Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS

Disusun oleh:

Nama :Nisrina Juli Nurjanah

NIM :P1337420214109

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2017
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil
yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain
tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini
di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan
masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian
penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk
lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan
China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC
terbesar di dunia. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun
1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit
kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab
kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan
di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun
dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000
penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun
di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga
kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang
penyakit TBC.

B. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat kami simpulkan bahwa Tuberkulosis
adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang segala organ tubuh,tetapi paling
banyak ditemukan di organ paru, dengan penularan melalui droplet (percikan
dahak) si penderita kepada orang yang sehat.
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,2-0,6 m. spesies
lain dari kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M.
bovis, M. kansasii, M. intracellulare. Sebagian kuman terdiri dari asam lemak
(lipid). Lipid inilah yang membuat kuman menjadi lebih tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap penggunaan kimia dan fisik.
Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es ). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberculosis aktif lagi.Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfatogenesis malah kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.

D. PATOFISIOLOGI
1. Tuberculosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menentap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari bahkan berbulan-
bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang yang sehat, ia akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakeo-bronkial beserta
gerakan silia dengan sekretnya. Kuman juga dapat masuk melalui luka pada
kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Bila kuman menetap dijaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di paru-paru akan membentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini dapat terjadi di bagian mana saja jaringan paru.
Dari sarang orimer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local +
limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini kemudian
dapat menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan bekas
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
1) Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
disebelahnya.
3) Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus.
4) Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.
5) Secara hematogen, ke organ lainnya.
2. Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(tuberculosis post-primer). Tuberculosis post-primer ini dimulai dengan
sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru (bagian apical posterior
lobus superior atau inferior). Invasinya adalah daerah parenkim paru-paru
dan tidak ke nodus hiler paru.Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel
yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-
Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita,
sarang dini ini dapat menjadi :
a.Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
b. Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan
sebutan jaringan fibrosis.Ada yang membungkus diri menjadi lebih
keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran.
c.Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan
jaringan sekitarnya dan jaringan tengahnya mengalami nekrosis, dan
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Jika jaringan keju
dikbatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Kavitas dapat :
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
b. Memadat dan membungkus diri hingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif
kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-
kadang berakhir sebagai kavitas yang terhubung, menciut dan berbentuk
seperti bintang, disebut stellate shaped.
E. PATHWAY
F. GAMBARAN KLINIS
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam.
Keluhan yang terbanyak adalah:
1 Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Panas badan dapat
mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien tidak pernah
merasa terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan seperti ini
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien.
2 Batuk/Batuk Darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(,enghasilkan sputum). Keadaan lanjut berupa batuk darah karena pembuluh
darah yang pecah.
3 Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
4 Nyeri Dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik napas.
5 Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada napsu makan,
makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Darah : leukosit sedikit meninggi, LED meningkat
2 Sputum : BTA, pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu sediaan dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum
3 Test tuberculin : mantoux test (PPD)
4 Roentgen : foto PA

H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan chin lift /
jaw trust, suction / hisap, guedel airway dan intubasi trakhea dengan
leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
aspirasi, whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar.
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi in line harus dikerjakan.
2. Pemeriksaan Secondary
a. Identitas.
b. keluhan utama
c. Riwayat Penyakit.
1) Riwayat Penyakit Sekarang.
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan
dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu.
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh
pada penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami
pembedahan sebelumnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga.
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita
sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit
keturunan atau menular dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik.
a. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
- Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
- Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
- Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
- Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
trakeobronkial dan alveoli.
- Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
- Bentuk dada : Perubahan diameter anterior posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
- Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
- Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
- Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-
otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding dada.
- Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik
dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi
pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang
mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan
kanker paru.
- Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube
yang berada di luar.
b. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)
- Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
- Distensi Vena Jugularis
- Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
- Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
- Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
c. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
- Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat
terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi
cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.Untuk menilai
tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang disebut
dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
d. B 4 : Bladder (Perkemihan Eliminasi Uri/Genitourinaria)
- Kateter urin
- Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine.
- Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
- Distesi kandung kemih
e. B 5 : Bowel (Pencernaan Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)
- Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
- Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik
ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
- Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi
abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena
penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada
pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster, penggunaan
steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan kurangnya
pemasukan makanan.
- Nyeri
- Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
- Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
- Mual dan muntah.
f. B 6 : Bone (Tulang Otot Integumen)
- Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran
mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan
dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada
pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.Pada pasien dengan kulit
gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,. Warna
kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada
pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat
gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
- Integritas kulit
- Perlu dikaji adanya lesi, dan decubitus
4. Diagnosa Keperawatan
a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

b. Hipertermia behubungan dengan dehidrasi.


c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
menetapnya sekret pada bronkus

d. Resiko penyebaran infeksipada orang lain berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
pathogen.

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,


hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan
asidosis laktat, penurunan curah jantung, dan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi

f. Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
pathogen.

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.

h. Intoleransi aktivitas b.d insufisiensi O2

3. Intervensi
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis
keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan defisiensi


pengetahuan teratasi.

Kriteria Hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,


kondisi, prognosis, dan program pengobatan
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar

3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang


dijelaskan perawat

Intervensi (NIC) :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini


berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

4) Gambarkan proses penyakit

5) Identifikasi kemungkinan penyebab

6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya

b. Hipertermia behubungan dengan dehidrasi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah


hipertermi teratasi dengan kriteria hasil :

1) Suhu 36oC-37oC.

2) Tidak ada keluhan demam.

3) Turgor kulit kembali > 2 detik.

4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital terutama suhu.

2) Monitor intake dan output setiap 8 jam.


3) Berikan kompres hangat.

4) Anjurkan banyak minum.

5) Anjurkan mamakai pakaian tipis dan menyerap keringat.

6) Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik.

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan nafas.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan


jalan nafas normal.

Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih tidak


ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

2) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,


irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).

3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat


menghambat jalan napas.

4) Sesak nafas pasien berkurang dalam waktu 1 x 24 jam.

5) Batuk berkurang dalam waktu 2 x 24 jam.

6) Mampu melakukan batuk efektif

7) RR dalam batas normal (16-20 x/menit)

Intervensi :
1) Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu

2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.


3) Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan.

4) Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

5) Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction.

6) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan.

7) Monitor respirasi status O2

8) Kolaborasi pemberian obat

d. Risiko Penyebaran infeksi orang lain berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi


penyerapan infeksi.

Kriteria hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2) Mendeskripsikan proses penularan infeksi, faktor yang mempengaruhi


penularan serta penatalaksanaannya.

3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

4) Jumlah leukosit dalam batas normal.

Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

2) Monitor kerentanan terhadap infeksi.

3) Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang berisiko

4) Pertahankan teknik isolasi.

5) Dorong masukkan nutrisi yang cukup.


6) Instruksikan klie untuk minum antibiotik rutin, membuat TB menjadi
tidak menular dalam waktu > 2 bulan.

7) Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.

e. Gangguan pertukran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi


pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan


pertukaran gas teratasi.

Kriteri hasil :

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2.

2) Bebas dari gejala dan distress pernapasan.

Intervensi :
1) Kaji tipe pernapasan klien.

2) Evaluasi tingkat kesadaran, adamya sianosis, dan perubahan warna


kulit.

3) Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas.

4) Kolaborasi medis pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen.

5) Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan


upaya
6) respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
7) Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
8) Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
9) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
10) Monitor GDA.
11) Berikan oksigen sesuai indikasi.
f. Risiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.

Tujuan :Setelah dilakukam tindakan keperawatan diharapkan risiko


penyebaran infeksi terhadap diri sendiri tidak terjadi.

Kriteria hasil :

1) Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika


batuk atau bersin)

2) Tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan

3) Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit


seperti penderita.

Intervensi :
1) Kaji patologi penyakit.

2) Mengidentifikasi resiko anggota keluarga untuk tertula dengan


penyakit yang sama dengan klien.

3) Tekanan pentingnya tidak menghematkan terapi obat.

4) Anjurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering dengan nutrisi yang
seimbang.

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pada


pasien terpenuhi.

Kritteria hasil :

1) Adanya peningkatan berat badan.


2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

4) Tidak ada penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan.

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukkan jumlah kalori dan


nutrisi yang dibutuhkan klien.

3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi

4) Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan Vitamin C.

5) Berikan substansi gula.

6) Monitor Jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

h. Intoleransi Akstfitas
Tujuan :Mempertahankan tekanan darah normal terhadap aktivitas.
Respons frekuensi jantung normal terhadap aktivitas . Perubahan EKG
yang tidak mencerminkan aritmia .Perubahan EKG yang tidak
mencerminkan iskemia. Kenyaman setelah beraktivitas.
Intervensi :
1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secaraberlebihan
5) Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia,sesak nafas, diaporesis, pucat,perubahan hemodinamik)
6) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yangtepat.
8) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
9) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengankemampuan fisik, psikologi dan sosial
10) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukanuntuk aktivitas yang diinginkan
11) Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda,krek
12) Bantu untuk mengidentifikasiaktivitas yang disukai
13) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
14) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15) Sediakan penguatan positif bagiyang aktif beraktivitas
16) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
17) Monitor respon fisik, emosi, sosialdan spiritual.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
Evaluasi pada klien TB paru adalah :
1. Bersihan jalan nafas teratasi
2. Nafas aekuat
3. Hipertermi teratasi
4. Tidak terjadi penyebaran infeksi
5. Gangguan pertukaran gas teratasi
6. Nutrisi terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA

Walin.2012.Hand Out Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Pernafasan

Brunner & Suddart (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta :


AGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3.

Jogjakarta. Mediaction Publishing Jogjakarta


Rahajoe Nastini, Supriyanto Bambang, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak

Edisi 1. Jakarta: IDAI


T. Heather Herdman, PhD, Rn. 2012-2014.Nanda Internasional Diagnosis

Keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta. EGC


Depkes RI. (2007). Pedoman penyehatan Tuberkulosis dan penanggulangan.

Jakarta
Somantri, Iman. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem pernapasan . Jakarta: Salemba Medika.


Kemenkes RI .(2010). Buku saku petugas kesehatan di puskesmas untuk

pencegahan dan pengendalian infeksi TB (ppi tb). Kemenkes RI.


Chandra, B. (2012). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta : Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai