A. Latar Belakang
Sampah merupakan masalah utama setiap kota di Indonesia. Pertumbuhan penduduk dan
kemajuan tingkat perekonomian di suatu kota secara langsung mempengaruhi peningkatan
jumlah sampah. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang
dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu sampah
dan limbah. Sampah tersebut jika tidak dikelola dengan baik maka akan mempengaruhi tingkat
kebersihan dan mencemari lingkungan kota, yang pada akhirnya menurunkan tingkat kesehatan
masyarakat. Sampah dan limbah dapat mengotori udara, air, maupun tanah.dan menjadi
penyebab pencemaran lingkungan hidup. Begitu pula limbah bahan kimia yang dapat meracuni
tubuh kita.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sari Mukti merupakan salah satu TPA yang ada di
Bandung dan berpotensi menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Sistem
pengoperasian secara landfill ini berpotensi menimbulkan masalah lingkungan terutama masalah
pencemaran lindi (leachate), disamping pencemaran bau dan timbulnya berbagai serangga yang
sangat mengganggu kehidupan masyarakat disekitar. Menurut Syarifuddin (2016), tingginya
penumpukan sampah tersebut diakibatkan karena adanya peningkatan volume pembuangan
sampah di setiap tahunnya yang mencapai 10-15% sampah. Syarifuddin mengatakan, TPA
Sarimukti yang menampung sampah dari tiga wilayah yakni Kota Bandung, Kota Cimahi dan
Kabupaten Bandung Barat ini, dari sejak didirikan pada 2006 hingga saat ini ketinggian sampah
rata-rata mencapai 40-50 meter dari dasar tanah. Berdasarkan data Badan Pengelolaan Sampah
Regional (BPSR) Jabar, sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti untuk setiap harinya mencapai
3.000 m3 atau sekitar 1.500 ton (dengan asumsi 1 m3 = 500 kg). Dari jumlah itu, Kota Bandung
menjadi daerah dengan kontribusi terbesar yang membuang sampah ke Sarimukti dengan jumlah
sampahnya yang mencapai 2.250 m3 /hari (Syarifuddin, 2016).
Sampah yang dibuang di tempat ini adalah sampah organik yang berasal dari pasar-pasar
dan sampah rumah tangga. Hal ini menyebabkan sampah lebih cepat membusuk dan
menghasilkan polutan yang dapat mencemari air tanah. Air lindi yang ada pada sampah hasil dari
proses pembusukan umumnya mengandung bahan kimia, bakteri dan kotoran lainnya yang dapat
merembes masuk ke dalam tanah dan akhirnya akan mencemari air bawah tanah. Perembesan ini
sangat tergantung dari sifat fisik tanah dasar TPA seperti porositas, permeabilitas dan tekanan
piezometrik. Air lindi akan merembes melalui tanah secara perlahan. Apabila terdapat aliran air
tanah di bawah lokasi TPA, maka air lindi akan mencemari aliran tersebut dengan kandungan zat
yang cukup berbahaya bagi lingkungan (Alfiandy, 2003).
Masalah lainnya yang dijumpai disekitar TPA banyak terdapat pemukiman warga,
mengingat sebagian masyarakat di sekitar TPA masih memanfaatkan air sungai untuk mandi dan
sumur gali untuk keperluan sehari-hari. Resiko lingkungan seperti ini mengakibatkan air minum
tak aman, mutu udara yang rendah, polusi, dan mutu lingkungan yang kurang baik
mengakibatkan penyakit mudah terjangkit penyakit. Hal ini menandakan diperlukannya upaya
yang berkesinambungan dalam rangka pengendalian pencemaran air melalui upaya teknologi
penanggulangan dan pencegahan pencemaran air.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses bioremediasi dalam
pengendalian limbah lindi tercemar yang meliputi: treatment secara fisika, treatment secara
kimia dan treatment secara biologis, seperti: isolasi bakteri, pengujian bakteri dalam
mengdegradasi zat pencemar, identifikasi bakteri, dan perbanyakan bakteri.