Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas
tertentu. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat
merupakan faktor penentu utama yang mempengaruhi keotentikan data yang
diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil
pengukuran yang akan didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan
pengamat dalam pengukuran, semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka
semakin baik pula data yang dikumpulkan.
Pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan
pengukuran pada diameter pohon dari komunitas yang akan diketahui tersebut.
Diameter merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan
potensi pohon dan tegakan.Data diameter bukan hanya diperlukan untuk
menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan
untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam pengaturan
penebangan dengan batas diameter tertentu serta dapat digunakan untuk
mengetahui struktur suatu tegakan hutan.
Diameter batang adalah dimensi pohon yang paling mudah diperoleh/diukur
terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada
umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan
dapat diperoleh tak hingga banyaknya nilai diameter batang sesuai banyaknya titik
dari pangkal batang hingga ke ujung batang. Oleh karena itulah perlu ditetapkan
letak pengukuran diameter batang yang akan menjadi ciri karakteristik sebuah
pohon.
Pengukuran diameter pohon dengan menggunakan beberapa alat yang
berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula. Dengan demikian, perbedaan
relatif dari keakuratan data yang diperoleh diantara alat yang berbeda akan
terlihat. Sehingga dapat diketahui pula kelebihan dan kelemahan suatu alat
tertentu.

1
1.2 Tujuan
Adapun Tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
b. Untuk mengetahui penggunaan berbagai rumus Volume Kayu Bulat
c. Untuk mengetahui berbagai Angka Bentuk dan Faktor Bentuk suatu pohon

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Tegakan


Menurut Davis and Jhonson (1987) pertumbuhan didefinisikan sebagai
pertambahan dari jumlah dan dimensi pohon, baik diameter maupun tinggi yang
terdapat pada suatu tegakan. Pertumbuhan ke atas (tinggi)
merupakanpertumbuhan primer (initial growth), sedangkan pertumbuhan ke
samping (diameter) disebut pertumbuhan sekunder (secondary growth).
Tegakan (Stand) adalah kesatuan pohon-pohon atau tumbuhan lain yang
menempati suatu areal tertentu dan yang memiliki komposisi jenis (species),
umur, dan kondisi yang cukup seragam untuk dapat dibedakan dari hutan atau
kelompok tumbuhan lain di sebelah atau sekitar areal tersebut. Tegakan
merupakan unit dasar suatu perlakuan silvikultur (Butar, dkk., 1991).
Pertumbuhan tegakan didefinisikan sebagai perubahan ukuran dan sifat
terpilih tegakan (dimensi tegakan) yang terjadi selama periode waktu tertentu,
sedangkan hasil tegakan merupakan banyaknya dimensi tegakan yang dapat
dipanen yang dikeluarkan pada waktu tertentu (Butar, dkk., 1991).
Menurut Davis and Jhonson (1987)Dinamika tegakan didasarkan pada
prinsip-prinsip ekologis yang telah memberikan kontribusi kepada sifat-sifat
tegakan, seperti suksesi, persaingan,toleransi dan konsep zona optimal. Faktor-
faktor ini secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tegakan. Pengetahuan mengenai faktor-faktor ini dalam dinamika tegakan
memungkinkan seseorang memprediksi cara vegetasi berkembang dan karena itu
merupakan dasar untuk perkembangan kaidah silvikultur yang baik.
Faktor tempat tumbuh tegakan adalah totalitas dari perubahan tempat
tegakan, mencakup bentuk lapangan, sifat-sifat tanah dan iklim yang memiliki
tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi dengan dimensi tegakan. P0
ubahubah ini tidak perlu berupa faktorfaktor yang berpengaruh langsung
terhadap pertumbuhan tegakan (Sutisna, 1998).

3
Perbedaan antara pertumbuhan dan hasiltegakan terletak pada konsepsinya
yaitu produksi biologis untuk pertumbuhan tegakan dan pemanenan untukhasil
tegakan. Pengelolaan hutan berada pada keadaan kelestarianhasil,apabila
besarnyahasil sama denganpertumbuhannya dan berlangung terus-menerus. Dapat
dikatakan bahwa jumlahmaksimum hasil yang dapat diperoleh dari
hutanpadasuatu waktu tertentuadalah kumulatif pertumbuhan sampai waktu
tersebut, sedangkan jumlahmaksimum hasil yang dapat dipanen secara terus-
menerus setiap periode samadengan pertumbuhandalam periode waktu tersebut
(Davisand Jhonson, 1987).
Pertumbuhan terjadi secara simultan dan bebas dari bagian-bagian pohon
dan dapat diukur dengan berbagai parameter seperti pertumbuhan diameter, tinggi,
luas tajuk, volume dan sebagainya. Pertumbuhan dapat diukur dalam unit-unit
fisik seperti volume, luas bidang dasar dan berat. Selain itu juga dapat diukur
dalam bentuk nilai variable of interest (Davis and Jhonson, 1987).
Pola pertumbuhan tegakan antara lain dinyatakan dalam bentuk
kurvapertumbuhan yang merupakan hubungan fungsionalantara sifat tertentu
tegakan, antara lain volume, tinggi, bidang dasar, dan diameter dengan umur
tegakan. Bentuk kurva pertumbuhan tegakan yang ideal akan mengikuti bentuk
ideal bagi pertumbuhan organisme, yaitu bentuk signoid. Bentuk umur kurva
pertumbuhan kumulatif tumbuh-tumbuhan akan memiliki tiga tahap, yaitu tahap
pertumbuhan eksponensial, tahap pertumbuhan mendekati linear dan pertumbuhan
asimptotis (Davis and Jhonson, 1987).
Manfaat Pertumbuhan Hutan
Pertumbuhan hutan dapat dilihat dalam terminologi potensi per unit area,
dimana terdiri dari tingkat (level) yaitu(Sutisna, 1998).:
a. Level A, berupa pertumbuhan total berkayu yang meliputi semua cabang
sampai ujung puncak pohon.
b. Level B, berupa pertumbuhan bagian berkayu yang potensial dimanfaatkan oleh
industri dengan teknologi yang ada pada saat tersebut.
c. Level C, bagian berkayu aktual yang dipanen dari tegakan dan mencerminkan
pembalakan yang ekonomis.

4
Tidak satu pun dari tingkatan di atas yang besarnya tetap dimana potensi
pertumbuhan total dapat berubah oleh perlakuan tanah irigasi atau pemupukan.
(Davis and Jonson, 1987).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sebagai berikut (Darwo, 1997) :
Pertumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat tumbuh seperti:
kerapatan tegakan, karakteristik umur tegakan, faktor iklim
(temperatur,presipitasi, kecepatan angin dan kelembaban udara), serta faktor tanah
(sifat fisik,komposisi bahankimia,dankomponenmikrobiologitanah).
Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling seringdigunakan
sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung
apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun,
pertumbuhan akar dan tinggi telah terpenuhi.
Pertumbuhan tinggi pohon dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan
pembentukan dedaunan yang sangat sensitif terhadap kualitas tempat tumbuh.
Setidaknya terdapat tiga faktor lingkungan dan satu faktor genetik (intern) yang
sangat nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi yaitu kandungan nutrien
mineral tanah, kelembaban tanah, cahaya matahari, serta keseimbangan sifat
genetik antara pertumbuhan tinggi dan diameter suatu pohon (Davis and Jhonson,
1987).
Suksesi Tumbuhan merupakan suatu pergantian komunitas tumbuhan oleh
komunitas tumbuhan lainnya. Perubahan jenis yang terjadi adalah bersifat terarah,
kumulatif dalam menempati suatu areal dan melalui kurun waktu yang panjang.
Suksesi tumbuhan merupakan bagian dari perkembangan ekosistem yang lebih
kita kenal sebagai suksesi ekologi (Davis and Jhonson, 1987).
Perubahan pada komunitas tumbuhan akan berpengaruh terhadap semua
elemen yang lain. Siklus lengkap perubahan-perubahan pada suatu areal dari
lahan kosong ke formasi klimaks disebut sere. Pergantian jenis dalam sere terjadi
karena populasi-populasi cenderung mengubah lingkungan fisiknya menjadi lebih
baik untuk populasi-populasi lainnya sampai keseimbangan antara biotic dan
abiotik tercapai. Dengan demikian bila suksesi terjadi tanpa gangguan yang

5
berarti pada komponen ekosistem maka proses suksesi dapat diramalkan (Darwo,
1997).
Berdasarkan awal terjadinya suksesi, maka suksesi dibagi menjadi suksesi
primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer adalah suksesi yang dimulai pada
permukaan yang sebelumnya tidak bervegetasi seperti bukit pasir pantai, tanah
longsor, aliran lava, permukaan batu bahkan kolam steril yang terbentuk dari
gerakan gletser (Butar, dkk., 1991).
Setiap lingkungan mentah akan mengembangkan suatu sere yang sesuai
dengan kondisi iklimnya, dan kecepatan perubahan komunitas akan tergantung
pada beberapa cepat suatu tempat tumbuhan menjadi sesuai untuk tahap sere yang
tinggi (Butar, dkk., 1991).
Pada kasus aliran lava, diperlukan waktu ratusan tahun sebelumlava
terdekomposisi memadai untuk menyokong tumbuhan tingkat tinggi, sedangkan
tanah longsor akan mempunyai transisi yang relatif cepat dari tanah kosong ke
suatu klimaks (Butar, dkk., 1991).
Suatu sere tidak berjalan dalam rangkaian tahap maju yang terus-menerus.
Hal ini terjadi bila ada gangguan yang menyebabkan mundurnya suksesi ke tahap
sebelumnya. Bila jalannya suksesi dimundurkan oleh adanya suatu gangguan
tetapi masih terdapat vegetasi maka pemulihan ke tahap awal disebut suksesi
sekunder (Butar, dkk., 1991).
Riap
Riap didefinisikan sebagai pertambahan volume pohon atau tegakan per
satuan waktu tertentu, tetapi ada kalanya juga dipakai untuk menyatakan
pertambahan nilai tegakan atau pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap
tahun (Butar, dkk., 1991).
Riap tegakan dibentuk oleh pohon-pohon yang masih hidup di dalam
tegakan, tetapi penjumlahan dari riap pohon ini tidak akan sama dengan riap
tegakannya, karena dalam periode tertentu beberapa pohon dalam tegakan dapat
saja mati, busuk atau beberapa lainnya mungkin ditebang. Sebagian besar
pepohonan pada inventarisasi awal tumbuh naik ke kelas diameter berikutnya
yang lebih besar (upgrowth). Pada kelas diameter kecil, penambahan pohon pada

6
inventarisasi berikutnya berasal dari ingrowth yang tidak terhitung pada
inventarisasi awal. Jumlah pohon dalam tegakan berkurang akibat kematian yang
terjadi pada keseluruhan diameter, dimana laju kematian terbesar terjadi pada
kelas diameter terkecil (Davis and Jhonson, 1987).
Ingrowth merupakan jumlah pohon baru yang masuk ke kelas pengukuran
terkecil selama periode pengukuran. Kematian (mortality) adalah jumlah pohon
pada setiap kelas pengukuran yang mati selama periode pengukuran, sedangkan
pemanenan merupakan volume penebangan kayu selama periode
pengukuran(Butar, dkk., 1991).
Riap Tegakan
Riap volume suatu tegakan bergantung pada kepadatan (jumlah) pohon yang
menyusun tegakan tersebut (degree of stocking), jenis, dan kesuburan tanah. Riap
volume suatu pohon dapat dilihat dari kecepatan tumbuh diameter, yang setiap
jenis mempunyai laju (rate) yang berbeda-beda. Untuk semua jenis pada waktu
muda umumnya mempunyai kecepatan tumbuh diameter yang tinggi, kemudian
semakin tua semakin menurun sampai akhirnya berhenti. Untuk hutan tanaman
biasanya pertumbuhan diameter huruf S karena pada mulanya tumbuh agak
lambat, kemudian cepat lalu menurun. Lambatnya pertumbuhan diameter pada
waktu muda disebabkan tanaman hutan ditanam rapat untuk menghindari
percabangan yang berlebihan dan penjarangan yang belum memberi hasil
(tending thinnings) (Simon, 1996).
Model Pertumbuhan Tegakan
Pertumbuhan dan hasil suatu tegakan merupakan indikator keberhasilan dari
manajemen pembangunan suatu hutan tanaman. Pertumbuhan dan hasil tegakan
sangat bersifat site spesific, oleh karena itu pemantauan pertumbuhan dan hasil
suatu tegakan mutlak harus dilakukan di setiap lokasi pembangunan hutan melalui
pembuatan PUP yang secara terus-menerus di lakukan pengukuran ulang (Simon,
1996).
Pertumbuhan suatu tegakan merupakan resultante dari faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah sifat/genotype dari jenis yang
bersangkutan, sedangkan faktor eksternal mencakup kualitas tempat tumbuh

7
,kondisi persaingan dan perlakuan silvikultur yang diberikan. Penelitian mengenai
pertumbuhan dan hasil pada hutan tanaman sudah banyak dilakukan. Misalnya
Pertumbuhan dan hasil pada tegakan seumur dan tegakan tidak seumur. Biasanya
jenis tertentu yang sudah banyak dikembangkan. Jenis tersebut adalah A.
mangium, E.urophylla (Hendromono dkk, 2003).
2.2 Pengukuran Diameter Pohon
Diameter atau keliling merupakan salah satu dimensi batang (pohon) yang
sangat menentukan luas penampang lintang batang pohon saat berdiri atau berupa
kayu bulat.Diameter batang merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik
ditepi batang dan melalui sumbu batang.Lingkaran batang merupakan panjang
garis busur yang melingkar batang (Lupcliquers,2011).
Pengukuran diameter atau keliling batang setinggi dada dari permukaan
tanah disepakati, tetapi setinggi dada untuk setiap bangsa punya kesepakatan
masing-masing yang disesuaikan dengan tinggi rata-rata dada masyarakat bangsa
itu. Setinggi dada untuk pengukuran kayu berdiri di Indonesia disepakati setinggi
1,30 meter dari permukaan tanah (Lupcliquers,2011).
1. Kondisi Pohon Berdiri
Ketentuan pengukuran diameter atau keliling setinggi1,30 m didasarkan
untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang relatif datar. Jika pohon
berdiri miring, maka letak pengukurannya (Lpd) dilakukan pada bagian miring
batang disebelah atasnya (Gambar b), sejauh1,30 m dari permukaan tanah.
Sedangkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang cukup miring
(lereng) dapat dilakukan dua cara seperti disajikan pada Gambar c(Npilatus,2014).

2. Kondisi Pohon Berbanir

8
Jika batas ujung banir (Bub) kurang dari110 cm, maka pengukurannya
dilakukan setinggi1,30 m dari permukaan tanah. Jika BuB tepat setinggi dari 110
cm, maka pengukurannya (Lpd) ditambah 20 cm diatas banir (Gb. b).Jadi Lpd-nya
setinggi 1,30m dari permukaan tanah.JikaBuB-nya lebih tinggi dari 110 cm, maka
pengukurannya (Lpd) ditambah 20 cm diatas banir (Gb. c).Jadi letak
pengukurannya setinggi (Bub+ 20 cm) (Npilatus,2014).

3. Bentuk batang (batang cacat)


Jika setinggi 110 cm melebihi Bbc, maka letak pengukurannya (Lpd)
setinggi (Bac+20) cm (Gambar a). Jika Bbc lebih tinggi dari110 cm, maka letak
pengukurannya setinggi (Bbc20) cm (Gambar b). Jika bagian tengah cacat lebih
kurang setinggi1,30 m dari permukaan tanah (Gambar c), maka pengukurannya
dilakukan setinggi Bbc (Lpd2) dan Bac (Lpd1). Sehingga hasil ukurannya
(diameter atau keliling) adalah ukuran (Lpd1+ Lpd2)/2(Npilatus,2014).

4. Batang bercabang atau menggarpu


Jika tinggi percabangan melebihi 1,30 m, maka pengukuran dilakukan tetap
setinggi 1,30 m dari permukaan tanah.Jika tinggi cagak kurang dari 1,10 m, maka
Lpd-nya dilakukan pada kedua batang setinggi 1,30 m(Npilatus,2014).

9
5. Pohon lahan basah (rawa, payau)
Untuk jenis Bruguiera spp yang dijadikan awal pengukuran bukan
daripermukaan tanah, tapi pada bagian akarnya (Gambar a).Letak pengukurannya
setinggi 1,30 m. Untuk jenis Ceriopsspp yang dijadikan awal pengukuran pada
bagian akar yang berbatasan dengan air (Gambar b). Disamping adanya bagian-
bagian akar yang berupa banir, maka ditinjau dulu berapa tinggi banir tersebut.
Jika tinggi banir tersebut kurang dari 1,30 m, maka letak pengukuran dilakukan
setinggi 1,30 m dari batas bagian akar yang kena air. Untuk jenis Rhizophora spp
dilakukan pengukuran setinggi 20 cm dari ujung bagian akar teratas (Gambar c)
(Npilatus,2014).

Adapun alat-alat yang digunakan dalam pengkuran diameter pohon


adalah(Delpujiero,2012):
a. Pita Meter
Bentuk pisik (Bp) pita ukur berupa pita yang mempunyai skala(satuan
ukur). Satuan ukuryang digunakan adalah cm dengan satuan ukur terkecil dalam
mm.Pita ukur dapat berupa pita keliling atau pita diameter (phi band).Pita ukur
dililitkan kebatang pohon setinggi 1,30 m. Hasil ukurannya adalah keliling jika
menggunakan pita keliling dan jika menggunakan pita diameter maka hasil
ukurannya adalah diameter. Skala ukuran pita diameter adalah d = k/ konversi
dari k = .d

10
b. Spiegel Relaskop/ Criterion Dendrometer
Spiegel Relaskop Merupakan alat ukur dua fungsi yaitu untuk mengukur
diameter batang dan tinggi pohon.
Cara kerja alat ini adalah (Avery dan Bukhart, 1983) :
Melihat kedalam alat melalui celah-pandang akan tampak skala diameter
(pita-pita bar) dan skala sudut (disebelah kanan).
Arahkan garis pertengahan celah-pandang setinggi dada kebatang pohon dan
perhatikan banyaknya 1 bar penuh (nF). banyaknya bar-penuh (nQ) (bias
penuh atau tak penuh untuk satu bar-penuh). (Posisikan sisi batang sebelah
kiri berimpit dengan batas antara dua bar-penuh (putih-hitam atau hitam-
putih) sekaligus sisi batang sebelah kanan tidak melampaui batas -bar
paling kanan, tapi berada pada salah satu pita bar- penuh atau pada garis
batasnya.
Posisi sisi kiri batang (S1) paling jauh dibatas bar putih 22 (22 tidak ditulis)
paling kiri dan bergeser ke kanan hingga dibatas bar hitam-putihya itu 4 2 (2
tidak ditulis). Posisi sisi kanan batang (S2) paling jauh dibatas bar putih2 dan
bar hitam. Kemudian bergeser kekanan hingga mendekati batasakhir bar
(bar putih).
Ukur jarak lapangan (m). Jarak lapangan (Jl) sama dengan jarak datar (Jd)
jika sudut (sudut bidik setinggi mata) lebih kecil atau sama dengan 10%.
Tekan tombol MODE sampai tampil DIAMETER
Tekan tombol EDIT (pilih"F" atau"M")
Ukur jarak datar dari alat ke pohon, isikan
Tembak alat ke titik pengukuran, dengan menekan tombol dan lepaskan,
tembak keposisi pengukuran diameter.
c. Caliper (apitan pohon)

11
Caliper atau apitan pohon memiliki bentuk dan cara kerja seperti jangka
sorong. Bagian-bagian caliper antara lain:
A : kaki tetap
B : kaki bergerak
C : skrup pengunci
D : skala
Cara penggunaan:
Apitkan kaki tetap dan kaki bergerak pada batang pohon yang akan diukur,
kemudian catat diameternya.
Pengukuran dilakukan dua kali, yaitu pada sisi lainnya yang tegak lurus
dengan pengukuran pertama.
Hasil pengukuran diameter adalah rata-rata dari kedua pengukuran di atas.
Panjang minimal kaki caliper adalah 0,5 kali diameter pohon yang akan
diukur agar menghasilkan pengukuran yang akurat. Caliper sendiri terdiri dari
berbagai macam, dahulu terbuat dari kayu, kemudian seiring berkembangnya
zaman telah muncul caliper berbagan dasar besi, stainless steel, dan alumunium
(Herwiyono, 2000).
d. Biltmore Stick

Biltmore stick digunakan untuk menaksir diameter suatu pohon dengan


cepat. Karena tujuan utamanya untuk menaksir, maka sebaiknya alat ini bukan
digunakan untuk mengukur diameter dalam rangka penaksiran potensi, namun
lebih digunakan untuk mengukur kelas diameter.
Bagian-bagiannya:
A : skala dalam cm
B : jarak antara mata dan alat
C : lubang pegangan
Kalibrasi 1 cm yang sebenarnya di alat = dbh x {(S/(S+d))^0,5}.

12
2.3 Pengukuran Tinggi Pohon
Tinggi pohon merupakan salah satu dimensi yang digunakan dalam
pengukuran kayu. Tinggi pohon didefinisikan sebagai jarak atau panjang garis
terpendek antara suatu titik pada pohon dengan proyeksinya pada bidang datar
(Anonym, 1999).

Tinggi pohon total yaitu jarak terpendekdari titik puncak pohon dengan titik
proyeksinyapada bidang datar.Tinggipohon bebas cabangyaitu jarak terpendek
dari titik bebas cabang dengan titik proyeksinya pada bidang datar (Husch, 1987).
Cara Mengukur Tinggi Pohon
1. Rumus Berdasarkan Sudut-Derajat
Rumus tinggi didasarkan pada rumus ilmu ukur sudut yaitu rumus tangen.
Pengukuran tinggi diilustrasikan berupa segitiga sama kaki dengan sudut di kedua
kaki sebesar 45o Terkait dengan keidentikkan rentangan sudut-derajat ( = )
terhadap sudut-persen ( = ), sehingga besaran 45o diidentikkan dengan 100%
(Husch, 1987).

Keterangan :
MBC menunjukkan untuk = bahwa :

13
tangen = BC/MB
BC = tangen x MB
Terdapat lima posisi mata pada saat membidik pohon, yaitu (Navezha, 2013) :
1) Posisi mata berada diantara pangkal dan bagian atas batang (ujung
batang/tajuk, bebas cabang atau tinggi tertentu) dan arah bidik sejajar dengan
bidang datar/arah, bidik datar.

Rumus dasar tinggi berdasarkan posisi, yaitu :


T = (t1 + t2)
T = (Jd x tangen ) + (Jd x tangen )
T = Jd x (tangen + tangen )
Keterangan :
T = tinggi total pohon (m)
t1 = tinggi pohon BC (m)
t2 = tinggi pohon AB (m)
Jd = jarak datar antara pembidik dengan pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pucuk pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pangkal pohon (m)
2) Posisi mata masih berada diantara pangkal dan bagian atas batang, tetapi arah
bidik tidak sejajar dengan bidang datar/arah bidik menaik.

14
Keterangan :
T = tinggi total pohon (m)
t1 = tinggi pohon BC (m)
t2 = tinggi pohon AB (m)
Jd = jarak datar antara pembidik dengan pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pucuk pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pangkal pohon (m)
3) Posisi mata berada lebih rendah dari pangkal batang/arah bidik menaik.

T = (t1 - t2)
T = (Jd x tangen ) - (Jd x tangen )
T = Jd x (tangen - tangen )
Keterangan :
T = tinggi total pohon (m)
t1 = tinggi pohon BC (m)
t2 = tinggi pohon AB (m)
Jd = jarak datar antara pembidik dengan pohon (m)

15
= sudut yang terbentuk saat membidik pucuk pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pangkal pohon (m)
4) Posisi mata masih berada diantara pangkal dan bagian atas batang, tetapi arah
bidik tidak sejajar dengan bidang datar/arah bidik menurun.

Keterangan :
T = tinggi total pohon (m)
t1 = tinggi pohon BC (m)
t2 = tinggi pohon AB (m)
Jd = jarak datar antara pembidik dengan pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pucuk pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pangkal pohon (m)
5) Posisi mata berada lebih tinggi dari bagian atas batang/arah bidik menurun

T = (t2 t1)
T = (Jd x tangen ) - (Jd x tangen )
T = Jd x (tangen - tangen )
Keterangan :
T = tinggi total pohon (m)
t1 = tinggi BC (m)
t2 = tinggi AB (m)

16
Jd = jarak datar antara pembidik dengan pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pucuk pohon (m)
= sudut yang terbentuk saat membidik pangkal pohon (m)
Terdapat tiga kelompok rumus tinggi pohon sebagai berikut (Delpujiero,
2012):
1. T = Jd x (tangen + tangen )
Rumus ini digunakan pada saat kedudukan pembidik dan pohon berdiri pada
posisi (1), posisi (2), dan posisi (4).
Alasan : Pada posisi posisi (1), posisi (2), dan posisi (4), mata pembidik
masih berada diantara pangkal dan bagian atas batang pada saat melakukan
pengukuran tinggi pohon.
2. T = Jd x (tangen - tangen )
Rumus ini digunakan pada saat kedudukan pembidik dan pohon berdiri pada
posisi (3), yaitu posisi mata berada lebih rendah dari pangkal batang (arah bidik
menaik).
3. T = Jd x (tangen - tangen )
Rumus ini digunakan pada saat kedudukan pembidik dan pohon berdiri pada
posisi (5), yaitu posisi mata berada lebih tinggi dari bagian atas batang (arah
bidik menurun).
2.4 Volume Kayu Bundar
Pengukuran kayu bulat yang biasanya dalam bentuk isi (volume) dapat
dibedakan menjadi yolume sebenarnya dan volume perdagangan. Biasanya
volume sebenarnya selalu lebih besar (banyak) dibanding dengan volume
perdagangan. Hal ini memang wajar karena cara pengukurannya yang berbeda
(Wiroatmodjo,1984).
Volume sebenarnya adalah isi dari semua zat biologis (tanpa atau dengan
kulit) yang terkandung didalam kayu bulat yang bersangkutan. Sedangkan yang
dimaksud dengan volume perdagangan adalah isi yang dipergunakan didalam
transaksi perdagangan yang sudah memperhitungkan bagian yang betul-betul bisa
digunakan(Wiroatmodjo,1984).

17
lsi perdagangan selalu lebih rendah, karena dalam menghitung dengan cara
yaitu(Manan, 1976) :
1. Pembulatan ukuran yang dilakukan pembulatan kebawah
2. Pengurangan ukuran, yakni dari ukuran sebenarnya (yang diberi trimming
allowance) dihitung ukuran bakunya
3. Perhitungan waste, artinya bagian yang dianggap tidak berguna hares
dikurangkan dari ukuran.
Standar Satuan Isi (Volume)
Ada dua standar, yakni standar lnggris (Imparial) dan standar Metrik. Dasar
standar Inggris adalah ukuran organ tubuh manusia, misalnya ukuran kaki, tangan
dll. Sedangkan sistem Metrik adalah satuan berdasarkan pengukuran secara
ilmiah ( di Perancis). Satu meter adalah sepersepuluh juta jarak equator ke titik
kutub bumf. Bann ini diwujudkan dengan logam platina yang disimpan pada 4
derajat celcius di Paris (Fauziah, 2014).
Selanjutnya untuk menyatakan isi, maka biasanya dinyatakan dalam m
kubik (m3) dalam sistem metrik dan foot cubic dalam sistem Imperial. Yang
disebut satu mater kubik adalah kayu yang berdimensi panjang, lebar dan tinggi
sama yakni satu meter. Demikian juga satu foot cubic adalah kayu yang panjang,
lebar dan tingginya satu foot (Fauziah, 2014).
Beberapa satuan yang dipakai untuk menentukan isi kayu bulat antara lain
(Forestmaknyus, 2011) :
1. Saranac standart, ialah kayu yang diameter ujungnya 22 ince dan panjangnya
12 feet
2. Quebec standart, ialah kayu bulat dengan ukuran diameter bontos ujung 20
ince dsan oanjangnya 12 feet
3. Bladgeet standart, ialah kayu bulat yang diameter tengah-tengahn 16 ince
dan panjangnya 1 feet
4. Glens Falls standart, kayu bulat dengan ukuran diameter bontos kecil 19 ince
dan panjang 13 feet

Penetapan Isi Kayu bulat

18
Pada umumnya penghitungan isi kayu bulat dilapangan menggunakan tabel
isi dengan pembuka diameter (bisa juga keliling) dan panjang. Sebenarnya
didalam menetapkan yolume kayu bulat dijumpai kesulitan-kesulitan antara lain :
(1) bentuk logs tidak selalu silindris, sedang pendekatan yang digunakan adalah
rumus silindris, (2) logs digunakan untuk bermacam-macam kegunaan sehingga
penetapan volumenya sering disesuaikan dengan
penggunaannya(Wiroatmodjo,1984).
Rumus Dasar
Sebagai rumus dasarnya adalah : V = II D2 x L , hal ini diambil dari rumus
volume silinder, dimana kayu tidak ada yang persis seperti silinder, jadi harus
diberikan angka bilangan bentuk (Wiroatmodjo,1984).
Cara penetapan isi kayu bundar dapat dibedakan menjadi 4 cara,
yaitu(Fauziah,2014) ; cara langsung, cara grafis, cara matematis dan cara diagram.
1. Cara langsung adalah penetapan isi kayu bundar tanpa menggunakan unsur
panjang dan diameter, yaitu dengan cara memasukkan kayu bundar ke dalam
alat yang disebut Xylometer dengan menggunakan rumus Archimides
berdasarkan prinsip bahwa isi suatubenda sama besar dengan isi air/zat cair
yang dipindahkan oleh benda yang bersangkutan.
2. Cara grafis adalah penetapan isi kayu bundar dengan menggambar bentuk
kayu bundar pada salib sumbu pada kertas grafis dengan skala tertentu. Isi
kayu bundar dihitung dengan cara mengalikan luas gambar (menggunakan
alat planimeter) dengan faktor koreksi.
3. Cara diagram adalah penetapan isi kayu bundar dengan memperkirakan isi
kayu olahannya yang dapat dihasilkan apabila kayu bundar tersebut digergaji.
Cara ini digunakan Perhutani untuk mencari nilai konversi (Nk), sebagai
salah satu syarat mutu kayu bundar Jati.
4. Cara matematis adalah penetapan isi kayu bundar dengan pendekatan isi
silinder (luas bidang dasar x tinggi/panjang). Untuk itu perlu data hasil
pengukuran panjang dan diameter/keliling kayu bundar. Cara matematis ini
terdiri dari beberapa rumus, yaitu :
a. Rumus Huber

19
Huber beranggapan bahwa bidang tengah mewakili diameter kayu,
pengukuran diameternya dilakukan hanya pada bidang tengah, sehingga rumusnya
adalah sebagai berikut(Wiroatmodjo,1984) :
Vh = Bt xp

Keterangan :
Vh =Isi kayu bundar menurut Huber
Bt = Luas bidang dasar penampang tengah
p = Panjang
b. Rumus Smallian
Dasarnya sama dengan Huber, akan tetapi untuk mencari luas bidang dasar
tengahnya dengan merata-ratakan luas bidang dasar bontos pangkal dan luas
bidang dasar bontos ujung, sehingga pengukuran diameternya dilakukan pada
bontos pangkal dan bontos ujung, maka rumusnya menjadi sebagai berikut
(Prodan, 1968) :
Vs= 1/2 (Bp+ Bu) x p
Keterangan :
Vs = Isi menurut Smallian
Bp = Luas bidang dasar bontos pangkal
Bu = Luas bidang dasar bontos ujung
p = Panjang
Rumus Smallian ini digunakan di Indonesia untuk menetapkan Isi kayu
bundar Jati.Akan tetapi pengukuran diameternya hanya dilakukan pada bontos
ujung, sedangkan diameter bontos pangkalnya diduga oleh diameter bontos ujung.
Karena hasil pendugaan diameter bontos pangkal (hasil penelitian) sangat
dipengaruhi oleh panjang kayu, maka rumusnya akan sangat bervariasi sesuai
dengan kelas panjangnya. Sehingga di lapangan untuk menetapkan isi kayu Jati
tidak dapat langsung menggunakan rumus, melainkan dengan menggunakan
Tabel Isi Kayu Bundar Jati (SNI : 01-5007.17-2001)(Prodan, 1968).

c. Rumus Newton

20
Merupakan kombinasi antara Huber dan Smallian, sehingga rumusnya
adalah sebagai berikut (Wiroatmodjo,1984):
Vn= (Bp+4Bt +Bu) x P
6
Keterangan:
Vn = Isi menurut Newton
Bp = Luas bidang dasar bontos pangkal
Bu = Luas bidang dasar bontos ujung
Bt = Luas bidang dasar penampang tengah
p = Panjang
d. Rumus Brereton
Dasarnya sama dengan tiga rumus di atas, hanya bedanya dalam
menghitung luas bidang dasar tengah, terlebih dahulu dicari diameter rata-rata
antara diameter bontos pangkal dengan diameter bontos ujung, sehingga
rumusnya adalah sebagai berikut(Wiroatmodjo,1984) :
Vb= 1/4( dp+du)2x p
2
Keterangan:
Vb = Isi menurut Brereton
dp = diameter bontos pangkal
du = diameter bontos ujung
p = Panjang
Rumus-rumus untuk mengetahui isi kayu bulat
1. Formula Rules, terdiri atas : (1) Full Measure (sistem Huber, sistem Smalian,
sistem Brereton). Hasilnya isi kayu bulat sebenamya (2) Board Measure Rule,
hasilnya langsung berupa isi beberapa papan yang bisa dihasilkan dari sebuah
batang (log) yang diukur yolumenya. Dengan demikian harus ditentukan
tebal gergaji, lebar papan, slab, metode penggergajiannya dll, dan ke (3)
Quarter Girth Measure Rule. Untuk mengetahui volume kayu yang dapat
dibentuk segi empat dari batang itu, yang hasilnya disebut Hoppus
Measure(Wiroatmodjo,1984).

21
2. Diagram Rules, adalah khayalan yang dibuat pada sebuah batang dalam
bentuk diagram yang hasilnya dapat dimanfaatkan. Beberapa bentuk diagram
dipengaruhi oleh: mesin yang digunakan, efisiensi pekerjaan, dan kondisi
pasaran. Adapaun rumus yang berdasarkan diagran rules ialah L Scribner
Log Rule, The Spaulding Log Rule, Quebec Log Rule dan The New
Brunswick Log Rule(Wiroatmodjo,1984).
3. Mill Tally Log Rules, adalah sebuah tabel isi yang dipandang akurat, yang
dibuat berdasarkan data empiris yang sangat banyak. Yang terkenal adalah
Massachusets Log Rules(Wiroatmodjo,1984).
4. Standaard Log Rules, hasilnya berupa standar isi dalam unit satuan isi.
Standar isi yang terkenal: The Glens Falls Standaard, The Saranac Standaard,
The Quebec Standaard dan The Bodgett Log Rule(Wiroatmodjo,1984).
5. Adapted Log Rule, ialah penggabungan dua atau lebih rumus, menjadi satu
rumus. Hal ini dikerjakan mengingat tidak ada satu rumuspun yang sempurna.
misalnya satu rumus cocok untuk log kecil saja, sedangkan rumus yang lain
cocok untuk rumus log besar sehingga perlu ada
penggabungan(Wiroatmodjo,1984).
2.5 Angka Bentuk dan Bentuk Batang
Angka bentuk adalah suatu konstanta yang diperoleh dari hasil
perbandingan (rasio) antara volume pohon dengan menggunakan silinde yang
mempunyai tinggi dan bidang dasar yang sama. Adapun rumusnya yaitu (Avery,
1983):
Volume pohon V
F= Volume Silinder = Vs

Dimana, nilai 0 <f <1 dan digunakan untuk menentukan volume pohon
dengan pendekatan rumus volume silinder terkoreksi yaitu (Avery, 1983):
V = . .d2 .h .f
Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume
silindernya, angka bentuk dibedakan atas (Herwiyono, 2000):
1. Angka bentuk mutlak
Angka bentuk mutlak (absolute form factor) adalah angka bentuk di mana
volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada pangkal batang.

22
2. Angka bentuk buatan
Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka bentuk di mana
volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh.
3. Angka bentuk normal
Angka bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah angka
bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada
ketinggian 1/10 tinggi pohon.
4. Angka bentuk umum
Angka bentuk umum adalah perbandingan antara volume komersial (Vm),
yakni volume kayu tebal atau bebas cabang, dengan volume silinder yang
mempunyai bidang dasar pd diameter setinggi dada (gbh).
Oleh karena dbh biasa digunakan sebagai ciri diameter pohon, maka angka
bentuk yang sering digunakanpun adalah angka bentuk buatan. Angka bentuk
dapat bervariasi karena (Aghniyah, 2010):
- Jenis pohon dan pengaruh genetic
- Umur
- Ukuran tajuk
- Faktor tempat tumbuh (khususnya pengaruh angin)
Perkembangan diameter pohon juga terdapat koreksi yang kuat antara
diameter pohon.Pada ketinggian tertentu dengan berat material yang harus
didukung oleh diameter tersebut.Yaitu berat material diatasnya. Masal;ah bentuk
pohon ini akan berlanjut kedalam satu teori tentang faktor bentuk dan koesien
diameter batang karena adanya bentuk batang selalu berkaitan dengan
pembahasan diameter karenaq adanya perubahan tinggi pengukuran
(Herwiyono,2000).
Penampang melintang suatu batang pada umumnya tidak teraturseperti pada
bentuk lingkaran. Dibagian pangkal pohon, bentuk penampang lintang tersebut
bahkan sangat jauh berbeda dengan bentuk lingkaran. Ketidakteraturan bentuk
batang dipangkal pohon ini disebabkan karena pengaruh arah angin yang tetap dan
lereng. Adapula penelitian berpendapat bahwa bentuk batang menyerupai elips
tersebut ada kaitannya dengan bidang maknetik bumi. Banayk pohon-pohon tropis

23
yang memiliki akar banir atau akar papan, yang membuat penampang lintang
pohon sama sekali tidak menyerupai lingkaran atau elips (Herwiyono, 2000).
Bentuk paenampang lintang bagian pangkal pohon yang cenderng eksentik
itu maka dalam pengukuran diameter diambil pada setinggi dada, tidak lebih
rendah dari itu. Bahkan untuk pohon-pohon berbanir, yang tingginya sering
mencapai 2 meter atau lebih, pengukuran diameter harus dilakukan pada 20-25 cm
diatas uung banir. Untuk pohon-pohon yang tidak berbanir ternyata ada korelasi
yang kuat antar diameter setinggi dada dengan volume batang ternyata ada
kelemahan (Ilmar, 2009).
Faktor bentuk (Fb) merupakan suatu parameter yang digunakan saat
menghitung volume pohon berdiri.Penggunaan faktor ini mengingat bahwa
rumusan untuk menghitung volune pohon berdiri didasarkan pada rumusan
silinder, sedangkan bentuk batang pada dasarnya tidak pernah berbentuk silinder.
Disisi lain ada yang beranggapan bahkan menyatakan bahwa Fb sebagai suatu
nilai koreksi untuk perhitungan volume pohon berdiri (Karim, 2010).
Memperhatikan ilustrasi bentuk pohon dan bentuk silinder untuk
tinggi/panjang yang sama, ternyata untuk tinggi/panjang batang tidak pernah
berimpit dengan sisi tinggi/panjang silinder. Tidak berimpitnya sisi tinggi/panjang
batang dan sisi tinggi/panjang silinder disebabkan pertumbuhan batang dari
pangkal hingga ke ujung membentuk kerucut (Karim, 2010).
Memperhatikan ilustrasi irisan lingkar batang memberikan gambaran bahwa
batang pohon merupakan kumpulan benda-benda yaitu berupa neiloid, silinder,
parabola dan konus (kerucut) (Karim, 2010).

24
Ini juga memberikan gambaran bahwa diameter atau keliling tiap irisan
lingkar batang tidak selalu sama. Bahkan pada bagian ujung batang akan berupa
titik (Karim, 2010).

Menurut Anonim (1999), Faktor bentuk batang berdasarkan bentuk batang


yaitu :

0,25 untuk bentuk batang neiloid

0,33 untuk bentuk batang conoid

0,50 untuk bentuk batang kuadrat paraboloid

0,60 untuk bentuk batang kubik paraboloid

1,00 untuk bentuk batang silinder

Menurut Husch (1987), Bentuk pohon berkaitan dengan perubahan diameter


batang karena perubahan tinggi pengukuran. Karena perbedaan diameter pada
berbagai ketinggian maka secara umum ada tiga bentuk batang yaitu (Julius,
2010).:
- Pada pangkal , bentuk neloid
- Pada bagian tengah, bentuk silindris atau parabolid
Bentuk silindris adalah bagian pohon yang mempunyai diameter yang sama
antara bagian pangkal dengan ujung lebih kecil dengan perubahan yang
melengkung kearah dasar.
- Pada ujung pohon, konus
Karena bentuk batang yang berbeda-beda , maka volume tiap pohon dapat
ditafsir atau dihitung dengan rumus berbeda-beda pula. Dalam kenyataannya ,
tidak ada pohon yang memiliki bentuk geometris yang sempurna seperti frustum
frustum tertentu. Oleh ikarena itu bentuk batang harus digunakan faktor koreksi
dalam menentukan volume. Untuk menerangkan bentuk batang dapat digunakan :
angka bentuk, kusen bentuk dan taper (Vansaka, 2011).

25
BAB III
METODE PRAKTEK

26
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun praktik ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 Maret, 2dan
April 2016 pukul 09:00 WITA sampai dengan selesai bertempat di Tegakan Jati
Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktik Pengukuran Diameter &
Tinggi Pohon, yaitu :
a. Pita meter
b. Abney level
c. Roll meter
d. Tali
e. Alat tulis menulis
f. Kalkulator
g. Kamera untuk dokumentasi
h. Tally sheet
i. Kertas label
Alat dan bahan yang digunakan pada praktik Pengukuran Volume Kayu
Bulat, yaitu :
a. Pita meter
b. Roll meter
c. Alat tulis menulis
d. Kalkulator
e. Kamera untuk dokumentasi
f. Tally sheet
Alat dan bahan yang digunakan pada praktik Pengukuran Angka Bentuk,
yaitu :
a. Pita meer
b. Abney level
c. Roll meter
d. Alat tulis menulis
e. Kalkulator
f. Kamera untuk dokumentasi
g. Tally sheet
3.3 Prosedur Kerja
1. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
Adapun langkah kerja dari pratikum pengukuran diameter dan tinggi pohon
adalah :
a. Menentukan areal pengukuran lalu membatasi plot tersebut dengan tali.

27
b. Memberi nomor pada pohon yang ada di dalam plot dengan kertas label.
c. Mengukur keliling pohon satu per satu setinggi dada (dbh) dengan pita
meter lalu mencatat hasil pengukuran di tally sheet.
d. Mengukur tinggi pohon satu per satu, baik itu tinggi total maupun tinggi
bebas cabang dengan menggunakan abney level lalu mencatat hasilnya di
tally sheet.
e. Mengolah data hasil pengukuran dan membuat grafik sebaran diameter
pohon dan tinggi total serta tinggi bebas cabang pohon.
2. Pengukuran Volume Kayu Bulat
Adapun langkah kerja dari pratikum pengukuran volume kayu bulatadalah :
a. Melakukan pengukuran pada plot yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Mengukur keliling pohon sebanyak tiga kali.
c. Pengukuran pertama dilakukan pada pangkal batang (20 cm dari permukaan
tanah).
d. Pengukuran kedua dilakukan pada ujung batang (ketinggian maksimum
yang dapat dicapai oleh pengukur dengan mempertimbangkan bentuk
silindris batang).
e. Pengukuran ketiga dilakukan pada tengah batang.
f. Mencatat hasil pengukuran di tally sheet.
g. Mengolah hasil pengukuran dengan menggunakan rurmus Hubber, Smllian,
Newton, dan brereton lalu bandingkan hasilnya. Hasil pengolahan data
disertai dengan grafik.
3. Pengukuran Angka Bentuk
Adapun langkah kerja dari pratikum pengukuran angka bentukadalah :
a. Melakukan pengukuran pada plot yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Mengukur keliling pohon sebanyak tiga kali.
c. Pengukuran pertama dilakukan pada pangkal batang (0 cm dari permukaan
tanah).
d. Pengukuran kedua dilakukan pada ujung batang (ketinggian maksimum
yang dapat dicapai oleh pengukur dengan mempertimbangkan bentuk
keucut batang).
e. Pengukuran ketiga dilakukan pada tengah batang.
f. Mengukur keliling pohon dengan ketenuan tinggi pengukuran 1/10 dari
tinggi total pohon.
g. Mencatat hasil pengukuran di tally sheet. Sebaiknya menggunakan tiga
digit angka setelah tanda koma.
h. Mengolah hasil pengukuran.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon

Jarak Tinggi
K D Tbc Ttot
No Nama 1 2 Pengama Pengama
(m) (m) (m) (m)
t (m) t (m)
Tectona 0,60 0,19
1 25 44 10 1,5 6,163 11,156
grandis 6 3
Tectona 0,39 0,12 13,00
2 30 49 10 1,5 7,273
grandis 5 6 3
Tectona 0,68 0,21 13,41 22,94
3 50 65 10 1,5
grandis 5 8 7 5
Tectona 0,49 0,15
4 25 45 10 1,5 6,163 11,5
grandis 2 7
Tectona 0,59 0,18 13,41 20,30
5 50 62 10 1,5
grandis 5 9 7 7
Tectona 0,62 0,19 14,29
6 36 52 10 1,5 8,765
grandis 2 8 9
Tectona 0,21 12,60 22,94
7 0,66 48 65 10 1,5
grandis 0 6 5
Tectona 0,20
8 0,63 45 60 10 1,5 11,5 18,82
grandis 1

29
Tectona 0,54 0,17 10,50
9 25 42 10 1,5 6,163
grandis 8 5 4
Tectona 0,49 0,15 13,41
10 27 50 10 1,5 6,595
grandis 9 9 7
Tectona 0,43 0,13
11 24 46 10 1,5 5,952 11,855
grandis 3 8
Tectona 0,57 0,18
12 24 60 10 1,5 5,952 18,82
grandis 3 2
Tectona 0,69 0,22 13,41 20,30
13 50 62 10 1,5
grandis 1 0 7 7
Tectona 0,63 0,20 13,41 22,94
14 50 65 10 1,5
grandis 1 1 7 5
Tectona 0,68 0,21 20,30
15 45 62 10 1,5 11,5
grandis 5 8 7
Tectona 0,47 0,15 13,00
16 25 49 10 1,5 6,163
grandis 5 1 3
Tectona 0,71 0,22 22,94
17 45 65 10 1,5 11,5
grandis 6 8 5
Tectona 0,66 16,32
18 0,211 32 56 10 1,5 7,748
grandis 2 5
Tectona 0,78 0,25 12,22 22,00
19 47 64 10 1,5
grandis 4 0 3 3
Tectona 0,71 0,22 13,41
20 29 50 10 1,5 7,043
grandis 4 7 7
Tectona 0,57 0,18 13,41
21 22 50 10 1,5 5,54
grandis 5 3 7
Tectona 0,59 0,19
22 45 60 10 1,5 11,5 18,82
grandis 9 1
Tectona 0,55 0,17 15,26
23 45 54 10 1,5 11,5
grandis 8 8 3
Tectona 0,39 0,12
24 27 45 10 1,5 6,595 11,5
grandis 6 6
Tectona 0,26 13,41 22,94
25 0,83 50 65 10 1,5
grandis 4 7 5
Tectona 0,48 0,15 14,29
26 28 52 10 1,5 6,817
grandis 3 4 9
Tectona 0,63 0,20 13,41
27 20 50 10 1,5 5,139
grandis 5 2 7
Tectona 0,57 0,18
28 25 46 10 1,5 6,163 11,855
grandis 1 2
Tectona 0,19 12,60
29 0,61 28 48 10 1,5 6,817
grandis 4 6
Tectona 0,37 0,12
30 21 38 10 1,5 5,338 9,312
grandis 8 0
31 Tectona 0,63 0,20 48 59 10 1,5 12,60 18,14

30
grandis 7 3 6 2
Tectona 0,76 0,24 16,32
32 32 56 10 1,5 7,748
grandis 6 4 5
Tectona 0,22 15,78
33 0,72 30 55 10 1,5 7,273
grandis 9 1
Tectona 0,52 0,16
34 26 45 10 1,5 6,377 11,5
grandis 2 6
Tectona 0,74 0,23 17,50
35 40 58 10 1,5 9,89
grandis 3 7 3
Tectona 0,59 0,19
36 25 45 10 1,5 6,163 11,5
grandis 9 1
Tectona 0,60 0,19
37 26 45 10 1,5 6,377 11,5
grandis 6 3
Tectona 0,73 0,23 15,26
38 29 54 10 1,5 7,043
grandis 7 5 3
Tectona 0,71 0,22 16,32
39 38 56 10 1,5 9,318
grandis 6 8 5
Tectona 0,21 12,60
40 0,68 24 48 10 1,5 5,952
grandis 7 6
Tectona 0,81 0,26 25,05
41 34 67 10 1,5 8,245
grandis 5 0 8

Sehingga, dari tabel diatas dapat dilihat dari grafik sebagai berikut :

Diameter Pohon
0.30
0.25
0.20
0.15 D (m)
D (m)
0.10
0.05
0.00

Jumlah Pohon

31
Tinggi Pohon
30

25

20
Tbc (m)
Ttot (m)
15

10

Dari hasil pengukuran tersebut, maka dapat menghasilkan grafik sebagai


berikut:

32
0.160

0.140

0.120

0.100
VH (m3)
VS (m3)
0.080
VN (m3)
VB (m3)
0.060

0.040

0.020

0.000

33
Dari data hasil pengukuran tersebut, maka dapat menghasilkan grafik
sebagai berikut :

ANGKA BENTUK
0.33
0.35 0.31
0.3
0.25
0.17 0.17
0.2
RATA_RATA ANGKA BENTUK 0.15

0.1
0.05
0
Fm Fb Fn Fu

ANGKA BENTUK

34
A. Pembahasan
Dari hasil data pengukuran yang didapatkan, maka rata- rata
diameter yang dihasilkan pada pengukuran diameter setinggi dada yaitu
0.23m dengan TBC 8.49m dan TOT 16.23m.
Pada pengukuran volume dihasilkan volume Huber 0.076m,
volume Smallian 0.090m, volume Newton 0.081m dan volume Brereton
0.087m. Dari rata-rata hasil pengukuran tersebut, menunjukkan nilai
volume tertinggi pada volume Smallian yaitu 0.090m dan yang rendah
pada volume Huber yaitu 0.076m. Hal ini disebabkan karena volume
pohon pada rumus Smalian merata-ratakan bontos pangkal ditambah
dengan bontos ujung dikalikan dengan panjang total batang sehingga
memperoleh volume paling besar, sedangkan pada rumus volume Huber
hanya mengalikan Bontos tengah dengan panjang total.
Sedangkan pada pengukuran angka bentuk dan faktor bentuk.
Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume
silindernya, angka bentuk dibedakan atas : (1) angka bentuk mutlak ; (2)
angka bentuk buatan ; (3) angka bentuk normal dan (4) angka bentuk
umum. Dari pengukuran yang telah dilakukan di tegakan jati fakultas
sastra, hasil yang diperoleh yaitu angka bentuk mutlak 0.53, angka bentuk

35
buatan 0.64, angka bentuk normal 0.53, dan angka bentuk umum 0.34.
Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa tidak ada pohon yang berbentuk
silindis yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal dengan
bagian ujung dari batang tersebut. Melainkan berbentuk paraboloid yang
berarti diameter ujung lebih kecil dengan perubahan yang melengkung ke
arah poros pada bagian ujung batang. Dan angka bentuk tertinggi berada
pada angka bentuk buatan sedangkan angka bentuk terendah yaitu angka
bentuk umum.
Pada dasarnya jarang dijumpai angka bentuk sama dari pohon
mulai dari pangkal sampai ujung. Pasti selalu berbeda-beda, makin besar
diameter suatu pohon maka volumenya akan semakin besar dan sebaliknya
juga. Bentuk batang juga tergantung pada perubahan diameter
batangkarena perubahan tinggi pengukuran, karena perbedaan itu bentuk
batang berbeda-beda.

36
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, maka dapat dismpulkan bahwa :
1. Pada pengukuran diameter diperoleh hasil yaitu diameter setinggi dada
0.23m dengan TBC 8.49m dan TOT 16.23m.
2. Pada pengukuran volume dihasilkan volume Huber 0.076m, volume
Smallian 0.090m, volume Newton 0.081m dan volume Brereton
0.087m. Volume Smallian lebih tinggi karena merata-ratakan bontos
pangkal ditambah dengan bontos ujung dikalikan dengan panjang total
batang sehingga memperoleh volume paling besar.
3. Pada perhitungan angka bentuk dan faktor bentuknya, maka diperoleh
angka bentuk mutlak 0.56, angka bentuk buatan 0.67, angka bentuk
normal 0.56, dan angka bentuk umum 0.34.Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada pohon yang berbentuk silinder, melainkan berbentuk
paraboloid yang berarti diameter ujung lebih kecil dengan perubahan
yang melengkung ke arah poros pada bagian ujung batang.
B. Saran

37
baiknya dalam melakukan pengukuran dilakukan dengan baik agar
data yang akan diolah tidak menimbulkan kerancuan atau data hasil olahan
yang begitu ekstrim.

DAFTAR PUSTAKA

Aghniyah,Kholifah.2010.AngkaBentukhttp://vansaka.blogspot.com/2010/03/yang-
dimaksud-dengan-angka-bentuk-pada.html.Diakses pada hari Minggu8
Mei 2016 pukul 19.00 Wita.

Anonym. 1999. Tree Shape (Forest Measurement and Modelling).


http://fennerschool-associated.anu.edu.au/mensuration/shape.htm.Diakses
tanggal 8 Mei 2016.

Avery dan Bukhart. 1983. Forest Measurenent. MC. ME. Graw Hill. London
Champman, H.N. 1949. Forest Meansurenent. Mc Graw. New York.

Butar-Butar, T dan S. Sembiring. 1991. Riap rata-rata dan riap berjalan diameter
selama 5 tahun terakhir hutan tanaman Shorea platyclados di Purba
Tongah, Sumatera Utara. Buletin Penelitian Kehutanan volume 7 No.1
April 1991.BPK Pematang Siantar.

38
Darwo. 1997. Evaluasi hasil inventarisasi tegakan Eucalyptus urophylla di HTI
PT Inti Indo Rayon Utama, Sumatera Utara. Konifera No.1/Thn
XIII/April/1997. Buletin Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar.

Davis, L.S and K. N. Jhonson. 1987. Forest Management. Mc Graw-Hill Book


Company. Newyork.

Delpujiero. 2012.Alat Ukur Dimensi.


https://delpujiero.wordpress.com/2012/06/11/alat-ukur-dimensi-pohon-
part1-2/. Diakses pada hari Minggu,8Mei 2016 pukul 14:00WITA.

Fauziah. 2014.
http://fauziahforester.blogspot.com/2014/01/makalah-pengukuran
volume-tegakan.html?m=1. Diakses pada hari Sabtu, 7Mei 2016 pukul
22:00WITA.

Forestmaknyus. 2011.
http://forestmaknyus.blogspot.com/2011/02/cara-penyajian
volume-dalam-tegakan.html.Diakses pada hari Sabtu, 7 Mei 2016 pukul
22:15WITA.

Hendromono, Nina. M., Djokowahyono. 2003. Review Hasil Litbang. Status


IPTEK Yang mendukung Pembangunan Hutan Tanaman.Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hutan dan Konversi Alam. Bogor.

Herwiyono, E. 2000. Ilmu Ukur Kayu. IPB Press. Jakarta.

Husch,B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. UI Press. Jakarta.

Julius. 2010. Angka Bentuk.


http://juliusthh07.blogspot.com/2010/02/angka
bentuk.html.diaksespada hari Sabtu, tanggal 7Mei 2016.

Karim.2010.Fb Koreksi Volume.


http://belajar2an.wordpress.com/2010/05/16/fb

39
koreksi-volume/. Diakses pada hai Minggu, tanggal8Mei 2016.

Lal, A.B, . 1960. Silviculture System and Forest Management. Jugal Kishore and
Co. India.

Lupcliquers. 2011.
http://lupcliquers.blogspot.com/2011/04/pengukuran-diameter
pohon.html?m=1. Diakses pada hari Minggu8Mei 2016 pukul
19:00WITA.

Manan, S. 1976. Silvikultur. Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Marsono.1987 dalam Darwo dan Masud 1993.Pendugaan riap tahunan rata-rata


dan potensi volume sungkai di Propinsi Riau.Buletin Penelitian Kehutanan
volume 9 No 4 Desember 1993.

Npilatus. 2014.
http://npilatus.blogspot.com/2014/10/pengukuran-diameter
pohon-ilmu-ukur-kayu.html?m=1. Diakses pada hari Sabtu7Mei 2016
pukul 19:00WITA.

Navezha. 2013. Laporan Praktikum Inventarisasi Pengukuran Tinggi Pohon.


https://worldofnaveezha.wordpress.com/2013/04/07/laporan-praktikum-
inventarisasi-pengukuran-tinggi-pohon/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2016
pukul 20:34 WITA.

Prodan, M. 1968.Forest Biometrics. Pergamon Press. Oxford. London.

Samsudi. 1990. Mengharap peningkatan produksi kayu dari hutan alam. Majalah
Silvika No.15/III/1990. Pusat Diklat Pegawai Kehutanan Departemen
Kehutanan. Bogor.

Simon, H. 1996. Metode Inventore Hutan. Edisi 1.Cetakan 2. Aditya Media.


Yogyakarta.

40
Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan
di Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W dan Soekotjo.Yayasan
PROSEA Bogor dan Pusat diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor.

Vansakas blog.2011. Angka Bentuk pada


Pohon.http://vansaka.blogspot.com/2010/03/yang-dimaksud-dengan-angka-
bentuk-pada.html. diakses tanggal 26 April 2015.

Wiroatmodjo, P. 1984. Model Perhitungan Pertumbuhan dan Hasil Kayu Bulat


Tanaman Pinus merkusii di Jawa. Disertasi Doktor Pada Fakultas Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.

41

Anda mungkin juga menyukai