Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AIK STUDI AL QURAN


Corak Penafsiran Al Quran
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah AIK Studi Al Quran

DI SUSUN OLEH :

SITI NUR FADILAH (150621001)

GHINA NADHIVA (150621011)

Semester : 3 (Tiga)

Dosen Pengampu : Siti Hajar, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis limpahkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat,
hidayah, kasih sayang serta pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Tak lupa sholawat serta salam Penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat, semoga selalu dapat
menuntun Penulis pada ruang dan waktu yang lain.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah AIK Studi Al-quran di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Cirebon, yang berjudul
Corak Penafsiran Al-quran.

Untuk menyelesaikan makalah ini, Penulis mendapatkan bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan makalah
ini dengan baik.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan bila terdapat
kekurangan dalam pembuatan laporan ini Penulis mohon maaf, karena Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Cirebon, 06 November 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.1
1.2 Rumusan Masalah1
1.3 Tujuan Penulisan..1

1.4 Metode Penulisan.2


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Corak Penafsiran Al-Quran..... 3
2.2 Macam Macam Corak Penafsiran Al-Quran...4
2.2.1 Tafsir Bercorak Shufi ... .4
2.2.2 Tafsir Bercorak Fiqhi .6
2.2.3 Tafsir Bercorak Falsafi9
2.2.4 Tafsir Bercorak Ilm.11
2.2.5 Tafsir Bercorak Adab Ijtim (sosial masyarakat)..14
2.2.6 Tafsir Bercorak Lughaw..15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................
3.2 Saran......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Al-Quran turun secara langsung dari Allah SWT ke Lauh Mahfudz yang merupakan
suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti dan turun ke dunia
secara berangsur-angsur melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur`an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW, terbukti mampu menampakkan sisi
kemukjizatannya yang luar biasa, bukan hanya pada eksistensinya yang tidak pernah rapuh,
tetapi juga pada ajarannya yang telah terbukti sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga
ia menjadi referensi bagi umat manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia. Al-Qur`an
tidak hanya berbicara tentang moralitas dan spritualitas, tetapi juga berbicara tentang ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia.
Al-Qur`an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan
menggunakan Bahasa Arab yang sempurna. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
dasar-dasar akidah, kaidah-kaidah hukum, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan
yang lurus dalam berpikir dan berbuat. Akan tetapi penjelasan itu tidak dirinci oleh Allah
SWT, sehingga munculah banyak penafsiran, terutama terkait dengan susunan kalimat yang
singkat dan sarat makna.
Banyak ulama tafsir yang telah menulis beberapa karya tentang corak penafsiran al-
Qur`an. Dari para ulama itu munculah berbagai macam corak penafsiran dalam rangka
menyingkap pesan-pesan al-Qur`an secara optimal sesuai dengan kemampuan dan kondisi
sosial mereka.
Namun, dalam makalah ini, kami akan mencoba menjelaskan tentang corak-corak
penafsiran, diantaranya: Tafsir bercorak Sufi, Tafsir bercorak Fiqh, Tafsir bercorak Falsaf,
Tafsir bercorak Ilm, Tafsir bercorak Adab Ijtim (sosial masyarakat), Tafsir bercorak
Lughaw, dan Tafsir bercorak Teologi.
2 Rumusan Masalah
1 Apakah yang dimaksud dengan corak penafsiran Al-Quran?
2 Apa sajakah macam-macam corak penafsiran Al-Quran?
3 Tujuan Penulisan
1 Untuk mengetahui pengertian corak penafsiran Al-Quran.
2 Untuk mengetahui macam-macam corak penafsiran Al-Quran
.

1
4 Metode Penulisan
Metode penelitian yang saya gunakan untuk mencari sumber-sumber pembuatan
makalah ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari beberapa situs di internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian corak penafsiran Al-Quan


Tafsir Al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang
bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan),
menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang
tidak di pahami dan samar. Corak penafsiran dalam literatur sejarah tafsir biasanya
diistilahkan dalam bahasa Arab yaitu al-laun yang berarti dasarnya warna. Istilah ini pula di
gunakan Azzahaby dalam kitabnya At-Tafsir Wa-al-Mufassirun. Berikut potongan ulasan
beliau ( .) (Tentang corak-corak penafsiran di abad modern.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia corak memiliki beberapa makna, diantaranya corak
bermakna bunga atau gambar (ada yang berwarna-warna) pada kain (tenunan, anyaman dan
sebagainya), juga bermakna berjenis-jenis warna pada warna dasar (kain, bendera dan lain-
lain), serta bermakna sifat (paham, macam, bentuk) tertentu, Corak yang dimaksud di sini
ialah nuansa khusus atau sifat khusus yang memberikan warna tersendiri pada tafsir. Warna
adalah setiap sesuatu yang dapat membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini
berarti kata warna dalam bahasa Arab juga bermakna jenis dan kekhasan dalam sesuatu
Sedangkan kata tafsir berasal dari kata al fasr yang artinya adalah menjelaskan dan
mengungkapkan makna Tafsir al-Qur`an sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan
maksud dan kandungan ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi.
Corak penafsiran al-Qur`an adalah hal yang tak dapat dihindari. Berbicara tentang
karakteristik dan corak sebuah tafsir, di antara Para Ulama membuat pemetaan dan
kategorisasi yang berbeda-beda. Ada yang menyusun bentuk pemetaannya dengan tiga arah,
yakni; pertama, metode (misalnya; metode ayat antar ayat, ayat dengan hadis, ayat dengan
kisah Israiliyyat), kedua, teknik penyajian (misalnya; teknik runtut dan topical), dan ketiga,
pendekatan (misalnya; fiqh, falsaf, sufi dan lain-lain).
Dari pengertian mengenai corak dan tafsir maka dapat disimpulkan bawa corak tafsir
adalah ragam, jenis dan kekhasan suatu tafsir. Dalam pengertian yang lebih luas Corak
Tafsir adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan
salah satu bentuk ekspresi intelektual seseorang mufassir, ketika ia menjelaskan maksud-
maksud ayat al-Quran. Penggolongan suatu tafsir pada suatu corak tertentu bukan berarti ia
hanya memiliki satu ciri khas saja. Setiap seorang mufasir menulis sebuah kitab tafsir
sebenarnya telah menggunakan banyak corak dalam tafsirnya tersebut, namun tetap saja ada

3
corak dominan yang ada pada hasil karyanya tersebut. Sehingga corak yang dominan inilah
yang menjadi dasar penggolongan tafsir tersebut.

Sumber : (https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Alquran)

2.2 Macam-macam corak penafsiran Al-Quran


Quraish Shihab, mengatakan bahwa corak penafsiran yang dikenal selama ini, antara
lain: corak sastra bahasa, corak filsafat, corak teologi, corak penafsiran ilmiah, corak fiqih
atau hukum, corak tasawuf, dan corak sastra budaya. Sedangkan disini kami menjelaskan ada
tujuh corak penafsiran yang relative digunakan para Mufasir dalam menafsirkan Al-Qur`an,
walaupun seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan timbulnya corak-
corak baru dalam ruang lingkup penafsiran al-Qur`an, diantara enam corak itu adalah:
2.2.1 Tafsir Bercorak Shufi
2.2.1.1 Pengertian
Tafsir sufi adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi atau ahli tasawuf. Tasawuf itu
sendiri secara harfiah berarti mensucikan. Tafsir bercorak sufi ialah tafsir dengan
kecenderungan menta`wilkan al-Qur`an selain dari apa yang tersirat, dengan berdasarkan
isyarat-isyarat yang nampak pada ahli ibadah.
2.2.1.2 Karakteristik
Corak tafsir shufi ini terdiri dari dua cabang yaitu penafsiran aliran tasawuf teoritis dan aliran
tasawuf praktis.
2.2.1.2.1 Tasawuf teoritis
Tasawuf teoritis, yakni tasawuf yang didasarkan atas hasil pembahasan dan studi yang
mendalam. Dari kalangan tokoh-tokoh tasawuf lahir ulama yang mencurahkan waktunya
untuk meneliti, mengkaji, memahami dan mendalami al-Qur`an dengan sudut pandang sesuai
dengan teori-teori tasawuf mereka. Mereka menta`wilkan ayat-ayat al-Qur`an dengan tidak
mengikuti cara-cara untuk menta`wilkan ayat al-Qur`an dan menjelaskannya dengan
penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh
dalil Syari serta terbukti kebenarannya dalam bahasa Arab, yaitu dalam bab perihal Isyarat.
Mereka berkeyakinan bahwa pengertian tekstual sama sekali bukanlah yang dikehendaki
(pengertian batin, bukan tektual, itulah yang dikehendaki). Oleh karena demikianlah
keyakinan aliran Bathiniyah yang ekstrim, maka mereka sampai menafikan syariat secara
keseluruhan. Beberapa tokoh sufi tidaklah bersifat demikian, Lebih jauh Al-Alusy berkata:
Tidaklah sepantasnya bagi orang yang kemampuannya terbatas dan keimanannya belum

4
mendalam mengingkari bahwa Al-Qur`an mempunyai bagian-bagian batin yang
dilimpahkan oleh Allah yang Maha Pencipta dan Maha Pelimpah batin-batin hamba-Nya
yang dikehendaki.
2.2.1.2.2 Tasawuf praktis
Tasawuf praktis, yakni tasawuf yang dihasilkan oleh praktik gaya hidup zuhud dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah. Mereka benar-benar menerapkan sikap di atas untuk
hidup, mereka bersikap zuhud di alam kehidupan dunia dan selalu bersiap diri menghadapi
kehidupan di akhirat.
Dari pembagian kelompok tasawuf tersebut tampak mulai adanya ketidakmurnian
dalam tasawuf, orang-orang yang bukan ahlinya mencoba mempelajari tasawuf dengan
landasan ilmu yang dianutnya.Sehingga hal tersebut sangat berpengaruh pada bidang lainnya
seperti fiqih, hadis dan tafsir. Pada masa ini pula bermunculan istilah-istilah seperti khauf,
mahabbah, marifah, dan lain sebagainya. Dan sejak itu pula selanjutnya tasawuf telah
menjadi lembaga atau disiplin ilmu yang mewarnai khazanah keilmuan dalam Islam, seperti
halnya filsafat, hukum dan yang lainnya.
Perkembangan pemikiran Islam, khususnya dalam dimensi penafsiran terhadap ayat-
ayat al-Quran memunculkan corak penafsiran sufi. Maka tidaklah mengherankan bila corak
penafsiran semacam ini memang bukan hal yang baru, bahkan telah dikenal sejak awal
turunnya al-Qur`an kepada Rasulullah SAW, sehingga dasar yang dipakai dalam penafsiran
ini umumnya juga mengacu pada penafsiran al-Qur`an melalui sumber-sumber Islam yang
disandarkan kepada Nabi SAW, para sahabat, dan pendapat kalangan Tabiin.
Dalam perjalanannya, tafsir ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1) Tafsir Sf Isyr, yaitu penafsiran al-Qur`an dalam bentuk ta`wil, yakni penafsiran yang
bersifat batini. Penafsiran ini dapat diuji validitasnya ketika dibuktikan kesesuaiannya
antara penafsiran yang batini dengan kenyataan lahiriah.
2) Tafsir Sf Nadzar, yaitu tafsir yang dibangun atas premis-premis ilmiah yang diterapkan
dalam penafsiran al-Qur`an. Sedangkan Tafsir Sf Isyr tidak dibangun atas dasar
premis-premis ilmiah. Ia dibangun atas dasar riydhah rhiyyah, yaitu latihan-latihan
spiritual yang dilakukan seorang sufi hingga ia mencapai tingkat menemukan petunjuk
melalui hati nuraninya (inkisyaf).
Ada beberapa kriteria tafsir sufi yang diterima yaitu :
1) Tidak menafikan penafsiran lahiriah
2) Ada kesaksian syari yang menguatkan penafsiranya
3) Tidak bertentangan dengan hukum dan akal

5
4) Ada kesadaran bahwa Tafsir Isyr itu bukan satu satunya yang di maksud Al Qur`an.
Salah satu contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi adalah:
1) Tafsr al-Qur`n al-Karm, karya Sahl al-Tustar (w.283 H);
2) Haqiq al-Tafsr, karya Abu Abd al-Rahman al-Sulam (w.412 H);
3) Lathif al-Isyrah, karya al-Qusyairi, dan
4) Aris al-Bayn f Haqiq al-Qur`n, karya al-Syiraz (w.606).
2.2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir sufistik
Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Sufi Tafsir sufi termasuk dalam kategori tafsir Ilmy.
2.2.1.3.1 Kelebihan Tafsir Sufi ruang lingkup yang luas
Metode analisis mempunyai ruang lingkup yang termasuk luas. Metode ini dapat
digunakan oleh mufassir dalam dua bentuknya; matsur dan ray dapat dikembangkan dalam
berbagai penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing mufassir.
2.2.1.3.2 Kekurangan Tafsir Sufi memuat berbagai ide
Metode analitis relatif memberikan kesempatan yang luas kepada mufassir untuk
mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam menafsirkan al-Quran. Itu berarti, pola
penafsiran metode ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam dalam bentuk mufassir
termasuk yang ekstrim dapat ditampungnya.
2.2.2 Tafsir bercorak fiqhi
2.2.2.1 Pengertian
Tafsir fiqhi, yaitu penafsiran al-Quran yang dilakukan oleh tokoh suatu
madzhab untuk dijadikan sebagai dalil atas kebenaran madzhabnya. Tafsir fiqhi banyak
ditemukan dalam kitab-kitab fikih dari berbagai madzhab yang berbeda.
Tafsir fiqhi yaitu penafsiran ayat-ayat Al-Quranyang khusus mengandung hukum-
hukum amaliyah bagi seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Tafsir fiqhi muncul
bebarengan dengan lahirnya tafsir al-matsur, dan sama-sama dinukilkan oleh Nabi SAW
tanpa perbedaan antara keduanya.
2.2.2.2 Karakeristik
Tafsir fighi muncul berbarengan dengan lahirnya al-Tafsir bi al-Matsur, dan sama-
sama dinukilkan oleh Nabi Muhammad SAW tanpa perbedaan antara keduanya. Pada masa
lahirnya mazhab fikih yang empat dan lainnya. Tatkala menemukan kemsulitan dalam
memahami Al-Quran, para sahabat bertanya kepada Nabi pun menjawab dengan
dikategorikan sebagai tafsir bi al-matsur juga dikategorikan sebagai tafsir fiqih.
Tafsir Fiqih semakin berkembang seiring dengan majunya itensitasijtihad. Pada
awalnya, penafsiran-penafsiran fiqih terlepas dari ontaminasi hawa nafsu dan motivasi-

6
motivasi negatif. Pada masa lahirnya mazhab fikih banyak muncul masalah-masalah baru
yang belum ada ketentuan hukumnya pada masa ulama terdahulu. Karena hal tersebut belum
pernah terjadi pada zaman mereka, maka para imam pada zaman ini terpasa harus
memecahkan persoalan-persoalan baru tersebut dengan merujuk langsung kepada Al-Quran
dan al-Sunnah serta sumber hukum lainnya.
Oleh karena itu kita menemukan beberapa karya tafsir al-quran di kalangan Ahl
Sunnah yang semula obyektif kemudian terpengaruh juga oleh fanatisme mazhab. Di
kalangan mazhab al-zhahir terdapat pula tafsir al-fiqhi yang berdasarkan kepada pengertian
zhahir ayat-ayat al quran.
Tafsir Fiqhi ini tersebar luas di berbagai kitab fikih yang dikarang oleh tokoh berbagai
mazhab. Setelah masa kodifikasi, banyak ulama menulis karya tafsir fiqhi sesuai dengan
pandangan mazhab mereka. Diantara kitab-kitab tafsir yang bercorak fiqhi ini adalah: Ahkam
al-Quran, oleh al-Jash-shash (w. 370 H), Ahkam al-Quran, karya Ibn al-Aarabi w.543 H) dan
Al-Jami li Ahkam Al-Quran, oleh al-Qurthuby (w. 671 H).
2.2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Fiqhi
Dari penjelasan diatas penulis memberikan kesimpulan bahwa kelebihan dan
kekurangan Tafsir Fiqhi adalah:
2.2.2.3.1 Kelebihan Tafsir Fiqhi
Meskipun peluang terjadinya perbedaan pendapat dalam melakukan penafsiran al-
Quran lewat pendekatan fiqhi sangatlah besar, namun penafsiran lewat pendekatan ini
memiliki bebarapa kelebihan, diantaranya :
2.2.2.3.1.1 Memberikan kejelasan terhadap umat Islam akan kandungan hukum syariat yang
terdapat dalam al-Quran, hal ini menjadi titik tolak pemahaman umat bahwa
sesungguhnya al-Quran tidak hanya menjelaskan tentang aspek yang bersifat
transenden dan metafisik (aqidah), akan tetapi ia juga menjelaskan tentang aspek-
aspek syariah, disisi lain juga memberitahukan bahwa syariah atau hukum bukan
semata-mata merupakan produk fuqaha akan tetapi telah menjadi bagian dari
nash-nash al-Quran bahkan lebih dominan yang mampu mengatur tatanan hidup
manusia baik individu maupun sosial.
2.2.2.3.1.2 Upaya untuk memberikan kesepakatan praktis yang bertujuan untuk
mempermudah manusia dalam mengaplikasikan seluruh bentuk hukum-hukum
Allah yang termaktub di dalam al-Quran setelah terjebak ke dalam perbedaan
mazhab dogmatis serius yang bersifat teoritis.

7
2.2.2.3.1.3 Tafsir al-Quran dengan pendekatan fiqhi meskipun memberikan peluang
terjadinya perbedaan pemahaman terhadap teks-teks Quraniyyah tetap
memberikan sumbangsih pemikiran bahwa sesungguhnya seluruh bentuk aturan
dan hukum dalam kehidupan baik individu maupun sosial tetap harus tunduk
kepada al-Musyarri al-Awwal (Allah) melalui kalam-Nya yang mulia kemudian
kepada pembawa wahyu dan risalah yang kemudian dikenal sebagai al-musyarri
ats-Tsany bada Allah (Rasulullah Saw) melalui Sunnah beliau demi kemaslahatan
manusia baik di dunia maupun di akhirat.
2.2.2.3.1.4 Tafsir fiqhi berusaha untuk membumikan al-Quran lewat pemahaman ayat-ayat
qauliyah kepada ayat-ayat kauniyyah guna meberikan penyadaran, pemberdayaan
dan advokasi terhadap permasalahan kehidupan manusia.
2.2.2.3.1.5 Tafsir fiqhi kendatipun beragam tetap memberikan kekayaan bagi khazanah
intelektual muslim dunia, sebab tanpa adanya penafsiran al-Quran dalam bentuk
ini, maka umat Islam secara khusus dan manusia secara umum akan kehilangan
akar hukum dan perundang-undangan yang sesungguhnya.
2.2.2.3.2 Kelemahan tafsir fikhi
Hasil olah manusia biasa tak kan pernah lepas dari berbagai macam bentuk
kekurangan dan kelemahan. Demikian juga adanya dengan penafsiran al-Quran yang
meskipun landasan penafsirannya adalah untuk menemukan saripatih dari perkataan Yang
Maha Benar secara mutlak namun dilakukan oleh manusia, maka pasti akan terdapat
kelemahan. Dan diantara kelemahan penafsiran al-Quran melalui pendekatan fiqhi adalah :
2.2.2.3.2.1 Tafsir fiqhi cenderung terjebak pada fanatik mazhaby sehingga memunculkan
sikap ortodoksi, pembelaan dan pembenaran terhadap madzhab tertentu dan
menafikan keabsahan mazhab-mazhab lainnya. Sikap ini terwariskan kepada
berpulu-puluh generasi hingga saat ini.
2.2.2.3.2.2 Tafsir fiqhi melakukan reduksi pada satu aspek tertentu dari al-Quran (penafsiran
parsial) padahal al-Quran meliputi akidah dan syariah, konsep dan sistem, teori
dan praktek yang membutuhkan pemahaman dan penafsiran secara universal.
2.2.2.3.2.3 Tafsir fiqhi lebih mengedepankan penafsiran al-Quran dengan
menghubungkannya pada konteks sosial tertentu dan cenderung mengabaikan
nilai-nilai universal hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Quran (rahmatan li
al-alamin). Sebab tidak semua bentuk permasalahan yang telah terjawab pada
masa lampau masih berlaku pada masa sekarang, sehingga dibutuhkan penafsiran

8
terhadap ayat-ayat hukum al-Quran yang sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini
tanpa menafikan kerja-kerja yang bersifat analogi terhadap masa lampau dan
berusaha untuk tidak terjebak pada perbedaan teoritis mazhaby.
2.2.3 Tafsir bercorak Falsaf
2.2.3.1 Pengertian
Tafsir Falsafi atau disebut juga dengan tafsir Aqli adalah Tafsir al-Quran yang
beraliran filsafat atau rasional. Pada umumnya penafsiran ayat-ayat difouskan kepada bidang
filasafat dengan menggunakan jalan pemikiran secara filsafat.
Tafsir falsafi adalah upaya penafsiran al-Quran dikaitkan dengan persoalan-persoalan
filsafat. Tafsir falsafi yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat sebagai
paradigmanya. Ada juga yang mendefisnisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat al-
Quran dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat al-Quran
dapat ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena ayat al-Quran bisa berkaitan dengan
persoalan-persoalan filsafat atau ditafsirkan dengan menggunakan teori-teori filsafat.
2.2.3.2 Karakteristik
Latar belakang lahirnya tafsir corak filsafat karena tokoh-tokoh Islam yang membaca
buku-buku falsafat. Dalam memahami filsafat tersebut para ulama terbagi kepada dua
golongan, sebagai berikut: pertama, golongan yang menolak falsafat, karena mereka
menemukan adanya pertentangan antara falsafat dan agama. Kelompok ini secara radikal
menentang falsafat dan berupaya menjauhkan umatnya. Tokoh pelopor kelompok ini adalah
al-Imam al-Ghazali dan al-Fakr al-Razi. Dalam tafsirnya membeberkan ide-ide falsafat yang
dipandang berentangan dengan agama, khususnya dengan al-Quran, akhirnya ia dengan
tegas menolak falsafat berdasarkan alasan dan dalil yang ia anggap memadai.
Diantara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan filsafat adalah Hujjah
al-Islam al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali. Karena ia mengaran kitab Al-Isyarat untuk
menolak paham mereka, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Imam Al-Fakhr Al-Razy dalam kitab
tafsirnya megemukakan paham mereka kemudian membatalkan teori-teori filsafat mereka,
karena dinilai bertentangan dengan agamadan Al-Quran.
Kedua, golongan yang mengagumi dan menerima filsafat, kelompok ini berupaya
mengkompromikan atau mencari titik temu antara falsafat dan agama serta berusaha untuk
menyingkirkan segala pertentangan.
Di antara kitab-kitab tafsir yang ditulis berdasarkan corak falsafi, yaitu golongan
pertama yang menolak falsafat, adalah kitab tafsir Mafatih al-Ghiaib, oleh al-Fakhr al-Razi

9
(w. 606 H.). Sedangkan golongan kedua adalah Tasir al-Farabi (w. 239 H) dan Tafsir
Ikhwanus Shafa. Tafsir yang menggunakan analisis disiplin ilmu-ilmu filsafat. Al-Dzahabi
ketika mengomentari perihal tafsir falsafi antara lain menyatakan bahwa mnurut
penyelidikannya dalam banyak segi pembahasan-pembahasan filsafat bercampur dengan
penafsiran ayat-ayat al-Quran. Di antara contohnya ia menyebutkan penafsiran sebagian
filosof yang mengingkari kemungkinan miraj Nabi Muhammad Saw., dengan fisik di
samping ruhnya. Mereka hanya meyakini kemungkinanmiraj Nabi Muhammad Saw., hanya
dengan ruh tanpa jasad. Contoh kitab tafsirnya adalah Mafatih al-Ghayb karya Fakhr al-Din
al-Razi.
Pada saat ilmu-ilmu agama dan sain mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan
Islam berkembang kepada gerakan penerjemahan buku-buku yang diterjemahkan kedalam
bahasa Arab. Hal ini pula yang membawa Islam kepada pengenalan terhadap filsafat terutama
dari buku-buku karangan Aristoteles dan Plato. Filsafat dianggap sebagai hal baru yang dapat
mengeksplor pemikiran mereka dan oleh karena mereka sangat gandrung akan model
pemikiran semacam ini, maka dari sinilah mengapa sebagian orang Islam menafsirkan al-
Quran dengan menggunakan pendekatan filsafat atau yang disebut dengan tafsir
falsafi. (Journal Menimbang Tafsr Al-falsaf oleh: Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan
Ampel Surabaya voll -34-79).
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi dalam tafsir al-Mizan fi tafsir al-Quran adalah
bagaimana para filosof membawa pikiran-pikiran filsafat dalam memahami ayat-ayat al-
Quran. Diantara tokohnya adalah Al-Farabi, Ibnu-Shina. Sedang Thaba Thabai sendiri
memasukkan pembahasan filsafat sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau
menolak teori filsafat yang bertentangan dengan al-Quran. Ia menggunakan pembahasan
filsafat hanya pada sebagian ayat saja.
2.2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Falsafi
Dari penjelasan diatas penulis memberikan kesimpulan bahwa kelebihan dan
kekurangan Tafsir Falsafi adalah:
2.2.3.3.1 Kelebihan Tafsir Falsafi
2.2.3.3.1.1 Membangun khazanah keislaman sehingga nantinya akan mampu mengetahui
maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama aspek filsafat.
2.2.3.3.1.2 Membangun abstraksi dan proposisi makna-makna latent (tersembunyi) yang
diangkat dari teks kitab suci untu dikomunikasikan lebih luas lagi kepada
masyarakat dunia tanpa hambatan budaya dan bahasa.
2.2.3.3.2 Kekurangan Tafsir Falsafi

10
Cendrung membangun proposisi universal yang hanya berdasarkan logika dan karena
peran logika begitu mendominasi, maka corak ini kurang memperhatikan aspek historisitas
kitab suci.
2.2.4 Tafsir bercorak Ilm
2.2.4.1 Pengertian
Tafsir Ilmi yaitu tafsir al-Quran yang beraliran ilmiah. Yang berarti penafsiran Al-
Quan dengan kecenderungan menafsirkan al-Qur`an dengan memfokuskan penafsiran pada
kajian bidang ilmu pengetahuan, yakni untuk menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan
Ilmu dalam al-Qur`an.
2.2.4.2 Karakteristik
Lahirnya tafsir ilmi ini karena adanya ayat-ayat al-Quran yang berisi ajakan ilmiah,
yang didasarkan atas prinsip pembebasan akal tahayl dan kemerdekaa berfikir. Al Quran
menyuru umat manusia memperhatikan alam. Allah SWT disamping menyuruh umat manusia
memperhatikan wahyu-Nya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar memperhatikan
wahyu-Nya yang tampak dan tidak tertulis, yaitu alam.
Di antara para ulama yang gigih mendukung corak al-Tafsir al-Ilmi ini adalah: al-
Imam al-Fakhr al-Razi, melalui kitab tafsirnya yang besar, Malfatih al-Ghaib, al-Imam al-
Ghazali melalui kitabnya al-Itqan.
Meskipun sebagian ulama ada yang menolak, karya-karya tafsir corak ilmi, namun
corak tafsir ini mulai bermunculan, dan mendapat perhatian besar para peneliti dan ilmuwan.
Menurut kalangan ulama tafsir ilmi dinilai keliru, sebab Allah tidak menurunan Al Quran
sebagai kitab yang berbicara tentang teori-teori ilmu pengtahuan, kajian tafsir ilmi dinilai
keliru karena para penafsir dicap berlebih-lebihan dalam menakwiklkan ayatt-aya tanpa ada
rasa kagum akan aspek kemukjizatan ayat dan tanpa perasaan yang benar lagi sehat.
Faktor yang menyebabkan ulama bersikap keras menolak al-Tafsir al-Ilmi. Di
antaranya menurut al-Ustazd Ahmad Hanafi, Pertama adanya warisan akidah yang berakar
kuat di dalam benak umat bahwa Al Quran itu semata-mata petnjuk dan penuntun kehidupan
manusia. Kedua, sebagian ulama beranggapan antara ayat-ayat yang berbicara tentang alam
secara terpisah-pisah tersebut tidak ada korelasi dan berkaitan satu sama lainnya, walaupun
semuanya berbicara satu masalah yang sama.
Kajian al-Tafsir al-Ilmi ini, termasuk kedalam kategori kajian tafsir Tematik (Al
Tafsir al-Mawdhuiy), yang membahas topik atau masalah-masalah menarik dewasa ini, dan
hukum membahasnya adalah sama dengan hukum membahas tafsir tematik.

11
Kajian tafsir ini adalah untuk memperkuat teori-teori ilmiah bukan sebaliknya, dalam
artian teori ilmiah memperkuat tafsir. Kajian aspek-aspek ilmiah terdapat di dalam al-Quran,
sebagai jalan untuk menemukan petunjuk dan metode memahaminya.
Sikap para ulama terhadap tafsir Ilmy dapat dikelompokkan kepada dua, sebagai berikut:
1. Mereka yang mendukung tafsir Ilmi dan bersikap terbuka sehingga mereka menjadikan
Al-Quran sebagai mujizat ilmiah, karena ia mencangkup segala macam penemuan dan
teori-teori ilmiah moderen. Mereka berkata:Al Quran itu menghimpun ilmu-ilmu agama
dan ilmu-ilmu pengetahuan yang tidakkesemuanyadapat dijangkau oleh manusia, bahkan
lebih dari itu ia mengemukakan hal-hal yang terjadi jauh sebelum ia turun dan yang akan
terjadi.
2. Mereka yang menolak tafsir Ilmi tidak melangkah jauh untuk memberikan makna-makna
yang tidak dikandung dan dimunginkan oleh ayat yang mengharapkan Al Quram kepada
teori-teori ilmiah yang jelas-jelas terbukti tidak benar setelah berpuluh-puluh tahun, teori-
teori itu bersifat relatif. Selain dua sikap ulama diatas ada ulama yangbersikap moderat.
Mereka mengatakan; kita sangat perlu mengetahui cahaya-cahaya ilmu yang
mengungkapkan kepada kita hikmah-hiknah dan rahasia-rahasia yang dikandung oleh
ayat-ayat kawniyyah yang demikian itu tidak ada salahnya, mengingat ayat-ayat itu tidak
hanya dipahami seperti pemahaman bahasa arab, oleh karena Al Quran untuk seluruh
manusia.
2.2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Ilmi
2.2.4.3.1 Kelebihan tafsir ilmi
2.2.4.3.1.1 Mendorong umat Islam untuk berani merespon modernisasi, pembaharuan dan
tantangan zaman.
2.2.4.3.1.2 Mengajak seseorang untuk belajar dari orang lain dan megambil hikmah dari
sumber apa pun.
2.2.4.3.1.3 Menghargai ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran manusia, tidak semata-mata
dari riwayat Nabi saja.
2.2.4.3.1.4 Menyelaraskan agama dan sains, sehingga antara keduannya menjadi seimbang.
2.2.4.3.1.5 Mendorong umat Islam mengejar prestasi sains, mengkaji sains orang lain, dan
melakukan penafsiran ulang dengan menggunakan teori santifik orang lain
tersebut.
2.2.4.3.1.6 Membawa orientasi penafsiran ke penafsiran al-Quran yang menjauhkan diri dari
sikap mensakralkan pendapat, melaikan ke penafsiran yang bersifat zamani,
historis dan berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.

12
2.2.4.3.1.7 Mempermudah dan memperdalam seseorang menyerap ayat-ayat al-Quran
dengan bantuan sains yang sudah dikenal.
2.2.4.3.2 Kelemahan tafsir ilmi
Dari sekilas pembacaan di atas, gagasan-gagasan yang berupaya menghubungkan atau
mencari relevansi antara berbagai ilmu pengetahuan dengan pemahaman atau penafsiran al-
Quran terus mengalami perkembangan hingga abad 14 H/ 20 M dengan berbagai motivasi
dan latar belakang.
Sayangnya perhatian intelektual Islam terhadap pemikiran-pemikiran tersebut sangat
minim, sementara di sisi lain kebutuhan terhadap ilmu pengetahuan seperti yang ditunjukkan
dalam ayat-ayat yang berbicara tentang hewan, tumbuh-tumbuhan, langit dan bumi juga tidak
bisa dinafikan disamping kebutuhan terhadap hukum dan sebagainya.
Senada dengan hal itu, Az-Zahabi juga menunjukkan beberapa kelemahan dalam
penafsiran model tafsir ilmi ini, diantaranya:
1. Aspek Bahasa: Bahasa selalu mengalami perkembangan, sehingga sebuah kata tidak
hanya memiliki satu makna akan tetapi memiliki berbagai makna termasuk
penggunaannya dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, pada umumnya ayat-ayat al-
Quran dipahami dengan tetap memperhatikan latar belakang pemaknaan pada saat ayat
itu turun, yang di antaranya diketahui melalui informasi para Sahabat dan masyarakat
Arab pada waktu itu. Memperluas pemaknaan sebuah ayat dengan istilah-istilah baru
sains tanpa memperhatikan latar belakang pemaknaan, sementara hal itu tidak pernah
dikenal sebelumnya dinilai merupakan sesuatu yang tidak rasional.
2. Aspek Retoris: Al-Quran dikenal memiliki nilai dan kualitas retorika yang tinggi
sehingga selalu terdapat korelasi dalam sebuah ayat dengan ayat-ayat yang lainnya
termasuk dari aspek pemaknaannya. Adanya anggapan bahwa al-Quran mencakup
seluruh ilmu pengetahuan, bahkan mengaitkan ayat-ayat al-Quran dengan istilah-istilah
sains dan ilmu pengetahuan tanpa memperhatikan korelasinya dengan ayat-ayat yang lain
adalah sesuatu yang mengurangi ketinggian nilai al-Quran.
3. Aspek Aqidah: Al-Quran adalah kebenaran mutlak yang diturunkan kepada seluruh
manusia secara sempurna, tidak akan pernah lekang dimakan waktu sehingga selalu dapat
di dipahami dan diaplikasikan sepanjang masa. Sementara kebenaran temuan ilmiah
adalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif, dalam arti bahwa teori-teori sains tersebut
dapat diruntuhkan oleh teori lain sebagaimana dikenal dalam dunia saintifik.
Mensejajarkan ayat-ayat al-Quran dengan teori dan temuan-temuan saintifik dengan

13
demikian merupakan sesuatu yang tidak bisa diterima karena jika teori-teori tersebut
runtuh maka kebenaran al-Quran seolah-olah juga runtuh.

2.2.5 Tafsir bercorak Adab Ijtim (sosial masyarakat)


2.2.5.1 Pengertian
Tafsir ini adalah tafsir yang memiliki kecenderungan kepada persoalan sosial
kemasyarakatan. Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan
perkembangan kebudayaan masyarakat yang sedang berlangsung. Pengertian secara makna
kebahasaan, istilah corak Al-adabi wa al-ijtimai itu tersusun dari dua kata, yaitu al-
adabi dan al-ijtimai, kata al-adaby merupakan bentuk kata yang diambil dari fiil
madhi aduba, yang mempunyai arti sopan santun, tata krama dan sastra, sedangkan kata al-
ijtimaiy yaitu mempunyai makna banyak berinteraksi dengan masyarakat atau bisa
diterjemahkan hubungan kesosialan, namun secara etimologisnya tafsir al-adaby al-
Ijtimai adalah tafsir yang berorientasi pada sastra budaya dan kemasyarakatan.
2.2.5.2 Karakteristik
Sebagai salah atu akibat perkembangan modern adalah munculnya corak tafsir yang
mempunyai karakteristik tersendiri, berbeda dari corak tafsir lainnya dan memiliki corak
tersendiri yang benar-benar baru bagi dunia tafsir dengan cara:
1. Mengemukakan ungkapan al-Quran secara teliti.
2. Menjelaskan makna-makna yang dimaksud Al-Quran dengan menggunakan gaya bahasa
yang indah dan menarik.
3. Langkah berikutnya mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al-Quran yang dikaji
dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.
Pembahasan tafsir dengan menggunakan corak ini sepi dari penggunaan ilmu dan
teknologi, dan tidak akan menggunakan istilah-istilah tersebut kecuali jika dirasa perlu dan
hanya sebatas kebutuhan. Muhammad Husain adz-Dzahabi menyatakan bahwa tafsir yang
bercorak al-Adabi al-Ijtimaiadalah tafsir yang menyinggung segi balaghah, keindahan
bahasa al-Quran, dan ketelitian segi redaksinya, dengan menerangkan makna dan tujuan
diturunkannya al-Quran. Kemudian mengaitkan kandungan ayat-ayat al-Quran itu dengan
hukum alam (sunnatullah) dan aturan kehidupan kemasyarakatan. Tafsir ini berusaha untuk
memecahkan problema kehidupan umat Islampada khususnya, dan umat manusia pada
umumnya.
Adapun Manna al-Qaththan memberikan batasanya dengan menyataka bahwa tafsir corak al-
Adabi al-Ijtimai adalah tafsir yang diperkaya oleh riwayat dari salaf al-ummah dan uraian

14
tentangSunatullah yang harus berlaku pada masyarakat. Disamping itu, menguraikan gaya
ungkapan al-Quran yang pelik dengan menyinggung maknanya melalui ibarat-ibarat yang
mudah dicerna. Serta berusaha menerangkan masalah-masalah yang asing dengan maksud
mengembalikan kemuliaan dan kehormatan islam dan umatnya serta mengobati penyakit-
penyakit kemasyarakatan dengan pendekatan petujukan al-Quran.

2.2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Adabi


Ijtimai
Sebagaimana corak-corak tafsir yang ada, corak tafsir adabi ijtimai juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan tersendiri. Adapun kelebihan dan kekurangan corak tafsir adabi
ijtimai bisa dirinci bahwa kelebihannya adalah dalam menafsirkan sebuah ayat, mufassir
bukan hanya terfokus pada aspek balaghah yang ada, namun juga mengkaitkan makna yang
terkandung dengan keadaan sosial yang ada, juga pemilihan bahasa yang sesuai dengan
kondisi perkembangan umat modern yakni lugas dan tidak berbelit, sehingga mudah untuk
dipahami oleh siapa saja (bukan hanya ulama saja). Dalam tafsirannya, corak tafsir adabi
ijtimai ini menganalogikan dengan sesuatu berkembang di zaman-nya seperti pemahaman
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga maknanya dapat dengan mudah ditangkap
oleh pembaca/pendengarnya. Sedangkan sisi kekurangannya yaitu terkadang kesesuaian itu
tidak sesuai dengan daerah kondisi mufassir tinggal ketika itu (bisa dikatakan bersifat lokal).
Sehingga bisa dipastikan bahwa penafsiran yang bercorak adabi ijtimai belum tentu sesuai
dengan keadaan yang ada pada masyarakat lain.
2.2.6 Tafsir bercorak Lughaw
2.2.6.1 Pengertian
Tafsir bercorak Lughaw adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-
Quran dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan Penafsirannya meliputi segi Irb,
Harakat, Bacaan, Pembentukan kata, Susunan kalimat dan Kesusastraannya. Tafsir semacam
ini selain menjelaskan maksud-maksud ayat-ayat al-Qur`an juga menjelaskan segi-segi
kemujizatannya.
2.2.6.2 Karakteristik
Tafsir yang tergolomg baru di dunia Arab ini, yakni sekitar abad ke-14 H, yang
diperkenalkan oleh Sayyid Quthb pada karyanya F Dhill al-Qur`an. Selain itu, dia pun
menulis dua buah buku yang diberi judul: al-Taswr al-Fann F al-Qur`an dan Masyhid
al-Qiymat F al-Qur`an. Kedua buku terakhir ini lebih kecil daripada kitab karangannya
yang pertama (F Dhill al-Qur`an). Akan tetapi, ketiga kitab tersebut memiliki rh (tujuan

15
atau fungsi) yang sama yakni berusaha untuk mencapai pemahaman corak atau kecendrungan
sastra dalam al-Qur`an. Tafsir bercorak Lughaw yang mengandung Adab ini terlepas
pemaparannya dari berbagai ungkapan yang berhubungan dengan kajian Nahwu, aturan-
aturan kebahasaan, istilah-istilah Balghah, atau kajian-kajian lainnya yang menjadi
kecendrungan tafsir-tafsir lain.
Sebelum menjelaskan jenis-jenis dan metode tafsir lughawi, perlu diketahui bahwa
tafsir lughawi dengan berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak akan keluar dari
dua kelompok besar yaitu:
1. Tafsir lughawi yang murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait dengan aspek
bahasa saja, seperti tafsir Maan al-Quran karya al-Farra, Tafsir al-Jalalain karya al-
Suyuthi dan al-Mahally. Dll.
2. Tafsir lughawi yang pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain seperti hukum,
theology dan sejenisnya, sepertiTafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-Thabary, Mafatih al-
Ghaib li al-Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal hingga sekarang,
termasuk Tafsir al-Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab. Tafsir lughawi dalam
perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk dan jenis. Ada yang khusus
membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja dan ada pula yang membahas
linguistik dengan mengkelaborasikan bersama corak-corak yang lain.
Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Tafsir nahwu atau irab al-Quran yaitu tafsir yang hanya pokus membahas irab
(kedudukan) setiap lafal al-Quran, seperti kitabal-Tibyan fi Irab al-Quran karya
Abdullah bin Husain al-Akbary (w. 616 H)
2. Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik dan semantik) yaitu tafsir lughawi yang pokus
membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi antarkata seperti Tafsir al-Quran
Karim karya Quraish Shihab, Konsep Kufr dalam al-Quran karya Harifuddin Cawidu.
3. Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada aspek korelasi antar
ayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karya
Burhanuddin al-Buqay (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razy (w.
606), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, dll.
4. Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos perumpamaan-
perumpamaan dan majaz dalam al-Quran seperti kitab al-Amtsal min al-Kitab wa al-
Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal al-

16
Quran karya al-Mawardi (w. 450 H), Majaz al-Quran karya Izzuddin Abd Salam (w. 660
H)
5. Tafsir qirah yaitu tafsir yang membahas macam-macam qiraah seperti kitab Tahbir al-
Taisir fi Qiraat al-Aimmah al-Asyrahkarya Muhammad bin Muhammad al-Jazry (w. 843
H).
6. Tafsir klasifikasi bahasa yaitu tafsir yang mengkaji lafal-lafal yang murni bahasa arab dan
yang tidak seperti kitab al-Muhadzzab fi Waqaa fi al-Quran min al-Muarrab karya
Jalaluddin al-Suyuthi.
7. Dan tafsir-tafsir lughawi yang lain semisal tafsir Fawatih al-Hijaiyyah dll
2.2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Lughawi
2.2.6.3.1 Kelebihan tafsir lughawi
2.2.6.3.1.1 Mengukuhkan signifikansi linguistik sebagai pengantar dalam memahami al-
Quran karena al-Quran merupakan bahasa yang penuh dengan makna.
2.2.6.3.1.2 Mengukuhkan signifikansi linguistik sebagai pengantar dalam memahami al-
Quran karena al-Quran merupakan bahasa yang penuh dengan makna.
2.2.6.3.1.3 Menyajikan kecermatan redaksi teks dan mengetahui makna berbagai ekspresi
teks sehingga tidak terjebak dalam kekakuan berekspresi pendapat.
2.2.6.3.1.4 Memberikan gambaran tentang bahasa arab, baik dari aspek penyusunannya,
indikasi huruf, berbagai kata benda dan kata kerja dan semua hal yang terkait
dengan linguistik.
2.2.6.3.1.5 Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat al-Quran sehingga
membatasinya dari terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.
2.2.6.3.2 Kekurangan tafsir lughawi
2.2.6.3.2.1 Terjebak dalam tafsir harfiyah yang bertele-tele sehingga terkadang melupakan
makna dan tujuan utama al-Quran.
2.2.6.3.2.2 Mengabaikan realitas sosial dan asbab al-Nuzul serta nasikh mansukh sehingga
akan mengantarkan kepada kehampaan ruang dan waktu yang akibatnya
pengabaian ayat Makkiyah dan Madaniyah
2.2.6.3.2.3 Menjadikan bahasa sebagai objek dan tujuan dengan melupakan manusia sebagai
objeknya.
2.2.6.3.2.4 Peniruan lafzhiah (kata), otoritas historis yang berseberangan dan keragaman
pendapat pakar bahasa arab akan menguras pikiran sehingga melupakan tujuan
utama tafsir yaitu pemahaman al-Quran.

17
Sumber: (Anwar, Rosihon. Ilmu Tafsir. Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2005.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Corak tafsir adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran dan
merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seseorang mufassir, ketika ia
menjelaskan maksud-maksud ayat al-Quran.
3.1.2 Macam-macam penafsiran al-Quran dibedakan menjadi 6 yaitu

3.1.2.1 Tafsir bercorak sufi ialah tafsir dengan kecenderungan menta`wilkan al-Qur`an selain
dari apa yang tersirat, dengan berdasarkan isyarat-isyarat yang nampak pada ahli
ibadah. Karakteristik Corak tafsir shufi ini terdiri dari dua cabang yaitu penafsiran
aliran tasawuf teoritis dan aliran tasawuf praktis. Kelebihan tafsir sufi dalam ruang
lingkup yang luas adalah metode analisis mempunyai ruang lingkup yang termasuk
luas. Sedangkan kekurangan memuat berbagai ide kepada mufassir untuk
mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam menafsirkan al-Quran.
3.1.2.2 Tafsir bercorak fiqhi yaitu penafsiran ayat-ayat Al-Quranyang khusus mengandung
hukum-hukum amaliyah bagi seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari.
Karakteristik Tafsir fighi muncul berbarengan dengan lahirnya al-Tafsir bi al-Matsur.
Salah satu kelebihan tafsir fiqhi yaitu berusaha untuk membumikan al-Quran lewat
pemahaman ayat-ayat qauliyah kepada ayat-ayat kauniyyah guna meberikan
penyadaran, pemberdayaan dan advokasi terhadap permasalahan kehidupan manusia.
Dan salah satu kekurangan Tafsir fiqhi melakukan reduksi pada satu aspek tertentu
dari al-Quran (penafsiran parsial) padahal al-Quran meliputi akidah dan syariah,
konsep dan sistem, teori dan praktek yang membutuhkan pemahaman dan penafsiran
secara universal.
3.1.2.3 Tafsir falsafi adalah upaya penafsiran al-Quran dikaitkan dengan persoalan-persoalan
filsafat. Karakteristik yang menjadi latar belakang lahirnya tafsir corak filsafat karena
tokoh-tokoh Islam yang membaca buku-buku falsafat. Salah satu kelebihannya adalah
Membangun khazanah keislaman sehingga nantinya akan mampu mengetahui maksud
dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama aspek filsafat. Kekurangan tafsir
falsafi adalah Cendrung membangun proposisi universal yang hanya berdasarkan

18
logika dan karena peran logika begitu mendominasi, maka corak ini kurang
memperhatikan aspek historisitas kitab suci.
3.1.2.4 Tafsir Ilmi yaitu tafsir al-Quran yang beraliran ilmiah. Karakteristik Lahirnya tafsir
ilmi ini karena adanya ayat-ayat al-Quran yang berisi ajakan ilmiah, yang didasarkan
atas prinsip pembebasan akal tahayl dan kemerdekaa berfikir. Salah satu kelebihan
tafsir ilmi adalah Mendorong umat Islam untuk berani merespon modernisasi,
pembaharuan dan tantangan zaman. Dan salah satu kelemahan tafsir ilmi dapat dilihat
dari beberapa aspek yaitu aspek bahasa, retoris dan aqidah.
3.1.2.5 Tafsir al-adaby al-Ijtimai adalah tafsir yang berorientasi pada sastra budaya dan
kemasyarakatan. Salah satu yang menjadikan karakteristik tafsir al-adaby al-Ijtimai
adalah menjelaskan makna-makna yang dimaksud Al-Quran dengan menggunakan
gaya bahasa yang indah dan menarik. Kelebihannya adalah dalam menafsirkan sebuah
ayat, mufassir bukan hanya terfokus pada aspek balaghah yang ada, namun juga
mengkaitkan makna yang terkandung dengan keadaan sosial yang ada, juga pemilihan
bahasa yang sesuai dengan kondisi perkembangan umat modern yakni lugas dan tidak
berbelit, sehingga mudah untuk dipahami oleh siapa saja (bukan hanya ulama saja).
Kekurangannya yaitu terkadang kesesuaian itu tidak sesuai dengan daerah kondisi
mufassir tinggal ketika itu (bisa dikatakan bersifat lokal).
3.1.2.6 Tafsir bercorak Lughaw adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-
Quran dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan Penafsirannya meliputi segi
Irb, Harakat, Bacaan, Pembentukan kata, Susunan kalimat dan Kesusastraannya.
Karakteristik tafsir lughawi berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak
akan keluar dari dua kelompok besar. Kelebihannya adalah mengikat mufassir dalam
bingkai teks ayat-ayat al-Quran sehingga membatasinya dari terjerumus ke dalam
subjektivitas yang berlebihan. Kekurangannya adalah menjadikan bahasa sebagai
objek dan tujuan dengan melupakan manusia sebagai objeknya.
3.2 Saran
Saran saya sebagai penulis, menyadari masih banyak kekurangan tentang materi yang
saya buat sehingga saya meminta kepada saudara saudari untuk memberikan kritik dan
sarannya. Agar bisa membangun makalah ini menjadi yang lebih baik lagi. Semoga makalah
yang saya buat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Alquran

Anwar, Rosihon. Ilmu Tafsir. Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2005.

Amal, Taufik Adnan dkk. Tafsir Kontekstual al-Quran. Bandung: Mzan, 1990.

Khaeruman, Badri. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia, 2004.

Muhammad, A. Mufakhir. Tafsir Ilmi. Banda Aceh: Yayasan PeNA, 2004.

http://romziana.blogspot.com/2012/10/metode-dan-corak-tafsir.html.

http://hajirmutawakkil.blogspot.co.id/2013/01/tafsir-ilmi.html

20

Anda mungkin juga menyukai