Anda di halaman 1dari 14

PERLINDUNGAN HUKUM PEDAGANG PASAR TURI SURABAYA

DALAM KASUS BUILD OPERATE TRANSFER

Untuk Memenuhi Tugas Materi Kuliah Politik Hukum

DISUSUN OLEH (KELOMPOK 10)


Dody Sucahyo / 124216541
Farida Ailin Taufan / 124216501
Nur Fitriani Putri / 124216536
Nur Lailatul Hosnia / 124216526
Lukman Hakim / 124216538
Djamaludin Ponamon / 124216549

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITAS SURABAYA
2017
PERLINDUNGAN HUKUM PEDAGANG PASAR TURI SURABAYA
DALAM KASUS BUILD OPERATE TRANSFER

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


Dody Sucahyo / 124216541
.............................i@yahoo.co.id
................................../12421611
...................................@ymail,com
........................................./ 124216510
....................................@yahoo.com
.................................../ 124216522
..................................@gmail.com
.......................................... / 124216504
................................................@gmail.com

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis politik hukum perjanjian pada perlindungan
hukum pedagang Pasar Turi Surabaya dalam Kasus Build Operate Transfer.
Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa banyak pedagang yang memiliki Buku Hak Pakai
Stan tidak dapat mendaftar di Pasar Turi Surabaya yang baru karena diharuskan
membayar seluruh harga stan untuk mendapatkan sertifikat strata title. Praktik semacam
ini dengan merubah status stan dari yang semula adalah Hak Guna menjadi Hak Milik
seperti ini menyalahi aturan. (ABSTRAK DITAMBAH)
Kata kunci : perlindungan, pedagang, perjanjian BOT, Surabaya
PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur oleh pemerintah berupa sarana dan prasarana sangat
penting bagi kemajuan ekonomi. Namun pemerintah memiliki kemampuan terbatas untuk
mewujudkan segala kebutuhan tersebut sehingga membutuhkan kerjasama dengan pihak
swasta demi tercapainya tujuan pembangunan. Maka dari itu dibuatlah perjanjian kerja
sama antara pemerintah sebagai penentu kebijakan, dengan swasta sebagai pihak yang
mewujudkan berlangsungnya pembangunan sarana dan prasarana.
Terdapat berbagai model atau tipe perjanjian kerja sama antara pemerintah dengan
swasta. Produk perjanjian tersebut umumnya disesuaikan dengan sistem pembiayaannya.
Build Operate Transfer (selanjutnya disebut BOT) merupakan salah satu model perjanjian
yang melibatkan dua pihak yaitu pengguna jasa, pada umumnya adalah pemerintah,
dengan penyedia jasa yaitu pihak swasta. Pengguna jasa memberikan kewenangan
kepada penyedia jasa untuk membangun infrastruktur dan mengoperasikannya selama
jangka waktu tertentu (disebut juga masa konsesi) dan penyedia jasa akan menyerahkan
infrastruktur tersebut kepada pengguna jasa bila masa konsesi telah habis.
Perjanjian tersebut telah diakui dalam Peraturan Perundang-Undanganan di
Indonesia. BOT dinyatakan di dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Dan Daerah disebutkan bahwa Bentuk
pemanfaatan barang milik Negara dan Daerah berupa sewa, pinjam pakai, kerja sama
pemanfaatan, Bangun Guna Serah (BOT), dan Bangun Serah Guna (BTO), atau kerja
sama penyediaan insfrastruktur
Perjanjian BOT juga telah diterapkan oleh Pemerintah Kota (selanjutnya disebut
Pemkot) Surabaya dalam menjalin kemitraan dengan pihak swasta, salah satunya adalah
kemitraan untuk pembangunan kembali Pasar Turi yang habis terbakar pada tahun 2007
silam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemkot Surabaya menjalin kemitraan dengan PT.
Gala Bumi Perkasa (selanjutnya disebut PT. GBP) sebagai pengembang. Pihak PT. GBP
diberi kewenangan untuk membangun Pasar Turi diatas tanah milik Pemkot Surabaya,
mengoperasikannya selama jangka waktu yang telah disepakati, dan menyerahkannya
kepada Pemkot Surabaya setelah masa konsesi habis.
Pembangunan mulai dilaksanakan oleh PT. GBP pada tahun 2011 dengan target
akan selesai pada tahun 2014. Pada kenyataannya pembangunan menghadapi berbagai
macam kendala sehingga tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Hal tersebut menimbulkan
keresahan bagi para pedagang Pasar Turi yang berharap untuk segera dapat menempati
stan dan kembali berdagang di pasar yang baru. Ditambah lagi pihak pengembang
mengharuskan pedagang Pasar Turi untuk membeli stan dan bukannya menyewa, serta
pemaksaan untuk melunasi angsurannya sebelum bangunan pasar siap beroperasi. Hal
tersebut tentu bertentangan dengan konsep BOT karena bangunan tersebut nantinya akan
diserahkan kepada Pemkot Surabaya sehingga seluruh stan yang ada di dalamnya adalah
Hak Milik Pemkot Surabaya dan para pedagang adalah sebagai pihak penyewa (Arifah
Alfiyanti, 2017).

PEMBAHASAN

PENGATURAN BOT
1. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan BOT
BOT pertama kali ditemukan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan
positif Indonesia adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tanggal 2
Juni 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan
kerjasama dalam bentuk perjanjian BOT. Pengaturan ini pada dasarnya lebih
menitikberatkan pada pengaturan pajak penghasilan dan bukan mengenai prosedur atau
pelaksanaan perjanjian BOT.
Tahun 2001, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah menerbitkan Keputusan
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang pedoman
pengelolaan barang daerah. Keputusan ini tidak menggunakan istilah BOT, tetap
menggunakan istilah pengguna usahaan untuk merajuk pada pengertian yang sama.
Pada saat berlakunya Keputusan Menteri ini, seluruh Kepala Daerah di seluruh Indonesia
diberikan keleluasaan dalam mengadakan perjanjian BOT dengan pihak lain. Hal ini tentu
saja sangat rawan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam pengelolaan
barang milik daerah karena:
a) Tidak ada keseragaman dalam pelaksanaan BOT di antara daerah-daerah di
Indonesia, baik mengenai syarat, prosedur maupun tata laksananya;
b) Ketidakseragaman tersebut menimbulkan tidak optimalnya pengawasan atas
pelaksanaan BOT di seluruh daerah Indoneia;
c) Rawan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme karena memberikan kekuasaan
dan kewenangan yang sangat luas kepada Kepala Daerah.

Menyadari permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan dan sebagai


peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, maka pada tahun 2006, Pemerintah menerbitkan aturan baru yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Pada
PP Nomor 6 Tahun 2006 ini telah mengalami perbaikan yang signifikan.
Tahun 2014 Pemerintah juga menerbitkan kembali Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Pasal 1 Angka 14 mengenai
pengertian bangun guna serah (atau biasa yang disebut BOT) adalah pemanfaatan barang
milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan atau
sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka
waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta
bangunan dan atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

2. Ciri-Ciri Dan Unsur BOT


Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, paling tidak terdapat tiga (3) ciri dalam
proyek BOT, ( Budi Santoso, , Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur Dengan
Model BOT), yaitu:
1. Build (Pembangunan)
Sistem perjanjian BOT adalah perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang
satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu
bangunan komersial oleh pihak kedua (investor) dengan dananya sendiri.
2. Operate (Pengoperasian)
BOT memiliki masa konsesi yaitu masa bagi pihak kedua tersebut untuk
mengoperasikan proyek selama beberapa tahun (misalnya selama 25 tahun atau
30 tahun), selama waktu tersebut dapat memungut hasil atau imbalan jasa karena
membangun proyek tersebut. Pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau
mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan
fee (atau tanpa fee) kepada pemilik tanah.
3. Transfer (Penyerahan/Pengalihan Kembali)
Pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya
dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan kepada pemilik tanah setelah
jangka waktu operasional tersebut berakhir.
Berdasarkan pentingnya sebagaimana dimaksud di atas, maka unsur-unsur perjanjian
sistem bangun guna serah (BOT) adalah
1. Investor (penyandang dana)
2. Tanah
3. Bangunan komersial
4. Jangka waktu operasional
5. Penyerahan (transfer)1

1 www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 4
Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah
(BOT), maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara pemilik yang menguasai
tanah dengan investor penyandang dana.
Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (BOT) kurang lebih: 2
a. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan dengan atau tanpa teknologi
tertentu yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut
sebagai bangunan komersial
b. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif
lama, untuk tujuan:
1) Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem
telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya
2) Pembangunan properti, seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan
sebagainya
3) Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk
menghasilkan produk tertentu.

Perjanjian sistem bangun guna serah (BOT) terjadi dalam hal, jika: 3
a. Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu
bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada
investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.
b. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak
mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan
ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat berdirinya
bangunan komersial tersebut
c. Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain
dan setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya
untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik
tanah berhak atas fee tertentu.
d. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah
kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya. (Pasal 62 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung).
e. Perjanjian kerjasama ini merupakan bentuk perjanjian kerjasama antara
pemegang hak atas tanah dengan investor, pemegang gak atas tanah
memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa
perjanjian, setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan
atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah. Bangunan yang
didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat
perbelanjaan, rumah toko, hotel dan atau bangunan lainnya.

2 www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 6

3www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 6
3. Kedudukan Perjanjian BOT dalam Hukum Perdata Indonesia
BOT adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah )
BOT (dibangun, dioperasikan, diserahkan) adalah tanah pemerintah dibangun oleh
pihak kedua dan setelah pembangunan selesai, bangunan tersebut dioperasikan oleh
pihak kedua yang bersangkutan untuk jangka waktu tertentu. Tanah dan bangunan
tersebut harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Daerah pemilik tanah setelah
berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.
Pelaksanaan BOT wajib dilakukan melalui sesuai perjanjian, dan perjanjian tersebut
disebut dengan perjanjian bangun guna serah dengan alasan sebagai berikut:
a) Pasal 36 ayat 5 PP 27 Tahun 2014 mengenai BGS atau BSG dilaksanakan
berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. Obyek BGS atau BSG;
c. Jangka waktu BGS atau BSG
d. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian
b) Pelaksanaan BOT memenuhi unsur-unsur perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH
Perdata sebagai berikut:
1) Adanya suatu perbuatan;
2) Antara sekurangnya dua pihak (jadi dapat lebih dari dua pihak);
3) Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji
tersebut.
Pemerintah memilih pelaksanaan program BOT adalah untuk mendapatkan
pendanaan dari pihak swasta serta sumber daya yang kompeten dalam bidang
pengembangan infrastruktur. Investasi uang selalu sebanding dengan resiko dan tingkat
laba atas investasi; resiko lebih tinggi jika secara ekonomi proyek tersebut tidaklah
ekonomis. Dalam keadaan seperti ini negoisasi untuk pengaturan ekuitas-utang dengan
penghindaran resiko bisa saja memakan waktu yang lama, membuat proyek BOT lebih
mahal daripada jika pemerintah mengerjakan proyek itu sendiri. Jadi, ketika proyek
dianggap tidak ekonomis, pemerintah harus mempertimbangkan mengerjakan proyek
sendiri atau setidaknya melakukan investasi publik tertentu dalam proyek BOT. Dengan
kata lain, Perjanjian BOT muncuk untuk mengisi kekosongan hukum yang ada yaitu
pemerintah merasa lebih diuntungkan dengan memberikan pengelola tanah pemerintah
kepada pihak lain untuk selanjutnya dikembalikan kepada pemerintah dalam kondisi dan
sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.
Di sisi lain, perjanjian BOT sebagai salah satu dari sekian banyak perjanjian tidak
bernama muncul dengan dilandasi asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan
berkontrak merupakan asas yang universal sifatnya, artinya dianut oleh hukum perjanjian
di semua negara pada umumnya. (Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit di Bank Indonesia,
hlm 22)
Kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak yang terlibat dalam suatu
perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari perjanjian tersebut,
tanpa campur tangan pihak lain. (Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit di Bank Indonesia,
hlm 12)
Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak menemukan dasar
hukumnya pada rumusan Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi: Untuk sahnya
perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat yaitu:
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) Suatu pokok persoalan tersebut;
4) Suatu sebab yang tidak dilarang.
Dengan demikian, terbukti bahwa perjanjian BOT adalah perjanjian yang telah
mendapatkan dasar eksistensi dan landasan prinsip yang sah sehingga menjadi suatu
jenis perjanjian baru di lapangan hukum perdata Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa
perjanjian secara umum dan perjanjian BOT secara khusus memiliki peran yang sangat
penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perjanjian dapat mengisi
kekosongan hukum dan dapat menjadi solusi alternatif terhadap suatu masalah yang ada.

4. Keuntungan Perjanjian BOT


Berikut ini adalah beberapa keuntungan bagi Pemerintah jika menggunakan BOT
sebagai model perjanjian kerja sama mereka dengan pihak swasta:
1. Mengurangi beban penggunaan dana APBN/APBD atau pinjaman luar negeri
2. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan studi kelayakan
3. Tidak perlu mengeluarkan biaya operasional
4. Tidak menanggung resiko proyek pembangunan
5. Memperoleh bangunan serta fasilitas di dalamnya pada akhir masa konsesi
Dari beberapa keuntungan yang telah disebutkan di atas menjadikan BOT sebagai
salah satu model perjanjian yang paling diminati oleh Pemerintah saat ini. Sedangkan
keuntungan yang diperoleh pihak investor adalah sebagai berikut:
1. Dapat memanfaatkan lahan strategis yang dimiliki Pemerintah
2. Dapat melakukan ekspansi usaha yang mempunyai prospek menguntungkan
3. Terbuka peluang untuk memasuki bidang usaha yang semula hanya ditangani
Pemerintah
Perjanjian BOT merupakan kerjasama yang dilakukan dengan menuangkannya ke
dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas
hukum perjanjian. Asas kepastian hukum dapat dilihat pada saat berakhirnya perjanjian
dan investor berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada pemilik semula beserta
fasilitas yang telah diperjanjikan dengan kepastian. Asas musyawarah dilakukan pada saat
menyelesaikan sengketa antara para pihak yang melakukan perjanjian.( Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang
Perjanjian BOT, hlm 10)
Perjanjian BOT dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya
memuat:
a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
b. Obyek BOT (bangun guna serah) dalam BTO (bangun serah guna)
c. Jangka waktu BOT dan BTO
d. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian
e. Persyaratan lain yang dianggap perlu. (Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan
terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian BOT)

Tujuan perjanjian BOT bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya adalah


pembangunan infrastruktur dengan metode BOT menguntungkan karena dapat
membangun infrastruktur dengan adanya biaya perolehan dana dan tingkat bunga yang
relatif rendah. Pemkot juga tdk menanggung resiko kemungkinan terjadinya perubahan
kurs. Bagi investor, pembangunan infrastruktur dengan pola BOT merupakan pola yang
menarik karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang
dibangunnya. Namun dengan perjanjian ini dapat menguntungkan para pihak yang
berjanji.
Resiko dalam perjanjian BOT biasanya digunakan pada perjanjian mega proyek,
maka ada beberapa kemungkinan resiko atau peristiwa di luar dugaan yang tidak
diharapkan. Proyek ini biasanya mengalami: 4
a. Political Risk
Resiko yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan kondisi daerah
setempat.
b. Economic Risk
Resiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, seperti penurunan nilai mata
uang, terjadinya inflasi dan sebagainya
c. Legal Risk
Resiko yang berkaitan dengan hukum, karena pada dasarnya proyek ini
didasarkan pada sebuah perjanjian
d. Transaksi Risk
Berhubungan dengan persaingan penawaran proyek (bidding competition)
termasuk di dalamnya undangan lelang, penawaran serta negoisasi, berbagai
dokumen proyek yang terjadi pada awal proses BOT
e. Contruction Risk
Berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan apakah bangunan tersebut
telah sesuai dengan standar bangunan secara teknik. Bangunan akan diuji
ketahanannya serta hal yang berkaitan dengan lamanya waktu pembangunan.
f. Sosial Risk
Berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Apakah pada proyek ini
mendapat dukungan dari masyarakat ataupun sebaliknya. Pengaruh agama dan
bu
g. Environtmental Risk
Berkaitan dengan lingkungan sekitar. Setiap proyek pembangunan harus
mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Melakukan AMDAL (analisis
mengenai dampak lingkungan), supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan.

4 www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 4
A. Perlindungan Hukum Pedagang Pasar Turi Surabaya Dalam Kasus Build
Operate Transfer
1. Dampak Permasalahan Pedagang Pasar Turi Surabaya
Kebakaran Pasar Turi Surabaya terjadi pada 9 September 2007 yang melanda tahap
II dan IV. Ketika itu, seluruh gedung Pasar Turi terbakar dan hanya menyisakan Pasar Turi
tahap III yang tidak terbakar. Setelah ke tiga tahap Pasar Turi telah habis dilalap api,
kebakaran kembali terjadi pada 16 September 2009 yang menghabiskan seluruh
bangunan tahap III.
Akhirnya dua tahun setelah kebakaran terjadi, Pemerintah Kota Surabaya berencana
untuk melakukan pembangunan kembali stand Pasar Turi Baru agar para pedagang bisa
berjualan kembali. Dan seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya pada Oktober 2011 di
mulailah tahap pertama pembangunan gedung Pasar Turi Baru. Pada proyek ini
pemerintah bekerja sama dengan PT. Gala Bumi Perkasa sebagai pengembang
pembangunan Pasar Turi Baru, namun yang memenangkan tender adalah PT. Gala Mega
Investment. Rencana pembangunan dimulai pada tahun 2011, dengan design dan layout
yang berbeda dan lebih bagus dari Pasar Turi lama, karena Pasar Turi Baru ini nantinya
akan dijadikan pusat perbelanjaan grosir terbesar se-Asia, namun pembangunan yang
berjalan tidak semudah yang dibayangkan oleh para pedagang yang berharap untuk
segera bisa berjualan kembali di Pasar Turi Baru jika sudah jadi nanti.
Berbagai macam problem dan masalah mulai bermunculan terhadap pembangunan
Pasar Turi Baru ini. Diantaranya adalah sistem penjualan stand dengan metode strata title
atau hak milik stand yang dilakukan oleh pihak investor yaitu PT. Gala Bumi Perkasa.
Selain itu adanya sistem pemaksaan dari para investor terhadap pedagang untuk segera
melunasi angsuran stand yang sudah dibeli. Padahal dalam kerjasama awal lahan tersebut
adalah milik Pemkot Surabaya dan status stand hanya Hak Pakai. 5
Berdasarkan Pasal 21 perjanjian kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan PT.
GBP mengenai hak atas stand/kios menyatakan:
(1) Setiap pembeli stand/kios akan diberikan Hak Pakai stand selama jangka waktu
pengelolaan pada perjanjian ini dan dapat diperjanjang sesuai ketentuan yang
berlaku;
(2) Setiap pedagang yang membeli stand/kios akan diberikan Buku Hak Pakai stand
yang akan diterbitkan oleh Pihak Kedua dan diketahui oleh Pihak Pertama;
(3) Penyerahan buku stand kepada pembeli stand/kios, dilakukan setelah seluruh
kewajiban pembayaran dilunasi

Permasalahan lainnya adalah banyak pedagang pemilik Buku Hak Pakai stand yang
tidak bisa mendaftar karena diharuskan membayar penuh dan akan ditempatkan di lantai 4
dan lantai 6 Pasar Turi Surabaya. Hal tersebut tidak sesuai dengan perjanjian antara
Pemkot Surabaya dan Investor yang diatur di dalam Pasal 19 ayat (5) perjanjian
kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan PT. GBP. Patut diduga investor ingin memiliki
sekaligus menghilangkan hak-hak para pedagang lama atas stand yang
ditolak.pendaftarannya dengan berbagai alasan. 6

5 www.lensaindonesia.com/2016/03/15/menunggu-sikap-tegas-walikota-tri-rismaharini-terkait-
pasar-turi-baru.html
Dampak dari permasalahan ini adalah kondisi psikis para pedagang yang terganggu
dengan pemaksaan pelunasaan pembelian stand pasar turi terhadap praktek pembelian
stand di Pasar Turi menimbulkan masalah pada pedagang pasar turi dengan dideritanya
secara materiil dan imateriil. Dengan tidak adanya kepastian hukum terhadap pedagang,
maka Pemkot Surabaya sepakat dan mendukung pedagang Pasar Turi Surabaya yang
hendak melaporkan PT. Gala Bumi Perkasa sebagai investor antara lain:
1) Gugatan pedagang Pasar Turi Surabaya kepada PT. Gala Bumi Perkasa atas
penggelapan dan penipuan kepada pedagang.
Dalam bukti surat laporan Nomor LP/103/I/2015/UM/SPKT Polda Jatim tertanggal 21
Januari 2015, pelapor adalah Abdul Habir, warga Taman Sidoarjo, selaku kuasa pelapor.
Bukti yang dilampirkan saat melapor adalah bukti pembayaran sertipikat Rp. 10 juta, bukti
pembayaran 5% BPHTP dan bukti pembayaran pajak 10% oleh pedagang, yang sampai
sekarang belum ada bukti bahwa pajak itu dibayarkan ke kas Negara. Dijelaskan, dalam
kasus ini pihak investor telah menarik biaya untuk penerbitan sertipikat hak milik atas
rumah susun (Pasar Turi) dan BPHTP, padahal sesuai dengan perjanjian BOT antara
investor dengan Pemkot Surabaya, tidak akan mengkin terbit sertipikat hak milik atas
rumah susun karena pasar turi bukan rumah susun. yang boleh dijual adalah hak pakai
sehingga pemungutan biaya-biaya itu jelas melanggar hukum.
Pembayaran oleh pedagang sudah dilakukan sejak awal tahun 2013. Ada pedagang
yang langsung membayar, ada juga yang bertahap. Sampai sekarang sudah ada sekitar
90% pedagang yang membayar lunas. 7 Menurut Pengacara pedagang Pasar Turi
Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana, banyak sekali kesalahan yang dilakukan oleh investor.
Salah satunya investor selalu menarik uang secara illegal dari pedagang di luar harga
stand. Beberapa tarikan investor, antara lain: pemasangan smart card dikenai biaya Rp.
1,5 juta, pemasangan plafon Rp. 1 juta untuk per meter persegi, masukkan meja Rp. 5
juta, listrik semula 900 watt turun menjadi 150 watt. 8
2) Sidang gugatan antara Pemkot Surabaya kepada PT. Gala Bumi Perkasa sebagai
pengelola Pasar Turi Baru dengan Nomor 296/Pdt.G/2016/PNSby. 9 Mediasi perdamaian
gugatan ini buntu.10

2. Upaya Hukum Penyelesaian Kasus BOT terhadap Pedagang Pasar Turi


Upaya hukum masih dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri Surabaya.

6 www.surabayapagi.com/19-kecurangan-cen-liang-yang-besok-
dilaporkan-ke-walikota

7 www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id /investor-pasar-turi-
surabaya-dilaporkan-melakukan -penipuan

8 www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id /pemkot-surabaya-dukung-
pedagang-pasar-turi-laporkan-investor-ke-polda-jatim

9 www.beritaviral.club/bahas-kasus-pasar-turi-wali-kota-risma-penuhi-
panggilan-dpr/

10 surabaya.tribunnews.com/2016/05/31/mediasi-pemkot-surabaya-
dan-investor-buntu-nasib-pedagang-pasar-turi-tak-menentu
KESIMPULAN
BOT adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Pemerintah dan pihak investor melakukan perjanjian BOT Pasar Turi Surabaya yang
di dalam penerapan kontraknya pihak investor melakukan pelanggaran dalam hal status
stand/kios dari Hak Pakai menjadi strata title (Hak Milik). Untuk penyelesaian ini pemkot
harus berperan aktif dalam membantu hak-hak pedagang Pasar Turi Surabaya. Namun
hingga penelitian ini dilakukan usaha yang sudah para pihak lakukan belum mampu
mendapatkan hasil yang memuaskan semua pihak.
(INI BUKAN KESIMPULAN)
KESIMPULAN DARI PEMBAHASAN !!
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan


tentang Perjanjian BOT, Jakarta, 1997

DR. Budi Santoso, SH, MS, Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur Dengan
Model BOT, Genta Press, 2007

Lalu Hadi Adha, Kontrak Build Operate Transfer sebagai perjanjian kebijakan pemerntah
dengan pihak swasta, Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 Nomor 3 September 2011

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah.

(UU APA SAJA DI PAKAI ?? PP APA SAJA ?? PERMEN ?? )

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 248/KMK.04/1995 tentang


Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam
bentuk perjanjian BOT

JURNAL / ARTIKEL / MAKALAH


Arifah Alfiyanti, Gerakan Himpunan Pedagang Pasar Turi Surabaya Dalam
Memperjuangkan Hak-Hak Pedagang Pasar Turi, journal.unair.ac.id/gerakan-
himpunan-pedagang-pasar-turi-surabaya-dalam-memperjuangkan-hak-hak-
pedagang-pasar-turi-article-8088-media-80-category-8.html

Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang seimbang bagi para
pihak dalam perjanjian kredit di Bank Indonesia, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti,
2009

INTERNET
www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-serah

www.lensaindonesia.com/2016/03/15/menunggu-sikap-tegas-walikota-tri-rismaharini-
terkait-pasar-turi-baru.html

www.surabayapagi.com/19-kecurangan-cen-liang-yang-besok-dilaporkan-ke-walikota

www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id/investor-pasar-turi-surabaya-dilaporkan-
melakukan -penipuan
www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id/pemkot-surabaya-dukung-pedagang-
pasar-turi-laporkan-investor-ke-polda-jatim

www.beritaviral.club/bahas-kasus-pasar-turi-wali-kota-risma-penuhi-panggilan-dpr/
surabaya.tribunnews.com/2016/05/31/mediasi-pemkot-surabaya-dan-investor-buntu-nasib-
pedagang-pasar-turi-tak-menentu

Catatan:
1. Jumlah kata dalam abstrak antara 150-200 kata. (kurang)
2. pakai Back note ( Tomy, 2017:7) bukan catatan kaki/footnote
4.Kesimpulan juga difokuskan untuk diperbaiki.
5.buat power point 10 halaman untuk presentasi.

Anda mungkin juga menyukai