Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis politik hukum perjanjian pada perlindungan
hukum pedagang Pasar Turi Surabaya dalam Kasus Build Operate Transfer.
Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa banyak pedagang yang memiliki Buku Hak Pakai
Stan tidak dapat mendaftar di Pasar Turi Surabaya yang baru karena diharuskan
membayar seluruh harga stan untuk mendapatkan sertifikat strata title. Praktik semacam
ini dengan merubah status stan dari yang semula adalah Hak Guna menjadi Hak Milik
seperti ini menyalahi aturan. (ABSTRAK DITAMBAH)
Kata kunci : perlindungan, pedagang, perjanjian BOT, Surabaya
PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur oleh pemerintah berupa sarana dan prasarana sangat
penting bagi kemajuan ekonomi. Namun pemerintah memiliki kemampuan terbatas untuk
mewujudkan segala kebutuhan tersebut sehingga membutuhkan kerjasama dengan pihak
swasta demi tercapainya tujuan pembangunan. Maka dari itu dibuatlah perjanjian kerja
sama antara pemerintah sebagai penentu kebijakan, dengan swasta sebagai pihak yang
mewujudkan berlangsungnya pembangunan sarana dan prasarana.
Terdapat berbagai model atau tipe perjanjian kerja sama antara pemerintah dengan
swasta. Produk perjanjian tersebut umumnya disesuaikan dengan sistem pembiayaannya.
Build Operate Transfer (selanjutnya disebut BOT) merupakan salah satu model perjanjian
yang melibatkan dua pihak yaitu pengguna jasa, pada umumnya adalah pemerintah,
dengan penyedia jasa yaitu pihak swasta. Pengguna jasa memberikan kewenangan
kepada penyedia jasa untuk membangun infrastruktur dan mengoperasikannya selama
jangka waktu tertentu (disebut juga masa konsesi) dan penyedia jasa akan menyerahkan
infrastruktur tersebut kepada pengguna jasa bila masa konsesi telah habis.
Perjanjian tersebut telah diakui dalam Peraturan Perundang-Undanganan di
Indonesia. BOT dinyatakan di dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Dan Daerah disebutkan bahwa Bentuk
pemanfaatan barang milik Negara dan Daerah berupa sewa, pinjam pakai, kerja sama
pemanfaatan, Bangun Guna Serah (BOT), dan Bangun Serah Guna (BTO), atau kerja
sama penyediaan insfrastruktur
Perjanjian BOT juga telah diterapkan oleh Pemerintah Kota (selanjutnya disebut
Pemkot) Surabaya dalam menjalin kemitraan dengan pihak swasta, salah satunya adalah
kemitraan untuk pembangunan kembali Pasar Turi yang habis terbakar pada tahun 2007
silam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemkot Surabaya menjalin kemitraan dengan PT.
Gala Bumi Perkasa (selanjutnya disebut PT. GBP) sebagai pengembang. Pihak PT. GBP
diberi kewenangan untuk membangun Pasar Turi diatas tanah milik Pemkot Surabaya,
mengoperasikannya selama jangka waktu yang telah disepakati, dan menyerahkannya
kepada Pemkot Surabaya setelah masa konsesi habis.
Pembangunan mulai dilaksanakan oleh PT. GBP pada tahun 2011 dengan target
akan selesai pada tahun 2014. Pada kenyataannya pembangunan menghadapi berbagai
macam kendala sehingga tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Hal tersebut menimbulkan
keresahan bagi para pedagang Pasar Turi yang berharap untuk segera dapat menempati
stan dan kembali berdagang di pasar yang baru. Ditambah lagi pihak pengembang
mengharuskan pedagang Pasar Turi untuk membeli stan dan bukannya menyewa, serta
pemaksaan untuk melunasi angsurannya sebelum bangunan pasar siap beroperasi. Hal
tersebut tentu bertentangan dengan konsep BOT karena bangunan tersebut nantinya akan
diserahkan kepada Pemkot Surabaya sehingga seluruh stan yang ada di dalamnya adalah
Hak Milik Pemkot Surabaya dan para pedagang adalah sebagai pihak penyewa (Arifah
Alfiyanti, 2017).
PEMBAHASAN
PENGATURAN BOT
1. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan BOT
BOT pertama kali ditemukan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan
positif Indonesia adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tanggal 2
Juni 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan
kerjasama dalam bentuk perjanjian BOT. Pengaturan ini pada dasarnya lebih
menitikberatkan pada pengaturan pajak penghasilan dan bukan mengenai prosedur atau
pelaksanaan perjanjian BOT.
Tahun 2001, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah menerbitkan Keputusan
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang pedoman
pengelolaan barang daerah. Keputusan ini tidak menggunakan istilah BOT, tetap
menggunakan istilah pengguna usahaan untuk merajuk pada pengertian yang sama.
Pada saat berlakunya Keputusan Menteri ini, seluruh Kepala Daerah di seluruh Indonesia
diberikan keleluasaan dalam mengadakan perjanjian BOT dengan pihak lain. Hal ini tentu
saja sangat rawan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam pengelolaan
barang milik daerah karena:
a) Tidak ada keseragaman dalam pelaksanaan BOT di antara daerah-daerah di
Indonesia, baik mengenai syarat, prosedur maupun tata laksananya;
b) Ketidakseragaman tersebut menimbulkan tidak optimalnya pengawasan atas
pelaksanaan BOT di seluruh daerah Indoneia;
c) Rawan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme karena memberikan kekuasaan
dan kewenangan yang sangat luas kepada Kepala Daerah.
1 www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 4
Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah
(BOT), maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara pemilik yang menguasai
tanah dengan investor penyandang dana.
Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (BOT) kurang lebih: 2
a. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan dengan atau tanpa teknologi
tertentu yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut
sebagai bangunan komersial
b. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif
lama, untuk tujuan:
1) Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem
telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya
2) Pembangunan properti, seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan
sebagainya
3) Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk
menghasilkan produk tertentu.
Perjanjian sistem bangun guna serah (BOT) terjadi dalam hal, jika: 3
a. Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu
bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada
investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.
b. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak
mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan
ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat berdirinya
bangunan komersial tersebut
c. Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain
dan setelah pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya
untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik
tanah berhak atas fee tertentu.
d. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah
kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya. (Pasal 62 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung).
e. Perjanjian kerjasama ini merupakan bentuk perjanjian kerjasama antara
pemegang hak atas tanah dengan investor, pemegang gak atas tanah
memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa
perjanjian, setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan
atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah. Bangunan yang
didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat
perbelanjaan, rumah toko, hotel dan atau bangunan lainnya.
2 www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 6
3www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 6
3. Kedudukan Perjanjian BOT dalam Hukum Perdata Indonesia
BOT adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. (Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah )
BOT (dibangun, dioperasikan, diserahkan) adalah tanah pemerintah dibangun oleh
pihak kedua dan setelah pembangunan selesai, bangunan tersebut dioperasikan oleh
pihak kedua yang bersangkutan untuk jangka waktu tertentu. Tanah dan bangunan
tersebut harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Daerah pemilik tanah setelah
berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.
Pelaksanaan BOT wajib dilakukan melalui sesuai perjanjian, dan perjanjian tersebut
disebut dengan perjanjian bangun guna serah dengan alasan sebagai berikut:
a) Pasal 36 ayat 5 PP 27 Tahun 2014 mengenai BGS atau BSG dilaksanakan
berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. Obyek BGS atau BSG;
c. Jangka waktu BGS atau BSG
d. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian
b) Pelaksanaan BOT memenuhi unsur-unsur perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH
Perdata sebagai berikut:
1) Adanya suatu perbuatan;
2) Antara sekurangnya dua pihak (jadi dapat lebih dari dua pihak);
3) Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji
tersebut.
Pemerintah memilih pelaksanaan program BOT adalah untuk mendapatkan
pendanaan dari pihak swasta serta sumber daya yang kompeten dalam bidang
pengembangan infrastruktur. Investasi uang selalu sebanding dengan resiko dan tingkat
laba atas investasi; resiko lebih tinggi jika secara ekonomi proyek tersebut tidaklah
ekonomis. Dalam keadaan seperti ini negoisasi untuk pengaturan ekuitas-utang dengan
penghindaran resiko bisa saja memakan waktu yang lama, membuat proyek BOT lebih
mahal daripada jika pemerintah mengerjakan proyek itu sendiri. Jadi, ketika proyek
dianggap tidak ekonomis, pemerintah harus mempertimbangkan mengerjakan proyek
sendiri atau setidaknya melakukan investasi publik tertentu dalam proyek BOT. Dengan
kata lain, Perjanjian BOT muncuk untuk mengisi kekosongan hukum yang ada yaitu
pemerintah merasa lebih diuntungkan dengan memberikan pengelola tanah pemerintah
kepada pihak lain untuk selanjutnya dikembalikan kepada pemerintah dalam kondisi dan
sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.
Di sisi lain, perjanjian BOT sebagai salah satu dari sekian banyak perjanjian tidak
bernama muncul dengan dilandasi asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan
berkontrak merupakan asas yang universal sifatnya, artinya dianut oleh hukum perjanjian
di semua negara pada umumnya. (Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit di Bank Indonesia,
hlm 22)
Kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak yang terlibat dalam suatu
perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari perjanjian tersebut,
tanpa campur tangan pihak lain. (Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang seimbang bagi para pihak dalam perjanjian kredit di Bank Indonesia,
hlm 12)
Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak menemukan dasar
hukumnya pada rumusan Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi: Untuk sahnya
perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat yaitu:
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) Suatu pokok persoalan tersebut;
4) Suatu sebab yang tidak dilarang.
Dengan demikian, terbukti bahwa perjanjian BOT adalah perjanjian yang telah
mendapatkan dasar eksistensi dan landasan prinsip yang sah sehingga menjadi suatu
jenis perjanjian baru di lapangan hukum perdata Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa
perjanjian secara umum dan perjanjian BOT secara khusus memiliki peran yang sangat
penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perjanjian dapat mengisi
kekosongan hukum dan dapat menjadi solusi alternatif terhadap suatu masalah yang ada.
4 www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-
serah, hal 4
A. Perlindungan Hukum Pedagang Pasar Turi Surabaya Dalam Kasus Build
Operate Transfer
1. Dampak Permasalahan Pedagang Pasar Turi Surabaya
Kebakaran Pasar Turi Surabaya terjadi pada 9 September 2007 yang melanda tahap
II dan IV. Ketika itu, seluruh gedung Pasar Turi terbakar dan hanya menyisakan Pasar Turi
tahap III yang tidak terbakar. Setelah ke tiga tahap Pasar Turi telah habis dilalap api,
kebakaran kembali terjadi pada 16 September 2009 yang menghabiskan seluruh
bangunan tahap III.
Akhirnya dua tahun setelah kebakaran terjadi, Pemerintah Kota Surabaya berencana
untuk melakukan pembangunan kembali stand Pasar Turi Baru agar para pedagang bisa
berjualan kembali. Dan seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya pada Oktober 2011 di
mulailah tahap pertama pembangunan gedung Pasar Turi Baru. Pada proyek ini
pemerintah bekerja sama dengan PT. Gala Bumi Perkasa sebagai pengembang
pembangunan Pasar Turi Baru, namun yang memenangkan tender adalah PT. Gala Mega
Investment. Rencana pembangunan dimulai pada tahun 2011, dengan design dan layout
yang berbeda dan lebih bagus dari Pasar Turi lama, karena Pasar Turi Baru ini nantinya
akan dijadikan pusat perbelanjaan grosir terbesar se-Asia, namun pembangunan yang
berjalan tidak semudah yang dibayangkan oleh para pedagang yang berharap untuk
segera bisa berjualan kembali di Pasar Turi Baru jika sudah jadi nanti.
Berbagai macam problem dan masalah mulai bermunculan terhadap pembangunan
Pasar Turi Baru ini. Diantaranya adalah sistem penjualan stand dengan metode strata title
atau hak milik stand yang dilakukan oleh pihak investor yaitu PT. Gala Bumi Perkasa.
Selain itu adanya sistem pemaksaan dari para investor terhadap pedagang untuk segera
melunasi angsuran stand yang sudah dibeli. Padahal dalam kerjasama awal lahan tersebut
adalah milik Pemkot Surabaya dan status stand hanya Hak Pakai. 5
Berdasarkan Pasal 21 perjanjian kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan PT.
GBP mengenai hak atas stand/kios menyatakan:
(1) Setiap pembeli stand/kios akan diberikan Hak Pakai stand selama jangka waktu
pengelolaan pada perjanjian ini dan dapat diperjanjang sesuai ketentuan yang
berlaku;
(2) Setiap pedagang yang membeli stand/kios akan diberikan Buku Hak Pakai stand
yang akan diterbitkan oleh Pihak Kedua dan diketahui oleh Pihak Pertama;
(3) Penyerahan buku stand kepada pembeli stand/kios, dilakukan setelah seluruh
kewajiban pembayaran dilunasi
Permasalahan lainnya adalah banyak pedagang pemilik Buku Hak Pakai stand yang
tidak bisa mendaftar karena diharuskan membayar penuh dan akan ditempatkan di lantai 4
dan lantai 6 Pasar Turi Surabaya. Hal tersebut tidak sesuai dengan perjanjian antara
Pemkot Surabaya dan Investor yang diatur di dalam Pasal 19 ayat (5) perjanjian
kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan PT. GBP. Patut diduga investor ingin memiliki
sekaligus menghilangkan hak-hak para pedagang lama atas stand yang
ditolak.pendaftarannya dengan berbagai alasan. 6
5 www.lensaindonesia.com/2016/03/15/menunggu-sikap-tegas-walikota-tri-rismaharini-terkait-
pasar-turi-baru.html
Dampak dari permasalahan ini adalah kondisi psikis para pedagang yang terganggu
dengan pemaksaan pelunasaan pembelian stand pasar turi terhadap praktek pembelian
stand di Pasar Turi menimbulkan masalah pada pedagang pasar turi dengan dideritanya
secara materiil dan imateriil. Dengan tidak adanya kepastian hukum terhadap pedagang,
maka Pemkot Surabaya sepakat dan mendukung pedagang Pasar Turi Surabaya yang
hendak melaporkan PT. Gala Bumi Perkasa sebagai investor antara lain:
1) Gugatan pedagang Pasar Turi Surabaya kepada PT. Gala Bumi Perkasa atas
penggelapan dan penipuan kepada pedagang.
Dalam bukti surat laporan Nomor LP/103/I/2015/UM/SPKT Polda Jatim tertanggal 21
Januari 2015, pelapor adalah Abdul Habir, warga Taman Sidoarjo, selaku kuasa pelapor.
Bukti yang dilampirkan saat melapor adalah bukti pembayaran sertipikat Rp. 10 juta, bukti
pembayaran 5% BPHTP dan bukti pembayaran pajak 10% oleh pedagang, yang sampai
sekarang belum ada bukti bahwa pajak itu dibayarkan ke kas Negara. Dijelaskan, dalam
kasus ini pihak investor telah menarik biaya untuk penerbitan sertipikat hak milik atas
rumah susun (Pasar Turi) dan BPHTP, padahal sesuai dengan perjanjian BOT antara
investor dengan Pemkot Surabaya, tidak akan mengkin terbit sertipikat hak milik atas
rumah susun karena pasar turi bukan rumah susun. yang boleh dijual adalah hak pakai
sehingga pemungutan biaya-biaya itu jelas melanggar hukum.
Pembayaran oleh pedagang sudah dilakukan sejak awal tahun 2013. Ada pedagang
yang langsung membayar, ada juga yang bertahap. Sampai sekarang sudah ada sekitar
90% pedagang yang membayar lunas. 7 Menurut Pengacara pedagang Pasar Turi
Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana, banyak sekali kesalahan yang dilakukan oleh investor.
Salah satunya investor selalu menarik uang secara illegal dari pedagang di luar harga
stand. Beberapa tarikan investor, antara lain: pemasangan smart card dikenai biaya Rp.
1,5 juta, pemasangan plafon Rp. 1 juta untuk per meter persegi, masukkan meja Rp. 5
juta, listrik semula 900 watt turun menjadi 150 watt. 8
2) Sidang gugatan antara Pemkot Surabaya kepada PT. Gala Bumi Perkasa sebagai
pengelola Pasar Turi Baru dengan Nomor 296/Pdt.G/2016/PNSby. 9 Mediasi perdamaian
gugatan ini buntu.10
6 www.surabayapagi.com/19-kecurangan-cen-liang-yang-besok-
dilaporkan-ke-walikota
7 www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id /investor-pasar-turi-
surabaya-dilaporkan-melakukan -penipuan
8 www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id /pemkot-surabaya-dukung-
pedagang-pasar-turi-laporkan-investor-ke-polda-jatim
9 www.beritaviral.club/bahas-kasus-pasar-turi-wali-kota-risma-penuhi-
panggilan-dpr/
10 surabaya.tribunnews.com/2016/05/31/mediasi-pemkot-surabaya-
dan-investor-buntu-nasib-pedagang-pasar-turi-tak-menentu
KESIMPULAN
BOT adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain
dengan cara mendirikan bangunan atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati,
untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Pemerintah dan pihak investor melakukan perjanjian BOT Pasar Turi Surabaya yang
di dalam penerapan kontraknya pihak investor melakukan pelanggaran dalam hal status
stand/kios dari Hak Pakai menjadi strata title (Hak Milik). Untuk penyelesaian ini pemkot
harus berperan aktif dalam membantu hak-hak pedagang Pasar Turi Surabaya. Namun
hingga penelitian ini dilakukan usaha yang sudah para pihak lakukan belum mampu
mendapatkan hasil yang memuaskan semua pihak.
(INI BUKAN KESIMPULAN)
KESIMPULAN DARI PEMBAHASAN !!
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
DR. Budi Santoso, SH, MS, Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur Dengan
Model BOT, Genta Press, 2007
Lalu Hadi Adha, Kontrak Build Operate Transfer sebagai perjanjian kebijakan pemerntah
dengan pihak swasta, Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 Nomor 3 September 2011
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang seimbang bagi para
pihak dalam perjanjian kredit di Bank Indonesia, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti,
2009
INTERNET
www.herliansyah313.blogspot.co.id/2016/01/perjanjian-bangun-guna-serah
www.lensaindonesia.com/2016/03/15/menunggu-sikap-tegas-walikota-tri-rismaharini-
terkait-pasar-turi-baru.html
www.surabayapagi.com/19-kecurangan-cen-liang-yang-besok-dilaporkan-ke-walikota
www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id/investor-pasar-turi-surabaya-dilaporkan-
melakukan -penipuan
www.perjuanganpedagangpasarturi.blogspot.co.id/pemkot-surabaya-dukung-pedagang-
pasar-turi-laporkan-investor-ke-polda-jatim
www.beritaviral.club/bahas-kasus-pasar-turi-wali-kota-risma-penuhi-panggilan-dpr/
surabaya.tribunnews.com/2016/05/31/mediasi-pemkot-surabaya-dan-investor-buntu-nasib-
pedagang-pasar-turi-tak-menentu
Catatan:
1. Jumlah kata dalam abstrak antara 150-200 kata. (kurang)
2. pakai Back note ( Tomy, 2017:7) bukan catatan kaki/footnote
4.Kesimpulan juga difokuskan untuk diperbaiki.
5.buat power point 10 halaman untuk presentasi.