessels and
based on wood anatomical features. contact with rays in Acacia
Industrial Crops and Products, 54, mangium. IAWA Journal, 32(3),
327334. 341350.
http://doi.org/10.1016/j.indcrop.201 Yahya, R., Mucharromah., dan Silsia, D.
4.01.040 (2007). Pengaruh pemberian jamur
Singh, P., Sulaiman, O., Hashim, R., Phanerochaeta chrysosporium
Peng, L. C., & Singh, R. P. (2013). terhadap perubahan komponen
Evaluating biopulping as an kimia campuran batang dan limbah
alternative application on oil palm cabang Mangium sebagai bahan
trunk using the white-rot fungus baku pulp. Jurnal Ilmu-Ilmu
Trametes versicolor. International Pertanian Indonesia. Edisi khusus 2
Biodeterioration & Biodegradation, ;208-214
82, 96103. Yahya, R., Sugiyama, J., Silsia, D., &
http://doi.org/10.1016/j.ibiod.2012.1 Gril, J. (2010). Some anatomical
2.016 features of an Acacia hybrid, A.
Singh, P., Sulaiman, O., Hashim, R., mangium and A. auriculiformis
Rupani, P. F., & Peng, L. C. (2010). grown in Indonesia with regard to
Biopulping of lignocellulosic pulp yield and paper strength.
material using different fungal Journal of Tropical Forest Science,
species: a review. Reviews in 22 (3), 343351.
Environmental Science and Yahya, R., Sundaryono, A., Imai, T., &
BioTechnology, 9(2), 141151. Sugiyama, J. (2015). Distance from
http://doi.org/10.1007/s11157-010- vessels changes fiber morphology in
9200-0 Acacia mangium. IAWA Journal,
van Beek, T. A., Kuster, B., Claassen, F. 36(1), 3643.
W., Tienvieri, T., Bertaud, F., Yang, Q., Zhang, H., Wang, S., Fu, S., &
Lenon, G., & Sierra-Alvarez, R. Li, K. (2007). Bio-modification of
(2007). Fungal bio-treatment of Eucalyptus chemithermomechanical
spruce wood with Trametes

99
Molekul, Vol. 11. No. 1. Mei, 2016: 92 - 100

pulp with different white rot fungi. lignin content in Acacia spp. Using
BioResources 2:682-692. near-infrared reflectance
Yao, S., Wu, G., Xing, M., Zhou., S., & spectroscopy. BioResources 5(2),
Pu, J. (2010). Determination of 556-562.

100

Anda mungkin juga menyukai