Anda di halaman 1dari 21

1.

DEFINISI GANGGUAN JIWA


Menurut Depkes RI (2003) Gangguan Jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan,
tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya
fungsi sehari-hari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV)
atau DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4 th
edition with text revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah
yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan jiwa :
1. Gangguan jiwa psikotik : ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas,
ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
2. Gangguan jiwa neurotik : tanpa ditandai ke hilangan kemampuan menilai
realitas, terutama dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan
yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi,
fobia, dan kompulsif
3. Gangguan jiwa fungsional : tanpa kerusakan struktural atau kondisi
biologis yang diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang
buruk.
4. Gangguan jiwa organik : ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh
suatu penyebab spesifik yang membuahkan perubahan struktural di
otak, biasanya terkait dengan kinerja cognitif, delirium, atau demensia,
misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini tidak digunakan dalam DSM-IV-
TR karena ia merangkum pengetian bahwa beberapa gangguan jiwa
tidak mengandung komponen biologis.
5. Gangguan jiwa primer : tanpa penyebab yang diketahui disebut pula
idiopatik atau fungsional
6. Gangguan jiwa sekunder : diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik
dari suatu gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium
yang disebabkan oleh penyakit infeksi otak.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi
nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak
pakar yang kemudia ikut memakai paradigma psikoanalisis untuk
mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav Jung, Alfred Adler,
serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan
Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena
masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit
(Alwisol, 2005 : 3-4).
Ada beberapa teori kepribadian yang termasuk teori psikodinamika, yaitu :
psikoanalisis, psikologi individual, psikologi analitis, dan neo freudianisme.

2. PENYEBAB PENYEBAB GANGGUAN JIWA


Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa menurut Santrock (1999) dibedakan
atas :
a. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam
mengakibatkan kepekaan untuk mengalamigangguan jiwa tapi hal
tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak
sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan
dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk /
endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang
kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan
dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan
sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian
pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.

b. Sebab Psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami
akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup
seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat
mendukung terjadinya gangguan jiwa.
1) Masa bayi
Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 3 tahun, dasar
perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan
pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat/
aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang
hangat, terbuka dan bersahabat.
Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak
dikemudian hari akan berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan
menentang terhadap lingkungan.
2) Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan
otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan,
akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara
penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri atau malah
menentang dan memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih sayang
tidak dapat menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan
keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak
aman. Hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan
tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari.
3) Masa Anak sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat.
Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar
dari batas-batas keluarga.
Kekurangan atau cacat jasmaniah dapat menimbulkan gangguan
penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat berpengaruh,
anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya melakukan kompensasi
yang positif atau kompensasi negatif.

4) Masa Remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang
penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau
kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan-
pergolakan yang hebat. Pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa
mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-
hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup dan
belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya.
Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok,
idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik
dan penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan
kepribadian di usia remaja.
5) Masa Dewasa muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan
bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan
umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini.
Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya,
bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami
gangguan jiwa.
6) Masa dewasa tua
Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial
seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini
sebagai masalah ringan seperti rendah diri. pesimis.
Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang
mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.
7) Masa Tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini
Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar,
kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan
rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah
pahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya. Perasaan terasing
karena kehilangan teman sebaya keterbatasan gerak dapat menimbulkan
kesulitan emosional yang cukup hebat.

c. Sebab Sosio Kultural


Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab
langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan
warna gejala-gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.

3. MACAM MACAM GANGGUAN JIWA


Diagnosis Multiaksial Terdiri Dari 5 Aksis :
Aksis I : * Gangguan klinis
* Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
Aksis II : * Gangguan kepribadian
* Retardasi Mental
Aksis III : * Kondisi Medik Umum
Aksis IV : * Masalah Psikososial dan lingkungan
Aksis V : * Penilaian fungsi secara global
Catatan :
Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau
patogenese
Hubungan antara Aksis I-II-III dan Aksis IV dapat timbal balik saling
mempengaruhi
AKSIS I
Gangguan klinis merupakan pola perilaku abnormal (gangguan mental) yang
meenyebabkan hendaya fungsi dan perasaan tertekan pada individu. Kondisi
lain yang mungkin menjadi fokus perhatian: masalah lain yang menjadi fokus
diagnosis atau pandangan tapi bukan gangguan mental, seperti problem
akademik, pekerjaan atau sosial, faktor psikologi yang mempengaruhi kondisi
medis. Berikut ini merupakan ringkasan dari PPDGJ III yang dikutip dari Buku
Saku Diagnosis Gangguan Jiwa yang diedit Dr.Rusdi Maslim:
F00 F09 Gangguan Mental Organik & Simtomatik
F10 - F19 Gangguan Mental & perilaku akibat zat psikoaktif
F20 F29 Skizofrenia, Gangguan skizotipal & gangguan waham
F30 F39 Gangguan suasana perasaan (afektif/mood)
F40 F49 Gangguan neurotik, gangguan somatoform & gangguan terkait
stress
F50 F59 Sindrom perilaku karena gangguan fisiologis/ fisik
F62 F68 Perubahan Kepribadian karena non organic, gangguan
impuls, gangguan seks
F80 F89 Gangguan Perkembangan Psikologis
F90 F98 Gangguan perilaku & emotional onset kanak remaja
F99 Gangguan Jiwa YTT
AKSIS II
Gangguan kepribadian mencakup pola perilaku maladaptif yang sangat kaku
dan biasanya merusak hubungan antar pribadi dan adaptasi sosial. Gangguan
kepribadian, seperti gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian
skizoid, gangguan kepribadian skizotipal, gangguan kepribadian antisosial, dll.
F60 Gangguan Kepribadian khas
F60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
F60.1 Gangguan Kepribadian schizoid
F60.2 Gangguan Kepribadian dissosial
F60.3 Gangguan Kepribadian emosional tak stabil
F60.4 Gangguan Kepribadian histrionik
F60.5 Gangguan Kepribadian anankastik
F60.6 Gangguan Kepribadian cemas(menghindar)
F60.7 Gangguan Kepribadian dependen
F60.8 Gangguan Kepribadian khas lainnya
F60.9 Gangguan Kepribadian YTT
F61 Gangguan Kepribadian Campuran dan lainnya
F61.0 Gangguan Kepribadian Campuran
F61.1 Perubahan Kepribadian yang bermasalah
Gambaran Kepribadian Maladaptif
Mekanisme Defensi Maladaptif
F70 F79 Retardasi Mental
AKSIS III
Kondisi medis umum dan kondisi medis yang mugkin penting bagi pemahaman
atau penyembuhan atau penanganan gangguan mental individu. Meliputi
kondisi klinis yang diduga menjadi penyebab atau bukan penyebab gangguan
yang dialami individu.
Bab I A00 B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentu
Bab II C00 D48 Neoplasma
Bab IV E00 G90 Penyakit endokrin, Nutrisi, & metabolik
Bab VI G00 G99 Penyakit susunan syaraf
Bab VII H00 H59 Penyakit Mata & adneksa
Bab VIII H60 H95 Penyakit telinga & Prosesus Mastoid
Bab IX I00 I99 Penyakit sistem sirkulasi
Bab X J00 J99 Penyakit sistem Pernafasan
Bab XI K00 K93 Penyakit sistem Pencernakan
Bab XII L00 L99 Penyakit kulit & jaringan subkutan
Bab XIII M00 M99 Penyakit sistem musculoskeletal &
Jaringan ikat
Bab XIV N00 N99 Penyakit sistem genito-urinaria
Bab XV O00 O99 Kehamilan, kelahiran anak & masa Nifas
Bab XVII Q00 Q99 Malformasi congenital, deformasi, Kel.
Bab XVIII R00 R99 Gejala, tanda & temuan klinis-lab.
Bab XIX S00 T98 Cedera, keracunan & akibat kausa ekst
Bab XX V01 V98 Kausa eksternal dari Morb. & mort.
Bab XXI Z00 Z99 Faktor status kes. & Pelayanan kes
AKSIS IV
Masalah dengan keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial.
Masalah psikososial dan lingkungan. Mencakup peristiwa hidup yang negatif
maupun positif,dan kondisi lingkungan dan sosial yang tidak menguntungkan,
dll.
Masalah dengan Primary support group (keluarga)
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Masalah Pendidikan
Masalah Pekerjaan
Masalah Perumahan
Masalah Ekonomi
Masalah Akses ke pelayanan Kesehatan
Masalah Berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal
Masalah Psikososial & Lingkungan lain
AKSIS V
GLOBAL ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE
Assessment fungsi secara global mencakup assessment menyeluruh tentang
fungsi psikologis sosial dan pekerjaan klien. Digunakan juga untuk
mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi yang mungkin dicapai selama
beberapa bulan pada tahun sebelumnya.
100 91 Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak
tertanggulangi.
90 81 Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari
masalah harian yang biasa.
80 71 Gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, sekolah dll.
70 61 Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.
60 51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
50 41 Gejala berat (serious), disabilitas berat.
4031 Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita &
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
30 21 Disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu
berfungsi hampir semua bidang.
20 11 Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi & mengurus diri.
10 01 Seperti diatas => persisten & lebih serius.
1 Informasi tidak adekuat.
Klasifikasi dan Urutan Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa
berdasarkan PPDGJ-III
F.0. Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simtomatik
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik =
pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder penyakit/gangguuan
sistemik di luar otak.
Gambaran utama:
Gangguan fungsi kongnitif
Gangguan sensorium kesadaran, perhatian
Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang
persepsi(halusinasi), isi pikir (waham), mood dan emosi
F.00. F. 03. Demensia
F.04- F.07, F. 09 Sindrom Amnestik & Gangguan Mental
Organik
F.1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkhohol dan zat
psikoaktif lainnya.
F.10. Gangguan mental dan perilaku akibat
Penggunaan alkhohol
F.11, F.12, F.14. Gangguan mental & perilaku akibat
Penggunaan Opioida /kanabinoida/kokain
F.13, F.15,F.16. Gangguan mental & perilaku akibat
penggunaan Sedativa atau
Hipnotika/stimulansia lain/Hallusinogenika
F.17, F.18, F.19. Gangguan mental & perilaku akibat
penggunaan tembakau/pelarut yang mudah
menguap/ zat multiple & zat psikoaktif
lainnya.
F.2. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham.
Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau
tumpul.Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun kemun
duran kognitif dapat berkembang kemudian.
F. 20, F.21, F.23. Skizofrenia, Gangguan skizitipal, Psikotik
akut dan sementara
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Depkes RI (2007), salah
satu ganggguan jiwa yang paling sering terjadi di Indonesia adalah
skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memepengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan atau
perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia biasanya
terdiagnosa pada masa remaja akhir dan dewasa awal, insiden
puncak awalnya ialah 15-25 tahun (pria) dan 25 35 tahun
(wanita). Gejala positif yang muncul mencakup waham, halusinasi,
dan disorganisasi pikiran, bocara dan perilaku yang tidak teratur.
Sedangkan gejala negative atau gejala samar adalah efek datar,
tidak memiliki kemauan dan menarik diri dari masyarakat
(Buchanan & Carpenter,2000).
Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan diagnosis Gangguan
Jiwa III (PPDGJIII) merupakan suatu deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta
sejumlah akibat tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Skizofrenia merupakan kumpulan dari beberapa gejala
klinis yang penderitanya akan mengalami gangguan dalam kognitif,
emosional, persepsi serta gangguan dalam tingkah laku (Kaplan &
Sadocks, 2007).
Ada banyak perkiraan sebagai penyebab terjadinya skizofrenia,
baik yang berasal dari badaniah (somatogenik) maupun psikologis
(psikogenik). Perkiraan penyebab skizofrenia yang berasal dari
segi fisik yang pertama adalah berasal dari faktor genetik atau
faktor keturunan, hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga penderita skizofrenia. Potensi untuk mendapatkan
skizofrenia tidak langsung diturunkan melalui gen resesif, potensi
ini mungkin kuat tapi mungkin lemah sebab selanjutnya juga akan
tergantung pada lingkungan individu apakah akan menjadi
skizofrenia atau tidak. Sama seperti penderita diabetes mellitus
walaupun ia adalah resesif diabetes namun jika ia dapat menjaga
pola hidup yang sehat maka ia tidak akan menderita diabetes.
Selanjutnya adalah kelainan susunan syaraf pusat, yang terletak
pada diensefalon atau kortex otak, kelainan tersebut mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem.
Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah
kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa
terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati
biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak cacat (Ingram
et al.,1995). Klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan
kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua dan
100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena
perlakuan yang salah selama di rumah atau di masyarakat. Pasien
skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat,
terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami
ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk
bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan
penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir
10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi,
2008).
Faktor resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia terdapat gejala
gejala positif terdapat ko morbilitas depresi, kurangnya terapi,
penurunan tingkat perawatan, sakit kronis, tingkat pendidikan tinggi
dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi
pada fase awal dari perjalanan penyakitnya (Widiodiningrat , 2009).
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap
individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-
lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan
premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock,
2003; Buchanan, 2005).
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit
skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara
retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada
masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti
dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal
skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror
atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan
skizofrenia menyatakan bahwa sebaian penderita mengeluhkan
gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,
kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003). Fase aktif
skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan
perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu
dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual
ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia.
Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu
nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal)
dan perilaku aneh (Buchanan, 2005)
F.22, F. 24 Gangguan waham menetap, gangguan
Waham terinduksi
F. 25. Gangguan Skizoafektif
F. 28, F. 29 Gangguan Psikoaktif non-organik lainny/
YTT
F.3. Gangguan suasana perasaan (mood / afektif)
Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau
afek,biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah
elasi (suasanaperasaan yang meningkat). Perubahan afek biasanya disertai
perubahankeseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah
sekunder terhadap perubahan itu.
F.30, F.31. Episode manik, Gangguan afektif bipolar
F. 32-F.39. Episode depressif, Gangguan depressi
Berulang, Gangguan suasana Perasaan
(Mood/afektif) menetap/lainnya/YTT.
F. 4. Gangguan Neurotik, Gangguan somatoform, dan gangguan terkait
stress
F. 40, F.41. Gangguan anxietas, Fobik atau lainnya
F. 42. Gangguan Obsesif- kompulsif
F. 43, F.45, F.48 Reaksi terhadap stres berat, & gangguan
penyesuaian, gangguan somatoform,
gangguan neurotik lainnya.
F. 44. Gangguan dissosiatif (konversi)
F. 5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik
F.50- F.55, F.59 Gangguan makan, gangguan tidur,
disfungsi seksual, atau gangguan perilaku
lainnya
F. 6. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
F. 60-F.69 Gangguan kepribadian, gangguan
kebiasaan danImpuls, gangguan identitas
& preferensi seksual
F. 7. Retardasi Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yangterutama
ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masaperkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh.Dapat
terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lain.
Hendayaperilaku adaptif selalu ada.
F. 70 F.79. Retardasi Mental
F. 8. Gangguan Perkembangan Psikologis
Gambaran umum:
Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak
Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi
yangberhubungan erat dengan kematangan biologis susunan
saraf pusat
Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang
khas bagi banyak gangguan jiwa. Pada sebagian besar kasus, fungsi
yang dipengaruji termasuk bahasa,ketrampilan visuo-spasial,
koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang
secara progresif dengan bertambahnya usia
F.80- F.89 Gangguan Perkembangan Psikologis
F. 9. Gangguan Perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
masa anak dan remaja
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis,
1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran
dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari
anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini
saling mempengaruhi.Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta
sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis,
neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan
juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dansering lebih menentukan oleh
karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan
perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
F. 90 F.98 Gangguan Hiperkinetik, Gangguan tingkah
laku, Gangguan emosional atau gangguan
fungsi sosial Khas, gangguan tic, atau
gangguan perilaku & Emosional lainnya.
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) menyusun
klasifikasi gangguan kejiwaan sebagai berikut:Urutan hierarki blok diagnosis
(berdasarkan luasnya tanda dan gejala,dimana urutan hierarki lebih tinggi
memiliki tanda dan gejala yang semakin luas):
1. F00-09 dan F10-19
2. F20-29
3. F30-39
4. F40-49
5. F50-59
6. F60-69
7. F70-79
8. F80-89
9. F90-98

4. TANDA DAN GEJALA GANGGUANG JIWA


Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut:
a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak
mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan)
sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting,
membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan
suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu
sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering
disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah
membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi,
mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham
kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha,
orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat
sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri
hidupnya.
e. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang
berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-
loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang
disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep,
2007).

5. TERAPI GANGGUAN JIWA


A. FARMAKOLOGI
a. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas
mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001).
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,
anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti
obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain:
transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).
1. Obat anti psikosis
a. Obat anti psikosis tipikal (dopamin antagonis/generasi pertama):
CPZ, perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine, thioridazine,
haloperidol, pimozide
b. Obat anti psikosis atipikal (serotonin dopamine antagonis/ generasi
kedua): sulpiride, clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepin,
risperidone, aripiprazole
2. Obat anti depresi
a. Trisiklik : amitriptyline, imipramine, clomipramine, tianeptine
b. Tetrasiklik : maprotiline, mianserin, amoxapine
c. MAOI-Reversible (RIMA): moclobemide
d. SSRI : sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram,
duloxetine
e. Atipikal: trazodone, mirtazapine, venlafaxine
3. Obat anti mania
a. Mania akut : haloperidol, carbamazepine, valproic, divalproex
b. Profilaksis: Lithium carbonate
4. Obat anti anxietas
a. Benzodiazepine: diazepam, chlordiazepoxide, bromaszepam,
lorazepam, alprazolam, clobazam
b. Non Benzodiazepine: buspirone, sulpiride, hydroxyzine
5. Obat anti insomnia
a. Benzodiazepine: Nitrazepam, flurazepam, estalozam
b. Non Benzodiazepine: zolpidem
6. Obat anti obsesif kompulsif
a. Trisiklik: Clomipramine
b. SSRI: sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram
7. Obat anti panik
a. Trisiklik: Imipramine, Clomipramine
b. Benzodiazepine: Alprazolam
c. RIMA : Moclobemide
d. SSRI: Sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram
B. PSIKOTERAPI
Terapi menggunakan cara-cara psikologis untuk mengobati ganggguan
mental.
1) Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang
klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien
untuk mengubah perilaku klien.
Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan
terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui
hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu
menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan
mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku
adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti
terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas
dan interaksi.
3) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah
membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang
stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola
keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi
perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut.
Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang
diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.
4) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga
adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran
utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi
dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya
masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing
anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa
kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian
mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan
atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
5) Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam
kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok.
Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien
secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien,
meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive.
Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa
perilaku timbul akibat proses pembelajaran.
Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku
yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian
diri dan Terapi aversi atau rileks kondisi.
6) Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak
akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan
ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat
perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta
melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
7) Menurut penelitian Malik tentang pengobatan supranatural (spikoterapi
islami). Para penderita gangguan jiwa dapat diberikan terpai berupa terapi
doa, terapi air atau (rajah), terapi ibadah dan terpai perilaku, dan kemudian
akan dibina dengan ilmu ilmu agama islam.
C. TERAPI SOMATIC
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa
sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain. Salah satu
bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy. Terapi elektrokonvulsif
(ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik
digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus
tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek
yang terapeutik tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui,
tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di
dalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat
anti depresan. (Townsend alih bahasa Daulima, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2005) Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas


Muhammadyah Malang.
Bakran, Hamdani Adz- Dzaky. 2001. Psikoterapi dan Konseling Islam.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru
Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 1993
Faisati, Malik maya.2012. Metode Psikoterapi Islami (Penelitian Kasus di
Pengobatan Supranatural Penyakit Jiwa di Desa Notorejo Tulungagung).
Jurnal psikologi dan keimanan. Malang: UIN MALIKI
Hawari, D., (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Edisi
1, Jakarta: Gaya Baru.
http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2012/01/pengertian-gangguan-
jiwa1.pdf. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2015
Jenis penyakit Kejiwaan. 2014. http://rs-amino.jatengprov.go.id/artikel/17-
anxiety-gangguan-kecemasan.2014.Jenis. Diakses pada tanggal 5
Agustus 2015
TUGAS SEMESTER PENDEK

MAKALAH KONSEP GANGGUAN JIWA

Disusun Oleh :
Lusia Prihatini Ekasari 125070200111024
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

Anda mungkin juga menyukai