Oleh karena itu jikalau penghadap menerangkan suatu hal yang sesuai
dengan yang tercantum dalam RUPS dibawah tangan, padahal dia tahu
bahwa hal tersebut tidak benar, maka menurut penulis penghadap
tersebut telah memberikan keterangan palsu.
Sekali lagi menurut penulis fungsi Premisse dalam suatu Akta Otentik
adalah sangat penting dan sangat strategis baik bagi para pihak maupun
bagi notaris.
Bukan hanya sekedar sebagai rangkaian kalimat yang memperjelas isi
akta atau memuat penjelasan yang bersifat
pertimbangan dibuatnya akta tersebut, namun justru kalimat pertama
dari Premisse itulah yang membuat Notaris tidak dapat didakwa sebagai
turut serta dalam melakukan suatu tindak pidana ( Dengan catatan :
Notaris tersebut telah benar-benar melakukan tugas jabatannya sesuai
dengan UU dan Kode Etik jabatan, baca juga artikel penulis mengenai
kedudukan Notaris di http://notarissby.blogspot.com/2008/03/apakah-
notaris-tunduk-pada-prinsip.html), karena dari kalimat : Para penghadap
menyatakan dan menerangkan ...dst adalah bukti bahwa Notaris disini
fungsinya hanya untuk mengkonstatir dari maksud dan kehendak para
pihak bukan sebagai pihak yang ikut serta dalam perbuatan hukum yang
dilakukan oleh para pihak, demikianlah wejangan dosen penulis
almarhum Tan A Sioe pada waktu memberikan kuliahnya Pembuatan Akta
Umum.
Pasal 1336 KUHPdt : “Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu
sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab yang lain (“yang
diperbolehkan”, catatan dari penulis) daripada yang dinyatakan,
persetujuannya namun demikian adalah sah.”
Jadi suatu sebab yang halal dalam suatu persetujuan yang tertulis akan
di”tempat”kan di bagian Premisse.
Kesimpulan :
Fungsi Premisse dalam Akta Otentik sangat penting dan strategis karena
memuat :
1. Minuta akta
2. Originali akta
8 Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei disebutkan bahwa
terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterei.
Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli) tidak
berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi
persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah
karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan
oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat
bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.
9.a) Renvoi adalah pembetulan yang berupa penggantian, penambahan, pencoretan, penyisipan
pada akta otentik yang belum ditandatangani. Penggantian, penambahan, pencoretan, penyisipan
kata, huruf, atau angka, dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang
tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi kiri Akta.
Saat artikel ini ditulis ketentuan renvoi di atur dalam undang-undang nomor 2 tahun 2014 pasal 48 -
pasal 50 tentang perubahan atas undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.
Renvoi dinyatakan sah apabila telah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap,
saksi, dan notaris.
Jika setelah akta ditandatangani ada kesalahan yang sifatnya tidak substansial seperti salah
penulisan huruf, maka notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan penulisan tersebut.
Pembetulan tersebut harus dilakukan di hadapan penghadap, saksi, dan notaris bersangkutan yang
kemudian dituangkan dalam “berita acara pembetulan”. Salinan berita acara pembetulan tersebut
kemudian harus disampaikan kepada para pihak. Apabila notaris tidak melakukan pembetulan atas
kesalahan tersebut, maka mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi para pihak yang menderita kerugian untuk
menuntut penggantian biaya dan ganti rugi kepada notaris
9b)
10) 1. Legalisasi
Artinya, dokumen/surat yang dibuat di bawah tangan tangan tersebut ditanda-tangani di
hadapan notaris, setelah dokumen/surat tersebut dibacakan atau dijelaskan oleh Notaris yang
bersangkutan. Sehingga tanggal dokumen atau surat yang bersangkutan adalah SAMA
dengan tanggal legalisasi dari notaris. Dengan demikian, notaris menjamin keabsahan tanda-
tangan dari para pihak yang dilegalisir tanda-tangannya, dan pihak (yang bertanda-tangan
dalam dokumen) karena sudah dibacakan dan dijelaskan oleh notaris tentang isi surat
tersebut. Para pihak yang menanda-tangani surat tersebut tidak bisa menyangkal dan
mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak tahu ataupun tidak mengerti isi dari
dokumen/surat yang ditanda-tanganinya tersebut.
2. Register (Waarmerking)
Artinya, dokumen/surat yang bersangkutan di daftarkan dalam buku khusus yang dibuat oleh
Notaris pada tanggal tertentu. Biasanya hal ini ditempuh apabila dokumen/surat tersebut
sudah ditanda-tangani terlebih dahulu oleh para pihak, sebelum di sampaikan kepada notaris
yang bersangkutan. Jadi tanggal surat bisa saja TIDAK SAMA dengan tanggal pendaftaran.
10.) Akta yang di Legalisasi adalah akta yang biasa dibuat di bawah tangan (isinya bukan
dibuat oleh Notaris walaupun pada prakteknya Notaris yang punya draf atau yang
mengetikkan dan mencetaknya) yang dibawa dan dibacakan/dijelaskan serta ditandatangani
di depan Notaris dan kemudian dicatatkan dalam buku daftar dengan memberi nomor.
Dalam hal ini Notaris tidak bertanggungjawab terhadap isi aktanya, Notaris hanya menjamin
tanggal dan orang/pihak yang menandatanganinya adalah orang yang cakap dan
berwenang.
Akta yang di Waarmerk adalah akta yang dibuat di bawah tangan yang dibawa di depan
Notaris dan sudah ditandatangani oleh para pihak dan kemudian dicatatkan di dalam buku
daftar dengan memberi nomor.
Dalam hal ini Notaris hanya menjamin tanggal dari akta itu saj
Jika ditinjau dari sudut kekuatan hukumnya untuk pembuktian, maka tentu saja lebih kuat
Legalisasi daripada Register (Waarmerking).
Untuk dokumen-dokumen tertentu yang akan digunakan sebagai kelengkapan suatu proses
pengalihan kepemilikan hak atas suatu kebendaan atau hak-hak lainnya, mutlak yang diminta
haruslah dalam bentuk LEGALISASI. Misalnya: surat persetujuan dari ahli waris untuk
menjaminkan tanah dan bangunan, atau surat persetujuan isteri untuk menjual tanah yang
terdaftar atas nama suaminya, surat kuasa menjual dan lain sebagainya. Kalau surat/dokumen
tersebut tidak dilegalisir oleh notaris, maka biasanya dokumen tersebut tidak dapat diterima
sebagai kelengkapan proses Hak Tanggungan atau jual beli yang dimaksud. Terpaksa pihak
yang bersangkutan harus membuat ulang persetujuan dan melegalisirnya di hadapan notaris
setempat.
Jadi, kesimpulannya, walaupun ada cap notaris dan tanda-tangan Notaris, belum tentu
dokumen/surat tersebut sudah legalisasi oleh notaris ya….
*****